II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur Merang (Volvariella volvacea) Jamur merupakan organisme yang berinti, mempunyai spora, tidak memiliki klorofil, berupa sel atau benang-benang bercabang (miselium). Karena tidak berklorofil jamur tidak dapat melakukan fotosintesis, sehingga jamur mengambil makanan dari organisme lain yang telah mati (Widyastuti, dkk. 2011). Klasifikasi ilmiah Kerajaan : Fungi Divisi : Basidiomycota Kelas : Homobasidiomycetes Ordo : Agaricales Famili : Pluteaceae Genus : Volvariella Spesies : Volvariella volvacea (Sinaga, 2015 dalam Ade, 2017) Jamur mendapat makanan dalam bentuk selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati. Bahan-bahan tersebut diperoleh dari jerami yang merupakan media utama dan juga media yang umum digunakan dalam budidaya jamur merang. Penyerapan nutrisi jamur merang akan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan syarat tumbuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya (Riduwan, M., dkk. 2013) 5
6 Siklus hidup jamur merang diawali dari spora (Basidiospora) yang kemudian berkecambah membentuk hifa yang berupa benang-benang halus. Hifa ini akan terus berkembang ke seluruh bagian media tumbuh. Setelah fase ini terbentuklah gumpalan kecil seperti simpul benang yang menandakan bahwa tubuh buah jamur mulai terbentuk, kemudian mulai membesar yang disebut stadia kancing kecil (small button) kemudian terus berkembang sampai stadia kancing (button) dan stadia telur (egg), stadia ini ditunjukan dengan membesarnya tangkai dan tudung. Kemudian masuk stadia perpanjangan (elongation). Stadia terkhir dari siklus jamur ini adalah stadia dewasa tubuh buah (Sinaga, 2015) B. Syarat Tumbuh Jamur Merang Jamur merang memiliki kondisi lingkungan tertentu untuk dapat menghasilkan tudung atau kepala jamur yang optimal untuk dipanen. Selama kondisi suhu dan kelembapan yang terjaga, maka pertumbuhan dari jamur merang ini akan maksimal. Jamur merang dapat tumbuh dengan optimal pada kondisi suhu dan kelembapan yang sesuai, yakni sekitar 30 o C 35 o C, dan yang paling baik adalah 32 o C dan dengan kelembapan yang optimal berkisar antara 80% - 90%, jika kelembaban terlalu tinggi dapat menyebabkan jamur busuk, sedangkan kelembaban udara yang terlalu rendah (kurang dari 80 %) dapat mengakibatkan kepala buah yang terbentuk kecil dan sering terdapat di bawah media merang, tangkai buah panjang dan kurus, serta payung jamur mudah terbuka (Riduwan, M., dkk. 2013).
7 C. Media Tanam Jamur Merang Jamur merang memerlukan sumber selulosa dan karbohidrat yang tinggi dalam pertumbuhaannya, dikarenakan sifat dari jamur merang yang merupakan jasad heterotrofik, jamur merang memperoleh nutrisi dari media yang telah terdekomposisi. Media tumbuh jamur merang yang dapat digunakan adalah jerami padi, limbah kapas, sorgum, ampas tebu, serbuk kayu, seresah daun pisang dan sebagainya (Riduwan, M., dkk. 2013). 1. Ampas Sagu Ampas sagu atau biasa disebut juga ela sagu merupakan salah satu limbah pertanian yang diperoleh dari pembuatan sagu. Ampas sagu dapat digunakan salah satunya adalah sebagai media tanam jamur merang. Ampas sagu segar mengandung 26% C-organik, 1% N total, 1,03% P tersedia, 0,29% K, 3,84% Ca dan 0,05% Mg, sedangkan ampas sagu setelah inkubasi selama tiga bulan mengandung 13,90% kadar air, 2,85% C-organik, 0,17% N total, 8,71 me 100 g -1 Ca, 187 me 100 g -1 mg, 0,53 me 100 g -1 K, 22,30 me 100 g -1 KTK. Selain itu ampas sagu mengandung 86,4% bahan kering, 2,1% protein kasar, 1,8% lemak, 4,6% abu, 36,3% selulosa, 14,6% hemiselulosa, 9,7% lignin, 3,3% silica (C. Uruilal, dkk., 2012). 2. Bekatul Bekatul diperoleh dari penggilingan padi yang dapat digunakan sebagai tambahan nutrisi didalam media tumbuh jamur merang. Kandungan didalam bekatul adalah karbohidrat, karbon dan nitrogen. Fungsinya dalam media adalah sebagai pemercepat pertumbuhan miselium dan dapat mendukung perkembangan
8 tubuh buah jamur merang. Bekatul yang digunakan tidak bau apek, tidak rusak dan masih baru (Wanda, 2014). 3. Jerami padi Jerami padi merupakan bagian tubuh dari tanaman padi yang meliputi batang, daun dan tangkai malai. Kandungan didalamnya seperti 30-45% selulosa, 20-25% hemiselulosa, 15-20% lignin, dan silika yang harapannya dapat dirubah oleh mikroba menjadi zat-zat karbohidrat sederhana (Utami, 2017). 4. Kapur pertanian (CaCO3) Kapur pertanian ini sebagai penetralisir ph dari media tanam jamur merang. Selain itu kapur pertanian berperan sebagai penyedia kalsium bagi pertumbuhan jamur (Nurcahyo, 2017). D. Pengomposan Jamur merang memperoleh nutrisi dari media tanam yang telah terdekompiosisi menjadi senyawa sederhana sehingga dapat diserap oleh jamur. Pada dasarnya proses dekomposisi dapat berlangsung secara alami, akan tetapi memiliki kekurangan, yaitu waktu yang dibutuhkan hingga nutrisi dalam media tersedia cukup lama. Proses pengomposan terjadi berkat bantuan dari bakteri dekomposer. Selulosa dan hemiselulosa pada media tanam jamur merang akan diuraikan oleh bakteri selulotik menjadi karbohidrat (gula) yang nantinya dimanfaatkan oleh bakteri dekomposer sebagai asupan nutrisi untuk bekerja. Bakteri selulolitik merupakan bakteri yang memiliki kemampuan menghidrolisis kompleks selulosa menjadi oligosakarida yang lebih kecil dan akhirnya menjadi
9 glukosa. Glukosa digunakan sebagai sumber karbon dan sumber energi bagi pertumbuhan bakteri (Rahayu, 2014). E. EM4 (Effective Microorganism 4) EM4 (Effective Microorganism 4) merupakan kultur campuran dari beberapa mikroorganisme pengurai yang menguntungkan dalam proses dekomposisi yaitu mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri dari asam laktat, bakteri fotosintetik, Actinomycetes sp., Streptomycetes sp., ragi dan jamur pengurai selulosa. EM4 mempengaruhi kecernaan bahan organik, dimana EM4 mempunyai kandungan asam laktat yang diperoleh dari bekteri Lactobacillus membuat suasana menjadi asam maka ph menjadi turun (Asam) sehingga menekan bakteri patogen (gram negatif), dan asam laktat berfungsi sebagai fermentasi zat makanan, jamur pengurai selulosa menghasilkan enzim selulase yang berfungsi mencerna selulosa menjadi glokosa, sehingga meningkatkan kecernaan serat kasar. Ragi, Actinomycetes sp., Streptomycetes sp., merupakan probiotik selain bekateri gram positif dan bakteri gram negatif sehingga dengan kandungan EM4 diatas maka dapat diketahui apakah EM4 berpengaruh terhadap kecernaan bahan organik (Afriadi, 2016). Nutrisi atau hara yang ada didalam media dapat tersedia dengan cepat melalui degradasi oleh bakteri pengurai yang ada didalam EM4, bakteri yang terkandung dalam EM4 berperan dalam menguraikan bahan organik sehingga nutrisi didalamnya dapat tersedia. Semakin besar konsentrasi EM4, maka semakin cepat penurunan rasio C/N atau waktu pengomposan semakin singkat, Semakin
10 besar suhu sampai 40ºC, pada hari ke-4 ratio C/N semakin rendah atau dengan kata lain kecepatan penurunan ratio C/N semakin cepat, Sedangkan pada suhu di atas 40ºC, kenaikan suhu akan memperlambat kecepatan penurunan C/N, Semakin kecil ukuran butir pada hari ke-4 ratio C/N semakin rendah atau dengan kata lain kecepatan penurunan ratio C/N semakin cepat, dengan menggunakan kondisi proses optimal (konsentrasi EM4 0,5%, suhu proses 40 o C, ukuran bahan 0,0356 cm (-30/+40 mesh) dan konsentrasi gula 0,8%) diperoleh waktu pengomposan 3 hari. (Yuniwati, M., dkk 2012). F. Hipotesis Penambahan dosis 70 ml/m 2 EM4 pada media ampas sagu dapat meningkatkan pertumbuhan serta hasil jamur merang.