BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar (Wahab, 2015:18). Senada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu proses usaha yang dilakukan seseorang suatu proses perubahan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. atau tugas yang diberikan dengan segenap kemampuannya terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang diarahkan pada peningkatan intelektual dan emosional anak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. untuk berinteraksi dengan teman-teman, guru, dan yang lainnya. Sekolah juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. Ungkapan bahwa banyaknya pelajar yang tidak berpikir sering kita. yang diajarkan oleh guru mereka (Hassoubah, 2004:9).

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (Lestari,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sri Murni, 2014 Program bimbingan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. ternyata membawa pengaruh dan perubahan perubahan yang begitu besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suatu konflik/masalah (Nashori, 2008). Sebagian orang mungkin ada yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. dan efisiensi, bersikap mental dan berwawasan (Wiratno, 2008).

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bermaksud membantu manusia untuk menumbuh kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses

I. PENDAHULUAN. dasarnya, manusia berkembang dari masa oral, masa kanak-kanak, masa

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan karakter manusia sebagai makhluk sosial. membutuhkan manusia lainnya untuk berinteraksi.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sengaja,

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

I. PENDAHULUAN. lalu lintas, dan lain sebagainya (Soekanto, 2007: 101). undang-undang yang berlaku secara sah, sedangkan pelaksananya adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai tempat untuk proses pendidikan yang memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. ingin dicapai dari proses pendidikan yaitu menghasilkan manusia yang terdidik

BAB I PENDAHULUAN. belajar mengenali kemampuan diri dan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Goleman (1993), orang yang ber IQ tinggi, tetapi karena

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sepanjang hayat, berlangsung di rumah, di sekolah, di unit-unit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mental spiritual yang membutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh

Menangani Kecemasan pada Korban Perkosaan. membandingkan data teori dengan data yang ada di lapangan.

Karakteristik Anak Usia Sekolah

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal

BAB I PENDAHULUAN. memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Sisdiknas, bab I pasal I butir 4).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

MEMBENTUK BUAH HATI MENJADI PRIBADI TANGGUH DAN PERCAYA DIRI

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Bahasa Inggris di Indonesia, baik pada jenjang. pendidikan dasar maupun menengah, lebih menekankan pada aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemampuan seseorang mengungkapkan pendapat sangat berkaitan dengan

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam kehidupannya. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan suatu tahapan pendidikan formal yang menuntut

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan potensi diri setiap orang.

BAB IV ANALISA DATA. A. Analisis tentang Gejala Gejala Depresi Yang Di Tampakkan Seorang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar (Wahab, 2015:18). Senada dengan hal di atas, menurut Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) (dalam Syah, 2015:64) berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif. Berdasarkan eksperimennya Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer). Belajar merupakan serangkaian kegiatan jiwa untuk memperoleh suatu bentuk perubahan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik. Kegiatan belajar merupakan upaya mencapai perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Bahkan lebih luas lagi, perubahan tingkah laku ini tidak hanya mengenai perubahan pengetahuan, tetapi juga bentuk kebiasaan, pengertian, penghargaan, minat dan penyesuaian diri. Dengan demikian bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan belajar dapat dikaitkan dengan adanya perubahan tingkah laku ataupun sikap pada seseorang tersebut yang sebelumnya tidak ada atau tingkah lakunya masih kurang. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku tersebut 1

2 merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar. Berkaitan dengan perubahan sikap merupakan hasil belajar, Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang beraksi sesuai dengan rangsangan yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek. Dalam ilmu Psikologi Sosial, lima puluh tahun terakhir studi mengenai sikap ini banyak sekali diteliti dari mulai teori kontruksi, konsep sampai dengan pengukurannya. Sikap menyalahkan orang lain atau dalam istilah psikologi disebut Proyeksi atau dalam bahasa inggris disebut Projection, sudah dikenal sangat luas dan kemasannya bisa nampak begitu indah sehingga pelakunya sendiri terkadang tidak sadar telah melakukannya. Sikap menyalahkan orang lain akan menghasilkan emosi negatif secara berlebihan, dan dampaknya bagi seseorang yang suka menyalahkan orang lain akan selalu hidup dalam stres yang berlebihan. Stres yang berlebihan merupakan ancaman yang sangat serius untuk kesehatan diri. Oleh karenanya seseorang harus selalu menjadi cerdas emosi untuk menghapus sikap menyalahkan orang lain dalam dirinya dan lebih memperbesar cinta didalam hari terhadap apapun dan siapapun. Sikap menyalahkan orang lain adalah sumber penghasil energi negatif, dan energi negatif akan mengacaukan suasana hati, lalu membuat hidup seseorang secara mental dan emosi selalu dalam kondisi tidak stabil.

3 Namun, ketika dihadapkan pada sebuah masalah maka solusi termudah yang bisa ditemukan adalah menimpakan semua tanggung jawab pada orang lain. Pada dasarnya manusia dan tanggung jawab itu berada dalam satu naungan atau berdampingan. Tanggung Jawab adalah suatu kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung Jawab juga berati berbuat sebagai wujudan atas perbuatannya. Setiap manusia memiliki tanggung jawab masing-masing. Menyalahkan orang lain tidak akan membantu dengan solusi, dan juga tidak akan mengubah situasi justru akan membuat seseorang terlihat menghindar dari tanggung jawabnya. Individu yang selalu menghindar dari tanggung jawabnya tidak akan berkembang dengan baik. Semakin sering sesorang menyalahkan orang lain, maka individu tersebut akan dibuat tidak berdaya oleh perasaan dan pikiran negatif. Orang yang selalu menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada mereka tidak akan berhasil. Orang yang berhasil didunia ini adalah orang yang mempelajari lagi dan mencari keadaan yang mereka inginkan dan jika tidak menemukannya mereka menciptakannya. Menyalahkan orang lain atau sesuatu yang bisa disalahkan dalam upaya menghindarkan diri dari tuduhan kesalahan atau menghindari dari hukuman karena kesalahannya, pada prinsipnya bisa membuat diri puas, atau bisa menghilangkan kecemasan karena dirinya tidak jadi menanggung malu atau mendapat hukuman, namun pada akhirnya orang lain yang justru menjadi korbannya. Bentuk pertahanan diri melalui proyeksi ini melibatkan unsur penipuan diri, seperti kata pepatah lempar batu sembunyi tangan, biasanya hanya membuat keonaran tetapi ogah mengakuinya apalagi bertanggung jawab,

4 merasa puas atau enjoy bila bisa menuduhkan kesalahan dirinya kepada orang lain. Penipuan diri dengan cara proyeksi (mencari kambing hitam) secara psikologis sejatinya tidak bisa menghilangkan kecemasan secara tuntas, yang didapatkan hanyalah kepuasan sementara dan bahkan menambah kecemasan, sebab dirinya selalu berpura-pura tidak melakukan apa yang dituduhkan kepada orang lain serta memendam kecemasan jangan-jangan suatu saat kesalahannya akan terbongkar atau orang lain tahu sebenarnya dirinya yang melakukan, sehingga dalam hidupnya selalu dihinggapi kegalauan yang tiada henti. Banyak orang mengelak bertanggung jawab, karena memang lebih mudah menggeser tanggung jawabnya, daripada berdiri dengan berani dan menyatakan dengan tegas bahwa, ini tanggung jawab saya! Banyak orang yang sangat senang dengan melempar tanggung jawabnya ke pundak orang lain. Sebagian orang, karena tidak bisa memahami arti dari sebuah tanggung jawab; seringkali dalam kehidupannya sangat menyukai pembelaan diri dengan katakata, itu bukan salahku! Sudah terlalu banyak orang yang dengan sia-sia, menghabiskan waktunya untuk menghindari tanggung jawab dengan jalan menyalahkan orang lain, daripada mau menerima tanggung jawab, dan dengan gagah berani menghadapi tantangan apapun di depannya. Walaupun sikap menyalahkan orang lain adalah sangat manusiawi namun fenomena ini sangat menyedihkan dan sangat berbahaya karena yang terjadi di sekeliling kita dimanamana ingin mencari keselamatan sendiri dan melemparkan kesalahan kepada orang lain. Dalam hal ini bisa dihindari dengan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada setiap individu.

5 Fenomena menyalahkan orang lain atau melemparkan kesalahan sendiri pada orang lain sudah berkembang luas dalam dunia pendidikan khususnya pada peserta didik. Sebagai contoh yang terjadi dilapangan, di SMK Negeri 3 Medan pada kelas XI Kimia Industri (KI) ketika siswa mendapat nilai rendah saat ulangan yang disalahkan adalah karena guru yang sentimen kepadanya sehingga diberi nilai rendah. Ketika datang terlambat kesekolah yang disalahkan adalah jalanan yang macet, supir angkotnya yang lambat. Selain itu, ketika sekelompok siswa melakukan kekerasan kepada siswa lainnya, ketika ditanya kenapa mereka melukai orang lain, dia menjawab karena mereka yang mulai duluan. Begitu juga ketika siswa tidak mengerjakan PR nya, yang menjadi alasan adalah karena harus membantu orang tua sehingga tidak sempat menyelesaikan tugasnya, listrik padam didaerah rumahnya, padahal tugas tersebut telah diberikan dari seminggu yang lalu. Masih banyak lagi sikap-sikap yang ditunjukkan siswa untuk menyalahkan orang lain baik itu temannya, guru, orangtua maupun orang lain yang tidak dikenalnya. Berdasarkan hasil dari program PPLT yang telah peneliti lakukan ± selama 3 bulan di SMK Negeri 3 Medan diketahui bahwa siswa suka menyalahkan orang lain dan kurang bertanggung jawab terhadap yang dimilikinya. Untuk mengetahui sikap menyalahkan orang lain seperti apa yang terjadi dilapangan, peneliti melakukan observasi dengan membagikan kuesioner kepada siswa kelas XI Kimia Analisis SMK Negeri 3 Medan. Adapun hasil yang diperoleh terdapat 58% siswa mengalami sikap projection yang tinggi, 38% siswa memiliki sikap projection yang sedang dan 4% siswa memiliki sikap

6 projection yang rendah dan diperoleh item masalah dengan skor tertinggi tercantum dalam tabel data berikut ini: Tabel 1.1 Persentase Hasil Penilaian Awal Sikap Projection No Aspek Penilaian Nilai 1 Terlambat datang ke sekolah karena jalanan yang macet 157 2 PR tidak selesai karena membantu orang tua 166 3 PR tidak selesai karena listrik dirumah saya padam 165 4 Nilai ujian remedial karena penilaian guru yang tidak 161 objektif 5 Menuduh orang lain mengejeknya padahal dia lebih dulu mengejek orang lain 155 Perhitungan Lengkap di halaman 77 Dari tabel data diatas diketahui bahwa siswa terlambat datang ke sekolah dengan alasan karena jalanan yang macet didapat skor 157, PR tidak selesai dengan alasan karena membantu orang tua didapat skor 166, PR tidak selesai dengan alasan karena listrik dirumah padam didapat skor 165, nilai ujian remedial karena penilaian guru yang tidak objektif didapat skor 161, dan menuduh orang lain mengejeknya padahal dia yang lebih dulu mengejek orang lain didapat skor 155. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan pendekatan atau variasi yang cocok dengan melakukan tindakan bimbingan dan konseling untuk menanamkan dan menumbuhkan sikap tanggung jawab pada diri siswa. Dengan layanan konseling kelompok teknik latihan asertif diharapkan akan lebih membantu siswa mengurangi sikap menyalahkan orang lain (Projection) dan meningkatkan tanggung jawabnya sehingga dapat menyelesaikan semua tugastugasnya dengan baik dan jika tidak bisa ia selesaikan maka ia akan bertanggung

7 jawab atas kesalahan ataupun kelalaian sikapnya tersebut tanpa harus menyalahkan orang lain. Penggunaan layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dipilih karena peneliti ingin siswa merubah sikap projection yang dimilikinya menjadi lebih bertanggung jawab terhadap apapun dalam hidupnya tanpa merugikan diri sendiri dan orang lain secara terus menerus hingga mencapai suatu pembiasan untuk bertanggung jawab secara optimal. Alasan penggunaan teknik perubahan perilaku untuk mengubah sikap karena menurut Fazio dan Zanna (1981) (dalam Walgito, 2011: 254) sikap yang terbentuk dari pengalaman langsung lebih kuat daripada sikap yang terjadi melalui proses belajar lainnya. Contohnya: seorang remaja yang suka ngebut, tidak bisa diberi nasihat walaupun sudah banyak melihat contoh kecelakaan akibat dari ngebut. Akan tetapi, begitu ia sendiri mengalami kecelakaan dan harus dirawat dirumah sakit selama sebulan, sejak saat itu ia tidak mau lagi ngebut naik motor. Hal ini sama dengan sikap projection, tidak bisa hanya sekedar diberi nasihat untuk tidak menyalahkan orang lain, tetapi ia harus mempraktekkan bagaimana cara agar tidak bersikap projection dan akibat yang di timbulkan jika terus bersikap projection. Pembentukan sikap yang paling efektif adalah melalui pengalaman sendiri, karena perilaku adalah pengalaman yang paling langsung pada diri seseorang. Oleh karena itu untuk melihat pengurangan sikap projection peneliti menggunakan teknik latihan asertif. Hal ini semakin diperkuat dengan teori yang dipelopori oleh John Dewey yaitu model pembelajaran learning by doing. Karena perubahan sikap merupakan suatu proses belajar dan pembentukan sikap yang paling efektif yaitu melalui

8 pengalaman sendiri, maka peneliti mengambil alasan dengan teori learning by doing atau belajar melalui pengalaman. John Dewey (Siti, 2004:30) yang menyatakan bahwa men have to do something to the this when they wish the find out something, they have to other conditions yang artinya seseorang harus melakukan sesuatu terhadap suatu hal saat mereka ingin mengetahui sesuatu, mereka harus menghadapi kondisi lain. Pandangan ini diperkuat lagi bahwa belajar yang efektif jika kegiatan belajar itu diarahkan pada upaya bagi individu untuk dapat bekerja, melakukan tugas-tugas pekerjaan dalam bidang pekerjaan tertentu (Hamalik, 1990: 175). Layanan konseling kelompok adalah konseling yang terdiri dari 4-8 konseli yang bertemu dengan 1-2 konselor. Dalam prosesnya, konseling kelompok dapat membicarakan beberapa masalah, seperti kemampuan dalam membangun hubungan dan komunikasi, pengembangan harga diri dan keterampilan-keterampilan dalam mengatasi masalah, Harrison (dalam Kurnanto, 2013:7). Dalam layanan konseling kelompok terdapat teknik latihan asertif yang dipandang tepat dalam membantu siswa untuk mengurangi sikap menyalahkan orang lain. Sesuai dengan pendapat Corey (2010:215) teknik kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi interpersonal. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa penelitian ini penting untuk dilakukan sehingga penulis mengambil suatu penelitian dengan judul: Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Teknik Latihan Asertif Terhadap

9 Pengurangan Sikap Projection Pada Siswa Kelas XI KI SMK Negeri 3 Medan T.A 2016/2017. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Siswa beralasan terlambat datang ke sekolah karena jalanan yang macet 2. Siswa beralasan tidak mengerjakan PR karena mati listrik dan membantu orangtua 3. Siswa menyalahkan guru tidak obyektif memberi nilai ketika nilai ujiannya remedial 4. Rendahnya tanggung jawab siswa untuk menyelesaikan masalahnya 5. Sering melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain 6. Takut atau malu mengakui kesalahan sehingga mencari alasan untuk menyalahkan orang lain 7. Ketidak perdulian guru dan siswa terhadap sikap projection C. Batasan Masalah Agar penelitian ini lenih terarah dan hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Teknik Latihan Asertif Terhadap Pengurangan Sikap Projection Pada Siswa Kelas XI KI SMK Negeri 3 Medan T.A 2016/2017.

10 D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Teknik Latihan Asertif Terhadap Pengurangan Sikap Projection Pada Siswa Kelas XI KI SMK Negeri 3 Medan T.A 2016/2017. E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Teknik Latihan Asertif Terhadap Pengurangan Sikap Projection Pada Siswa Kelas XI KI SMK Negeri 3 Medan T.A 2016/2017. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis penelitian ini dapat memperkaya teori tentang sikap projection dan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang dapat digunakan untuk mengurangi sikap menyalahkan orang lain (Projection) di lembaga pendidikan formal dan dapat menguji keefektifan serta menambah wawasan tentang bimbingan dan konseling. 2. Manfaat Praktis a. Bagi kepala sekolah, sebagai bahan masukan atau evaluasi bagi kepala sekolah guna meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di sekolah.

11 b. Bagi konselor, konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dapat digunakan sebagai acuan konselor untuk mengatasi masalah siswa khususnya untuk mengurangi sikap projection. c. Bagi siswa, untuk menumbuhkan dan membiasakan sikap tanggung jawab pada diri siswa agar tidak menyalahkan orang lain. d. Bagi peneliti lain, untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya mengenai layanan konseling kelompok teknik latihan asertif untuk mengurangi sikap menyalahkan orang lain.