13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat oleh konsumsi, makanan dan penggunaan zat zat gizi, status gizi di bedakan menjadi status gizi buruk, kurang, baik dan lebih.(almatsier, 2002). Susunan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tubuh umumnya dapat menciptakan status gizi yang memuaskan, begitu pula sebaliknya akan menyebabkan gizi salah yang dapat berupa gizi kurang. Gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat yang timbul karena tidak cukup makan dan dengan demikian konsumsi energi kurang selama jangka waktu tertentu. 2. Penilaian Status Gizi a. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat ini, kelebihan indeks ini : (1) mudah dimengerti oleh masyarakat umum, (2) dapat mendeteksi kegemukan (3) sensitif melihat perubahan status gizi jangka pendek. Skala BB/ U dapat dikelompokkan yaitu : BB/U Gizi Lebih > 2,0 SD Gizi baik -2,0 SD - + 2 SD Gizi Kurang < -2.0 SD Gizi buruk < - 3,0 SD b. Indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Indeks (TB/U) mengambarkan status gizi seseorang masa lalu dan sekarang. Kelebihan indeks ini yaitu :(1) baik untuk menilai status gizi yang lalu,(2) instrumen dapat diubah sendiri. Dan kelemahannya adalah:(1) tinggi badan dapat cepat naik atau tidak mungkin turun,(2) pengukuran sulit,(3) ketepatan umur sulit. Sedangkan kelemahan indeks TB/U adalah : (1) memerlukan data umum yang akurat, (2) dapat mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat
14 oedema, (3) sering terjadi kesalahan dalam pengukuran misalnya pengaruh pakaian. B. Tingkat Pendapatan Pendapatan adalah sejumlah penghasilan dari seluruh anggota keluarga baik dalam bentuk uang maupun barang yang dinilai dengan sejumlah beras. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan yaitu : 1. Jumlah anggota keluarga yang bekerja, pada keluarga dimana hanya ayah yang mencari nafkah tentu berbeda besar pendapatannya dengan keluarga yang mengandalkan sumber keuangan dari ayah atau ibu atau anggota keluarga yang lain. 2. Kesempatan kerja yang segera bisa menghasilkan uang, misalnya pekerjaan di luar usaha tani sangat menentukan besar kecilnya pendapatan dalam suatu keluarga. Bila keluarga yang pekerjaan utama kepala keluarga bersawah ia juga sebagai makelar hasil-hasil pertanian, pamong desa dan lain-lain. 3. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam usaha memperoleh kesempatan kerja. Seseorang yang pendidikan tinggi akan mendapat kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik bila dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya rendah. Pekerjaan yang layak tersebut akan mendapatkan upah yang lebih tinggi bila dibandingkan yang pendidikan rendah. 4. Pendapatan keluarga menentukan pemilihan bahan makan baik kualitas maupun kuantitas. Semakin tinggi pendapatan keluarga, pemilihan jenis makanan semakin baik. (Berg, 1986). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas pangan. Walaupun demikian ada hubungan yang erat antara pendapatan dan gizi didorong adanya pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang meningkatkan bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan dengan masalah gizi, hampir berlaku umum terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. (Berg, 1986) Tingkat pendapatan akan mempengaruhi pola kebiasaan makan yang selanjutnya berperanan dalam prioritas penyediaan pangan, berdasarkan nilai
15 ekonomi dan gizinya. Bagi mereka yang berpendapatan sangat rendah hanya dapat memenuhi kebutuhan pokoknya berupa sumber karbohidrat yang merupakan prioritas utama. Apabila tingkat pendapatan meningkat, maka pangan prioritas kedua berupa sumber protein yang murah dapat dipenuhi. Dalam tingkat pendapatan yang rendah biasanya tidak mampu mendapatkan sumber gizi lain, sehingga menderita gizi kurang. (Handajani, 1984) Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan. Akan tetapi ada juga keluarga yang mempunyai penghasilan yang cukup namun sebagian anaknya menderita gizi kurang. Hal ini disebabkan karena cara mengatur belanja pangan misalnya terlalu sedikit, lebih banyak digunakan untuk membeli barang-barang lain seperti membeli pakaian yang indah dan rumah yang mewah. (Sajogjo, 1986) Ada penelitian yang menemukan bahwa sebab utama gizi kurang pada anak balita adalah rendahnya penghasilan rumah tangga. Ditemukan bahwa didalam contoh rumah tangga mampu boleh dikata tak ada gizi kurang pada anak balita, sebaliknya banyak anak balita dari rumah tangga kurang mampu yang terkena gizi kurang (40 %). Rendahnya penghasilan diduga membawa akibat pada pemberian makanan yang kurang bermutu pada anak. (Sajogjo, 1986) C. Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan Untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas sumber daya manusia, perlunya dipertegas tujuan pembangunan di bidang kesehatan agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata. Dengan adanya tujuan tersebut diharapkan akan tercapai derajat kesehatan masyarakat yang baik. Wujud dari tindakan ini dengan mengusahakan agar meningkatnya partisipasi aktif masyarakat yang diarahkan kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah. (Biro Pusat Statistik, 1996). Salah satu unsur penunjang kesehatan penduduk adalah tersedianya tenaga dan sarana kesehatan yang mampu dijangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
16 mungkin oleh karena tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat, membayar transport dan sebagainya. Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas untuk pelayanan dan pemantauan kesehatan masyarakat setempat khususnya bagi balita yang dilaksanakan secara terpadu di tingkat desa yang merupakan kegiatan oleh dan untuk masyarakat setempat. Masyarakat dapat memperoleh pelayanan dan informasi kesehatan dari Posyandu. Adanya kasus KEP menandakan indikasi lemahnya system informasi pertumbuhan dan perkembangan balita di wilayah tersebut. Pelayanan gizi di Posyandu adalah upaya pelayanan gizi yang dipadukan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dasar lainnya dan KB di Posyandu. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) melalui penimbangan bulanan balita. KMS adalah kartu untuk mencatat berat badan anak yang ditimbang setiap bulan dan berguna untuk mengamati perkembangan anak. Pada KMS yang penting bukanlah berat badan anak pada bulan tertentu saja, tetapi perkembangan berat badan anak dari bulan ke bulan. Pada KMS terdapat pita warna hijau tua, hijau muda dan kuning. Di tengah pita kuning terdapat garis titik-titik dan dibawahnya terdapat garis merah. Pertumbuhan anak yang baik selalu mengikuti salah satu pita atau berpindah ke pita erwarna yang lebih tua. Bila berat badan tidak bertambah, atau bertambah tetapi pindah ke pita yang lebih muda, berarti anak tidak sehat. Kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan mengakibatkan ibu merasa perlu untuk meminta pertolongan tenaga medis atau mendatangi pusat pelayanan kesehatan yang tersedia. Untuk keperluan praktis dalam kegiatan sehari-hari oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan penggunaan grafik pertambahan berat badan tersebut dalam mengawasi pertumbuhan tubuh anak dalam bentuk Kartu Menuju Sehat (KMS). Akan tetapi KMS hanya akan mempunyai arti sebagai alat untuk memantau pertumbuhan tubuh anak apabila anak ditimbang berat badannya secara teratur setiap bulan. (Moehji, 1992).
17 Kesalahan yang sering dibuat para orang tua adalah mereka hanya sekali-kali saja menimbang berat badan anak mereka di Pos Penimbangan atau di Puskesmas. Maka garis laju pertumbuhan tubuh anak tidak dapat diikuti dengan baik. Pada waktu datang ke Puskesmas keadaan gizi anak sudah sangat kurang oleh karena lambat diketahui. Apalagi jika anak dibawa ke Puskesmas sudah dalam keadaan menderita infeksi yang agak berat. Keadaan seperti inilah yang sering membawa korban, dan tidak terselamatkan lagi. Dalam upaya pemeliharaan gizi bayi dan anak balita melalui pengamatan pertambahan berat badan, perlu sekali disebarluaskan pengertian kepada para orang tua arti dan pentingnya menimbang berat badan anak secara terus menerus dan teratur. Apabila gangguan pertumbuhan tubuh anak dapat diketahui dalam keadaan dini maka pemulihan tingkat gizi anak akan lebih mudah dan anak masih mungkin diselamatkan dari kematian. (Moehji, 1992). D. Kerangka Teori Gizi Kurang Asupan Makanan Penyakit Infeksi Persediaan makanan di rumah Perawatan Anak dan Ibu hamil Pelayanan Kesehatan PENDAPATAN PENDIDIKAN KETRAMPILAN KRISIS EKONOMI LANGSUNG Sumber : Persagi, Jakarta, 1999.
18 E. Kerangka Konsep Tingkat pendapatan perkapita Status Gizi Pemanfaatan Sarana Pelayanan Kesehatan F. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan tingkat pendapatan perkapita dengan status gizi balita 2. Ada hubungan pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan dengan status gizi balita.