BAB II. Istilah mud}ara>bah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qira>d},

dokumen-dokumen yang mirip
Qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG ARISAN BERSYARAT DI PERUMAHAN GATOEL MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah saw. diberi amanat oleh Allah swt. untuk menyampaikan kepada. tercapainya kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat.

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI PELAKSANAAN UTANG PIUTANG BENIH PADI DENGAN SISTEM BAYAR GABAH DI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

waka>lah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PATOKAN HARGA BERAS DALAM ARISAN DARMIN DI DESA BETON KECAMATAN MENGANTI KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

A. Analisis Praktik Sistem Kwintalan dalam Akad Utang Piutang di Desa Tanjung Kecamatan Kedamean Kabupaten Gresik

ija>rah merupakan salah satu kegiatan muamalah dalam memenuhi

BAB II LANDASAN TEORI A. HUTANG PIUTANG MENURUT HUKUM ISLAM. Secara bahasa qard{ berarti al-qat{ yang artinya potongan

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI TABUNGAN RENCANA MULTIGUNA DI PT. BANK SYARI AH BUKOPIN Tbk. CABANG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berupa uang atau barang yang akan dibayarkan diwaktu lain sesuai dengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG DANA ZAKAT MA L DI YAYASAN NURUL HUDA SURABAYA. A. Analisis Mekanisme Hutang Piutang Dana Zakat

A. Analisis Praktek Jual Beli Mahar Benda Pusaka di Majelis Ta lim Al-Hidayah

tabarru dengan tujuan tolong menolong yang dianjurkan oleh ajaran Islam.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK BISNIS JUAL BELI DATABASE PIN KONVEKSI. A. Analisis Praktik Bisnis Jual Beli Database Pin Konveksi

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG UTANG PIUTANG. Utang piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan ad-dain (jamaknya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB IV ANALISIS APLIKASI PEMBERIAN UPAH TANPA KONTRAK DI UD. SAMUDERA PRATAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI IKAN TANGKAPAN NELAYAN OLEH PEMILIK PERAHU DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT MELALUI LAYANAN M-ZAKAT DI PKPU (POS KEADILAN PEDULI UMAT) SURABAYA

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK AKAD UTANG PIUTANG BERHADIAH DI DESA SUGIHWARAS KECAMATAN CANDI KABUPATEN SIDOARJO

Solution Rungkut Pesantren Surabaya Perspektif Hukum Islam

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA JUAL BELI SAPI SECARA SEPIHAK DI DESA TLOGOREJO KECAMATAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. piutang dapat terjadi di dunia. Demikian juga dalam hal motivasi, tidak sedikit. piutang karena keterpaksaan dan himpitan hidup.

BAB III TINJAUAN UMUM AQAD MURABAHAH DALAM FIQH MUAMALAH. Kata aqad dalam kamus bahasa arab berasal dari kata ع ق د - ی ع ق د - ع ق د ا yakni

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Narasumber: DR. Ahmad Lutfi Fathullah, MA Video kajian materi ini dapat dilihat di

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGGUNAAN AKAD BMT AMANAH MADINA WARU SIDOARJO. Pembiayaan di BMT Amanah Madina Waru Sidoarajo.

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB II MUDARABAH. fiqh disebut dengan Mudarabah, yang oleh ulama fiqh Hijaz disebut qirad. 1

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI PEMBAYARAN DENGAN CEK LEBIH PADA TOKO SEPATU UD RIZKI JAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI RIGHT ISSUE DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PROSEDUR DAN APLIKASI PERFORMANCE BOND DI BANK BUKOPIN SYARIAH CABANG SURABAYA

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI DIRHAM SHIELD DALAM PEMBIAYAAN DIRHAM CARD DI BANK DANAMON SYARIAH

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN KOMISI KEPADA AGEN PADA PRULINK SYARIAH DI PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE NGAGEL SURABAYA

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN UU NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBULATAN HARGA

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PELAYANAN PAKET PERAWATAN JENAZAH ONLINE DI KELURAHAN SUMBER REJO KECAMATAN PAKAL KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. pertanggung jawabannya. Begitu pula dalam hal jual beli.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK MERTELU LAHAN PERTANIAN CABAI MERAH DI DESA SARIMULYO KECAMATAN CLURING KABUPATEN BANYUWANGI

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENERAPAN SYARAT HASIL INVESTASI MINIMUM PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN TARIF JUAL BELI AIR PDAM DI PONDOK BENOWO INDAH KECAMATAN PAKAL SURABAYA

qard} dikategorikan dalam aqd tat}awwu i atau akad saling tolong

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN MATA UANG LOGAM DI PASAR SIMO SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TAMBAHAN HARGA DARI HARGA NORMAL YANG DIMINTA TUKANG BANGUNAN DALAM PRAKTEK JUAL BELI BAHAN BANGUNAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI HANDPHONE (HP) SERVIS YANG TIDAK DIAMBIL OLEH PEMILIKNYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENERAPAN SISTEM LOSS / PROFIT SHARING PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA DI KOPERASI SERBA USAHA SEJAHTERA BERSAMA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN PASAL 106 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG JUAL BELI TANAH MILIK ANAK YANG DILAKUKAN OLEH WALINYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada umumnya dilahirkan seorang diri, namun demikian

Rikza Maulan Lc., M.Ag.

Materi Kajian Kitab Kuning TVRI Edisi Ramadhan. Tema: Yang Diizinkan Tidak Berpuasa

s}ahibul ma>l. Yang digunakan untuk simpanan dengan jangka waktu 12 (dua belas)

BAB I PENDAHULUAN. sedang menjamur di kalangan masyarakat desa Sidomulyo kecamatan. Silo kabupaten Jember, di mana kasab (penghasilannya) mereka

PAKET FIQIH RAMADHAN (ZAKAT FITRAH)

A. Analisis Mekanisme Angsuran Usaha Kecil dengan Infaq Sukarela pada Bantuan Kelompok Usaha Mandiri di Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya

Transkripsi:

19 BAB II TEORI MUD{A<RABAH, QARD{ DAN RIBA DALAM HUKUM ISLAM A. Teori mud}a>rabah dalam Islam 1. Pengertian mud}a>rabah Mud}a>rabah diambil dari kata ا ل ض ر ب ف ا أل ر ض yaitu bepergian untuk urusan dagang. 1 Istilah mud}ara>bah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan istilah qira>d}, Menurut bahasa, diambil dari kata yang ا ل ق ر ض ا ل ق ر اض berarti al-qat} u (potongan) sebab pemilik memberikan potongan hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan hartanya tersebut, dan pengusaha akan akan memberikan potongan laba yang diperoleh. 2 Menurut Sayyid Sabiq mud}a>rabah adalah akad antara kedua belah pihak untuk salah seorangnya (salah satu pihak) mengeluarkan sejumlah uang kepada pihak lainnya untuk diperdagangkan dan laba dibagi dua sesuai dengan kesepakatan. Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mud}a>rabah adalah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, dimana pihak pertama memberikan modal usaha, sedangkan pihak lain menyediakan tenaga dan keahlian dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi di antara mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka tetapkan bersama. 1 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Bandung : PT. Alma arif, 1987), 31. 2 Rachmat Syafi i, Fiqih Muamalah, (Bandung : Pustaka Setia, 2004), 223.

20 Dengan kata lain dalam mud}a>rabah ada unsur shirkah atau kerjasama, hanya saja bukan kerja sama antara harta dengan harta atau tenaga dengan tenaga, melainkan antara harta dan tenaga. 3 Jika, terjadi kerugian maka kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik modalnya saja, amil tidak menanggung kerugian apapun kecuali pada usaha dan kerjanya saja. 2. Dasar hukum mud}a>rabah a. Al Qur an Surat al-muzammil ayat 20 yang berbunyi :... Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah. (QS. : Al-Muzammil : 20) 4 Ayat ini secara umum menerangkan bahwa berjalan di muka bumi yang dimaksud adalah bepergian dalam rangka mencari laba dan mendistribusikan harta, disebut juga dengan mud}a>rabah. b. As-Sunnah ع ن ص ه ي ب ر ض ي اهلل ع ن و أ ن الن ي ب ص ل ى اهلل ع ل ي و و س ل م ق ال :ث ال ث ف ي ه ن ال ب ر ك ة : ا ل ب ي ع إ ىل أ ج ل و امل ق ار ض ة و خ ل ط ب اال ش ع ي ل ل ب ي ت ال ل ل ب ي ع. Dari Shuhaib r.a. bahwa Nabi SAW bersabda : ada tiga perkara yang didalamnya terdapat keberkahan yaitu jual beli tempo, muqa>rad}ah, dan mencampur gandum dengan jagung untuk makanan di rumah bukan untuk dijual. (HR. Ibnu Majah) 5 3 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Amzah, 2013), 367. 4 Ibid., 453. 5 Muhammad bin Isma il Al-H}alani, Subul As-Salam, Juz 3,(t.tp. : Dar Al-Fikr, t.t.),76.

21 Dalam hadis} yang lain diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibn Abbas bahwa Ibn Abbas Ibn Muthalib jika memberikan harta untuk mud}a>rabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika melanggar persyaratan tersebut, ia harus menanggungnya. Persyaratan ini disampaikan kepada Rasulullah SAW dan beliau membolehkannnya. 6 c. Ijma Para ulama telah berijma mengenai dibolehkannya akad mud}a>rabah ini. Karena pada zaman Jahiliyah, mud}a>rabah telah ada dan setelah datangnya agama Islam, akad tersebut diakui dan dibolehkan. Al Hafiz Ibnu Hajar mengatakan mud}ara>bah telah terjadi pada masa Rasulullah, beliau mengetahuinya dan menetapkannya. Kaulah tidak demikian (terlarang) tentu Rasulullah tidak membiarkannya. 7 3. Rukun dan syarat mud}a>rabah a. Rukun mud}a>rabah Rukun mud}a>rabah menurut Hanafiyah adalah ija>b dan qa>bul antara pemilik modal dan pengelola dengan menggunakan lafal yang menunjukkan kepada arti mud}a>rabah. Menurut Jumhur ulama, rukun mud}a>rabah ada tiga, yaitu: 8 6 Rachmat Syafi i, Fiqih Muamalah, 226. 7 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, 31 32. 8 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, 371.

22 1) Aqi>d, yaitu pemilik modal dan pengelola ( amil atau mud}a>rib). 2) Ma qu>d alaih, yaitu modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan. 3) S}ighat, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan Menurut Syafi iyah, rukun mud}a>rabah ada lima yaitu: 9 1) Modal. 2) Tenaga (pekerjaan). 3) Keuntungan. 4) S}ighat. 5) Aqi>dain b. Syarat syarat Mud}a>rabah 1) Bahwa modal harus berupa uang tunai, seperti dinar, dirham, rupiah, dolar, dan sebagainya. Apabila modal berbentuk barang, baik tetap maupun bergerak menurut jumhur ulama mud}a>rabah tidak sah. Akan tetapi, imam Ibnu Abi Layla dan Auza i membolehkan akad mud}a>rabah dengan modal barang. Walaupun demikian, menurut Imam Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad mengatakan bahwa apabila barang tersebut d\ijual dan hasil penjualannnya digunakan untuk modal mud}a>rabah maka hukumnya dibolehkan. 10 Sedangkan imam Syafi i tetap tidak membolehkan hal itu karena dianggap tetap ada ketidakjelasan dalam modal. 9 Ibid. 10 Ibid, 374

23 2) Modal harus ada dan tidak boleh berupa utang, tetapi tidak berarti harus ada di majelis akad. 3) Bahwa ia diketahui dengan jelas, agar dapat dibedakannya modal yang diperdagangkan dengan keuntungan yang dibagikan untuk kedua belah pihak, sesuai kesepakatan. 11 4) Bahwa keuntungan yang menjadi milik pekerja dan pemilik modal jelas persentasenya. Seperti setengah, sepertiga atau seperempat. 5) Bahwa mud}a>rabah itu bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat si pelaksana (pekerja) untuk berdagang di negeri tertentu atau memperdagangkan barang tertentu atau berdagang di waktu tertentu, sementara di waktu lain tidak, atau ia hanya bermuamalah kepada orang orang tertentu dan syarat syarat yang lain semisalnya. 4. Macam - macam mud}a>rabah a. Mud}a>rabah mut}laqah Mud}a>rabah mut}laqah adalah seseorang yang memberikan modal kepada yang lain tanpa syarat tertentu. Pekerja bebas mengolah modal itu dengan usaha apa saja yang menurut perhitungannya akan mendatangkan keuntungan dan di arah mana yang diinginkan. b. Mud}a>rabah muqayyadah 11 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 13, 33-34

24 Mud}a>rabah muqayyadah adalah akad mud}a>rabah di mana pemilik modal yang menentukan syarat dalam usaha tersebut. Pekerja mengikuti syarat syarat yang telah dicantumkan dalam perjanjian yang dikemukakan oleh pemiliki modal tersebut. 5. Berakhirnya akad mud}a>rabah Mud}a>rabah menjadi batal apabila ada perkara perkara sebagai berikut : 12 a. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mud}a>rabah. Jika salah syarat mud}a>rabah tidak terpenuhi sedangkan modal sudah dipegang oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan sebagian keuntungannya sebagai upah karena tindakannya atas izin pemilik modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah kecuali atas kelalaiannya usah tersebut gagal maka ia tidak berhak menerima upah. b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal atau berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad. Sehingga dalam hal ini ia bertanggung jawab jika terjadi kerugian karena dialah penyebab kerugian. c. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, maka mud}a>rabah menjadi batal. 6. Teknik bagi hasil dalam mud}a>rabah 12 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2014), 143.

25 Pada dasarnya pembagian keuntungan dalam perjanjian bagi hasil adalah berdasarkan atas kesepakatan bersama kedua belah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan pembagian keuntungan ini harus dijelaskan sebelumnya, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan di kemudian hari. a. Teknik bagi hasil keuntungan dalam mud}a>rabah Adapun contoh teknik bagi hasil keuntungan dalam kerjasama mud}a>rabah, sebagi berikut : 13 1) Budi dan Amin sepakat untuk melakukan kerjasama mud}a>rabah dalam usaha property. Budi menyerahkan modal sebesar Rp. 5.000.000,- kepada Amin untuk dikelola. 2) Pada saat perjanjian disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40% untuk Budi dan 60% untuk Amin, dan akan dibagikan setelah 1 kali putaran produksi usaha tersebut mengalami keuntungan. 3) Jika mendapatkan keuntungan setelah dilakukan usaha, maka keuntungan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) yang diperoleha adalah sebesar Rp. 1.000.000,- dan keuntungan yang diperoleh masing-masing pihak sebagai berikut a) Budi = 40% x Rp. 1.000.000,- = Rp. 400.000,- b) Amin = 60% x Rp. 1.000.000,- = Rp. 600.000,- 13 Udin Sahrudin, Contoh Pembagian Keuntungan Bagi Hasil (Mudhorobah), dalam http://www.kompasiana.com/ackieudin/contoh-pembagian-keuntungan-bagi-hasil-mudorobah 55005b1ba333115b74510755/, diakses tanggal 25 Juni 2015.

26 Dengan keuntungan tersebut, di akhir bisnis uang yang diterima Budi adalah: (seluruh modal + bagian) Rp. 5.000.000,- + Rp. 400.000,- = Rp. 5.400.000,- b. Teknik bagi hasil kerugian dalam mud}a>rabah Kerugian dalam mud}a>rabah hanya menjadi tanggungan pemilik modal saja, amil tidak menanggung kerugian apapun kecuali pada usaha dan kerjanya saja. Namun sebaliknya apabila kerugian tersebut karena kecerobohan dan keteledoran amil maka pemilik modal bisa menuntut amil untuk mengganti biaya kerugian dalam usaha tersebut. 14 B. Teori qard} dalam hukum Islam 1. Pengertian qard} Qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dan merupakan aqad ta awun atau akad saling bantu membantu dan bukan transaksi komersil. 15 Dalam bukunya, Wahbah Zuhaily menuliskan: ى و م ا ت ع ط ي و م ن م ا ل م ث ل ي ل ت ت ق ا ض أ ه. أ و ع ل ى د ف ع م ا ل ل خ ر ل ي ر د م ث ل و ي ر د ع ق د م ق ص و ص ى و ب ع با ر ة أ خ ر ى: bahwa qard} adalah harta yang diberikan kepada orang lain dari mal mitsli untuk kemudian dibayar atau dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qard adalah suatu perjanjian yang khusus untuk 14 Abu Abdillah Muhammad Affuddin, Ketentuan Ketentuan Mudharabah, dalam http://www.darussalaf.or.id/fiqih/ketentuan-ketentuan-mudharabah/, diakses tanggal 25 Juni 2015. 15 Ismali Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis Dan Syariah, (Surabaya: Putra Media Nusantara 2010), 300.

27 menyerahkan harta kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti yang diterimanya. 16 Menurut Drs. H. Wardi Muslich, qard} adalah suatu akad antara 2 pihak, dimana pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikemblikan persis seperti yang ia terima dari pihak pertama. 17 Definisi yang berkembang di kalangan fuqaha, Al-Qard} adalah penyerahan (pemilikan) harta al-misliyat 18 kepada orang lain untuk ditagih pengembaliannya, atau dengan pengertian lain, suatu akad yang bertujuan untuk menyerahkan harta misliyat kepada pihak lain untuk dikembalikan yang sejenis dengannya. 19 Qard} menurut pendapat berbagai mazhab: 20 a. Malikiyah: mereka berpendapat bahwa qard} dalam istilah ilmu fiqh berarti menyerahkan sesuatu yang bernilai harta kepada orang lain untuk mendapatkan manfaat dimana harta yang diserahkan tadi tidak boleh diutangkan lagi dengan cara tidak halal, (dengan ketentuan) barang itu harus diganti pada waktu yang akan datang, dengan syarat gantinya tidak beda dengan yang diterima. 16 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adhillatuhu, cet.10, juz 4, (Damaskus: Da>r Al-Fikr 2007), 720. 17 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,... 274. 18 Ghufron A. Mas adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 24. 19 Ibid,170-171. 20 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, jilid 6, (Surabaya: Darul Ulum Press, 2001), 286-288.

28 b. Hanafiyah: mereka berpendapat qard} adalah harta yang diserahkan kepada orang lain untuk diganti dengan harta yang sama. Maksudnya, setiap satuannya tidak mengandung selisih yang dapat menyebabkan berbedanya harga, seperti pada jenis-jenis barang yang ditakar dan dihitung dimana satuannya rrelatif sama, seperti telur dan kemiri, demikian juga jenis-jenis barang yang ditimbang. c. Syafi iyah: mereka berpendapat bahwa kata al-qard} dalam syara berarti al-muqrad} (sesuatu yang diiutangkan), yaitu bentuk isim maf ul, seperti disebutkan firman Allah: siapakah yang mau memberi pinjaman kepada allah pinjaman yang baik.. (Qs. Al Baqarah 245). Qard} juga diistilahkan dengan salaf, yaitu menyerahkan sesuatu untuk dikembalikan lagi dengan sesuatu yang sama. Hanabilah: qard} berarti menyerahkan harta kepada seseorang untuk dimanfaatkan dan ia wajib mengembalikan dengan harta serupa sebagai gantinya. Dalam pengertian lain, Al-qard} adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. 21 21 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari ah Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi 2, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), 70.

29 Dari definisi tersebut tampaklah bahwa sesungguhnya utangpiutang merupakan bentuk mu amalah yang bercorak ta awun (pertolongan) kepada pihak lain untuk memenuhi kebutuhannya. Tujuan dan hikmah dibolehkannya utang-piutang itu adalah memberi kemudahan bagi umat manusia dalam pergaulan hidup, karena diantara umat manusia itu ada yang berkecukupan dan ada yang berkekurangan. Orang yang berkekurangan dapat memanfaatkan utang dari pihak yang berkecukupan. 22 2. Dasar Hukum Qard}: a. Al-Quran 1) Surat al-baqarah 245: siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-nya-lah kamu dikembalikan. (Q.S. al-baqarah: 245). 23 2) Surat al-hadi>d, ayat 11: Barangsiapa menghutangkan (karena Allah) dengan hutang yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) 22 Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Edisi Pertama, Cet. Ke-2, (Jakarta: Prenada Media, 2005), 223. 23 Ibid, 22.

30 pinjaman itu untuk-nya dan ia akan memperoleh pahala yang banyak. (Q.S. Al-Hadi>d : 11) 24 b. Al-Hadis: 1) Hadis Ibnu Mas ud ع ن اب ن م س ع و د أ ن الن ي ب ص ل ى الل و ع ل ي و و س ل م ق ا ل م ا م ن م س ل م ي ق ر م س ل م ا ق ر ض ا م ر ت ي إ ال ك ا ن ك ص د ق ت ه ا م ر ة ض Dari Ibnu Mas ud bahwa sesungguhnya Nabi bersabda tidaklah seorang muslim memberi pinjaman kepada orang muslim yang lain, melainkan pinjaman itu berkedudukan seperti sedekah sekali. (HR. Ibnu Majah). 25 2) Hadis Abu Hurairah ش ع ن أ ب ص ال ح ع ن أ ب ى ر ي ر ة ع ن الن ي ب ص ل ى ح د ث ن ا أ ب و ع و ان ة ع ن األ ع م ف س الل و ف س ع ن م س ل م ك ر ب ة م ن ك ر ب الد ن ي ا ن الل و ع ل ي و و س ل م ق ا ل م ن ن ع ن و ك ر ب ة م ن ك ر ب ي و م ال ق ي ام ة و م ن ي س ر ع ل ى م ع س ر ف الد ن ي ا ي س ر الل و ع ل ي و ف الد ن ي ا و ا ل خ ر ة و م ن س ت ر ع ل ى م س ل م ف الد ن ي ا س ت ر الل و ع ل ي و ف ف ع و ن ال ع ب د م ا ك ا ن ال ع ب د ف ع و ن أ خ ي و الد ن ي ا و ا ل خ ر ة و الل و Bapakku menceritakan kepadaku, dari Al A'masy, ia berkata, "Aku diberitahu dari Abu Shalih. dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, 'Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang muslim dari berbagai kesusahan dunia(nya), niscaya Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim di dunia, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong seorang hambanya) sepanjang ia mau menolong saudaranya. (HR. At-Tirmidzi) 26 24 Ibid, 537. 25 Imam Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, jilid 2, (Libanon: Da>r al-kutub al- Ilmi>yah, t.t.), 816. 26 Imam Tirmidzi, Sunan Al-Tirmidzi, Jilid 3, (Beirut: Da>r al-kutub Al-Ilmi>yah, 1994), 105.

31 Ada beberapa akibat hukum yang berkaitan dengan utang piutang 27 : Pertama, akad utang piutang menetapkan peralihan pemilikan. Misalnya, apabila seseorang menghutangkan satu kilo gandum kepada orang lain, maka barang tersebut terlepas dari pemilikan muqrid} (orang yang menghutangi), dan muqtarid} (orang yang berhutang) menjadi pemilik atas barang tersebut sehingga ia bebas bertasyaruf atasnya. Hal ini sebagaimana berlaku pada akad jual-beli, hibbah, dan hadiah. Kedua, penyelesaian utang-piutang dilaksanakan di tempat akad berlangsung. Sekalipun demikian, dapat juga dilaksanakan di tempat lain sepanjang penyerahan tersebut tidak membutuhkan ongkos atau sepanjang disepakati demikian. Ketiga, pihak muqtarid} wajib melunasi hutang dengan barang sejenis jika obyek hutang adalah barang al-misliyyat, atau dengan barang yang sepadan (senilai) jika obyek hutang adalah barang al-qimiyyat. Ia sama sekali tidak wajib melunasi hutangnya dengan ain (barang) yang dihutangnya. Pada sisi lain pihak muqrid} tidak berhak menuntut pengembalian ain (barang) yang dihutangkannya karena barang tersebut telah terlepas dari pemilikannya. 27 Ghufron A. Mas adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,, 174-175.

32 Keempat, jika dalam akad ditetapkan waktu atau tempo pelunasan hutang, maka pihak muqrid} tidak berhak menuntut perlunasan sebelum jatuh tempo. Sedang apabila tidak ada kesepakatan waktu atau tempo pengembaliannya, menurut Fuqaha Malikiyah pelunasan hutang berlaku sesuai adat yang berkembang. Misalnya jika seseorang meminjam satu kwintal padi tanpa dibatasi waktu pengembaliannya, sedangkan adat utang-piutang padi dibayarkan setelah musim panen. Maka ketika panen tiba muqtarid} wajib melunasinya. Jika sama sekali tidak berlaku adat tertentu, maka waktu pelunasan hutang berlaku semenjak pihak muqtarid} telah selesai memanfaatkan barang tersebut sesuai dengan tujuannya. Kelima, ketika waktu pelunasan hutang tiba, sedang pihak muqtarid} belum mampu melunasi hutang, sangat dianjurkan oleh ajaran Islam agar pihak muqrid} berkenan memberi kesempatan dengan memperpanjang waktu pelunasan, sekalipun demikian ia berhak menuntut pelunasannya. Pada sisi lain ajaran Islam juga menganjurkan agar pihak muqtarid} menyegerakan pelunasan hutang, karena bagaimanapun juga hutang adalah sebuah kepercayaan dan sekaligus pertolongan, sehingga kebajikan ini sepantasnya dibalas dengan kebajikan pula, yakni menyegerakan pelunasannya. 3. Rukun dan syarat Qard}

33 a. Rukun-rukun qard} adalah sebagai berikut: 1) Aqid, yaitu muqrid} dan muqtarid} Untuk Aqid, baik muqrid} dan muqtarid} disyaratkan harus orang yang dibolehkan melakukan tasarruf. Oleh karena itu qard} tidak sah apabila dilakukan oleh anak yang masih dibawah umur atau orang gila. Adapun subjek akad (aqidain) adalah sebagai berikut 28 : a) Aqil (berakal) Orang yang bertransaksi haruslah berakal sehat, bukan orang gila, terganggu akalnya, ataupun kurang akalnya karena masih dibawah umur, sehingga dapat mempertanggungjawabkan perjanjian yang dibuatnya b) Tamyiz (dapat membedakan) Orang yang bertransaksi haruslah dapat membedakan yang baik dan buruk, sebagai pertanda kesadarannya sewaktu bertransaksi. c) Mukhtar (bebas dari paksaan) Hal ini berarti para pihak harus bebas dalam bertransaksi, lepas dari paksaan dan tekanan. Syarat ini didasarkan pada Firman Allah SWT dalam Al Qur an Surat An Nisa> ayat 29: 28 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ( Jakarta : Kencana, 2005), 164.

34 Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. An-Nisa> : 29) 29 2) Ma qud alaih yaitu uang atau barang Menurut Jumhur Ulama yang menjadi objek dalam qard} sama dengan objek salam. Baik berupa barang yang ditakar dan ditimbang maupun barang yang tidak ada persamaannya di pasaran. Setiap barang yang bisa dijadikan objek jual-beli boleh juga dijadikan objek qard}. Oleh karena hutang piutang merupakan sebuah perikatan atau perjanjian, maka Objek hutang piutang harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut 30 : a) Telah ada ketika akad dilangsungkan. Suatu perikatan yang objeknya tidak ada adalah batal, hal ini didasarkan pada alasan bahwa sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada sesuatu yang belum ada. b) Dibenarkan oleh Syari ah 29 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, (Surabaya: PT. Sahabat Ilmu, 2001), 78. 30 Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia,, 60.

35 Pada dasarnya, benda-benda yang menjadi objek perikatan haruslah memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Benda-benda yang sifatnya tidak suci. Seperti bangkai, minuman keras, atau darah dianggap tidak memiliki nilai dan manfaat bagi manusia. Menurut kalangan Hanafiyah, dalam tasharruf akad tidak mensyaratkan adanya kesucian objek akad. Syarat ini juga menyangkut bahwa objek tidak boleh najis atau mutanajis c) Harus jelas dan dikenali Suatu benda yang menjadi objek perikatan harus memiliki kejelasan dan diketahui oleh aqid. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara pihak yang dapat menimbulkan sengketa. Jika objek itu berupa barang, maka benda tersebut harus jelas bentuk, fungsi, dan keadaannya. d) Dapat diserahterimakan Benda yang menjadi objek perikatan dapat diserahkan ketika akad terjadi, atau pada waktu yang telah disepakati. Oleh karena itu, disarankan bahwa objek perikatan berada dalam kekuasaan pihak pertama (muqrid}) agar mudah menyerahkan kepada pihak kedua (muqtarid}). 3) S}ighat, yaitu ija>d dan qabu>l

36 Qard} adalah suatu akad kepemilikan atas harta, oleh karena itu akad tersebut tidak sah kecuali dengan adanya ija>b dan qabu>l seperti akad jual-beli dan hibah. 31 S}ighat aqad adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan aqad berupa ija>b dan qabu>l. Ija>b adalah suatu pernyataan janji atau penawaran dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Qabu>l adalah suatu pernyataan menerima dari pihak kedua atas penawaran yang dilakukan oleh pihak pertama. Para ulama Fiqh mensyaratkan beberapa hal dalam melakukan ija>b qabu>l agar memiliki akibat hukum, yaitu sebagai berikut 32 : a) Jala ul ma na, yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki. b) Tawafuq/tathabuq bainal ija>b wal qabu>l, yaitu adanya kesesuaian antara ija>b dan qabu>l. c) Jazmul iradataini, yaitu ija>b dan qabu>l menunjukkan kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu, dan tidak terpaksa. d) Ittihadu majlisil aqd}i, dimana kedua pihak dapat hadir dalam satu majlis. b. Syarat-syarat qard} 31 Ibid., 290. 32 Ghufron A. Mas adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,, 91.

37 1) Besarnya pinjaman harus diketahui dengan takaran, timbangan dan jumlahnya. 2) Sifat pinjaman dan usianya harus diketahui jika dalam bentuk hewan. 3) Pinjaman tidak sah dari orang yang tidak memiliki sesuatu yang bisa dipinjam atau orang yang tidak normal akalnya. 33 c. Rusaknya Akad Qard} Menurut Imam Syafi i yang dikutip oleh Syekh Abdurrahman Al Jaziri dalam bukunya menjelaskan bahwa qard itu rusak bila mana yang menghutangkan mengambil manfaat tambahan, misalnya (meminta ganti) yang lebih banyak atau lebih bagus, seperti berutang gandum yang tidak bersih dengan syarat diganti gandum yang lebih bagus dan bersih, atau berutang uang kertas dengan syarat diganti uang emas. 34 d. Hikmah Qard} Adapun hikmah disyariatkannya qard} (hutang-piutang) dilihat dari sisi yang menerima hutang-piutang adalah membantu mereka yang membutuhkan. Ketika seseorang sedang terjepit dalam kesulitan hidup, seperti kebutuhan biaya untuk masuk sekolah anak, bahkan untuk kehidupan sehari-hari, kemudian ada seseorang yang bersedia memberi pinjaman uang tanpa dibebani bunga, maka beban dan kesulitan untuk sementara dapat teratasi. 33 Ismali Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis Dan Syariah,, 302. 34 Syekh Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab,293.

38 Dilihat dari sisi pemberi pinjaman qard} dapat menumbuhkan jiwa ingin menolong orang lain, menghaluskan perasaan, sehingga ia peka terhadap kesulitan yang dialami oleh saudara, teman atau tetangga. 35 C. Riba 1. Pengertian riba> Secara makna bahasa kata riba> diartikan dengan ( tambahan) dan ( ال ز ي اد ة الن م ى artinya artinya tumbuh). 36 Maksudnya adalah tambahan atas modal sedikit maupun banyak. 37 Di dalam Al-Qur an, kata ini di dalam berbagai bentuknya memiliki beberapa makna. Namun makna-makna tersebut mengandung unsur-unsur yang sama yang bisa dikembalikan ke arti asalnya, yakni bertambah dan tumbuh. Kata arba di dalam ayat itu diartikan dengan lebih banyak. 38 Pengertian riba> secara istilah menurut beberapa pendapat para tokoh ialah a. Menurut Imam Sarakhi dalam kitab Al-Mabsut, sebagaimana yang dikutip oleh Heri Sudarsono dalam bukunya yang berjudul Bank Dan Lembaga Keuangan Syari ah (Deskripsi Dan Ilustrasi), riba> 35 Ibid., 277. 36 Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak Yogyakarta, 1984), 505. 37 Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Terj. Nur Hasanudin, Jilid 4, (Jakarta: PenaPundi Aksara, 2006), 173. 38 Sahabuddin, Ensiklopedi Al-Qur an: Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), 831.

39 adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwad yang dibenarkan syariat atas penambahan tersebut. 39 b. Menurut Khoeruddin Nasution dalam bukunya yang berjudul Riba> Dan Poligami: Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh mendefinisikan riba dengan kelebihan/ tambahan tanpa ada ganti/ imbalan yang disyaratkan bagi salah satu dari dua orang yang membuat transaksi (al riba fi Al shar i huwa fadhlun an iwain shuritha li ahadil aqidayni). 40 c. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal sebagimana yang dikutip oleh Muhammad Syafi i Antonio dalam bukunya yang berjudul Bank Syari ah (Dari Teori Ke Praktek) riba> itu adalah seseorang memiliki utang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih apabila tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga atau pinjaman) atas penambahan waktu yang telah diberikan. 41 d. Menurut Al-Mali sebagaimana yang dikutip oleh Hendi Suhendi dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah,Yang dimaksud dengan riba> ialah akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara, 39 Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan, 1. 40 Khoiruddin Nasution, Riba Dan Poligami (Sebuah Studi Atas Pemikiran Muhammad Abduh), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Akademia, 1996), 38. 41 Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syari ah : Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 41.

40 ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya 42 Kesimpulannya bahwa para fuqaha berpendapat yang termasuk dalam unsur-unsur riba> adalah adanya tambahan atas harta, adanya unsur ekploitasi, dan tidak adanya akad yang tidak diketahui perimbangannya menurut hukum syara dari kedua belah pihak. 2. Dasar hukum riba> Riba> diharamkan oleh semua agama samawi, karena dianggap sesuatu yang membahayakan menurut agama Yahudi, Nasrani dan Islam. 43 a. Al-Qur an 1) Surat Ar-Rum ayat 39 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). (Q.S. Ar- Rum : 39) 44 2) Surat An-Nisa> ayat 161 42 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 57. 43 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, 173. 44 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemah, 408.

41 Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (Q.S. An-Nisa> : 161) 45 3) Surat Ali-Imran ayat 130. Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakawalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. 46 b. As-Sunnah 1) Hadis dari Shahih Bukhari ض ج ر م ن ف ة ق ر ك ل Semua hutang yang menarik manfaat adalah riba. 47 2) Hadis Abu Hurairah (HR. At-Tirmidzi) nomer 1206 juz 3 ر ب ا ف ه و ب أ م و الر ج ل ل لر با ت س ع ة و ت س ع و ن با با ا د نا ى ا ي أ ت Untuk riba ada 99 (Sembilan puluh Sembilan) pintu dosa, yang paling rendah (derajatnya, seperti) seseorang yang menzinahi ibunya. 3. Macam-macam riba> : ك أ ن 45 Ibid, 103. 46 Ibid, 66. 47 Fauziah Mz. Syarif Muhammad, Hadis Pilihan Sahih Bukhori, cet.1, (Surabaya: Bintang Timur, 1999) 57.

42 Mazhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah membagi riba> menjadi dua macam: riba> al-nasi ah dan riba> al-fadhl. Sedangkan fuqaha Syafi iyah membaginya menjadi tiga macam: riba> al-nasi ah, riba> alfadhl, dan riba al-yad. Dalam pandangan jumhur madzahib riba> al-yad ini termasuk dalam kategori riba al-nasi ah. 48 Jadi pada intinya para ulama fiqh membagi riba menjadi dua macam yaitu: a. Riba> nasi ah Definisi riba> al-nasi ah menurut beberapa ulama: 1) Menurut Wahbah Al-Zuhaily riba nasi ah dalam kitab al Fiqh al Islami wa Adilatuh sebagaimana yang dikutip oleh Ghufron A. Mas adi dalam bukunya yang berjudul Fiqih Muamalah Kontekstual adalah penambahan harga atas barang kontan lantaran penundaan waktu pembayaran atau penambahan ain (barang kontan) atas dain (harga utang) terhadap barang berbeda jenis yang di timbang atau ditakar atau terhadap barang sejenis yang tidak ditakar atau ditimbang. 49 2) Menurut Abdur Rahman Al-Jaziri, riba> nasi ah adalah adanya tambahan yang disebutkan (dalam penukaran barang yang sejenis) sebagai imbalan diakhirkannya penyerahan. 50 3) Riba> nasi ah didefinisikan oleh hanafiah bahwa riba> nasi ah adalah kelebihan tunai atas tempo dan kelebihan barang atas 48 Ghufron A. Mas adi, Fiqih Muamalah Kontekstual, 159. 49 Ibid, 159. 50 Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, 245.

43 utang di dalam barang yang tidak ditakar atau ditimbang ketika berbeda jenisnya, atau di dalam barang yang tidak ditakar atau ditimbang ketika jenisnya sama. Atau dengan kata lain riba> nasi ah adalah menjual (menukar) suatu barang dengan barang yang sama jenisnya, atau dengan barang yang tidak sama dengan dilebihkan takaran atau timbangannya sebagai imbalan diakhirkannya penukaran, atau tanpa tambahan seperti menjual satu kilogram kurma yang penyerahannya langsung (di majelis akad) dengan satu kilogram kurma yang penyerahannya tempo. 51 4) Menurut Sayid Sabiq sebagaimana yang dikutip oleh Wardi Muslich dalam bukunya yang berjudul Fiqh muamalat menjelaskan bahwa riba> nasi ah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh orang yang memberikan utang dari orang yang menerima utang sebagai imbalan ditundanya pembayaran. 52 b. Riba> fad}al Pendapat para ulama tentang riba> fad}al: 1) Hanafiah berpendapat bahwa riba> fad}al adalah tambahan benda dalam akad jual beli (tukar-menukar) yang menggunakan 51 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh islam wa adhillatuhu, 672. 52 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat,, 269.

44 ukuran syara (yaitu literan atau timbangan) yang jenis barangnya sama. 53 2) Menurut syafi iyah, riba> fad}al adalah adanya tambahan atas dua benda yang ditukarkan, termasuk di dalamnya riba> qard} (utang). 54 3) Menurut Sayid Sabiq sebagaimana yang dikutip oleh Drs. H. Wardi Muslich dalam bukunya yang berjudul Fiqh Muamalat menjelaskan bahwa riba> fad}al adalah jual beli uang dengan uang atau makan dengan makanan disertai dengan kelebihan (tambahan). 55 4. Hikmah Dilarangnya Riba> Adapun sebab dilarangnya riba> ialah dikarenakan riba> menimbulkan kemud}a>ratan yang besar bagi umat manusia. Kemud}aratan tersebut antara lain 56 : a. Riba> menyebabkan permusuhan antara individu satu dengan individu yang lain, dan menghilangkan jiwa tolong menolong di antara mereka. Padahal semua agama terutama Islam sangat mendorong sikap tolong menolong (ta awun) dan mementingkan orang lain, serta melawan sifat ego (mementingkan diri sendiri) dan mengeksploitasi orang lain. 53 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh islam wa adhillatuhu, 671. 54 Ibid, 672. 55 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, 264. 56 Ibid, 263.

45 b. Riba> mendorong terbentuknya kelas elite, yang tanpa kerja keras mereka mendapat harta, seperti benalu yang setiap saat menghisap orang lain. Padahal Islam sangat mengagungkan kerja dan menghormati orang-orang yang bekerja, serta menjadikan kerja sebagai salah satu bentuk usaha yang utama. c. Riba> merupakan wasilah atau perantara terjadinya penjajahan di bidang ekonomi, dimana orang-orang kaya menghisap dan menindas orang-orang miskin.