I. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang beriklim tropis dan mempunyai

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari

Lapangan Usaha. Sumber : Badan Pusat Statistik (2012) 1

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I PENDAHULUAN (%) (%) (%) Buahbuahan , , , ,81

BAB II KELURAHAN TUGU SEBAGAI SENTRA BELIMBING. Letak geografis Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Kota Depok

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. daerahnya masing-masing. Oleh karena itu tiap daerah sudah lebih bebas dalam

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan luas panen buah-buahan di Indonesia dalam. lain disebabkan terjadinya peremajaan tanaman tua yang tidak produktif

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

V. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN. hingga sekarang. Keragaan kebun belimbing di Kota Depok tersebar di enam

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha pada Tahun * (Miliar Rupiah)

I. PENDAHULUAN. Buah naga merupakan buah yang berkhasiat bagi kesehatan. Beberapa khasiat

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia akan terlindas oleh era globalisasi dan perdagangan bebas.

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aneka ragam jenis tanaman sayuran dapat dibudidayakan dan dihasilkan di

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mayoritas masyarakatnya bermata

BAB I PENDAHULUAN. pertanian haruslah merupakan tujuan utama dari setiap pemerintah sedang berkembang.

III. KERANGKA PEMIKIRAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam menopang kehidupan

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR PISANG INDONESIA SKRIPSI. Oleh : DEVI KUNTARI NPM :

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pembangunan ekonomi nasional abad ke-21 masih tetap berbasis

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ekonomi. Peranan sektor pertanian memiliki kontribusi terhadap Produk

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa pertanian merupakan hal yang sangat

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi manusia. Perikanan budidaya dinilai

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dan membangun pertanian. Kedudukan Indonesia sebagai negara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi dalam upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sayuran merupakan salah satu komoditas unggulan karena memiliki nilai

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai agroekologi dataran rendah sampai dataran tinggi yang hampir semua dapat menghasilkan

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. berusaha di pedesaan (Abdurrahman et al, 1999). Hampir sebagian besar. dalam arti sebagai sumber pendapatan (Sumaryanto, 2002).

I. PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan dan sayuran,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

1 PENDAHULUAN. Tahun Manggis Pepaya Salak Nanas Mangga Jeruk Pisang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memegang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah jamur konsumsi (edible mushroom). Jamur konsumsi saat ini menjadi salah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun Produksi (Ton)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

I. PENDAHULUAN. Salah satu sektor pertanian yang dikembangkan saat ini adalah intensifikasi

V. GAMBARAN UMUM. Secara astronomi, Kota Depok terletak pada koordinat 6 o sampai

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

PELUANG PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAYUR-SAYURAN DI KABUPATEN KARIMUN RIAU

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Komoditas hortikultura (tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman biofarmaka) menjanjinkan prospek yang besar untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan banyaknya varietas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi apabila dikelola secara tepat. Dengan kemajuan perekonomian, pendidikan, peningkatan pemenuhan untuk kesehatan dan lingkungan menyebabkan permintaan akan produk hortikultura semakin meningkat. Sektor hortikultura khususnya komoditas unggulan jika dinilai dari sisi ekonomi mempunyai nilai tambah yang berpengaruh pada nilai jual yang tinggi. Oleh sebab itu, jika dikelola dengan serius, efektif serta memiliki nilai kompetitif, sektor ini berpotensi untuk dikembangkan dalam tatanan agribisnis. Sektor ini juga merupakan salah satu sub sektor pertanian yang mampu meningkatkan income petani. Konsumsi hortikultura (buah-buahan dan sayuran)per kapita per tahun dari tahun 2006 ke 2009 cenderung terus meningkat (Tabel 1). Fungsi utama tanaman hortikultura bukan hanya sebagai bahan pangan tetapi juga terkait dengan kesehatan. Tabel 1. Rata-rata Konsumsi per Kapita Menurut Kelompok Makanan 2003-2009 Komoditi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Sayur-sayuran 40,95 38,80 38,72 40,02 46,39 45,46 38,95 Buah-buahan 42,75 41,61 39,85 36,95 49,08 48,01 39,04 Ikan 46,91 45,05 47,59 44,56 46,71 47,64 43,52 Daging 41,71 39,73 41,45 31,27 41,89 38,6 35,72 Umbi-umbian 55,62 66,91 56,01 51,08 52,49 52,75 39,97 Telur dan Susu 37,83 40,47 47,17 43,35 56,96 53,60 51,59 Sumber: BPS 2011 Sesuai dengan anjuran FAO, untuk mencapai kecukupan gizi, ditargetkan rata-rata konsumsi buah per kapoita penduduk Indonesia mencapai 60 kg per kapita per tahun. Senada dengan hal tersebut, Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian RI juga menargetkan pada tahun 2014 konsumsi buah mencapai 200 1

gram per kapita per hari. Hal ini akan memberikan dampak peningkatan jumlah konsumsi buah yang sangat besar dimasa yang akan datang. Kota Depok merupakan salah satu kota yang memiliki letak sangat strategis untuk dijadikan sebagai salah satu sentra hortikultura. Letak geografis Kota Depok berada pada 6.19-6.38 LS dan 106.43 BT. Depok merupakan daerah bentangan dengan dataran rendah perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50-140 m diatas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Kondisi lahan Kota Depok juga merupakan tanah yang cukup subur. Kota Depok berdekatan dengan DKI Jakarta berdampak pada perkembangan Kota Depok yang cukup pesat. Arahan strategi pembangunan pertanian perkotaan Kodya Depok adalah pengembangan agribisnis perkotaan yang memiliki daya saing dan memiliki nilai tambah yang didukung oleh sumber daya daerah dan pemanfaatan teknologi. Pembanguan pertanian Kota Depok juga diarahkan untuk memelihara dan mengupayakan peningkatan ketersediaan dan keamanan pangan khususnya mengantisipasi kompetisi dan diversifikasi permintaan pasar yang selalu menuntut mutu dan keamanan produk.(dinas Pertanian Kota Depok, 2007) Perkembangan produksi hortikultura Kota Depok antara tahun 2003-2009 terlihat cenderung berfluktuasi. Tidak seluruh tanaman memiliki trend positif. Dari sekian banyak jenis tanaman (lebih dari 30 tanaman) hanya sekitar 12 tanaman yang mempunyai trend positif. Untuk perkembangan produksi hortikultura Kota Depok dapat diamati pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa perkembangan produksi komoditas belimbing meningkat tajam dibandingkan dengan komoditas hortikultura lainnya. Belimbing manis Depok dengan varietas Dewa sudah cukup dikenal masyarakat. Dengan warna buah yang kuning kemerahan, buah yang besar dan rasa manis nampaknya cukup banyak diminati pasar. Menurut dinas pertanian Kota depok, tingginya tingkat pertumbuhan produksi buah belimbing, disebabkan beberapa hal. Pertama, belimbing manis merupakan salah satu jenis tanaman potensial yang mudah dibudidayakan. Kedua, terjadinya alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan usaha tani sawah dan sayuran, beubah menjadi perkebunan belimbing manis. 2

Tabel 2. Perkembangan Produksi Hortikultura Unggulan Kota Depok Tahun 2003-2009 Tahun(KW) No Komoditi 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Belimbing 6.062 6.962 50.514 40.473 35.956,30 42.732 2 Jambu Biji 11.503 11.053 35.795 31.766 11.621 33.213 3 Pisang 17.064 17.064 20.778 37.546 22.920 12.253 4 Pepaya 15.580 17.064 20.778 37.546 18.934 5 Rambutan 28.028 12.762 25.883 12.769 23.007,5 20.252 6 Mangga 2.290 2.291 4.342 1.798 378,5 2.842 7 Nangka 16.525 22.537 17.980 6.909 1.168,5 2.879 Sumber: Dinas Pertanian Kota Depok, 2009 Ketiga, tingginya pertumbuhan belimbing varietas dewa khas Depok, juga didukung dengan keputusan Wali Kota Depok No. 18 tahun 2003 yang memuat antara lain: 1) peningkatan produktivitas pertanian. 2) pengembangan kelembagaan pertanian. 3) peningkatan pemasaran produk. 4) peningkatan pelayanan sektor pertanian. 5) pengembangan potensi unggulan pertanian pada tingkat pencapaian target satu produk potensial berkembang. Faktor terakhir yang juga berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan belimbing manis adalah karena adanya pergeseran pemahaman konsumen yang menjadikan buah ini bukan saja sebagai buah meja melainkan diminati karena khasiatnya. Konsumen buah belimbing manis rata-rata adalah golongan ekonomi menengah keatas. Ditambah lagi seiring waktu, semakin banyak jenis belimbing olahan yang tersedia dipasaran. Faktor-faktor diatas menjadikan Kota Depok sebagai sentra produksi belimbing manis nomor satu di indonesia pada tahun 2005 dan merupakan salah satu buah tropika unggulan nusantara. Selain itu, pemerintah Depok sejak tahun 2006 juga telah mencanangkan komoditas Belimbing dewa sebagai icon Kota Depok. Berkenaan dengan pencanangan komoditas Belimbing dewa sebagai icon Kota Depok diperlukan adanya kajian terhadap kelayakan usaha Belimbing dewa sehingga mampu menarik minat para petani/produsen untuk memasuki usaha ini. 3

Namun demikian, dalam melaksanakan budidaya Belimbing dewa sehingga mampu dijadikan sebagai icon Kota Depok tidak terlepas dari munculnya risiko yang harus dihadapi oleh para pelaku bisnis budidaya belimbing Dewa. Risiko yang ada dapat berupa risiko harga dari output serta risiko produksi dari output yang dihasilkan. Risiko ini dapat mempengaruhi kelayakan dari usaha budidaya belimbing dewa. Berdasarkan hal tersebut, sebelum kegiatan usaha ini dilakukan maka perlu dilakukan analisis kelayakan usaha baik secara non finansial maupun finansial yang melibatkan unsur-unsur ketidakpastian yang mungkin terjadi dengan memasukkan risiko kedalam analisis kelayakan finansial. 1.2. Perumusan Masalah Secara global perkiraan permintaan belimbing manis setiap tahun diperkirakan akan meningkat. Besar peningkatannya adalah sekitar 6.1 persen per tahun (1995-2000); 6.5 persen per tahun (2000-2005); 6.8 persen pertahun (2005-2010); dan mencapai 8.9 persen pertahun (2010-2015). Hal ini menunjukkan bahwa prospek agribisnis belimbing manis sangat cerah jika dikelola secara intensif dan komersial. Untuk permintaan pasar lokal khususnya konsumen DKI Jakarta diperkirakan mencapai 4000-4500 ton per tahun. Belum lagi kebutuhan kota-kota besar lainnya seperti Bandung, Surabaya, Medan, Batam dan lainnya. Namun demikian, hingga saat ini kemampuan produksi buah belimbing Kota Depok hanya berkisar 2800-3000 ton per tahun.(dinas Pertanian Kota depok,2007) Didalam pencapaian target pemenuhan pangsa pasar dan pelaksanaan program pembangunan pertanian tersebut, Dinas Pertanian Kota Depok melakukan Program Kegiatan Pengembangan Komoditas (KPK) Belimbing sebagai Icon Kota Depok, yang merupakan kegiatan dimana outputnya adalah meningkatnya populasi yang ditanam, peningkatan produksi dan produktivitas serta peningkatan income petani pemula dan petani produktif. Sebagai sebuah komoditas unggulan Kota Depok, pengembangan belimbing dewa juga dihadapi berbagai masalah dalam pelaksanaan. Masalah fluktuasi harga yang terjadi pada saat penjualan hasil produksi merupakan permasalahan yang terkait dengan suatu faktor ketidakpastian yang harus diterima oleh petani. Hal ini terjadi karena faktor harga bergantung kepada fluktuasi 4

penawaran dan permintaan akan hasil produk. Faktor ketidakpastian ini sangat berpengaruh besar dalam kelayakan pembudidayaan belimbing dewa Kota Depok. Selain itu produksi belimbing yang sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim dan angin juga merupakan suatu faktor ketidakpastian dimana ketika terdapat banyak angin banyak bunga bahkan buah yang rontok. Kondisi permasalahan yang lain yaitu ancaman berkurangnya pasokan belimbing dari Kota Depok yang merupakan akibat dari perubahan fungsi lahan untuk kegiatan properti, proyek sutet, rencana pelebaran jalan protokol, dan pembuatan jalan tol. Hampir sebagian besar lahan proyek dan kegiatan tersebut, kebanyakan merupakan alih fungsi lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian atau perkebunan. Hal ini pula yang menjadikan komoditi belimbing di Kota Depok akan mengalami kesulitan dikembangkan secara baik. Pengembangan belimbing di Kota Depok saat ini tidak lagi bersifat ekstensifikasi mengingat keterbatasan lahan, tetapi lebih difokuskan pada pola intensifikasi dengan perbaikan pola produksi melalui SOP (Standar Operasional Prosedur). SOP yang dikeluarkan Dinas Pertanian Kota Depok ini berisikan teknik-teknik budidaya Belimbing Dewa yang dapat meningkatkan produksi dan mengantasi risiko serta lebih menguntungkan dari teknik budidaya yang ada selama ini. Selain dikarenakan keterbatasan lahan, pengembangan melalui SOP ini diterapkan karena hingga saat ini belum ada kepastian jumlah pasokan, jumlah riil produktivitas tanaman yang menghasilkan dan hal lainnya yang berhubungan dengan kualitas, kuantitas, dan kesinambungan komoditi yang diperdagangkan. Untuk jangka panjang kondisi seperti ini tidak menguntungkan. Dalam melakukan investasi di pembudidayaan belimbing dewa ini,melalui SOP maupun tidak, modal yang diperlukan tidaklah kecil. Sehingga perlu dilihat sejauh mana usaha melalui pengembangan ini layak atau tidak untuk diusahakan atau pada usaha budidaya belimbing dewa yang telah ada selanjutnya dapat dikembangkan menjadi agribisnis perkotaan. Penentuan kelayakan dari suatu usaha dilakukan melalui analisis-analisis lebih mendalam terhadap berbagai aspek yang terkait. Menurut Nurmalina, dkk (2009), terdapat berbagai aspek utama yang harus dianalisa, yaitu aspek: pasar, 5

teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya, lingkungan, serta finansial. Aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budidaya, serta lingkungan merupakan aspek non finansial yang akan dipaparkan secara deskriptif. Sedangkan aspek finansial akan dipaparkan secara kuantitatif. Adapun teknik yang digunakan untuk menilai kelayakan finansial adalah melalui perhitungan kriteria investasi tanpa memasukkan risiko serta untuk mengetahui sejauh mana pengaruh adanya perubahan komponen manfaat dan biaya dari usaha budidaya belimbing dewa terhadap kelayakan usaha, dilakukan analisis skenario dimana melibatkan unsur ketidakpastian dan risiko yang ada kedalam perhitungan secara finansial. Berdasarkan ulasan diatas, maka pembahasan akan dibatasi pada masalah: 1. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok dilihat dari aspek non finansial? 2. Bagaimana kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok secara finansial? 3. Bagaimana dampak adanya risiko volume produksi dan harga terhadap kelayakan usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok secara finansial? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui apakah usaha pembudidayaan belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok layak diusahakan dilihat dari aspek non finansial. 2. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok. 3. Menganalisis dampak adanya risiko volume produksi dan harga terhadap kelayakan usaha budidaya belimbing dewa dengan pengembangan melalui SOP di Kota Depok. 6

1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1. Bagi penulis, nantinya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan berguna untuk mengembangkan daya analisis kelayakan finansial usaha berdasarkan konsep studi kelayakan usaha. 2. Bagi petani budidaya belimbing dewa, penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dalam melakukan pertimbangan usaha agar petani mencapai tujuan usaha yaitu memperoleh keuntungan yang maksimal. 3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan komoditi di era globalisasi dan berbasis pada ekonomi lokal pada khususnya dan pemberdayaan masyarakat dan sumberdaya yang tersedia pada umumnya, khususnya terkait dengan pengembangan komoditas belimbing manis secara komersial dimasa yang akan datang. 4. Bagi investor atau pembaca, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal pada usaha budidaya belimbing dewa. 5. Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup kajian kelayakan dari aspek non finansial maupun finansial usaha budidaya belimbing dewa yang menerapkan SOP (Standar Operasional Prosedur) dengan memasukkan unsur risiko dan ketidakpastian berupa risiko produksi dan risiko harga dalam analisis. Penelitian dilakukan hanya di 3 kecamatan di Kota Depok yaitu kecamatan sawangan, Pancoran Mas dan Beji. Hal ini dikarenakan 3 kecamatan tersebut memiliki produktivitas dan luas lahan belimbing manis yang lebih tinggi dibandingkan dengan 3 kecamatan lain seperti Limo, Cimanggis, dan Sukmajaya yang juga merupakan sentra produksi belimbing di Kota Depok. Sehingga daerah ini memiliki potensi lokasi yang baik untuk mengembangkan agribisnis tanaman belimbing dewa. 7