risalah hukum Peraturan dan Tata Tertib

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "risalah hukum Peraturan dan Tata Tertib"

Transkripsi

1 risalah hukum Peraturan dan Tata Tertib

2 Legal Brief Peraturan dan Tata Tertib BAGIAN I Perdagangan Berjangka 1 BAGIAN 1 Perdagangan Berjangka 9 BAGIAN 2 PALN Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Bab VII Bab VIII Bab IX Bab X Bab XI Definisi dan Ketentuan Umum Margin dan Jaminan Dana Kliring Mekanisme Kliring Hak dan Kewajiban Transaksi Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Penanganan Pengaduan Pelanggaran dan Sanksi 13 BAGIAN 3 SPA Bab XII Perselisihan Bab XIII Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar 17 BAGIAN 4 Fisik 1

3 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN I - Perdagangan Berjangka BAB I BAB III Definisi dan Ketentuan Umum Definisi dari terminologi kunci di dalam PTT ICH ( Peraturan ICH ) diatur dalam Bab ini. Beberapa definisi yang diatur dalam Bagian I - Perdagangan Berjangka juga berlaku untuk bagian lain di Peraturan ICH. Ketentuan umum menjelaskan tentang penafsiran dalam Peraturan ICH, kewenangan Lembaga Kliring, batasan tanggung jawab, hak imunitas, Peraturan ICH sebagai perjanjian yang mengikat antara Lembaga Kliring dengan Anggota Kliring dan juga antara Anggota Kliring dengan Anggota Kliring lainnya, perubahan terhadap Peraturan ICH, kerahasiaan, bahasa, dan keterpisahan. Salah satu ketentuan yang harus diperhatikan adalah Peraturan ICH ditafsirkan sesuai dengan hukum Republik Indonesia. Perselisihan antara Lembaga Kliring dan Anggota Kliring akan diselesaikan menggunakan forum penyelesaian perselisihan yang disediakan oleh Bappebti. Pemilihan dan pengangkatan, komposisi, tugas dan wewenang Direksi dan Dewan Komisaris tercantum dalam Bab 3 - ini. Unit terpisah bernama Komite Kliring juga dibentuk oleh Direksi bertujuan untuk memberikan saran dan pertimbangan profesional serta rekomendasi tentang pelaksanaan tugas Lembaga Kliring. Selain itu, bab ini juga menetapkan larangan bagi karyawan Lembaga Kliring dan batasan tanggung jawab mereka di mana karyawan dalam melaksanakan tugas mereka untuk Lembaga Kliring dibebaskan dari tanggung jawab keuangan yang timbul dari tuntutan hukum yang diajukan oleh Anggota Kliring, kecuali keputusan pengadilan telah dikeluarkan. Kewajiban kerahasiaan tidak hanya mengikat manajemen dan karyawan Lembaga Kiring tetapi juga pihak terafiliasi Lembaga Kiring. BAB II Lembaga Kliring mengklasifikasikan Anggota Kliring menjadi: (a) Pialang Berjangka; dan (b) Pedagang Berjangka. Bab ini juga mengatur ketentuan-ketentuan permohonan untuk menjadi Anggota Kliring, antara lain: persyaratan untuk menjadi Anggota Kliring, prosedur pendaftaran sebagai Anggota Kliring, penerimaan Anggota Kliring, penilaian atas permohonan keanggotaan dan keputusan Lembaga Kliring. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh pemohon keanggotaan Kliring antara lain (i) tidak ada catatan keputusan tindak pidana di sektor keuangan, (ii) tidak pernah masuk daftar hitam oleh bank dan (iii) persyaratan administratif khusus lainnya untuk setiap klasifikasi sebagaimana diputuskan oleh Lembaga Kliring. Persyaratan keuangan tambahan juga dapat diminta dari waktu ke waktu oleh Lembaga Kliring dengan mempertimbangkan volume, paparan risiko dan konsentrasi serta jenis bisnis. Lembaga Kliring juga memiliki kewenangan penuh dalam menerima atau menolak permohonan keanggotaan calon anggota di mana keputusan tersebut bersifat final dan tidak dapat digugat. Beberapa hak Anggota Kliring tercantum dalam Bab ini, diantaranya: pengalihan keanggotaan, meminta penangguhan keanggotaan dan pengunduran diri. BAB IV Margin dan Jaminan Anggota Kliring wajib menyetor jaminan di rekening terpisah dari Lembaga Kliring untuk menjamin setiap kewajiban finansial yang jatuh tempo dan dapat ditagih oleh Lembaga Kliring sesuai dengan Peraturan Kliring. Jaminan harus memenuhi Persyaratan Jaminan dan jumlah yang ditetapkan oleh Lembaga Kliring untuk Anggota Kliring yang setidaknya memenuhi: (a) persyaratan Margin, (b) Jaminan Anggota Kliring dan (c) Jaminan Transaksi. Secara umum, Jaminan yang diberikan harus tunduk pada persyaratan berikut, yaitu (i) Anggota Kliring harus menjadi pemilik tunggal yang sah dari Jaminan tersebut, dan (ii) Jaminan harus bebas dari segala hak gadai dan pembebanan, yang memungkinkan Lembaga Kliring ( iii) untuk mengeksekusi Jaminan tersebut tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak ketiga. Selanjutnya, dalam hal mengelola Jaminan, Anggota Kliring yang telah menempatkan Jaminan tersebut di Lembaga Kliring melindungi dan membebaskan Lembaga Kliring dari segala Kerugian (kerugian, biaya, pengeluaran, kerusakan) yang timbul, antara lain, dari, mengelola, melikuidasi, dan menentukan jenis Jaminan. Selain itu, Jaminan dapat ditarik atas permintaan Anggota Kliring karena alasan berikut; (i) jika Jaminan tersebut melebihi jumlah yang disyaratkan, (ii) penggantian Jaminan apabila Jaminan yang ada tidak lagi memenuhi persyaratan yang berlaku, dan (iii) pengunduran diri Anggota Kliring, meskipun penarikan Jaminan tersebut dapat diperhitungkan terhadap kewajiban keuangan yang masih ada. Hal penting lainnya adalah tentang Margin yang terdiri dari Margin Awal, Margin Variasi, dan Margin Call. Margin yang berlaku untuk Anggota Kliring ditentukan oleh Lembaga Kliring dari waktu ke waktu. 2 3

4 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN I - Perdagangan Berjangka BAB V BAB VI Dana Kliring Selain Margin, Lembaga Kliring dapat meminta Dana Kliring, yang terdiri dari (a) Jaminan Anggota Kliring; (b) Dana Lembaga Kliring dan (c) Dana Assessment, dari Anggota Kliring, yang dimaksudkan untuk mengelola risiko dan untuk memastikan penyelesaian transaksi kontrak. Mekanisme Kliring Lembaga Kliring akan memberikan pelayanan kliring dan penjaminan hanya jika transaksi disampaikan melalui sistem Lembaga Kliring dan telah memenuhi persyaratan dari Hukum yang Berlaku, Peraturan Kliring dan Keputusan Lembaga Kliring. Jaminan Anggota Kliring adalah bagian dari Jaminan yang diberikan oleh Anggota Kliring yang diformulasikan sebagai lapisan pertahanan kedua apabila Margin habis karena terjadi cidera janji. Anggota Kliring harus melakukan penyetoran dan menjaga jumlah Jaminan Anggota Kliring yang memenuhi jumlah, jenis Jaminan, bentuk Jaminan dan kriteria penilaian lebih lanjut sebagaimana ditentukan oleh Lembaga Kliring. Selain itu, Anggota Kliring akan dianggap telah melakukan cidera janji jika setelah pemberitahuan kedua, Anggota Kliring tidak dapat memberikan tambahan Jaminan yang Diijinkan atau penyetoran kembali Jaminan Anggota Kliring. Dalam melaksanakan penyelesaian transaksi Perdagangan Berjangka, Lembaga Kliring akan bertindak sebagai pihak lawan terhadap salah satu pihak, penjual atau pembeli ( Novasi ) dan Novasi tersebut tidak akan membebaskan penjual atau pembeli dari kewajiban apa pun yang timbul dari Kontrak. Anggota Bursa (Pialang Berjangka) dapat melakukan titip kliring untuk menyelesaikan transaksinya kepada Anggota Kliring, dengan perjanjian terlebih dahulu yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Lembaga Kliring memberikan kontribusi dari sebagian pendapatan transaksi yang dihasilkan dari masing-masing Kelas Kontrak sebagai Dana Kliring. Kerugian dari masing-masing Kelas Kontrak dimana telah terjadi cidera janji akan ditutupi dengan bagian dari Dana Kliring yang terkait dengan Kelas Kontrak tersebut. Lembaga Kliring berhak untuk meminta Dana tambahan atau Jaminan yang Diizinkan dari Anggota Kliring yang Non-Cidera Janji selain sebagai jaminan terhadap kewajiban Anggota Kliring yang Cidera Janji sehubungan dengan Kontrak Terbuka atau penggantian kepada Lembaga Kliring karena adanya Cidera Janji. Hak tersebut dari Lembaga Kliring dikenal sebagai Power of Assessment. Kegagalan memberikan porsi Dana Assessment merupakan pelanggaran serius terhadap Peraturan Kliring dan akan dikenakan sanksi oleh Lembaga Kliring, baik sanksi finansial maupun administrasi. Setiap jumlah Dana Kliring yang telah digunakan untuk memenuhi kewajiban keuangan Anggota Kliring Cidera Janji dianggap sebagai utang dan Lembaga Kliring memiliki hak untuk memperhitungkan utang tersebut terhadap aset Anggota Kliring Cidera Janji, baik yang tersedia di Lembaga Kliring. atau dengan melalui proses hukum. Pengelolaan Dana Kliring oleh Lembaga Kliring terdiri dari pembentukan dan penghimpunan Dana Kliring, investasi Dana Kliring, dan penyetoran Dana Kliring di Bank Penyimpan BAB VII Hak dan Kewajiban Bab ini juga membahas ketentuan tentang kriteria penerimaan transaksi, penerimaan atau penolakan transaksi, pembentukan kontrak, pernyataan dan jaminan dari para pihak dalam pembentukan kontrak. Setelah posisi dipadankan maka akan ada alokasi kontrak. Setiap Posisi Terbuka akan tunduk kepada prosedur marked to market dengan menggunakan Harga Harian. Karena proses tersebut, Lembaga Kliring dapat memulai Margin Call dan Anggota Kliring wajib memenuhi kekurangan Margin. Hal penting lainnya adalah Anggota Kliring berhak menetapkan Posisi Terbuka kepada Anggota Kliring lainnya setelah mendapat persetujuan dari Lembaga Kliring. Lembaga Kliring mengatur hak dan kewajiban Anggota Kliring dalam Bab VII Bagian I Peraturan Kliring ini. Hak Anggota Kliring adalah, termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) menggunakan layanan kliring, jaminan dan transaksi, (ii) untuk menerima pelatihan dan sosialisasi terkait Peraturan Kliring dan Keputusan Lembaga Kliring, dan (iii) untuk menerima pemberitahuan terkait dengan perubahan peraturan dan keputusan Lembaga Kliring. Adapun kewajibannya, Anggota Kliring wajib, antara lain, (i) untuk melakukan tugasnya dengan integritas dan kompetensi, (ii) untuk mematuhi hukum yang berlaku dan peraturan dan kebijakan Lembaga Kliring serta (ii) bertanggung jawab secara finansial, untuk misalnya, dengan membayar biaya keanggotaan, biaya kliring dan biaya lainnya, (iv) memberikan pemberitahuan kepada Lembaga Kliring apabila kondisi keuangan Anggota Kliring di bawah 120% dari resiko total yang disyaratkan atau hutangnya melampaui 600% dari nilai total dari sumber keuangannya, dan (v) Anggota Kliring harus memenuhi persyaratan Margin dan Dana Kliring. 4 5

5 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN I - Perdagangan Berjangka BAB VIII Transaksi Dengan tunduk pada ketentuan Produknya, transaksi dapat diselesaikan dengan tunai, penyelesaian fisik atau pengiriman alternatif. Jika Para Pihak memilih untuk menggunakan pengiriman alternatif untuk penyelesaian, maka Lembaga Kliring akan dibebaskan dan dilindungi dari segala akibat yang timbul dari pelaksanaan ketentuan pengiriman alternatif. Lembaga Kliring memiliki kewenangan untuk menegakkan peraturannya. Prosedur untuk menegakkan peraturan adalah: (a) penanganan pengaduan, (b) verifikasi dan (c) rekomendasi dari Komite Kliring. Segala biaya yang timbul sehubungan dengan proses penegakan peraturan akan ditanggung oleh Anggota Kliring. Jika Anggota Kliring tidak dapat melaksanakan kewajiban pengirimannya, Lembaga Kliring memiliki hak (tetapi tidak berkewajiban) untuk membeli atau meminjam dari Anggota Kliring lainnya (Buy in) dan menagih Anggota Kliring Cidera Janji (Invoice Back) untuk biaya dan pengeluaran apa pun yang timbul dalam kaitannya dengan Buy in. Kewajiban keuangan tersebut harus dibayar oleh Anggota Kliring Cidera Janji yang bersangkutan secara tunai pada tanggal sebagaimana ditentukan oleh Lembaga Kliring. BAB X Penanganan Pengaduan Penanganan Pengaduan di Lembaga Kliring mengikuti penanganan pengaduan yang berlaku di Bursa. BAB IX Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Cidera janji adalah, termasuk tetapi tidak terbatas pada: - Tidak melakukan pembayaran, tidak melakukan pengiriman; - Tidak memenuhi kewajiban keuangan atau tidak memenuhi persyaratan Margin dan Jaminan; - Kepailitan/pengajuan kepailitan, pembubaran, bangkrut dari Anggota Kliring; Sebagai konsekwensi dari cidera janji, Lembaga Kliring dapat melaksanakan kewenangannya, antara lain, (i) menolak atau menerima untuk mendaftar atau menovasikan transaksi, (ii) membatalkan atau membalikkan setiap Posisi Terbuka yang belum diselesaikan, (iii) menngalihkan Posisi Terbuka termasuk Marginnya, (iv) menutup Posisi Terbuka dan (v) mengeksekusi Dana Kliring. Penerapan Dana Kliring harus memperhatikan Kelas Kontrak mana yang dipengaruhi oleh Cidera Janji. Kategori Kelas Kontrak adalah Kontrak Derivatif, Kontrak SPA, Kontrak PALN dan Kontrak Fisik. Lembaga Kliring berwenang untuk menutup tanggung jawab dan akuntabilitas Anggota Kliring Cidera janji dengan menggunakan sumber jaminan berikut: - Pertama, setoran Jaminan Anggota Kliring yang Cidera Janji; - Kedua, kontribusi Dana Kliring kepada Kelas Kontrak yang terkena dampak; - Ketiga, setoran Jaminan Anggota Kliring Non-Cidera Janji (prorata) dari Kelas Kontrak yang terkena dampak; - Keempat, kontribusi lebih lanjut dari Dana Kliring; - Kelima, setoran Jaminan Anggota Kliring Non-Cidera Janji (prorata) dari seluruh Kelas Kontrak; - Keenam, Dana Assessment Anggota Kliring Non-Cidera Janji; dan - Ketujuh, kontribusi Dana Kliring lainnya. BAB XI Pelanggaran dan Sanksi Pelanggaran dikategorikan sebagai pelanggaran kecil dan besar. Pelanggaran kecil termasuk perilaku tidak terhormat dan perilaku tidak senonoh Anggota Kliring yang dapat merugikan reputasi Lembaga Kliring, sementara pelanggaran besar dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada pelanggaran hukum yang berlaku, pelanggaran kontrak, memalsukan dokumen dan memberikan informasi yang menyesatkan. Dalam menegakkan aturannya, Lembaga Kliring dapat menjatuhkan sanksi, baik secara berurutan atau secara bersamaan, terdiri dari, teguran surat, penangguhan kegiatan, denda yang mungkin termasuk kerugian finansial yang terjadi dan pencabutan keanggotaan. 6 7

6 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAB XII Perselisihan Setiap perselisihan antara Nasabah dan Anggota Kliring akan diselesaikan melalui urutan berikut (i) penyelesaian pengaduan antara Nasabah dan Anggota Kliring, (ii) dalam hal terjadi kegagalan, mediasi yang difasilitasi oleh Bursa melalui permintaan dari Lembaga Kliring, dan akhirnya, (iii) jika tidak ada kesepakatan tercapai, salah satu pihak dapat menggunakan mekanisme penyelesaian perselisihan sebagaimana disepakati dalam perjanjian nasabah. Jika perselisihan antara Anggota Kliring yang timbul dari suatu kontrak, urutan tahapan harus diambil oleh pihak-pihak yang berselisih, mulai dari (i) penyelesaian damai oleh pihak-pihak tersebut, (ii) dalam hal terjadi kegagalan untuk mencapai penyelesaian damai, pihak-pihak dapat meminta mediasi yang difasilitasi oleh Lembaga Kliring, dan akhirnya, (iii) jika tidak ada kesepakatan tercapai, salah satu pihak dapat menggunakan mekanisme penyelesaian perselisihan yang disepakati dalam kontrak, atau, jika tidak ada mekanisme tersebut, maka perselisihan harus diselesaikan melalui BAKTI. BAGIAN II PALN Lembaga Kliring dapat meminta jaminan dari Anggota Kliring berdasarkan kondisi terkait yang mempengaruhi penyelesaian perselisihan untuk menjamin pembayaran biaya dan pengeluaran yang timbul dari penyelesaian perselisihan dan pelaksanaan kewajiban. BAB XIII Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar Bab ini mengatur ketentuan sehubungan dengan terjadinya keadaan yang menyebabkan gangguan, interupsi, dan hambatan pada kegiatan Anggota Kliring dan/atau Lembaga Kliring yang terbagi ke dalam Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar. Bab I Bab II Bab III Definisi dan Ketentuan Umum Pihak yang terpengaruh oleh peristiwa diatas akan menginformasikan ke Lembaga Kliring, dan berdasarkan informasi tersebut, Lembaga Kliring akan melaksanakan kewenangannya untuk memitigasi peristiwa tersebut. Setiap tindakan yang diambil oleh Lembaga Kliring akan diberitahukan kepada Bappebti dan pihak terkait lainnya. Bab IV Bab V Bab VI Bab VII Kontrak dan Daftar Bursa Mekanisme Kliring Hak dan Kewajiban Transaksi Bab VIII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Bab IX Penanganan Pengaduan Bab X Pelanggaran dan Sanksi Bab XI Perselisihan Bab XII Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar 8 9

7 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN II - PALN BAB I BAB V Definisi dan Ketentuan Umum BAB II BAB III Salah satu yang menjadi perhatian dari Bab ini adalah Dana Jaminan PALN, yang harus ditempatkan oleh Anggota Kliring setelah memenuhi semua persyaratan keanggotaan PALN untuk menjamin transaksi PALN. Jumlah Dana Jaminan PALN adalah Rp atau jumlah lain yang ditentukan oleh peraturan yang berlaku. Sementara Ketentuan Umum dalam Bab ini mengatur, antara lain, hal-hal berikut: - Lembaga Kliring akan mengelola dana jaminan dan Margin dari Pialang Berjangka yang terdaftar di Lembaga Kliring - Dalam hal terjadi cidera janji, tanggung jawab Lembaga Kliring terbatas pada Dana Jaminan PALN. Persyaratan administrasi yang harus dipenuhi Anggota Kliring untuk melaksanakan PALN termasuk namun tidak terbatas kepada: (i) telah memperoleh ijin dari Bappebti untuk melaksanakan PALN; (ii) Anggota Kliring memiliki perjanjian kerjasama dengan pialang berjangka asing yang terdaftar sebagai anggota di lembaga kliring luar negeri; (iii) menyetorkan dana jaminan tambahan sebesar Rp (lima ratus juta Rupiah) kepada Lembaga Kliring. Kepengurusan yang mengawasi dan mengelola Lembaga Kliring adalah pengurus sebagaimana diatur dalam Bab III Bagian I Peraturan Kliring. Mekanisme Kliring BAB VI Hak dan Kewajiban Bab ini mengatur pedoman untuk sistem PALN dan mekanisme penyaluran Amanat Nasabah ke lembaga kliring di luar negeri. Persyaratan Margin dari PALN yang harus dipatuhi oleh Pialang Berjangka, antara lain, adalah sebagai berikut: - Menempatkan margin awal pada rekening terpisah Lembaga Kliring di bank yang ditentukan oleh pialang berjangka luar negeri untuk membuka posisi yang akan digunakan untuk menjamin kinerja transaksi PALN - Pialang Berjangka Anggota Kliring akan membayar setiap kekurangan margin kepada Anggota Kliring luar negeri dalam waktu selambatlambatnya 1 jam atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Lembaga Kliring. - Jika Pialang Berjangka tidak mematuhi kewajiban di atas, Lembaga Kliring dapat mengenakan tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut (i) menolak Amanat apa pun, kecuali untuk menutup posisi, dan (ii) melikuidasi semua atau sebagian dari posisi pembuka yang ada di rekening Pialang Berjangka. Bab ini mengatur hak dan kewajiban Anggota Kliring sehubungan dengan kegiatan PALN, yang pertama, terdiri dari kewajiban Anggota Kliring untuk mengadakan perjanjian kerjasama dengan pialang berjangka dari lembaga kliring luar negeri. Perjanjian kerjasama tersebut sekurang-kurangnya memuat syarat dan ketentuan berikut: - Hak dan kewajiban Para Pihak; - Mekanisme untuk menyalurkan dan mengelola Amanat Nasabah; - Sistem untuk informasi dan pelaporan, pemantauan dan perlindungan; - perselisihan melalui arbitrase; dan - Ketentuan pembayaran dan penyaluran margin melalui lembaga kliring domestik. BAB IV Kontrak dan Daftar Bursa Pelaksanaan dan eksekusi transaksi PALN hanya dapat dilakukan oleh bursa berjangka luar negeri dan kontrak terpilih sebagaimana diatur dalam Hukum yang berlaku. Kedua, Anggota Kliringa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa Nasabah PALN harus memiliki pengetahuan tentang (a) penempatan amanat Nasabah ke dalam sistem PALN, (b) persyaratan PALN berdasarkan Hukum yang Berlaku dan Peraturan Bursa, (c) Hukum yang Berlaku tentang perdagangan berjangka dan (d) risiko dalam Perdagangan Berjangka. BAB VII Transaksi transaksi harus mematuhi bab VIII Bagian I Lembaga Kliring dan keputusan Lembaga Kliring. Selain itu, dalam hal adanya pengiriman fisik, maka lembaga kliring di luar negeri akan bertanggung jawab untuk melakukan pengiriman

8 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAB VIII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Lembaga Kliring akan bekerja sama dengan Bursa atau dengan lembaga mana pun di mana kontrak tersebut diperdagangkan untuk menegakkan peraturan tersebut. Ketentuan yang terkait dengan cidera janji dan penegakan peraturan untuk transaksi PALN tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IX Bagian I Peraturan Kliring. BAB IX Penanganan Pengaduan Lembaga Kliring akan bekerja sama dengan Bursa atau dengan lembaga mana pun di mana kontrak tersebut diperdagangkan untuk menangani pengaduan tersebut. Ketentuan yang terkait dengan penanganan pengaduan untuk transaksi PALN tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab X Bagian I Peraturan Kliring. BAGIAN III SPA BAB X Pelanggaran dan Sanksi Lembaga Kliring akan bekerja sama dengan Bursa atau dengan lembaga mana pun di mana kontrak tersebut diperdagangkan untuk menjatuhkan sanksi. Kewenangan Bursa untuk menjatuhkan sanksi atau melakukan tindakan lainnya terkait dengan sanksi dan pelanggaran diatur dalam Bab XI Bagian I Peraturan Kliring. BAB XI Perselisihan Setiap perselisihan akan diselesaikan sesuai dengan Bab Chapter XII Bagian I Peraturan Kliring. Namun untuk setiap perselisihan antara Anggota Kliring dan pialang berjangka luar negeri dalam rangka penyaluran amanat ke lembaga kliring luar negeri harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh peraturan yang relevan pada bursa luar negeri. Bab I Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Definisi dan Ketentuan Umum Mekanisme Kliring Hak dan Kewajiban Transaksi Bab VII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan BAB XII Bab VIII Penanganan Pengaduan Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar Ketentuan yang terkait dengan kondisi darurat dan keadaan kahar tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab XIII Bagian I - Perdagangan Kliring. Bab IX Bab X Bab XI Pelanggaran dan Sanksi Perselisihan Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar 12 13

9 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN III - SPA BAB I Definisi dan Ketentuan Umum Salah satu istilah kunci yang didefinisikan dalam Bab ini adalah SPA (Sistem Perdagangan Alternatif) yang berarti jual beli kontrak derivatif selain kontrak berjangka dan kontrak derivatif Syari ah, dilakukan di atau di luar Bursa dengan margin terdaftar di Lembaga Kliring. Definisi lain yang digunakan dalam SPA mengacu pada definisi yang diberikan dalam Bab I Bagian I Peraturan Kliring. Berdasarkan Bab ini, Bursa memiliki tugas untuk mengawasi Penyelenggara SPA dan Peserta SPA, termasuk sistem yang digunakan oleh Penyelenggara SPA. Selanjutnya, ketentuan umum lainnya di Bab I Bagian I Peraturan Kliring juga berlaku untuk Bab ini. - Harga transaksi berada dalam kisaran harga yang tersedia di pasar - Jika tidak dalam kisaran harga, klarifikasi harus diberikan bersama dengan persyaratan lain seperti yang diminta oleh Lembaga Kliring sebelum menerima pendaftaran. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah mengenai Margin, di mana Margin harus dibayar dimuka dengan ketentuan sebagai berikut: - Minimum margin yang harus dibayarkan oleh peserta SPA sebelum registrasi transaksi adalah Rp 8 miliar - Penyelenggara SPA akan menempatkan margin setidaknya 70% dari total Margin yang dikelola sebagai jaminan transaksi di Lembaga Kliring; - Jika Margin habis, Anggota Kliring wajib mengisi kembali sesuai dengan persyaratan minimum Margin seperti yang diatur dalam oleh Lembaga Kliring. BAB II Bab ini mengatur klasifikasi anggota SPA yang terdiri dari Penyelenggara SPA dan Peserta SPA. Jumlah minimum modal yang disetor untuk Penyelenggara SPA adalah Rp 25 milyar Selain itu, dengan persetujuan Bappebti, harus terdapat perjanjian kerjasama antara Penyelenggara SPA dan Peserta SPA yang paling tidak memuat ketentuan-ketentuan berikut: - Hak dan kewajiban para pihak - Perlakuan yang sama untuk semua peserta SPA dalam hal akses, insentif dan spread - Berakhirnya perjanjian - perselisihan BAB V Hak dan Kewajiban Bab ini mengatur hak dan kewajiban dari Penyelenggara SPA dan Peserta SPA. Hak dan kewajiban Penyelenggara SPA adalah sebagai berikut: - Penyelenggara SPA tidak diijinkan menolak Peserta SPA selama Peserta SPA memenuhi semua persyaratan; - Melaporkan untuk setiap perubahan perjanjian kerjasama; - Mendaftarkan secara online transaksi SPA ke Lembaga Kliring; - Memenuhi semua kewajiban keuangan yang timbul dari transaksi SPA; - Penyelenggara SPA tidak diijinkan untuk memanipulasi/ merekayasa transaksi SPA; - Menyediakan sistem untuk melakukan perdagangan SPA; BAB III Kepengurusan yang mengawasi dan mengelola Lembaga Kliring adalah pengurus sebagaimana diatur dalam Bab III Bagian I Perdagangan Kliring. Selanjutnya, hak dan kewajiban Peserta SPA adalah sebagai berikut: - Melaporkan transaksi SPA ke Bursa dan mendaftar ke Lembaga Kliring; - Melaporkan untuk setiap perubahan perjanjian kerjasama; - Memenuhi semua kewajiban keuangan yang timbul dari transaksi SPA; - Peserta SPA tidak diijinkan menggunakan sistem selain yang disetujui oleh Bappebti; - Peserta SPA tidak diijinkan bertindak sebagai lawan transaksi dengan Nasabahnya, secara langsung atau tidak langsung. BAB IV Mekanisme Kliring Bab ini mengatur pendaftaran transaksi SPA, yang mengharuskan kontrak SPA setidaknya memuat hal-hal berikut: - Kode dan nama kontrak SPA - Kuantitas - Harga - Waktu transaksi - Identitas peserta dan penyelenggara SPA Lembaga Kliring hanya akan menerima transaksi SPA yang telah memenuhi hal-hal berikut: - Penyelenggara dan peserta SPA telah disetujui oleh Bappebti - Transaksi SPA sudah dilaporkan ke Bursa BAB VI Transaksi Bab ini mengatur persyaratan untuk penyelesaian transaksi Kontrak SPA yang adalah sebagai berikut: - Lembaga Kliring menggunakan Harga Harian dalam Kontrak SPA untuk menghitung hak dan kewajiban situasi keuangan harian untuk setiap posisi terbuka; - Transaksi SPA harus diselesaikan secara tunai; - Secara umum, Lembaga Kliring dapat mengarahkan atau memerintahkan pengalihan posisi terbuka antara penyelenggara/peserta SPA jika, antara lain, situasi berikut ini muncul: (i) kondisi darurat, (ii) keadaan kahar, (iii) cidera janji, ( iv) permintaan penangguhan, (v) pengunduran diri dan (vi) pelanggaran

10 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAB VII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Ketentuan yang terkait dengan cidera janji dan penegakan peraturan tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IX Bagian I Peraturan Kliring. BAB VIII Penanganan Pengaduan Ketentuan yang terkait dengan penanganan pengaduan tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IX Bagian I - Peraturan Kliring. BAGIAN IV FISIK BAB IX Pelanggaran dan Sanksi Bab ini mengatur sanksi terhadap pelanggaran SPA di mana Lembaga Kliring akan (i) mengirim surat peringatan, (ii) mengenakan denda, dan (iii) menangguhkan atau mencabut status keanggotaan. Selain itu, wewenang Lembaga Kliring untuk menjatuhkan sanksi atau mengambil tindakan lain terkait dengan cidera janji atau pelanggaran oleh Anggota Kliring tercantum dalam Bab XI Bagian I - Peraturan Kliring. Bab I Definisi dan Ketentuan Umum BAB X Perselisihan Dalam hal adanya perselisihan antara Nasabah dengan Anggota Kliring terkait dengan transaksi SPA, perselisihan tersebut akan diselesaikan sesuai dengan Hukum yang Berlaku dan Bab XII Bagian 1- Peraturan Kliring. Bab II Bab III Bab IV Bab V Bab VI Persyaratan Komoditi Mekanisme Kliring Hak dan Kewajiban Bab VII Transaksi BAB XI Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar Ketentuan yang terkait dengan Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab XIII Bagian I - Peraturan Kliring. Bab VIII Bab IX Bab X Bab XI Bab XII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Penanganan Pengaduan Pelanggaran dan Sanksi Perselisihan Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar 16 17

11 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAGIAN IV - FISIK BAB I BAB VI Definisi dan Ketentuan Umum Salah satu istilah kunci yang didefinisikan dalam Bab ini adalah Pasar Fisik yang berarti mekanisme perdagangan melalui sistem elektronik yang difasilitasi oleh Bursa. Hal lain yang penting adalah Peserta Kliring, sedangkan pihak-pihak yang tercantum dalam partisipasi Kliring hanya berhak melakukan kegiatan kliring dan penyelesaian kontrak tertentu di Lembaga Kliring. Hak dan Kewajiban Bab ini mengatur hak dan kewajiban Anggota dan Peserta Kliring. Hak-hak tersebut termasuk tetapi tidak terbatas pada: (i) menggunakan fasilitas yang disediakan dan jaminan untuk penyelesaian transaksi, (ii) memanfaatkan trademark Lembaga Kliring utuk promosi dan pendidikan, dan (iii) untuk menerima pemberitahuan apa pun terkait dengan perubahan keputusan dan peraturan Lembaga Kliring. BAB II Anggota Kliring yang diijinkan melakukan transaksi fisik adalah Pedagang Berjangka. Ketentuan lebih lanjut tentang persyaratan keanggotaan untuk Pedagang Berjangka ditetapkan dalam Bab II Bagian I Peraturan Kliring. BAB VII Kewajiban Anggota Kliring dan Peserta Kliring, antara lain, adalah sebagai berikut: (i) mematuhi peraturan Kliring dan Hukum yang Berlaku lainnya, (ii) tidak memalsukan dokumen dan tidak menyebarluaskan informasi yang menyesatkan dan (iii) untuk memenuhi semua kewajiban keuangan. BAB III Peserta Kliring diklasifikasikan sebagai warga negara Indonesia, warga negara asing, perusahaan yang didirikan di Indonesia dan perusahaan asing. Selain itu, prosedur permohonan mensyaratkan pemenuhan persyaratan administratif warga negara atau perusahaan swasta dan untuk memenuhi semua kewajiban keuangan yang diatur dalam bab ini. Kepengurusan yang mengawasi dan mengelola Lembaga adalah pengurus sebagaimana diatur dalam Bab III Bagian I Peraturan Kliring. Transaksi Ketentuan penyelesaian transaksi di Pasar Fisik juga harus mematuhi ketentuan yang relevan dari Bab VIII Bagian I Peraturan Kliring. Selanjutnya, Penjual yang mengirimkan komoditi harus menyerahkan semua dokumen yang timbul dari kontrak kepada Lembaga Kliring, sedangkan Pembeli yang menerima pengiriman tersebut harus mennyerahkan dana ke Lembaga Kliring dengan tepat waktu. Kewajiban Penjual akan dianggap telah dilaksanakan apabila Penjual telah menyerahkan komoditi tersebut kepada Lembaga Kliring dan telah menerima uang dari Lembaga Kliring, sedangkan kewajiban Pembeli akan dianggap telah dilaksanakan jika Pembeli telah membayar kepada Lembaga Kliring dan telah menerima komoditi tersebut dari Lembaga Kliring. BAB IV Anggota Kliring dan Peserta Kliring juga memiliki hak untuk memilih alternatif pengiriman fisik sepanjang pihak yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan penyerahan alternatif sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Bab VIII Bagian I Peraturan Kliring. Persyaratan Komoditi BAB V Mekanisme Kliring Setiap jenis dan persyaratan Komoditi yang ditransaksikan di Pasar Fisik wajib disetujui oleh Bappebti. Komoditi tersebut juga harus bebas dari segala pembebanan dan status kepemilikan dapat diverifikasi. Ketentuan lebih lanjut tentang jenis, kriteria dan persyaratan dari Komoditi ditetapkan dalam Spesifikasi Kontrak. Bab ini mengatur mekanisme, sistem perdagangan, penyelesaian transaksi dan jaminan transaksi. Jaminan untuk Pasar Fisik terdiri dari jaminan transaksi dan jaminan risiko. Jaminan transaksi adalah jaminan yang memungkinkan Anggota Kliring atau Peserta Kliring untuk bertransaksi di Pasar Fisik, sementara Jaminan Risiko diberikan oleh Anggota Kliring atau Peserta Kliring untuk menjamin penyelesaian transaksi di Pasar Fisik. BAB VIII Cidera Janji dan Penegakan Peraturan Ketentuan yang terkait dengan cidera dan penegakan peraturan untuk Pasar Fisik tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IX Bagian I Peraturan Kliring. Selain itu, berikut ini akan dianggap sebagai cidera janji: - Tidak membayar kewajiban keuangan (termasuk kewajiban kontrak, keanggotaan, dan jaminan), tidak ada pengiriman komoditi, - Tuntutan hukum atau putusan Pengadilan tentang likuidasi, kebangkrutan, konsolidasi, pelanggaran pidana dan/atau pelanggaran keuangan 18 19

12 ICH Peraturan dan Tata Tertib Ringkasan BAB IX Penanganan Pengaduan Ketentuan yang terkait dengan penanganan pengaduan tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab IX Bagian I Peraturan Kliring. BAB X Pelanggaran dan Sanksi Sebagai akibat pelanggaran terhadap Peraturan Kliring oleh Peserta Kliring, Lembaga Kliring, atau melalui rekomendasi dari Anggota Kliring yang bertindak sebagai penjual, dapat melakukan pencabutan atau jenis penegakan lain sesuai dengan Peraturan Kliring. Selain itu, wewenang dari Lembaga Kliring untuk menjatuhkan sanksi atau mengambil tindakan lain yang terkait dengan setiap cidera janji atau pelanggaran oleh Anggota Kliring atau Peserta Kliring diatur dalam Bab IX Bagian I Peraturan Kliring. BAB XI Perselisihan Lembaga Kliring akan bekerja sama dengan Bursa atau dengan institusi yang dimana kontrak tersebut diperdagangkan untuk menyelesaikan setiap perselisihan yang timbul sehubungan dengan Pasar Fisik. Ketentuan terkait penyelesaian perselisihan untuk Pasar Fisik tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab XII Bagian I Peraturan Kliring. BAB XII Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar Ketentuan yang terkait dengan Kondisi Darurat dan Keadaan Kahar tunduk pada ketentuan sebagaimana diatur dalam Bab XIII Bagian I Peraturan Kliring. Disclaimer: Dokumen ini berisi informasi mengenai aturan, peraturan dan kebijakan Bursa Komoditas dan Derivatif Indonesia (BKDI) yang dapat ditemukan di situs web ICDX Group. Sampai sejauh mana konflik antara informasi dalam dokumen ini dan aturan, regulasi atau kebijakan yang sebenarnya, aturan, peraturan atau kebijakan yang sebenarnya berlaku. BKDI dapat mengubah, memodifikasi, menambah atau menghapus kesalahan atau kelalaian di situs web kami tanpa pemberitahuan. Dokumen ini tidak dimaksudkan dan tidak boleh dianggap sebagai saran atau pendapat hukum. Tidak ada tindakan lain yang harus dilakukan dengan menyandarkan kepada informasi yang termuat dalam pelayanan ini tanpa terlebih dahulu menggunakan jasa profesional 20

13 Pt Indonesia Clearing House Jl. Prajurit KKO Usman dan Harun No.16 Senen, Jakarta Pusat Indonesia t f

14 Legal Brief Rules and Regulations Pt Indonesia Clearing House Jl. Prajurit KKO Usman dan Harun No.16 Senen, Jakarta Pusat Indonesia t f

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM 100. DEFINISI Kecuali konteksnya menunjukkan makna yang lain, istilah-istilah yang ditulis dalam huruf kapital dalam Peraturan ini akan mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 16, 1999 BURSA BERJANGKA. PERDAGANGAN. KOMODITI. Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. BAPPEBTI. (Penjelasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN DAN TATA TERTIB PT. BURSA KOMODITI & DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE ( ICDX )

DAFTAR ISI PERATURAN DAN TATA TERTIB PT. BURSA KOMODITI & DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE ( ICDX ) DAFTAR ISI PERATURAN DAN TATA TERTIB PT. BURSA KOMODITI & DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE ( ICDX ) DEFINISI BAB 1 KEANGGOTAAN DAN KEPESERTAAN BURSA A KEANGGOTAAN BURSA A100.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING. 300 Struktur Organisasi. 301 Pengurus. 302 Tugas dan Tanggung Jawab Direksi

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING. 300 Struktur Organisasi. 301 Pengurus. 302 Tugas dan Tanggung Jawab Direksi BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING 300 Struktur Organisasi 301 Pengurus 302 Tugas dan Tanggung Jawab Direksi 303 Tugas dan Tanggung Jawab Tambahan Direksi 304 Komite Kliring No. : PTT-DSP-001 REV.04/03 Januari

Lebih terperinci

BAB 14 SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF

BAB 14 SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF BAB 14 SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF 1400. KETENTUAN UMUM Tanpa mengesampingkan pengertian yang tercantum dalam Bab 1 Peraturan dan Tata Tertib Lembaga Kliring, maka setiap istilah yang tercantum dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 71 (1) Setiap Pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan

Lebih terperinci

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN)

Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) Formulir Nomor IV.PRO.10.1 (KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA UNTUK TRANSAKSI KONTRAK DERIVATIF DALAM SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF Dokumen

Lebih terperinci

BAB 5 KLIRING DAN PENYELESAIAN

BAB 5 KLIRING DAN PENYELESAIAN BAB 5 KLIRING DAN PENYELESAIAN 500. UMUM 1. Kecuali dinyatakan berbeda dalam Peraturan Lembaga Kliring ini, Anggota Kliring akan menerima dan mengkliringkan semua Kontrak Berjangka atas namanya sendiri

Lebih terperinci

109 Jasa Kliring dan Penjaminan serta Penyelesaian Transaksi Kontrak Berjangka. 110 Wewenang Lembaga Kliring Dalam Penyelesaian Kontrak Berjangka

109 Jasa Kliring dan Penjaminan serta Penyelesaian Transaksi Kontrak Berjangka. 110 Wewenang Lembaga Kliring Dalam Penyelesaian Kontrak Berjangka BAB 1 KETENTUAN UMUM 100 Kepatuhan Terhadap Undang-Undang 101 Perubahan Peraturan 102 Kewajiban Anggota Kliring 103 Batasan Tanggung Jawab 104 Larangan terhadap Pejabat atau Pegawai 105 Larangan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

BAB 3 KEPENGURUSAN DAN KOMITE LEMBAGA KLIRING

BAB 3 KEPENGURUSAN DAN KOMITE LEMBAGA KLIRING BAB 3 KEPENGURUSAN DAN KOMITE LEMBAGA KLIRING 300. STRUKTUR ORGANISASI 301. RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) 1. RUPS adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Lembaga Kliring yang memiliki wewenang berdasarkan

Lebih terperinci

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA

PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA Copyright (C) 2000 BPHN PP 9/1999, PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA *36161 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 9 TAHUN 1999 (9/1999) TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI

Lebih terperinci

BAB 2 KETENTUAN UMUM

BAB 2 KETENTUAN UMUM BAB 2 KETENTUAN UMUM 200. PEMBERLAKUAN PERATURAN LEMBAGA KLIRING 1. Peraturan ini adalah Peraturan dan Tata Tertib yang dibuat dan diberlakukan oleh Lembaga Kliring setelah mendapatkan persetujuan Bappebti.

Lebih terperinci

BAB 2 KEANGGOTAAN PENJAMINAN. (a) Anggota Penjaminan Biasa, yang terdiri dari :

BAB 2 KEANGGOTAAN PENJAMINAN. (a) Anggota Penjaminan Biasa, yang terdiri dari : BAB 2 KEANGGOTAAN PENJAMINAN 200. Keanggotaan dan Persyaratan (1) Keanggotaan Penjaminan terdiri dari : (a) Anggota Penjaminan Biasa, yang terdiri dari : (i) Perorangan adalah setiap orang perseorangan

Lebih terperinci

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA INVESTASI DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PEDAGANGAN BERJANGKA

Lebih terperinci

Bursa Berjangka didirikan dengan tujuan menyelenggarakan transaksi Kontrak Berjangka yang teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan.

Bursa Berjangka didirikan dengan tujuan menyelenggarakan transaksi Kontrak Berjangka yang teratur, wajar, efisien, efektif, dan transparan. BAB III BURSA BERJANGKA DAN LEMBAGA KLIRING BERJANGKA Bagian Kesatu Bursa Berjangka Paragraf I Tujuan Pasal 10 Bursa Berjangka didirikan dengan tujuan menyelenggarakan transaksi Kontrak Berjangka yang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UMUM Untuk mewujudkan terlaksananya kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI. Peraturan Kepala Badan Pengawas MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENYALURAN AMANAT NASABAH KE BURSA BERJANGKA LUAR NEGERI. Pasal

Lebih terperinci

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING 300. STRUKTUR ORGANISASI Secara umum tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi adalah sebagaimana yang ditetapkan Anggaran Dasar Perseroan. Dewan Direksi mewakili Lembaga Kliring

Lebih terperinci

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT

PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT Formulir Nomor IV.PRO.11 PERHATIAN! PERJANJIAN INI MERUPAKAN KONTRAK HUKUM, HARAP DIBACA DENGAN SEKSAMA PERJANJIAN PEMBERIAN AMANAT Pada hari ini, tanggal.. bulan tahun., bertempat di Kantor Pusat atau

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN

BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN BAB 5 PENEGAKAN PERATURAN OTORITAS PENEGAK PERATURAN DAN TATA TERTIB BURSA 500. DIVISI AUDIT DAN PENGAWASAN PASAR 1. Direksi menunjuk kepala Divisi Audit Dan Pengawasan Pasar untuk melaksanakan penegakan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERDAGANGAN ALTERNATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI,

Lebih terperinci

BAB II KETENTUAN UMUM

BAB II KETENTUAN UMUM BAB II KETENTUAN UMUM 200. PEMBERLAKUAN PERATURAN BURSA 1. Peraturan ini adalah Peraturan dan Tata Tertib yang dibuat dan diberlakukan oleh Bursa setelah mendapatkan persetujuan Bappebti. 2. Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5548) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI EKONOMI. Perdagangan. Berjangka. Komoditi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 143) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA KOMPENSASI.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG TATA CARA PENGGUNAAN DANA KOMPENSASI. 7. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M- DAG/PER/7/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang

2 menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang No.361, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Transaksi. Bursa. Penjamin. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5635) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG. Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26/POJK.04/2014 TENTANG Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

402. PERSYARATAN KEANGGOTAAN BURSA BERDASARKAN KATEGORI

402. PERSYARATAN KEANGGOTAAN BURSA BERDASARKAN KATEGORI BAB IV KEANGGOTAAN BURSA 400. UMUM 1. Setiap Pihak dapat mengajukan permohonan keanggotaan Bursa dengan mengisi formulir pendaftaran, dan memenuhi persyaratan keanggotaan, persyaratan keuangan, serta persyaratan

Lebih terperinci

BAB 6 PROSEDUR KLIRING

BAB 6 PROSEDUR KLIRING BAB 6 PROSEDUR KLIRING 600. PENYERAHAN KONTRAK UNTUK PENDAFTARAN Melalui jaringan sistem ATP, seluruh volume dan spesifikasi Kontrak Berjangka yang terjadi akan disampaikan kepada Lembaga Kliring oleh

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI KEMENTERIA PER DAGAN REPUBLIK INDONESI INISTRY OF TRAD BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI Gedung Bappebti Lantai 3-5 JI. Kramat Raya No. 172 Jakarta 10430 Telephone: (021) 31924744 Faxsimile

Lebih terperinci

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49

BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku. Pasal 49 BAB VII PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pasal 49 1. Setiap Pihak dilarang melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka, kecuali kegiatan tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA.

M E M U T U S K A N : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI TENTANG KETENTUAN TEKNIS PERILAKU PIALANG BERJANGKA. 6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 60/M Tahun 2008 tentang Pengangkatan Pejabat Eselon I di lingkungan Departemen Perdagangan; 7. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERSYARATAN, TUGAS, WEWENANG, DAN KEWAJIBAN DIREKTUR KEPATUHAN PIALANG BERJANGKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 1 DEFINISI 100. DEFINISI

BAB 1 DEFINISI 100. DEFINISI BAB 1 DEFINISI 100. DEFINISI Kecuali konteksnya menunjukkan makna yang lain, istilah-istilah yang ditulis dengan huruf awal kapital dalam peraturan ini akan mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN PERDAGANGAN KOMODITI BERJANGKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN

2012, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN. BAB I KETEN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.980, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Tata Kelola. Perusahaan Perasuransian. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102

BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA. Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka. Pasal 102 BAB X PELAKSANAAN PERDAGANGAN BERJANGKA Bagian Kesatu Pedoman Perilaku Pialang Berjangka Pasal 102 Pialang Berjangka wajib mempertahankan Modal Bersih Disesuaikan sebagaimana ditetapkan oleh Bappebti.

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.04/2015 TENTANG PEDOMAN PERILAKU MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan te No.291, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Lembaga Kliring dan Penjaminan. Pemeliharaan Dokumen (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6159) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

PT. MAHADANA ASTA BERJANGKA

PT. MAHADANA ASTA BERJANGKA PT. MAHADANA ASTA BERJANGKA Member of Jakarta Futures Exchange Member of Indonesian Derivatives Clearing House PERJANJIAN NASABAH ONLINE TRADING Century Tower 12th Floor Jl.H.R. Rasuna Said Kav X-2 Jakarta

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 152/PMK.010/2012 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232);

2017, No Berjangka Komoditi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 79, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5232); BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1453, 2017 BAPPEPTI. Direktur Kepatuhan. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURANDANTATATERTI

PERATURANDANTATATERTI PERATURANDANTATATERTI B PT. BURSAKOMODI TIDANDERI VATI FI NDONESI A 300709 DAFTAR ISI PERATURAN DAN TATA TERTIB PT. BURSA KOMODITI & DERIVATIF INDONESIA INDONESIA COMMODITY & DERIVATIVES EXCHANGE ( ICDX

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Valuta Asing. Penukaran. Bukan Bank. Usaha. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5932) PERATURAN BANK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27/POJK.04/2014 Tentang Perizinan Wakil Penjamin Emisi Efek dan Wakil Perantara Pedagang Efek DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKSI PT KLIRING PENJAMINAN EFEK INDONESIA

KEPUTUSAN DIREKSI PT KLIRING PENJAMINAN EFEK INDONESIA KEPUTUSAN DIREKSI PT KLIRING PENJAMINAN EFEK INDONESIA Nomor : Kep-005/DIR/KPEI/0505 Perihal : Perubahan Peraturan Kliring dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Kontrak Berjangka Tgl. Diterbitkan : 5 Mei

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.04/2014 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Manajer Investasi adalah Pihak yang kegiatan usahan No.360, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Manajer Investasi. Wakil. Perizinan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5634) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontr

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Penjamin Emisi Efek adalah Pihak yang membuat kontr LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.362, 2014 KEUANGAN. OJK. Penjamin Emisi Efek. Perantara. Wakil. Perizinan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5636) PERATURAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420]

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420] UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN [LN 2004/96, TLN 4420] BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF DAN PIDANA Pasal 92 (1) LPS menjatuhkan sanksi administratif pada bank yang melanggar

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 25/POJK.04/2014 TENTANG PERIZINAN WAKIL MANAJER INVESTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

2017, No Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal No.121, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Portofolio Efek. Nasabah. Individual. Pengelolaan. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6068) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM BAB I KETENTUAN UMUM 100. DEFINISI Kecuali konteksnya menunjukkan makna yang lain, istilah-istilah yang ditulis dalam huruf kapital dalam Peraturan ini akan mengandung pengertian-pengertian sebagai berikut:

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Draft 10042014 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG PENJAMINAN PENYELESAIAN TRANSAKSI BURSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

(KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA

(KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA Formulir Nomor: IV.PRO.10. (KOP PERUSAHAAN) DOKUMEN PEMBERITAHUAN ADANYA RISIKO YANG HARUS DISAMPAIKAN OLEH PIALANG BERJANGKA Dokumen Pemberitahuan Adanya Risiko ini disampaikan kepada Anda sesuai dengan

Lebih terperinci

M E M U T U S K A N :

M E M U T U S K A N : 7. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri

Lebih terperinci

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM

Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK BAB I KETENTUAN UMUM RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PERANTARA PEDAGANG EFEK UNTUK EFEK BERSIFAT UTANG DAN SUKUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2016 KEUANGAN OJK. Efek. Perantara. Agen. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5896). PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2013 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF PENYERTAAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/ 15 /PBI/2014 TENTANG KEGIATAN USAHA PENUKARAN VALUTA ASING BUKAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. b. c. d. bahwa penyelenggara

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 23 /POJK.04/2016 TENTANG REKSA DANA BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /POJK.04/2017 TENTANG DANA INVESTASI INFRASTRUKTUR BERBENTUK KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 21 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL Rancangan PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PORTOFOLIO EFEK UNTUK KEPENTINGAN NASABAH SECARA INDIVIDUAL DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN Menimbang

Lebih terperinci

BAB 3 TATA CARA KLIRING DAN PENYELESAIAN

BAB 3 TATA CARA KLIRING DAN PENYELESAIAN BAB 3 TATA CARA KLIRING DAN PENYELESAIAN 300. Ketentuan Umum (1) Sebelum melakukan transaksi, setiap Anggota wajib menyetor Jaminan Risiko Transaksi ke Rekening Kliring yang besaran dan tata caranya akan

Lebih terperinci

- 2 - RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG LEMBAGA PENDANAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG LEMBAGA PENDANAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2016 TENTANG LEMBAGA PENDANAAN EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA

No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN. Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA No. 16/16/DKSP Jakarta, 30 September 2014 SURAT EDARAN Kepada SEMUA PENYELENGGARA DAN KONSUMEN JASA SISTEM PEMBAYARAN DI INDONESIA Perihal : Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Jasa Sistem Pembayaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BAB I PERUSAHAAN ASURANSI

BAB I PERUSAHAAN ASURANSI BAB I PERUSAHAAN ASURANSI A. Pengertian Perusahaan Asuransi 1. Pengertian Perusahaan Kegiatan ekonomi yang berkembang akan membawa perkembangan pula dalam kegiatan bisnis, kegiatan ekonomi yang meningkat

Lebih terperinci

UU No. 8/1995 : Pasar Modal

UU No. 8/1995 : Pasar Modal UU No. 8/1995 : Pasar Modal BAB1 KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1 Afiliasi adalah: hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai derajat a. kedua, baik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPATUHAN DAN PEMANTAUAN TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN KEPATUHAN

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci