PENDAHULUAN. *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

dokumen-dokumen yang mirip
*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

* Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Hubungan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dengan Berat Badan Anak Usia di Bawah Dua Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan yang terbaik untuk bayi usia 0-6 bulan adalah ASI. Air susu ibu (ASI) merupakan sumber energi

Kata Kunci: Status Gizi Anak, Berat Badan Lahir, ASI Ekslusif.

Septiani, Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Dengan Status Gizi Bayi 0-11 Bulan Di Puskesmas Bangko Rokan Hilir

Kata Kunci : Pola Asuh Ibu, Status Gizi Anak Balita

BAB I PENDAHULUAN. Tingginya angka kematian bayi dan anak merupakan ciri yang umum

Hubungan Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Dengan Pertumbuhan Balita DI Puskesmas Plaju Palembang Tahun 2014

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ARTIKEL ILMIAH. Disusun Oleh : TERANG AYUDANI J

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI KELURAHAN SETABELAN KOTA SURAKARTA TAHUN 2015 KARYA TULIS ILMIAH


*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI BAYI 0-12 BULAN (BB/PB) DENGAN PEMBERIAN ASI DI RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG SURABAYA

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DAN BERAT BADAN LAHIR DENGAN KEJADIAN STUNTING

Kata Kunci : Pengetahuan, sikap,dukungan petugas kesehatan,asi eksklusif

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) PADA BAYI DI PUSKESMAS BITUNG BARAT KOTA BITUNG.

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

ABSTRAK. Diella Natasha Wijaya, 2016, Pembimbing I: Grace Puspasari,dr.,M.Gizi Pembimbing II: Penny Setyawati M,dr.,SpPK.MKes

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2025 adalah

PERBEDAAN STATUS GIZI ANTARA BAYI YANG DIBERI ASI DENGAN BAYI YANG DIBERI PASI PADA BAYI KURANG DARI 6 BULAN DI DESA KATEGUHAN KECAMATAN SAWIT

Jurnal Care Vol. 4, No.3, Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian multi-center yang dilakukan UNICEF menunjukkan bahwa MP-

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKAN PADA BALITA DENGAN STATUS GIZI BALITA DI DESA GAYAMAN KECAMATAN MOJOANYAR KABUPATEN MOJOKERTO SUHUFIL ULA NIM:

ABSTRAK SHERLY RACHMAWATI HERIYAWAN

Kata Kunci : Riwayat Pemberian ASI Eksklusif, Stunting, Anak Usia Bulan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak balita merupakan kelompok usia yang rawan masalah gizi dan penyakit.

PERBEDAAN. NASKAH an. Diajukan oleh : J FAKULTAS

Reni Halimah Program Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI BAYI UMUR 6-24 BULAN DI POSYANDU KARYAMULYA JETIS JATEN.

Yelli Yani Rusyani 1 INTISARI

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN STATUS GIZI PADA BAYI USIA 4-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KARYA TULIS ILMIAH

Immawati, Ns., Sp.Kep.,A : Pengaruh Lama Pemberian ASI Eklusif

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU DAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

KARYA TULIS ILMIAH. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan ERLIAN AWAL SETIANI R

BAB I PENDAHULUAN. faltering yaitu membandingkan kurva pertumbuhan berat badan (kurva weight for

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan nasional merupakan pembangunan berkelanjutan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

Volume 3 / Nomor 2 / November 2016 ISSN : HUBUNGAN PEKERJAAN IBU MENYUSUI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS MOJOLABAN SUKOHARJO

Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Status Gizi pada Anak Usia Bawah Dua Tahun yang Diberi Susu Formula Di Daerah Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PEKERJAAN DAN PENDIDIKAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. penurunan tingkat kecerdasan. Pada bayi dan anak, kekurangan gizi akan menimbulkan

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOMPASO KECAMATAN TOMPASO

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda dari orang dewasa (Soetjiningsih, 2004). Gizi merupakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. (1) anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya serta dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. lebih dramatis dikatakan bahwa anak merupakan penanaman modal sosial

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN TINDAKAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN

HUBUNGAN ANEMIA DAN KEK PADA IBU HAMIL AKHIR TRIMESTER III DENGAN BERAT BADAN LAHIR BAYI (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat Kabupaten Jember)

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. Kata Kunci : Pengetahuan,Pekerjaan,Pendidikan,Pemberian ASI Eksklusif

HUBUNGAN PERAN BIDAN DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS COLOMADU 1

Novianti Damanik 1, Erna Mutiara 2, Maya Fitria 2 ABSTRACT

E-Jurnal Obstretika. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Makanan Bergizi Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi

UNIVERSITAS UDAYANA. Skripsi ini diajukan sebagai Salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

HUBUNGAN PERILAKU IBU DALAM PEMBERIAN ASI DAN MP-ASI DENGAN PERTUMBUHAN BADUTA USIA 6-24 BULAN (Studi di Kelurahan Kestalan Kota Surakarta)

Kata Kunci: Pendidikan, Pekerjaan, Dukungan Suami dan Keluarga, ASI Eksklusif.

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

METODE DAN POLA WAKTU PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO GROWTH FALTERING PADA BAYI USIA 2-6 BULAN LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Status gizi menjadi indikator dalam menentukan derajat kesehatan anak.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Makanan memiliki peranan penting dalam tumbuh kembang

HUBUNGAN ANTARA BERAT BADAN LAHIR ANAK DAN POLA ASUH IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian balita dalam kurun waktu 1990 hingga 2015 (WHO, 2015).

CHMK NURSING SCIENTIFIC JOURNAL Volume 1. No 2 OKTOBER Joni Periade a,b*, Nurul Khairani b, Santoso Ujang Efendi b

HUBUNGAN PEMBERIAN MP ASI DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 6-24 BULAN DI PUSKESMAS CURUG KABUPATEN TANGERANG. Melfin Julianti Gulo 1 Tri Nurmiyati 2

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Asupan Energi, Asupan Protein, Status Gizi, Pelajar SMP

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

Key word: motorik development, nutrition status, children age 1-3 years old. Kata Kunci: Perkembangan Motorik, Status Gizi, Anak usia 1-3 tahun

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI PULAU NAIN KECAMATAN WORI KABUPATEN MINAHASA UTARA

ARTIKEL ILMIAH. Oleh Ulfa Syahriah Nim a020

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK USIA 1-2 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MINGGIR SLEMAN YOGYAKARTA

PERBANDINGAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN INDEXS ANTROPOMETRI BB/ U DAN BB/TB PADA POSYANDU DI WILAYAH BINAAN POLTEKKES SURAKARTA

HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN DENGAN STATUS GIZI BAYI USIA 0-11 BULAN DI KELURAHAN INDRALAYA MULYA OGAN ILIR

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU IBU BERSALIN TERHADAP METODE PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI RUMAH SAKIT KHUSUS IBU DAN ANAK KOTA BANDUNG

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN ENERGI DENGAN STATUS GIZI PADA PELAJAR SMP NEGERI 10 KOTA MANADO.

PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK GIZI KURANG DAN GIZI BURUK PADA BALITA DESA BAN KECAMATAN KUBU KABUPATEN KARANGASEM OKTOBER 2013

HUBUNGAN POLA ASUH MAKAN DAN STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PLUS, KECAMATAN SAPE, KABUPATEN BIMA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ika Sedya Pertiwi*)., Vivi Yosafianti**), Purnomo**)

Gusti Kumala Dewi*, Eneng Yuli Santika**

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi **Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

ABSTRAK GAMBARAN POLA MAKAN DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI PADA ANAK DI SEKOLAH DASAR NEGERI 3 BATUR

RIZQIA NURANITHA J310

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DENGAN STATUS GIZI ANAK DI BAWAH 5 TAHUN DI POSYANDU WILAYAH KERJA PUSKESMAS NUSUKAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA USIA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI) PERTAMA KALI DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 6-12 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOMBOS KOTA MANADO Fajri Mahardhika*, Nancy S.H Malonda *, Nova H. Kapantow* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Kelompok usia dibawah 5 tahun (Balita) merupakan kelompok yang rawan gizi karena mempunyai kebutuhan untuk tumbuh kembang yang relatif tinggi dibandingkan orang dewasa. Sedangkan umur 7 bulan merupakan titik awal timbulnya masalah gizi kurang karena diperkirakan pada usia 6 bulan kandungan zat gizi ASI sudah mulai berkurang, sedangkan pemberian makanan pendamping ASI mulai mencukupi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara usia pemberian makanan pendamping asi (MP-ASI) pertama kali dengan status gizi anak usia 6-12 bulan di wilayah kerja puskesmas kombos kota manado. Metode penelitian ini bersifat observasional analitik dengan mengunakan rancangancros-sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulai Mei 2017- Juni 2017 di Wilayah Keja Puskesmas Kombos Kota Manado. Populasi dalam penelitian ini adalah berjumlah 216 bayi yang berusia 6-12 bulan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 68 bayi yang memenuhikriteria inklusi dan eklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Analais data yang digunakan adalah analisis univariat dana analisi bivariat dengan mengunakan uji chi-square. Hasil penelitian menujukan bayi yang diberikan MP-ASI tidak tepat (54,4%) dan diberiakan MP-ASI tepat (45,6%). Penelitian ini terdapat (82,4%) bayi yang memiliki status gizi baik, (12,7%) bayi yang memiliki status gizi kurang dan (2,9%) bayi yang memiliki status gizi lebih. Kesimpulan tidak terdapat hubungan antara usia pemberian makanan pemdamping ASI (MP-ASI) pertama kali dengan status gizi anak Kata Kunci: Pemberian Makanan Pendamping Asi, Status Gizi Anak ABSTRACT Children under 5 years old (Balita) is a susceptible group to nutrition because their need for growth is relatively high compared to adults. The age of 7 months is the starting point of the emergence of malnutrition problems because it is estimated that at the age of 6 months the nutritional content of breast milk has begun to decrease, while the complementary feeding of breast milk (weaning food/mp-asi) begins to suffice. This study was aim to analyze the relationship of the age of first providing weaning food (MP-ASI) to nutritional statues of children age 6-12 months in Kombos Manado city primary health center coverage area. This study used analytical observational method using a cross-sectional design. The study was conducted in May 2017 to June 2017 at Kombos Manado city primary health center coverage area. The population in this study was 216 infants aged from 6 to 12 months. The number of samples in this study was 68 infants who fulfilled inclusion and exclusion criteria. The instrument used was a questionnaire. Data analysis were carried out in univariate and bivariate analysis by chi-square test. The study showed that infants who are given MP-ASI at age of 6 months (54.4%) and infants who are given MP-ASI at age > 6 months (45.6%). This study also revealed that infants with good nutritional status (82.4%), infants with poor nutritional status (12.7%) and infants with excessive nutritional status (2.9%). From this study it can be concluded that there was no relationship of age first providing MP-ASI to the nutritional status of infants aged from 6 to 12 months. Keywords : Complementary Feeding, Nutrional Status Of The Child PENDAHULUAN Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang yang optimal. Sebaiknya apabila bayi dan anak pada masa ini ini tidak memperoleh makanan sesuai kebutuhan gizinya, maka periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.(minarti dan Mulyani, 2014) Kelompok usia dibawah 5 tahun (Balita) merupakan kelompok yang rawan gizi 1

karena mempunyai kebutuhan untuk tumbuh kembang yang relatif tinggi dibandingkan orang dewasa. Sedangkan umur 7 bulan merupakan titik awal timbulnya masalah gizi kurang karena diperkirakan pada usia 6 bulan kandungan zat gizi ASI sudah mulai berkurang, sedangkan pemberian makanan pendamping ASI mulai mencukupi. (Kalsum, 2015) Menurut Riskesdas, pada tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %), prevalensi kekurangan gizi pada balita tahun 2013 terlihat meningkat. Balita kekurangan gizi tahun 2010 terdiri dari 13,0% balita berstatus gizi kurang dan 4,9% berstatus gizi buruk. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013. (Depkes 2013) Makanan bayi yang paling utama adala Air Susu Ibu (ASI) karena ASI mengandung hampir semua zat gizi dengan komposisi sesuai kebutuhan bayi tetapi kecukupan komposisinya hanya sampai usia 4 bulan. Cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat dari ibu semasa dalam kandungan dan selama usia 3 bulan sejak lahir sudah mulai menurun, sedangkan dari ASI kandungan vitamin A dan C serta zat besi sudah tidak terlalu tinggi oleh karena itu sejak usia 4 bulan sudah perlu diberikan makanan tambahan yang mengandung vitamin dan mineral selain tetap memberikan ASI. Pada usia 6 bulan pencernaan bayi mulai kuat sehingga pemberian MP-ASI bisa diberikan karena jika terlalu dini akan menurunkan konsumsi ASI dan mengalami gangguan pencernaan tetapi apabila terlambat akan menyebabkan kurang gizi bila terjadi dalam waktu yang panjang (Septiani, 2014). Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Children Fund (UNICEF) dan WHO merekomendasikan sebaiknya bayi hanya disusui ASI selama paling sedikit 6 bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berusia 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun. (Ariani, 2017). Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat dalam kualitas dan kuantitasnya dapat menyebabkan bayi menderita gizi kurang (Indriarti, 2008). Menurut susanty dkk (2012) pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini dapat menimbulkan gangguan pada pencernaan seperti diare, 2

Sebaliknya pemberian makanan yang terlalu lambat mengakibatkan bayi mengalami kesulitan belajar untuk mengunyah, tidak menyukai makanan padat, dan bayi kekurangan gizi. (Muchsin, 2013) Pada kenyataannya, praktek pemberian MP-ASI dini sebelum usia 6 bulan masih banyak dilakukan di negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini akan berdampak terhadap kejadian infeksi yang tinggi, seperti diare, infeksi saluran napas, alergi, hingga gangguan pertmbuhan. Asupan nutrisi yang tidak tepat juga akan menyebabkan anak mengalami malnutrisi yang akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. (Fitriana, dkk. 2013) Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Hermina dan Nurfi (2010), menyatakan bahwa masalah gizi pada bayi dan anak disebabkan kebiasaan pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak tepat. Fakta menunjukkan selama ini banyak para ibu belum tepat waktu (sebelum 6 bulan) atau terlambat (sesudah 6 bulan) untuk memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada anak. Selain itu para ibu kurang menyadari bahwa sejak bayi berusia 6 bulan sudah memerlukan MP-ASI dalam jumlah dan mutu yang baik. Di sisi lain ada para ibu yang sudah tepat waktu dalam pemberian MP-ASI, namun cara pemberiannya yang salah. Misalnya pemberian takaran makan tidak sesuai degan anjuran umur ataupun jadwal makan yang tidak sesuai dengan jadwal seharusnya (Sari dan Warsiti, 2014). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis ingin mengetahui tentang hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pertama kali dengan status gizi bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja puskesmas Kombos. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan yaitu survei analitik dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kombos kecamatan Singkil kota Manado Sulawesi Utara. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2017. Populasi pada penelitian ini adalah 216 bayi yang berusia 6-12 bulan. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 68 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner. Analisis data pada penelitian ini adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi Square. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4.6 Usia Pemberian MP-ASI Pertama Kali Usia Pemberian MP-ASI Frekuensi N % Tepat 37 54,4 Tidak Tempat 31 45,6 Total 68 100 3

Berdasarkan tabel 4.6, diketahui dari total bayi yang diteliti yaitu sebanyak 68 bayi. Terdapat 37 bayi (54,4%) yang usia pemberian MP-ASI tepat dan 31 bayi (45,6%) yang usia pemberian MP- ASI tidak tepat. Tabel 4.7 Status Gizi Menurut BB/U Status Gizi BB/U Frekuensi N % Gizi Baik 56 82,4 Gizi Lebih 2 2,9 Gizi Kurang 10 14,7 Total 68 100 Berdasarkan tabel 4.7, terdapat 56 bayi (82,4%) dilihat dari BB/U yang memiliki status gizi baik, 2 bayi (2,9%) dilihat dari BB/U yang memiliki status gizi lebih dan 10 bayi (14,7%) dilihat dari BB/U yang memiliki status gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado. Tabel 4.8 Hubungan Antara Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pertama Kali Dengan Status Usia Pemberian MP-ASI Pertama Kali Tepat Tidak tepat Status Gizi (BB/U) Baik Kurang Lebih Total n % N % n % n % 30 81,1 7 18,9 0 0,0 37 100 26 83,9 3 9,7 2 6,5 31 100 56 82,9 10 14,7 2 9,7 68 100 Nilai P-vaule 0,184 Penelitian ini menggunakan uji statistik chisquare dengan menggunakan tingkat signifikan α = 0,05. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value sebesar 0,184, dengan demikian nilai p- value lebih besar dari α (0,05). Sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, maka dapat disimpulkan tdak ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pertama kali dengan status gizi anak usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado. Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dan keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan penggunanya. Status gizi dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (Cakrawati dan Mustika, 2012). a. Gizi baik Asupan gizi harus seimbang dengan kebutuhan gizi seseorang yang bersangkutan. Kebutuhan gizi ditentukan oleh: kebutuhan gizi basal, aktivitas, 4

keadaan fisioligis tertentu. Misalnya dalam keadaan sakit. b. Gizi kurang Merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena tidak cukup makan atau konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu tertentu. c. Gizi lebih Keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan kebanyakan makan. Kegemukan (obesitas) merupakan tanda pertama yang dapat dilihat dari keadaan gizi lebih. Obesitas yang berkelanjutan antara lain: diabetes mellitus, tekanan darah tinggi dan lain-lain. Terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi bayi. Pengukuran antropometri merupakan salah satu indikator yang paling umum digunakan untuk mengetahui status gizi. Terdapat beberapa macam indikator antropometri diantaranya berat badan (BB), tinggi badan (TB), atau panjang badan (PB), dan lingkar lengan atas (LILA) (Fikawati, dkk. 2015). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, bayi dengan status gizi baik merupakan yang terbanyak yaitu 56 bayi (82,4%) dan bayi dengan status gizi kurang sebanyak 10 bayi (14,7%) dan bayi dengan status gizi lebih sebanyak 2 bayi (2,9%). Hasil penelitian ini didukung juga oleh penelitian sebelumnya oleh W. Septiani (2014) yaitu jumlah bayi dengan status gizi baik sebanyak 46 bayi (68,7%), bayi dengan status gizi kurang sebanyak 9 bayi (13,4%), serta terdapat 12 bayi (17,9%) dengan status gizi lebih. Pemberian MP-ASI Pertama Kali Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak makanan lunak yang bergizi yang sering disebut makanan pendamping ASI (MP ASI). MP ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga (Proverawati, et. al, 2011). Pemberian Makanan Pendamping ASI menurut WHO (2009) berarti proses yang dimulai ketika ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi bayi sehingga makanan atau cairan lain diperlukan bersamaan dengan ASI (Fikawati, et. al, 2015). MP ASI dibuat dari makanan pokok yang disiapkan secara khusus untuk bayi, dan diberikan 2-3 kali sehari sebelum anak berusia 12 bulan. Kemudian pemberian ditingkatkan 3-5 kali sehari sebelum anak berusia 24 bulan (Proverawati dan Kusumawati, 2011). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa bayi sudah diberikan MP-ASI tepat sebanyak 37 bayi (54,4%) dan bayi yang diberikan MP-ASI tidak tepat sebanyak 31 bayi (45,6%). Hasil ini didukung juga oleh penelitian sebelumnya oleh Minarti dan Mulyani (2013) yaitu bayi yang berumur < 6 bulan sudah diberikan MP-ASI sebanyak 30 bayi (39,0%) dan bayi yang diberikan MP-ASI > 6 bulan sebanyak 47 bayi (61,0%). 5

Hubungan Antara Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pertama Kali Dengan Status Gizi Penelitian ini menggunakan uji statistik chisquare dengan menggunakan tingkat signifikan α = 0,05. Hasil uji statistik diperoleh nilai p- value sebesar 0,184, dengan demikian nilai p- value lebih besar dari α (0,05). Sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, maka dapat disimpulkan tdak ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pertama kali dengan status gizi anak usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado. Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kalsum (2015) Umur Pemberian Pertama Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Anak 7-36 Bulan bahwa terdapat hubungan antara umur pertama pemberian MP-ASI dengan status gizi dengan nilai p-value = 0,005. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Risky Eka Sakti, dkk (2013) berbeda. Hubungan Pola Pemberian MP-ASI Dengan Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun 2013 bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur pemberian makanan pendamping ASI pertama kali dengan status gizi anak usia 6-23 bulan berdasarkan kategori BB/U dengan nilai p-value = 0,748. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Kombos Kota Manado, dapat disimpulkan bahwa: 1. Jumlah bayi yang diberikan MP-ASI tidak tepat sebanyak 31 bayi (54,4%) dan terdapat 37 bayi (45,6%) yang diberikan MP-ASI tepat. 2. Dalam penelitian ini terdapat 56 bayi (82,4%) yang memiliki status gizi baik,10 bayi (14,7%) memiliki status gizi kurang dan 2 bayi (2,9%) yang memiliki status gizi lebih. 3. hasil uji statistik diperoleh nilai p-value = 0,184 dengan demikian nilai p-value lebih dari α (0,05) sehingga Ho diterima dan H1 ditolak, maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara usia pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pertma kali dengan status gizi anak usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kombos Kota Manado. SARAN Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagi tenaga kesehatan di Puskesmas Kombos Kota Manado diharapkan dapat memberika penyuluhan dan edukasi serta program mengenai pentingnya pemberian MP-ASI pertama kali. 2. Pelayanan yang optimal, pemberian MP-ASI yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, harus diberikan kepada bayi sebagai sumber utama asupan energi dan zat gizi pada usia 6 bulan bersama sama dengan pemberian ASI. 6

DAFTAR PUSTAKA Kalsum, U., 2015. Hubungan Umur Pemberian Pertama Makanan Pendamping ASI (MP- ASI) Dengan Status Gizi Anak 7-36 Bulan. Volume 3, pp. 85-99 Fitriana, E. I., Anzar, J., Nazir, H. M., & Theodorus., 2013. Dampak Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Bayi Usia 8-12 Bulan di Kecamatan Seberang Ulu I Palembang. Volume 15, pp. 249-253. Muchsin, A., 2013. Hubungan Ketepatan Pemberian MP-ASI Dan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedunmundu Semarang. Minarti, I. P. & Mulyadi, E. Y., 2014. Hubungan Usia Pemberian MP-ASI Dan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Balita Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Jati Warna Kota Bekasi Tahun 2013. Volume 6 Sari, D. N. I. & Warsiti., 2014. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Status Gizi Pada Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Minggir Sleman Yogyakarta. Septiani, W., 2014. Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini dengan Status Gizi Bayi 0-11 Bulan di Puskesmas Bangko Rokan Hilir. Jurnal Kesehatan Komunitas. Volume 2, pp. 148-153. 7