BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian akibat diare. Menurut data United Nations Children s Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada 2009, diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada balita di dunia, nomor 3 pada bayi, dan nomor 5 bagi segala umur. Data UNICEF memberitakan bahwa 1,5 juta anak meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Di seluruh dunia, diare menyebabkan kematian anak di bawah usia 5 tahun, 2 kali lebih banyak dari malaria. Diare dilaporkan telah membunuh 4 juta anak setiap tahun di negara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2010). Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke empat (13,2%). Hasil survei morbiditas diare menunjukan penurunan angka
kesakitan penyakit diare yaitu dari 423 per 1.000 penduduk pada tahun 2006 turun menjadi 411 per 1.000 penduduk pada tahun 2010. Jumlah penderita pada KLB diare tahun 2012 menurun secara signifikan dibandingkan tahun 2011 dari 3.003 kasus menjadi 1.585 kasus pada tahun 2012. KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan penderita terbanyak terjadi di Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara masing-masing sebanyak 292, 274 dan 241 penderita (Profil Kesehatan Indonesia, 2012). Angka kejadian dan kematian diare di negara negara berkembang masih tinggi karena permasalahan ini kurang mendapat perhatian selayaknya. Selain itu, kurangnya fasilitas kesehatan di negara berkembang, kurangnya air bersih, infrastruktur kesehatan yang tidak baik, kebersihan pribadi, BAB (buang air besar) tidak pada tempatnya, tidak adanya sarana jamban yang baik, kebersihan lingkungan (lalat di mana-mana), dan para orangtua yang tidak mengetahui cara mengatasi dehidrasi juga memegang peran dalam meningkatkan angka diare. Diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan peningkatan volume, keenceran, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3 kali/hari dan pada neonatus lebih dari 4 kali/hari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2008). Diare yang banyak terjadi pada umur dengan pertumbuhan cepat mempunyai efek negatif pada pertumbuhan. Diare memiliki efek negatif terhadap berat dan tinggi badan, serta absorpsi zat gizi berkurang (Suharyono, 2003). Pada dekade tahun 1950
s.d. 1970-an, di negara-negara berkembang (termasuk indonesia) hanya 20% etiologi diare akut dapat diketahui. Pada waktu itu penyakit diare akut di masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan istilah Muntaber. Penyakit ini menimbulkan kecemasan dan kepanikan warga masyarakat. Hal itu karena jika tidak diobati dalam waktu singkat (±48 jam) penderita akan meninggal. Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus, infeksi bakteri, faktor malabsorbsi, faktor makanan (makanan basi atau beracun), alergi terhadap makanan (Rukiyah, 2010). Salah satu penyebab diare padi bayi dapat disebabkan oleh pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini. MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). Menurut WHO bayi harus mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan untuk mencapai pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal. Selanjutnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya yang terus meningkat bayi usia 6 bulan harus menerima makanan pendamping ASI yang bernutrisi. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MP-ASI) untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi yang meningkat, karena kekurangan gizi pada bayi dan anak dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa (Yuliarti, 2010). Pemberian MP-ASI dini menyebabkan bayi lebih rentan terkena berbagai penyakit. Saat bayi menerima asupan lain selain ASI, maka imunitas/kekebalan yang diterima bayi akan berkurang. Bila MP-ASI diberikan sebelum sistem pencernaan
bayi siap untuk menerimanya, maka makanan tersebut tidak dapat dicerna dengan baik dan bisa menimbulkan berbagai reaksi seperti diare, sembelit/kontsipasi, timbulnya gas, dll. Hasil riset menunjukkan pengenalan MP-ASI sebelum bayi berusia 6 bulan menyebabkan bayi lebih sering mengalami masalah kesehatan seperti infeksi dan kelebihan berat badan. Hal ini disebabkan pemberian ASI saja mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi sampai usia 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan. Pengenalan MP-ASI yang terlambat pada bayi menyebabkan pertumbuhan yang terganggu karena tidak terpenuhinya gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bayi (Riksani, 2012). Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi berumur kurang dari 6 bulan belum sempurna. Pemberian makanan pendamping ASI dini sama saja dengan membuka pintu gerbang masuknya berbagai jenis kuman, belum lagi jika tidak disajikan secara higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MP-ASI sebelum berumur 6 bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yang mendapat ASI eksklusif (Pedriatri, 2008). Saat bayi berusia 6 bulan atau lebih, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MP-ASI. Beberapa enzim pemecah protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, amilase baru akan diproduksi sempurna. Saat bayi berusia kurang dari 6 bulan, sel-sel disekitar usus belum siap menerima kandungan dalam makanan, sehingga makanan yang masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi
alergi. Menunda pemberian MP-ASI hingga 6 bulan melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Bahkan pada kasus ekstrim pemberian MP-ASI dini dapat menyebabkan penyumbatan saluran cerna dan harus dilakukan pembedahan (Gibney, 2009). Saat ini masih banyak ditemukan orang tua yang memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) lebih dini yaitu kurang dari 6 bulan bahkan ada yang memberi makanan pendamping sejak lahir (Riksani, 2012). Data mengenai insiden diare dari Dinas Kesehatan Sumatera Utara yang terjadi di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan. Sepanjang tahun 2011, kasus diare di provinsi Sumatera Utara sebanyak 215.651 kasus, sedangkan tahun 2012, kasus diare sebanyak 222.682 kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011 terjadi sebanyak 26 kasus kematian, sedangkan di tahun 2012 sebanyak 36 kasus atau sekitar 10 persen peningkatan jumlah kasus kematian diare. Tahun 2012, Kota Medan menjadi peringkat pertama kasus diare sebanyak 29.769 kasus, diikuti Deli Serdang sebanyak 20.535 kasus, Langkat sebanyak 15.477 kasus, Simalungun sebanyak 27.943 kasus (1 korban meninggal) dan Labuhan Batu Utara sebanyak 12.253 kasus. Insiden diare yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah pada tahun 2013, yaitu yaitu pada bulan Januari (70 bayi), Februari (78 bayi), Maret (63 bayi), April (70 bayi), Mei (79 bayi), Juni (85 bayi), Juli (63 bayi), Agustus (81 bayi), September (99 bayi), Oktober (104 bayi), November (84 bayi), Desenber (93 bayi). Jadi, rata-rata bayi berusia 0-6 bulan yang menderita penyakit diare pada tahun 2013 adalah 80 bayi dengan jumlah bayi adalah 3819 bayi. Sedangkan pada tahun
2014, Januari (78 bayi), Februari (64 bayi), Maret (60 bayi), April (88 bayi), Mei (81 bayi), Juni (84 bayi). Jadi, rata-rata bayi berusia 0-6 bulan yang menderita penyakit diare pada tahun 2014 sampai Bulan Juni adalah 76 bayi dengan jumlah bayi 3912. Cakupan ASI di wilayah kerja Puskesmas tersebut adalah 75% dari sasaran. Rata-rata ibu yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah memberikan makanan pendamping ASI dini sejak bayinya berumur satu atau 2 bulan. Alasan ibu memberi MP-ASI terlalu dini karena banyak ibu yang beranggapan kalau anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan, si ibu juga beranggapan kalau memberi makan pada bayi maka si bayi akan lebih kenyang. Belum lagi masih banyak anggapan di masyarakat kita seperti orang tua terdahulu bahwa anaknya tidak apa-apa diberi makanan pendamping ASI seperti pisang sewaktu anaknya berumur 2 bulan, tetapi tidak mengalami masalah. Penyebab masih adanya angka insiden diare pada anak disebabkan oleh beberapa faktor salah satu diantaranya adalah memberikan makanan pendamping ASI dini. Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara pemberian makanan pendamping ASI dini dengan insiden diare, khususnya pada anak usia 1-6 bulan di Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah pemberian makanan pendamping ASI dini dengan insiden diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. 1.3. Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian makanan pendamping ASI dini dan kejadian diare pada bayi 1-6 bulan di Puskesmas Bandar Khalipah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pemberian makanan pendamping ASI berdasarkan waktu pertama kali diberikan kepada bayi berumur 1-6 bulan. 2. Untuk mengetahui pemberian makanan pendamping ASI berdasarkan jumlah yang diberikan kepada bayi berumur 1-6 bulan. 3. Untuk mengetahui jenis makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi berumur 1-6 bulan. 4. Untuk mengetahui frekuensi pemberian makanan pendamping ASI kepada bayi berumur 1-6 bulan. 5. Untuk mengetahui kejadian diare pada bayi berumur 1-6 bulan.
1.4. Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat dengan memberikan informasi pemberian MP-ASI yang tepat..