BAB I PENDAHULUAN J U N A I D A H, 2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KOMUNIKASI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENDEKATAN SCIENTIFIC DISERTAI MIND MAP UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KONEKSI MATEMATIS SERTA SELF EFFICACY SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. Melihat pentingnya matematika dan peranannya dalam menghadapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suci Primayu Megalia, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pembelajaran matematika bertujuan untuk melatih pola

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat pesat.

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika untuk siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mempunyai peran penting

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan. Matematika juga berfungsi dalam ilmu pengetahuan, artinya selain

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu sektor yang mendapatkan banyak pengaruh dari laju perkembangan teknologi. Dari waktu ke waktu dapat kita rasakan begitu banyak perubahan dalam pendidikan. Salah satu perubahan yang terlihat jelas telah dilakukan di Indonesia yaitu telah berulang kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Matematika sebagai bagian dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Matematika yang diberikan di sekolah sangat penting dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menyadari pentingnya pembelajaran matematika di sekolah, dalam Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Pasal 37 ditegaskan bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib bagi siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tujuan matematika menurut Permendiknas No. 22 (Depdiknas, 2006) antara lain meliputi hal berikut : (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (3) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut dapat ditelusuri bahwa belajar matematika tentunya tidak cukup hanya dengan 1

2 menyampaikan materi saja tetapi juga mengembangkan sikap dan karakter peserta didik. NCTM (National Council of Teacher of Mathematics, 2000) mengungkapkan bahwa terdapat enam kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran matematika, yaitu pemahaman konsep (conceptual understanding), pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), dan representasi (representation). Berdasarkan pemaparan di atas, terlihat bahwa kemampuan pemahaman dan komunikasi merupakan kemampuan yang harus dimiliki peserta didik dalam belajar matematika. NCTM (2000) menyatakan bahwa visi dari matematika sekolah adalah berdasarkan pada pembelajaran matematika siswa yang disertai dengan pemahaman. Belajar matematika dengan disertai pemahaman sangat diperlukan untuk memungkinkan siswa menyelesaikan masalah lain yang akan mereka hadapi di masa yang akan datang. Bransford, Brown, dan Cocking (Auliya, 2013) memaparkan belajar matematika dengan disertai pemahaman juga merupakan komponen terpenting dari kemampuan, bersama dengan kecakapan pengetahuan faktual dan prosedural. Seseorang dikatakan memahami konsep atau fakta matematis jika ia dapat menjelaskan konsep atau fakta matematis tersebut dengan cara yang lebih sederhana. Untuk menjelaskan konsep atau fakta tersebut tentunya dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik pula. Menurut Nirmala (Lindawati, 2010: 5) membangun pemahaman pada setiap kegiatan belajar matematika akan mengembangkan pengetahuan matematika yang dimiliki oleh seseorang. Artinya makin luas pemahaman tentang ide atau gagasan matematika yang dimiliki oleh seorang siswa, maka akan semakin bermanfaat dalam menyelesaikan permasalah yang dihadapinya. Sehingga dengan pemahaman diharapkan tumbuh kemampuan siswa untuk mengkomunikasikan konsep yang telah dipahami dengan baik dan benar setiap kali ia menghadapi permasalahan dalam pembelajaran matematika.

3 Ansari (2003) menyebutkan bahwa kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu aspek yang dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis. Dengan demikian kemampuan pemahaman matematis akan sangat dibutuhkan dalam kemampuan komunikasi. Hal ini dikarenakan siswa akan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya dengan baik apabila ia mempunyai kemampuan pemahaman yang baik pula. Wahyudin (2008: 42) mengemukakan komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman, melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan. Kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis adalah kemampuan yang perlu dikembangkan dalam diri siswa. Anwar (2012) mengungkapkan bahwa kemampuan komunikasi siswa sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri siswa serta berani dalam mengungkapkan idenya, selama ini siswa kurang difasilitasi untuk melatih kemampuan komunikasi, pembelajaran lebih berpusat pada guru, guru lebih banyak berbicara di depan kelas, kemudian siswanya mengerjakan latihan dan soal-soal. NCTM menyatakan bahwa program pengajaran matematika sekolah yang baik harus menekankan siswa untuk: a) Mengatur dan mengaitkan mathematical thinking mereka melalui komunikasi. b) Mengkomunikasikan mathematical thinking mereka secara koheren (tersusun secara logis) dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang lain. c) Menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang dipakai orang lain. d) Menggunakan bahasa matematika untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Agar kemampuan komunikasi siswa dapat dikembangkan dengan baik, maka guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Pimm (Lindawati, 2010: 7) menyatakan bahwa anak-anak yang diberikan kesempatan

4 untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik disaat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Sesuai dengan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa antara kemampuan pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis mempunyai kaitan yang erat atau saling terkait satu sama lainnya. Kramarski (Ansari, 2003) menyatakan keterkaitan antara pemahaman dan beberapa aspek komunikasi matematis dalam bentuk diagram seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 di bawah ini: Mathematical Knowledge Mathematical Communication Consept Principal Strategy Talking Writing - Reading - Listening Representations - Discussing - Sharing Gambar 1.1 Keterkaitan antara Pemahaman dan Beberapa Aspek Komunikasi Pentingnya kemampuan pemahaman dan komunikasi matematik tidak sejalan dengan yang terjadi dilapangan. Untuk memecahkan masalah matematis yang dihadapi siswa dalam mempelajari matematika, siswa harus mampu memahami konsep-konsep matematika itu sendiri. Namun kenyataannya banyak siswa yang masih belum memahami konsep-konsep yang diajarkan karena siswa cenderung menghafal. Agar pembelajaran efektif maka penghafalan konsep harus dihindari. Sesuai dengan pendapat Wahyudin (2008 : 65) bahwa program

5 matematika sekolah yang efektif hendaknya mempertimbangkan cakupan objektif yang lebih dari sekedar kecakapan berhitung, tentu saja kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk kehidupan keseharian harus diajarakan, tetapi ini semua tidak lebih ataupun kurang penting daripada membangun pemahamanpemahaman yang membebaskan siswa dari penghafalan semata. Pengembangan matematika bertujuan untuk mengembangkan daya pikir siswa secara aktif. Rendahnya kemampuan pemahaman matematis siswa terlihat dari beberapa hasil penelitian sebelumnya. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rahmah (2012), Afrilianto (2012), dan Tim Jica (Tandililing, 2011) menyimpulkan rendahnya kualitas pemahaman matematis siswa disebabkan oleh proses pembelajaran dimana guru terlalu berkonsentrasi pada latihan soal yang bersifat prosedural sehingga tidak memungkinkan siswa cepat memperoleh makna dari kegiatan pembelajaran. Fakta aktual rendahnya pemahaman konsep siswa dialami penulis ketika melakukan praktek mengajar lapangan. Penulis menemukan kesalahan konsep siswa dalam materi aljabar. Beberapa siswa tidak dapat membedakan antara penyelesaian persamaan 3x = 6 dengan 3 + x = 6. Hal ini disebabkan rendahnya pemahaman siswa terhadap materi operasi aljabar. Selain itu, rendahnya kemampuan pemahaman juga terlihat dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap kemampuan pemahaman. Dari hasil studi pendahuluan ditemukan beberapa penyebab rendahnya tingkat pemahaman siswa, antara lain: (1) siswa cenderung menghafal konsep sehingga menyebabkan siswa mudah lupa terhadap materi yang diperlajarinya, (2) siswa tidak terbiasa dengan soal-soal non rutin, siswa lebih tertarik menyelesaikan soal yang seperti dicontoh saja. Wahyudin (1999) menambahkan bahwa salah satu penyebab siswa lemah dalam matematika adalah kurangnya siswa tersebut memiliki kemampuan pemahaman untuk mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma, definisi, kaidah, dan teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dipelajari.

6 Sama halnya dengan kemampuan pemahaman, beberapa studi sebelumnya juga menemukan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa masih rendah. Setiawan (2008) dan Tandililing (2011) menyatakan bahwa dalam suatu penelitian yang dilakukan terhadap siswa terungkap bahwa siswa masih lemah dalam membuat model matematika terhadap informasi yang diberikan dalam soal. Kemampuan siswa mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, gambar, grafik, tabel, dan media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah juga belum memberikan hasil yang memadai. selain itu, dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di kelas VIII juga ditemukan bahwa siswa masih sulit dalam memahami soal-soal cerita terutama dalam membuat model matematika dari soalsoal tersebut. Selain kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis, juga terdapat kemampuan afektif yang harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap siswa. Sesuai dengan tujuan umum matematika yaitu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Gregg (2005: 33) menekankan bahwa siswa harus menghargai matematika dan memiliki keyakinan pada kemampuannya dalam bermatematika. Untuk mencapai tujuan ini secara efektif, guru harus menyadari bahwa keputusan yang mereka buat dalam instruksi dan penilaian dapat mempengaruhi sikap dan disposisi siswa. Oleh karena itu, guru harus bekerja untuk mengembangkan sikap positif terhadap matematika pada siswa-siswanya. Pengembangan minat, sikap positif dan ketertarikan terhadap matematika tersebut akan membentuk kecenderungan yang kuat yang dinamakan disposisi matematis (mathematical disposition). Katz (Atallah, 2006: 2) mendefinisikan disposisi sebagai keyakinan atau kecenderungan untuk menunjukkan perilaku sering, sadar dan sukarela dalam proses pembelajaran. Sedangkan Sumarmo (2013 : 334) mendefinisikan disposisi matematis sebagai suatu keinginan, kesadaran, dedikasi dan kecenderungan yang

7 kuat pada diri siswa untuk berpikir dan berbuat secara matematik dengan cara yang positif dan didasari dengan iman, taqwa, dan ahlak mulia. Selanjutnya Polking (Sumarmo, 2013: 335) mengemukakan bahwa disposisi matematika menunjukkan (1) rasa percaya diri dalam menggunakan matematika, memecahkan masalah, memberi alasan dan mengkomunikasikan gagasan; (2) fleksibilitas dalam menyelidiki gagasan matematika dan berusaha mencari metode alternatif dalam memecahkan masalah; (3) tekun mengerjakan tugas matematika; (4) minat, rasa ingin tahu (curiousity), dan daya temu dalam melakukan tugas matematika; (5) cenderung memonitor, merepleksikan performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai aplikasi matematika ke situasi lain dalam matematika dan pengalaman sehari-hari; (7) apresiasi (appreciation) peran matematika dalam kultur dan nilai, matematika sebagai alat, dan sebagai bahasa. Memperhatikan penting pemilikan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis untuk siswa, maka guru matematika perlu merancang model, pendekatan atau strategi pembelajaran matematika yang inovatif yang membantu siswa mencapai prestasi belajar lebih baik. Joyce menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencaanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas (Trianto, 2007: 5), selanjutnya Joyce menambahkan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu perserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Proses pemilihan dan penerapan baik itu metode, strategi, atau pendekatan haruslah disesuaikan dengan tujuan yang diharapkan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Trianto (2007: 9) bahwa dalam mengajarkan satu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Pemilihan model pembelajaran yang baik akan memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan guru. Bell (Widyasari, 2012: 6) menyatakan bahwa pemilihan strategi mengajar yang tepat

8 dan pengaturan lingkungan belajar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesuksesan pelajaran matematika. Siswa belajar matematika dengan baik ketika siswa mampu membangun pemahamannya sendiri. Hal yang paling mudah ketika siswa bekerja dalam kelompok kecil, terlibat dalam diskusi, dan presentasi. Keterlibatan siswa dalam kelompok kecil dapat membantu kemampuan komunikasi siswa yang tidak berani berkomunikasi dalam kelompok besar, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya baik dari segi pengetahuan maupun jenis kelamin. Selain itu, siswa akan termotivasi apabila pembelajaran yang dilakukan guru dikaitkan dengan konteks nyata siswa. Sehingga dalam pemilihan model pembelajaran harus diperhatikan kebutuhan siswa sehingga pembelajaran mencapai hasil yang diharapkan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi siswa yaitu pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari (Trianto, 2007: 103). Senada dengan itu, Sanjaya (2008: 255) memberikan pengertian pendekatan kontekstual adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Nurhadi (2004:12) mengemukakan pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Mengaitkan pembelajaran dengan konteks nyata siswa

9 serta melibatkan siswa secara aktif dalam dalam proses belajar mengajar akan memudahkan siswa dalam mengingat materi yang disampaikan guru. Selain pendekatan dan strategi yang akan diterapkan, serta kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis yang akan diteliti, terdapat hal lain yang harus diperhatikan dalam pembelajaran, yaitu kemampuan awal matematika. Hal ini disebabkan karena matematika merupakan ilmu yang memiliki keterkaitan antara satu konsep dan konsep lainnya, sehingga siswa diharapkan mampu mengaitkan antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya, sehingga pembelajaran yang terjadi menjadi bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh Ausubel (Ruseffendi, 2006: 172) belajar bermakna adalah belajar yang untuk memahami apa yang sudah diperolehnya itu dikaitkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya itu lebih mengerti. Salah satu upaya dalam mengembangkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa adalah dengan mencari faktor-faktor yang diduga dapat memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi. Faktor-faktor yang dimaksud antara lain adalah faktor pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru dan faktor KAM (atas, tengah, bawah). Hal ini bertujuan untuk melihat apakah penerapan pendekatan kontekstual merata pada setiap kategori KAM atau hanya pada kategori KAM tertentu saja. Apabila merata pada setiap kategori KAM maka dapat dikatakan bahwa penerapan pendekatan kontekstual cocok diterapkan pada semua kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Meningkatkan Kemampuan Pemahaman, Komunikasi, dan Disposisi Matematis Siswa SMP Melalui Pendekatan kontekstual 1.2 Rumusan Masalah

10 Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? a. Ditinjau secara keseluruhan b. Ditinjau dari KAM 2. Apakah pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? a. Ditinjau secara keseluruhan b. Ditinjau dari KAM 3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa? 5. Apakah disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi secara empiris melalui penyelidikan mengenai pengaruh pendekatan kontekstual terhadap peningkatan kemampuan pemahaman, komunikasi dan disposisi matematis siswa. Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menelaah apakah: 1. Pencapaian dan peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik

11 daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau secara keseluruhan dan ditinjau dari KAM (atas, tengah, bawah). 2. Pencapaian dan peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau secara keseluruhan dan ditinjau dari KAM (atas, tengah, bawah). 3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap peningkatan kemampuan pemahaman matematis siswa. 4. Terdapat interaksi antara pembelajaran dengan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa. 5. Disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik dengan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan bagi guru, siswa, dan peneliti dalam meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa. 1. Manfaat ketika proses pembelajaran Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual dapat menjadi sarana bagi siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran matematika sehingga siswa dapat terlatih dalam mengerjakan soal-soal untuk meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa. 2. Secara praktis, penelitian ini bermanfaat: a. Dapat menyelesaikan masalah dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis siswa.

12 b. Memberikan informasi kepada pihan-pihak terkait tentang kemampuan pemahaman, komunikasi, disposisi matematis, dan pendekatan konstektual. 3. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk penelitian selanjutnya, serta dapat dijadikan ajuan dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman, komunikasi, dan disposisi matematis. 1.5 Definisi Operasional Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam menangkap maksud dari penelitian ini perlu dijelaskan beberapa istilah yang digunakan, diantaranya: 1. Pemahaman relasional, yaitu: (1) kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika; dan (2) kemampuan mengaitkan berbagai konsep. 2. Komunikasi matematis, yaitu: (1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; (2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; 3. Disposisi matematika adalah meliputi: (1) rasa percaya diri; (2) menunjukkan minat; (3) memiliki kegigihan; (4) memiliki keinginan; (5) fleksibel (6) memonitor dan mengevaluasi. 4. Pendekatan kontekstual adalah pembelajaran matematika yang melakukan tujuh komponen utamanya sebagai langkah penerapan dalam pembelajaran, meliputi: a. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menentukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (contrutivism). b. Melaksanakan kegiatan penemuan dalam proses pembelajarannya (inquiry). c. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pertanyaan (questioning).

13 d. Menciptakan suasana masyarakat belajar dengan melakukan belajar kelompok (learning community). e. Menghadirkan model sebagai alat bantu dan contoh dalam pembelajaran (modelling). f. Melakukan refleksi di akhir pertemuan (reflection). 5. Pembelajaran biasa adalah pembelajaran ekspositori seperti yang diterapkan oleh guru mata pelajaran Matematika di sekolah dan disesuaikan dengan buku Panduan Guru Kurikulum 2013.