BAB I PENDAHULUAN. tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Menyadari

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional disatu sisi telah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan jumlah penduduk merupakan salah satu faktor yang ikut

I. PENDAHULUAN. mempengaruhi tumbuh dan kembangnya pembangunan suatu kota, disamping faktor-faktor lain. Jumlah penduduk yang cenderung hidup di

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) bertanggung jawab di bidang jalan;

BAB 1 PENDAHULUAN. Kehidupan bangsa Indonesia tidak bisa luput dari masalah hukum yang

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang Undang No. 14 Tahun 1992 Tentang : Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

I. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan

selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini berpengaruh terhadap pergeseran kebutuhan manusia 1.

BAB II PENGATURAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RAYA. A. Pengertian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sekarang ini di Indonesia banyak ditemukan kasus kecelakaan

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Jalan, Bagian Jalan, & Pengelompokan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang diciptakan oleh Allah Subbahana Wa Ta ala (SWT) manusia tidak akan

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia baik pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun dari para

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP KELALAIAN PENGEMUDI KENDARAAN BERMOTOR YANG MENYEBABKAN KEMATIAN DALAM KECELAKAAN DI JALAN RAYA

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

LANGGAR ATURAN SANKSI MENUNGGU TAHAP II

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. aman, tertib, lancar dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. bisa dilakukan secara merata ke daerah-daerah, khususnya di bidang ekonomi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN KELEBIHAN MUATAN ANGKUTAN BARANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, keadaan geografis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan transportasi saat ini semakin

Foto 5. public adress Foto 7. public adress

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PN DEMAK No. 62/Pid.Sus/2014/PN Dmk DALAM KASUS TABRAKAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENGEMUDI KENDARAAN RODA EMPAT YANG KARENA UGAL-UGALAN DI JALAN RAYA MENGAKIBATKAN KEMATIAN ORANG LAIN

BAB I PENDAHULUAN. yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan oleh pihak yang. dapat menjadi masyarakat yang lebih baik.

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

PERAN IKOSA (IKATAN KLUB OTOMOTIF SURAKARTA) DALAM MENDUKUNG SATLANTAS POLTABES SURAKARTA GUNA MEWUJUDKAN KETERTIBAN LALU LINTAS

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk yang terus bertambah, kebutuhan orang yang

BAB I PENDAHULUAN. hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. dan penyebab pertama kematian pada remaja usia tahun (WHO, 2013).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. kata lain terjadi kemacetan lalu lintas dan berbagai gangguan lalu lintas lainnya. termasuk ancaman keselamatan lalu lintas.

Perlindungan Hukum Sesuai Dengan Undang-undang No.8 BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN [LN 1992/49, TLN 3480]

BAB I PENDAHULUAN. melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang hampir semua aspek di

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Kendaraan bermotor dalam perkembangannya setiap hari

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai Pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan sangat strategis dalam pembangunan bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Menyadari peranan transportasi, maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam satu sistem transportasi nasional secara terpadu agar mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur, dan lancar. Lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sehingga mampu menjangkau seluruh wilayah pelosok daratan dengan mobilitas tinggi dan mampu memadukan roda transportasi lain. Pengembangan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasi dan mendinamisasikan unsur-unsurnya yang terdiri dari jaringan transportasi jalan, kendaraan beserta pengemudinya, serta peraturanperaturan, prosedur dan metode yang sedemikian rupa sehingga terwujud totalitas yang utuh, berdaya dan berhasil guna. 1

2 Untuk mencapai daya guna dan hasil guna nasional yang optimal, di samping harus ditata roda transportasi laut, udara, lalu lintas dan angkutan jalan yang mempunyai kesamaan wilayah pelayanan di daratan dengan perkeretaapian, angkutan sungai, danau, dan penyebrangan, maka perencanaan dan pengembangannya perlu ditata dalam satu kesatuan sistem secara tepat, serasi, seimbang, terpadu sinergetik antara satu dengan yang lainnya, mengingat penting dan strategisnya peranan lalu lintas dan angkutan jalan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka lalu lintas dan angkutan jalan dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan perlu diselenggarakan secara berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar daya jangkau dan pelayanannya lebih luas kepada masyarakat, dengan memperhatikan sebesarbesarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat, kelestarian lingkungan, kordinasi antara wewenang pusat dan daerah antara instansi, sektor, dan unsur yang terkait serta terciptanya keamanan dan ketertiban dalam menyelenggarakan lalu lintas dan angkutan jalan, sekaligus mewujudkan sistem transportasi nasional yang handal dan terpadu. Keseluruhan hal tersebut tercantum dalam satu undang-undang yang utuh yakni di dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan juga belum tertata dalam satu kesatuan sistem yang

3 merupakan bagian dari transportasi secara keseluruhan. Dalam undang-undang ini juga diatur mengenai hak, kewajiban serta tanggungjawab para penyedia jasa terhadap kerugian pihak ketiga sebagai akibat dari penyelenggaraan angkutan jalan. Pada perkembangannya, lalu lintas jalan dapat menjadi masalah bagi manusia, karena semakin banyaknya manusia yang bergerak atau berpindahpindah dari satu tempat ketempat lainnya, dan semakin besarnya masyarakat yang menggunakan sarana transportasi angkutan jalan, maka hal inilah yang akan mempengaruhi tinggi rendahnya angka kecelakaan lalu lintas. Pada kecelakaan lalu lintas yang terjadi antara lain disebabkan oleh kelelahan, kelengahan, kekurang hati-hatian, dan kejemuan yang dialami pengemudi. Tidak berlebihan semua kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum disebabkan oleh faktor pengemudi, pejalan kaki, kendaraan, sarana dan prasarana, petugas / penegak hukum dalam lalu lintas jalan. Faktor kecelakaan lalu lintas yang sering terjadi dikarenakan human error (faktor manusia). Dalam perkembangannya, pelaku tindak pidana lalu lintas jalan ini berkewajiban memberikan santunan kepada korbannya. Santunan bagi korban tindak pidana lalu lintas jalan pada saat ini seperti sudah menjadi kewajiban, apalagi jika si pelaku adalah orang yang mempunyai kedudukan ekonomi kuat atau dengan kata lain mempunyai uang yang lebih. Walaupun pelaku telah bertanggung jawab serta adanya perdamaian dengan keluarga korban tidak menghapuskan tuntutan pidana. Terdakwa tetap dikenakan hukuman

4 walaupun telah ada perdamaian dan terdakwa sendiri juga mengalami luka, misalnya retak tulang tangan kiri dan tak sadarkan diri dalam kecelakaan tersebut. Kendati demikian, pelaku tetap perlu mengusahakan perdamaian dengan keluarga korban karena hal itu dapat dipertimbangkan hakim untuk meringankan hukumannya. Sebaliknya, tidak adanya perdamaian antara pelaku dengan keluarga korban bisa menjadi hal yang memberatkan pelaku. Jika antara pelaku dan keluarga korban tidak tercapai perdamaian, serta pelaku tidak memiliki iktikad baik untuk melakukan perdamaian kepada keluarga korban, maka tidak adanya perdamaian dapat dijadikan sebagai pertimbangan yang memberatkan kesalahan terdakwa. Lebih jelasnya Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa: Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Unsur-unsur pidana yang terkandung dan harus terpenuhi dalam aturan Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 antara lain: (1) Setiap orang; (2) Mengemudikan kendaraan bermotor; (3) Karena lalai; dan (4) Mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Berdasarkan ke-empat unsur dalam Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, umumnya unsur ke (3) yang lebih memerlukan waktu agar dapat terbukti. Melalui penyidikan, aparat penegak hukum, dalam hal ini pihak kepolisian harus membuktikan adanya unsur kelalaian itu. Atas kedua aturan tersebut apabila dalam kasus kecelakaan mengakibatkan kematian bagi

5 seseorang, maka menurut hukum yang harus dikenakan bagi pengemudi kendaraan tersebut adalah jeratan pidana yang diatur dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada Pasal 103 KUHP menyebutkan bahwa: Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain. Berdasarkan acuan dalam 103 KUHP tersebut, oleh karena kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan kematian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 sebagai peraturan yang bersifat khusus, maka Penuntut Umum dalam surat dakwaannya dan Majelis Hakim dalam mengadili dengan menerapkan ketentuan dalam Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dengan ancaman pidana maksimum 6 (enam) tahun, dan bukan Pasal 359 dalam KUHP. Dalam praktiknya masih terdapat beberapa kasus kecelakaan lalu lintas Penuntut Umum dan Majelis Hakim dalam mengadili pelaku masih menggunakan ketentuan Pasal 359 dalam KUHP. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul Penerapan Sanksi Pidana Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya di Wilayah Hukum Polda DIY, khususnya yang terjadi di Kota Yogyakarta.

6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah penerapan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009? 2. Apa sajakah pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Obyektif: a. Untuk memperoleh data tentang penerapan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009. b. Untuk memperoleh data tentang pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009. 2. Tujuan Subyektif: Untuk mencari data sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana (S-1) pada Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta.

7 D. Manfaat Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat teoritis Dapat berguna menambah pengetahuan dan wawasan mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan gambaran mengenai penerapan sanksi pidana Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 terhadap pengemudi kendaraan yang karena kelalaiannya menyebabkan matinya orang lain. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang fokus pada peraturan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan peraturan pelaksanaannya. 2. Sumber Data a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari responden atau dari lapangan yang menjadi obyek penelitian.

8 b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, buku-buku atau literatur, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan permasalahan yang terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer, yaitu berupa peraturan perundangundangan. 2) Bahan Hukum Skunder, yaitu berupa teori dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan. 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu berupa kamus Kamus Bahasa Inggris dan Kamus Hukum. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi pustaka, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan hukum seperti undang-undang, buku-buku dan literatur. b. Wawancara, yaitu mengadakan tanya-jawab secara langsung dan lisan dengan teknik tidak berencana tetapi berpedoman pada pokok-pokok permasalahan. c. Studi Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan cara mengumpulkan arsip-arsip atau dokumen yang berhubungan dengan permasalahan. 4. Narasumber, yaitu: Efendi Mochtar, Hakim pada Pengadilan Negeri Yogyakarta. 5. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan maupun lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif normatif artinya analisis data berdasarkan apa yang diperoleh dari kepustakaan maupun lapangan baik

9 secara lisan maupun tertulis berdasarkan hukum yang berlaku, kemudian diarahkan, dibahas dan diberi penjelasan dengan ketentuan yang berlaku, kemudian disimpulkan. F. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II PEMBAHASAN Bab ini berisi pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pengertian sanksi pidana, bentuk-bentuk sanksi pidana, tujuan pemidanaan, pengertian kelalaian menurut hukum pidana, unsurunsur kelalaian, bentuk-bentuk kelalaian, kecelakaan lalu lintas, penerapan pidana Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009, serta Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Pidana Pasal 310 ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B.Saran