RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG MAJELIS PERTIMBANGAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3676); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG MAJELIS PERTIMBANGAN TENAGA NUKLIR.
BAB I KEDUDUKAN, TUGAS, DAN FUNGSI Pasal 1 (1) Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir yang selanjutnya disingkat MPTN adalah lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen. (2) MPTN berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 2 MPTN mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Presiden mengenai pemanfaatan tenaga nuklir untuk tujuan damai dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daya saing bangsa. Pasal 3 Dalam menjalankan tugasnya MPTN menyelenggarakan fungsi: a. melakukan pengkajian kebijakan pemanfaatan tenaga nuklir; b. melakukan konsultasi dan/atau memperoleh informasi, data, dan keterangan dari pihak lainnya mengenai kebijakan pemanfaatan tenaga nuklir. BAB II SUSUNAN ORGANISASI Pasal 4 (1) MPTN beranggotakan 7 (tujuh) orang terdiri atas para ahli dan tokoh masyarakat dengan komposisi yang proporsional.
(2) Keanggotaan MPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. 1 (satu) orang Ketua merangkap anggota; b. 1 (satu) orang Wakil Ketua merangkap anggota;dan c. 5 (lima) orang anggota. (3) Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota MPTN. Pasal 5 Anggota MPTN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. BAB III PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN Pasal 6 (1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota MPTN, calon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. warga negara Republik Indonesia; b. setia pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; d. mempunyai integritas dan dedikasi yang tinggi; e. sehat jasmani dan rohani; dan f. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan. (2) Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk anggota MPTN yang berasal dari para ahli dipersyaratkan pula:
a. Berpendidikan minimal S2 di bidang ketenaganukliran; dan b. Berpengalaman di bidang ketenaganukliran minimal 10 tahun. Pasal 7 (1) Calon anggota MPTN dipilih melalui proses seleksi yang dilakukan oleh Tim yang dibentuk oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil seleksi calon anggota MPTN kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. (3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi mengusulkan sebanyak 7 (tujuh) orang calon anggota MPTN hasil seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Presiden untuk ditetapkan. (4) Dalam hal Presiden tidak menyetujui calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi mengusulkan pengganti calon dari hasil seleksi Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 8 Masa jabatan anggota MPTN selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.
Pasal 9 (1) Anggota MPTN yang berasal dari PNS tidak dibebaskan dari jabatan organiknya. (2) PNS yang diangkat menjadi anggota MPTN dan diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dan/atau telah memasuki usia pensiun, keanggotaan sebagai MPTN tetap berlaku sampai berakhir masa anggota MPTN. Pasal 10 (1) Anggota MPTN diberhentikan dari jabatannya apabila: a. meninggal dunia; b. tidak mampu melaksanakan tugas; c. mengundurkan diri; d. berakhir masa jabatannya; e. dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap; atau f. melakukan perbuatan tercela. (2) Pemberhentian anggota MPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf f dilakukan setelah yang bersangkutan diberi kesempatan secukupnya untuk membela diri di hadapan sidang kehormatan MPTN. Pasal 11 (1) Ketua, Wakil Ketua atau anggota MPTN yang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana kejahatan diberhentikan sementara dari jabatannya sampai dengan ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi kepada Presiden. (3) Dalam hal Ketua MPTN diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka jabatannya digantikan oleh Wakil Ketua MPTN. (4) Dalam hal putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap menyatakan yang bersangkutan tidak bersalah, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi mengusulkan kepada Presiden untuk pengaktifan kembali jabatannya. Pasal 12 (1) Dalam hal anggota MPTN berhenti atau diberhentikan secara tetap, digantikan oleh calon lain dengan mempertimbangkan sisa waktu masa tugas. (2) Calon anggota MPTN pengganti diangkat oleh Presiden atas usul Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. (3) Calon anggota MPTN pengganti harus berasal dari ahli dan/atau tokoh masyarakat yang komposisinya sama dengan anggota MPTN yang digantikan. (4) Masa jabatan anggota MPTN pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sesuai sisa masa jabatan Anggota MPTN yang digantikan.
BAB IV TATA KERJA Pasal 13 (1) Saran dan pertimbangan MPTN ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, maka saran dan pertimbangan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak. Pasal 14 (1) MPTN melakukan sidang secara berkala yang dipimpin oleh Ketua dan dihadiri oleh anggota MPTN paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, atau sewaktu-waktu jika diperlukan. (2) Sidang MPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pihak lain yang dipandang perlu, untuk mendapatkan masukan dan saran sesuai dengan materi pembahasan dalam sidang. Pasal 15 MPTN melaporkan hasil pelaksanaan tugas kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Pasal 16 Ketentuan mengenai tata kerja MPTN diatur lebih lanjut oleh MPTN.
BAB V SEKRETARIAT Pasal 17 (1) Dalam melaksanakan tugas, MPTN dibantu oleh sekretariat MPTN. (2) Sekretariat MPTN secara ex-officio dilaksanakan oleh salah satu unit organisasi di lingkungan BATAN yang menangani dukungan administrasi. (3) Sekretariat MPTN secara fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua MPTN dan secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala BATAN. (4) Sekretariat MPTN dipimpin oleh Kepala Sekretariat MPTN yang secara ex-officio dijabat oleh pejabat struktural eselon II yang menangani dukungan administrasi di lingkungan BATAN (5) Kepala sekretariat MPTN diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BATAN. Pasal 18 (1) Sekretariat MPTN mempunyai tugas memberikan dukungan administrasi kepada MPTN. (2) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat MPTN diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala BATAN setelah mendapat persetujuan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
BAB VI PENDANAAN DAN HAK KEUANGAN Pasal 19 Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas MPTN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 20 (1) Pimpinan dan anggota MPTN diberikan hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Anggota MPTN apabila berhenti atau telah berakhir masa jabatannya tidak diberikan uang pensiun dan/atau pesangon. (3) Hak keuangan bagi Pimpinan dan anggota MPTN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan terhitung mulai bulan berikutnya tanggal penetapan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi harus membentuk Tim seleksi.
Pasal 22 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO