BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jantung adalah organ penting bagi tubuh manusia yang bertindak sebagai pompa sirkulasi darah dalam tubuh yang mengandung karbon dioksida untuk paru-paru sebagai pertukaran gas dimana darah yang mengandung oksigen disalurkan ke tubuh manusia melalui pembuluh darah (Alistigna, 2015). World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 secara global diperkirakan 17,5 juta orang meninggal karena penyakit jantung, 7,4 juta orang karena penyakit jantung koroner dan 6,7 juta orang karena stroke, dan merupakan 31% dari seluruh kematian di dunia (WHO, 2016). Pierce (2007, dalam Pratiwi, 2009) mengemukakan rata-rata prevalensi penderita penyakit jantung meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang khususnya setelah usia 45 tahun, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya usia maka semakin besar terjadinya perubahan-perubahan dalam pembuluh darah di jantung. Fauziah (2015) menambahkan dari data World Health Organization seseorang dikatakan lansia apabila usianya telah mencapai 65 tahun ke atas. Watson (2003, dalam Suratini, 2013) menyatakan sistem kardiovaskuler khususnya pada jantung akan mengalami penurunan fungsi akibat dari perubahan fisik yang terjadi seiring bertambahnya usia. Masalah kesehatan sistem kardiovaskuler pada lansia merupakan suatu proses degeneratif yang 1
2 terjadi karena beberapa faktor resiko yang dapat dikendalikan, yaitu tekanan darah tinggi, obesitas, diabetes mellitus, dan kolesterol, serta faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan, yaitu usia, jenis kelamin, aktivitas fisik, dan faktor genetik/keturunan (Dinkes Bali, 2014). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 prevalensi penyakit jantung di Indonesia pada usia 65-74 tahun yaitu 22,3 persen yaitu terdiri dari 3,1 persen berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan 19,2 persen yang disertai dengan gejala (Depkes RI, 2007). Data Riskesdas tahun 2013 menyatakan prevalensi penyakit jantung di Indonesia dibedakan berdasarkan gejala yang dialami oleh responden yaitu penyakit jantung koroner, gagal jantung, dan stroke. Prevalensi penyakit jantung koroner pada usia 65-74 tahun, yaitu 2,0 persen berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan 3,6 persen yang disertai dengan gejala, prevalensi gagal jantung, yaitu 0,49 persen berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan 0,9 persen yang disertai dengan gejala, dan prevalensi stroke, yaitu 33,2 persen berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan 46,1 persen yang disertai dengan gejala. Penyakit jantung yang sering terjadi pada lansia, yaitu penyakit jantung koroner dan gagal jantung (Depkes RI, 2013). Prevalensi penyakit jantung pada usia 65-74 tahun di Sumatera Utara berkisar 3,8 persen berdasarkan diagnosa tenaga kesehatan dan 12,0 persen yang disertai dengan gejala. Prevalensi penyakit jantung yang terdiagnosa oleh Pelayanan Kesehatan di posbindu lansia Indonesia di wilayah kota Medan berkisar 1,2 persen (Depkes RI, 2009).
3 Pengaturan posisi merupakan salah satu bentuk intervensi keperawatan yang sangat tidak asing dan dapat mencegah penyakit jantung. Secara sederhana upaya mencegah terjadinya penyakit jantung salah satunya adalah dengan posisi tidur miring ke kanan (Potter & Percy 2006, dalam Sutrisno,2015). Berdasarkan penelitian Sutrisno (2015) di Kediri menunjukkan hasil 0% pasien yang terbiasa tidur miring ke kanan, 55% pasien yang terbiasa tidur miring ke kiri, dan 45% pasien yang terbiasa tidur tengkurap dan resiko rendah terjadi serangan jantung 5%, resiko sedang terjadi serangan jantung 35%, dan resiko tinggi terjadi serangan jantung 60%. Posisi awal tidur seseorang biasanya tidak berubah dan menjadi suatu kebiasaan atau ciri tidurnya, tidur yang paling nyaman adalah tidur dengan posisi miring ke kanan atau ke kiri (Farah, 2010). Mengawali tidur dengan posisi miring ke kanan merupakan posisi tidur yang benar, karena dapat mengurangi beban kerja jantung dan cara ini merupakan praktik kedokteran yang paling berhasil (Ibraheem, 2015). Para peneliti di Australia dalam Journal of Allied Health Sciences and Practice menyatakan secara klinis selama tidur ditemukan perubahan-perubahan dalam posisi tidur dan perubahan tersebut dapat memberikan keuntungan secara sistematis bagi kesehatan individu (Spector, 2016). Tidur dengan posisi miring ke kanan menyimpan banyak manfaat bagi kesehatan, terutama bagi kesehatan jantung karena berdasarkan analisa medis tidur miring ke kanan membuat jantung dan pembuluh darah besar yang berada di
4 sebelah kiri menjadi lebih bebas dalam memompa dan mengalirkan darah (Widjajakusuma, 2015). Berdasarkan The Journal of American College of Cardiologi yang dimuat New York Times (2011) menyebutkan tidur dengan posisi miring ke kanan lebih aman dari pada miring ke kiri. Tidur dengan posisi miring ke kanan juga dapat mengurangi resiko kegagalan fungsi jantung, karena pada saat posisi tubuh miring ke kanan membuat jantung yang berada di bagian kiri tidak tertindih oleh organ yang lainnya. Posisi tidur miring ke kanan dengan rata memungkinkan darah terdistribusi merata dan terkonsentrasi disebelah kanan, hal ini menyebabkan beban aliran darah yang masuk dan keluar dari jantung menjadi lebih rendah, dampak dari posisi ini adalah denyut jantung menjadi lebih lambat, tekanan darah akan menurun serta akan membantu kualitas tidur (Setiawati, 2015). De Konick et al (1983) menyampaikan dalam penelitiannya mengenai hubungan posisi tidur miring ke kanan dengan pertambahan usia saling berhubungan karena dapat mempengaruhi fungsi kardiovaskuler (Gordon & Petra, 2009). Pengetahuan lansia yang tinggal bersama keluarga mengenai posisi tidur lebih baik dengan pengarahan dari keluarga lansia lebih terkontrol dalam memposisikan tidurnya, namun lain halnya dengan lansia yang berada di panti sosial, pada umumnya mereka merasa diasingkan dari keluarganya. Rendahnya pengetahuan lansia yang berada di panti sosial mengenai posisi tidur miring membuat peneliti memilih panti sosial sebagai lokasi penelitian. Salah satu panti sosial yang terdapat di Sumatera Utara adalah UPT Pelayanan Sosial LanjutUsia Binjai. Pelayanan sosial lanjut usia ini merupakan salah satu pelayanan sosial
5 terbesar di Sumatera Utara, memiliki jumlah lansia terbanyak dan dikelola oleh pemerintah. Hal ini lah yang membuat peneliti mengambil judul kebiasaan posisi tidur miring pada lansia yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu : Bagaimana kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. 1.3. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai? 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai untuk mengetahui kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1.5.1. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan yang berkaitan dengan hubungan kebiasaan posisi tidur
6 miring dengan kesehatan jantung lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. 1.5.2. Pelayanan Keperawatan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada perawat dalam memahami kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung bagi lansia dalam pemberian asuhan keperawatan. 1.5.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan untuk menambah referensi mengenai kebiasaan posisi tidur miring dengan kesehatan jantung lansia.