BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini pertumbuhan jalan di Jakarta kurang dari 1 persen per tahun dan setiap hari setidaknya ada 1.767 kendaraan bermotor baru turun ke jalan (Dinas Perhubungan DKI Jakarta, 2015). Bila tidak dilakukan perbaikan pada sistem transportasi, diperkirakan lalu lintas Jakarta akan macet total pada 2020 (Japan International Corporation Agency, 2004). Bukan hanya masalah kemacetan, masalah lain seperti kerugian ekonomi dan polusi udara menjadi tinjauan utama yang harus ditangani oleh para stakeholder DKI Jakarta. Salah satu solusi yang sedang dilaksanakan adalah pengadaan angkutan massal berupa MRT (Mass Rapid Transit). Keberadaan sarana tentunya membutuhkan prasarana, sehingga proses konstruksi fisik tidak bisa dielakkan. Ada dua konstruksi fisik yang berfungsi sebagai prasarana utama jalur MRT Jakarta yaitu jalan layang dan terowongan. Konstruksi fisik berupa terowongan menjadi studi kasus yang cukup menarik. Jakarta memiliki kompleksitas yang cukup tinggi dari mulai aspek sosial hingga keteknikan. Mobilitas yang tinggi, keberadaan konstruksi bawah tanah bangunanbangunan eksisting, kondisi mekanika tanah, dan banjir menjadi tantangan besar untuk konstruksi bawah tanah khususnya terowongan. Fathani (2013) menjelaskan bahwa tanah di Jakarta secara umum dibagi dua yaitu bagian Utara dan Selatan. Secara umum, lapisan tanah Jakarta bagian atas tersusun oleh Marine Clay yang semakin ke utara semakin tebal, sedangkan lapisan di bawahnya tersusun oleh lapisan lahar atas. Kondisi tanah seperti ini memberikan tantangan keteknikan yang cukup kompleks, salah satunya adalah penurunan tanah. Sejak tahun 1980, penurunan tanah di Jakarta telah diteliti dengan menggunakan beberapa metode, seperti pengukuran dengan ekstensometer, observasi muka air tanah, survei GPS, dan teknik InSAR. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.1. Secara umum, kecepatan penurunan tanah adalah sekitar 1 15 cm/tahun dan dapat meningkat hingga 20 25 cm/tahun pada lokasi dan periode tertentu (Abidin, 2014). Penurunan tanah ini dapat disebabkan oleh empat hal berikut: 1
1. Konsolidasi alami tanah aluvial. 2. Pemompaan air tanah yang berlebihan. 3. Beban bangunan (terutama pada kawasan padat dengan bangunan-bangunan bertingkat). 4. Aktivitas tektonik (tidak dominan). Tabel 1.1 Kecepatan penurunan tanah Jakarta (Abidin, 2010) Metode Tahun Kecepatan (cm/tahun) Leveling survey 1982 1991 0 9 1991 1997 0 25 GPS survey 1997 2008 0 25 InSAR 2006 2007 0 12 Pembangunan terowongan pada area perkotaan di Jakarta memiliki indeks kerentanan kegagalan teknis yang cukup besar. Sebagai contoh, penurunan muka air tanah akibat dewatering dapat merusak bangunan-bangunan yang berada di sekitar area proyek, sehingga dalam metode konstruksinya, terowongan harus dilaksanakan dengan meminimalisir pemompaan air tanah yang berlebihan ataupun harus dilaksanakan di bawah muka air tanah. MRT Jakarta dibangun dengan menggunakan teknologi TBM EPB-S (Tunneling Boring Machine Eart Pressure Balance Shield) yang mampu menahan deformasi di sekitar dinding terowongan dan menyeimbangkan tekanan pada muka terowongan. Deformasi di sekitar dinding terowongan akan ditahan oleh badan mesin TBM dan akan langsung ditransfer ke struktur dinding terowongan setelah mencapai jarak pengeboran tertentu, sedangkan tekanan akibat respon dari muka terowongan akan diimbangi oleh perisai bertekanan yang berada di kepala mesin TBM (Gambar 1.1). 2
Gambar 1.1 Mekanisme operasi TBM EPB-S (PT. MRT Jakarta, 2015). Salah satu kegagalan teknik yang dapat terjadi pada kasus terowongan dangkal di areal perkotaan adalah ketidakstabilan muka terowongan. Keruntuhan yang terjadi diakibatkan karena tekanan dukung yang diberikan tidak mampu menahan besarnya tekanan muka terowongan. Ketidakmampuan dukungan menahan tekanan muka terowongan memberikan respon deformasi di depan muka terowongan (ekstrusi) dan di mahkota terowongan (pra-konvergen) (Lunardi, 2008). Deformasi yang berlebihan akan mengakibatkan keruntuhan di depan muka terowongan dan tanah di atas mahkota terowongan. Hal ini terjadi pada kasus terowongan dalam maupun terowongan dangkal, namun masalah yang ditimbulkan memiliki efek yang lebih besar pada kasus terowongan dangkal. Keruntuhan akibat deformasi pra-konvergen yang terlalu besar pada terowongan dangkal dapat menyebabkan penurunan muka tanah yang sangat besar bahkan dapat merusak permukaan tanah secara global (Gambar 1.2). Terowongan dangkal pada umumnya dijumpai di kawasan perkotaan. Keruntuhan muka terowongan dangkal di kawasan perkotaan juga dapat merusak konstruksi-konstruksi bawah tanah yang telah ada (Gambar 1.3). Kontrol deformasi pra-konvergen dan ekstrusi muka terowongan menjadi hal yang sangat kritis pada pembangunan terowongan perkotaan (Kavvadas, 2005). Efek pra-konvergen dan ekstrusi muka terowongan yang tidak direncanakan dengan baik dapat menyebabkan keruntuhan pada muka terowongan. Secara umum, terowongan MRT Jakarta ruas CP104 CP105 termasuk kategori terowongan dangkal pada tanah lunak di kawasan perkotaan, 3
sehingga tekanan kritis pada muka terowongan menjadi parameter penting untuk dianalisis. Keberhasilan konstruksi terowongan ini dapat menjadi langkah awal atau pionir pembangunan terowongan di Indonesia khususnya pada daerah-daerah perkotaan dengan kondisi tanah lunak. Gambar 1.2 Keruntuhan konstruksi: (a) terowongan Munich, 1994 ; (b) terowongan LA, 1995 ; (c) terowongan MRT Singapura, 2005 (Carranza-Torres, 2013). Gambar 1.3 Contoh keruntuhan akibat ketidakstabilan muka terowongan (Kavvadas, 2005). 4
1.2. Maksud Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui besarnya tekanan kritis tanah akibat galian pada terowongan dangkal di proyek pembangunan terowongan MRT Jakarta ruas CP104 dan memberikan rekomendasi besarnya tekanan kritis muka terowongan MRT Jakarta ruas CP105. 1.3. Tujuan 1. Menganalisis interpretasi lapisan tanah pada trase terowongan MRT Jakarta ruas CP104 dan CP105. 2. Mengetahui tekanan kritis muka terowongan MRT Jakarta ruas CP104. 3. Mengetahui metode perhitungan tekanan kritis muka terowongan yang paling sesuai dengan hasil pembacaan tekanan muka terowongan di ruas CP104. 4. Menentukan besarnya tekanan kritis muka terowongan di ruas CP105 berdasarkan metode yang telah dipilih. 1.4. Batasan Masalah 1. Objek penelitian adalah terowongan MRT Jakarta, ruas CP104 CP105 sepanjang 2,612 km. 2. Data yang digunakan adalah data sekunder dari SOWJ-JV, Jakarta. Adapun data yang tidak tersedia maka diasumsikan berdasarkan teori yang mendukung. 3. Tekanan kritis muka terowongan dihitung menggunakan persamaan-persamaan analitis dan empiris. Persamaan analitis diturunkan dari konsep kesetimbangan batas dan analisis batas 4. Perhitungan kesetimbangan batas menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Krause (1987), Jancsecz dan Steiner (1994), dan Broere (2001). 5. Perhitungan analisis batas menggunakan persamaan yang telah diteliti oleh Broms dan Bennemark (1967), Davis dkk. (1980), Leca dan Dormieux (1990), dan Carranza-Torres dkk. (2013). 6. Perhitungan empiris menggunakan rekomendasi persamaan empiris COB Commissie L510 (1996). 7. Pada persamaan-persamaan untuk tanah homogen, parameter tanah homogen didapatkan dari nilai rerata parameter tiap lapisan sesuai bobot ketebalannya. 5
8. Efek tambahan beban dari struktur fondasi bangunan sekitar tidak diperhitungkan. 9. Distribusi tekanan air tanah diasumsikan linear dan berbanding lurus terhadap kedamalam. 1.5. Keaslian Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan rencana pembangunan MRT Jakarta. Dari aspek transportasi, penelitian berjudul analisis desain stasiun MRT Jakarta dengan pemodelan berbasis agen telah dilakukan (Darmansyah, 2012). Dari aspek geoteknik juga telah dilakukan beberapa penelitian terkait rencana pembangunan MRT Jakarta antara lain alternatif perencanaan dinding penahan tanah stasiun bawah tanah Dukuh Atas dengan diaphragm wall, secant pile, dan soldier pile di proyek pembangunan Mass Rapid Transit Jakarta (Fadhillah, 2013), dan analisis stabilitas dan deformasi tunnel subway ruas bendungan hilir dukuh atas menggunakan plaxis 3D tunnel (Ramadani, 2012). Sampai saat Tugas Akhir ini diselesaikan, penelitian mengenai analisis stabilitas muka terowongan berdasarkan metode earth pressure balance shield, studi kasus terowongan MRT Jakarta belum pernah dilakukan. 6