Matriks RPOJK Penyampaian Laporan BPR dan BPRS melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/51/PBI/2005 TENTANG LAPORAN BULANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR:7/9/PBI/2005 TENTANG LAPORAN BULANAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48 /POJK.03/2017 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 26 /PBI/2003 TENTANG LAPORAN BULANAN BANK UMUM SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/4/PBI/2013 TENTANG LAPORAN STABILITAS MONETER DAN SISTEM KEUANGAN BULANAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 40 /PBI/2008 TENTANG LAPORAN BULANAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No sektor perbankan dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan diperlukan pengaturan kembali transparansi kondisi keuangan Bank Perkre

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Laporan Keuangan Tahunan yang telah dipertanggungjawabkan dalam rapat umum pem

2016, No Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan menjadi Undang-Undang; c. bahwa Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan Nom

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2/ 21 /PBI/2000 TENTANG LAPORAN BULANAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 15/3/PBI/2013 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No dan moneter guna mendukung pengambilan kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan perbankan. Guna keperluan tersebut dibutuhkan d

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2017 TENTANG PELAPORAN DAN PERMINTAAN INFORMASI DEBITUR MELALUI

No Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan SLIK diperlukan pengaturan mengenai pelaporan dan permintaan informasi

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Ke

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan di sektor perbankan dari Ban

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/20/PBI/2006 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA,

2015, No.74 2 d. bahwa informasi yang diungkapkan kepada masyarakat perlu memperhatikan faktor keseragaman dan kompetisi antar Bank; e. bahwa berdasar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/21/PBI/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 9/14/PBI/2007 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 12 /PBI/2011

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 49 /POJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

-1- PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 3 /PBI/2008 TENTANG LAPORAN KANTOR PUSAT BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/47/PBI/2005 TENTANG TRANSPARANSI KONDISI KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan L

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 12 /PBI/2012 TENTANG LAPORAN KANTOR PUSAT BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /POJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 3/ 17 /PBI/2001 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/10/PBI/2016 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DAN NASABAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa K

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.03/2017 TENTANG KEPEMILIKAN TUNGGAL PADA PERBANKAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/ 19 /PBI/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 8/12/PBI/2006 TENTANG LAPORAN BERKALA BANK UMUM

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR. 13/ 8 /PBI/2011 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /SEOJK.03/2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM PEMBERIAN KREDIT BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13 / 21 /PBI/2011 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6/POJK.03/2015 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No f. bahwa sehubungan dengan beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan jasa keuangan disektor perbankan dari Bank

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 21 /PBI/2012 TENTANG PELAPORAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 11/ 18 /PBI/2009

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 15 /PBI/2011 TENTANG PEMANTAUAN KEGIATAN LALU LINTAS DEVISA LEMBAGA BUKAN BANK

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39 /SEOJK.03/2017 TENTANG LAPORAN TAHUNAN DAN LAPORAN KEUANGAN PUBLIKASI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/14/PBI/2012 TENTANG TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/2/PBI/2007 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13 /POJK.03/2017 TENTANG PENGGUNAAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK DALAM KEGIATAN JASA KEUANGAN

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2 Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran

No. 10/ 47 /DPNP Jakarta, 23 Desember 2008 S U R A T E D A R A N. Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2017 TENTANG LAPORAN BANK UMUM SEBAGAI KUSTODIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 7/ 10 /PBI/2005 TENTANG LAPORAN HARIAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 43 /POJK.04/2016 TENTANG LAPORAN LEMBAGA KLIRING DAN PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 12/ 24 /PBI/2010 TENTANG KEWAJIBAN PELAPORAN UTANG LUAR NEGERI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 17/12/PBI/2015

2017, No mengikat untuk seluruh lembaga jasa keuangan, emiten, dan perusahaan publik; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

- 4 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 12 /PBI/2012 TENTANG LAPORAN KANTOR PUSAT BANK UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang :

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 64 /POJK.03/2016 TENTANG PERUBAHAN KEGIATAN USAHA BANK KONVENSIONAL MENJADI BANK SYARIAH

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 42 /POJK.04/2016 TENTANG LAPORAN BURSA EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. KETENTUAN UMUM

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 44 /POJK.04/2016 TENTANG LAPORAN LEMBAGA PENYIMPANAN DAN PENYELESAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 46 /POJK.03/2017 TENTANG PELAKSANAAN FUNGSI KEPATUHAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 29 /POJK.04/2016 TENTANG LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

BATANG TUBUH PENJELASAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 17 /POJK.05/2016 TENTANG LAPORAN TEKNIS DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN PENERBITAN DAFTAR EFEK SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pa

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 1/ 7 /PBI/1999 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA,

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 13/ 5 /PBI/2011 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENYALURAN DANA BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

Transkripsi:

Matriks RPOJK Penyampaian Laporan BPR dan BPRS melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan BATANG TUBUH RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2018 TENTANG PENYAMPAIAN LAPORAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH MELALUI SISTEM PELAPORAN OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN RANCANGAN PENJELASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2018 TENTANG PENYAMPAIAN LAPORAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH MELALUI SISTEM PELAPORAN OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pengawasan Otoritas Jasa Keuangan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, diperlukan data dan informasi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, secara individual yang tepat waktu, akurat, dan benar; b. bahwa dalam rangka memperoleh data dan informasi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan sejalan dengan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan, laporan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah secara daring (online) disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan; c. bahwa seluruh laporan secara daring oleh Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penyampaian Laporan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. UMUM Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Pasal 35 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diatur bahwa Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan laporan posisi keuangan dan perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sejalan dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya kebutuhan terhadap sistem informasi manajemen dalam rangka pengawasan terhadap Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah maka penyampaian data dan informasi dari Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah perlu dilakukan secara daring (online) melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Penyampaian laporan secara daring bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengawasan serta analisis data dan informasi terkait pengambilan kebijakan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu diatur ketentuan tentang Penyampaian Laporan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253); MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENYAMPAIAN LAPORAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH MELALUI SISTEM PELAPORAN OTORITAS JASA KEUANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Bank Perkreditan Rakyat yang selanjutnya disingkat BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 2. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang selanjutnya disingkat BPRS adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. 3. Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan adalah seluruh laporan yang disampaikan oleh BPR dan BPRS secara daring (online) kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan (APOLO), antara lain Laporan Bulanan BPR, Laporan Bulanan BPRS, Rencana Bisnis BPR dan BPRS, dan laporan lainnya yang wajib disampaikan oleh BPR dan BPRS secara daring. 4. BPR dan BPRS Pelapor adalah kantor pusat BPR dan BPRS yang menyampaikan Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan.

5. Laporan Bulanan BPR, adalah laporan keuangan dan informasi lainnya yang disusun oleh BPR Pelapor untuk kepentingan Otoritas Jasa Keuangan, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka. 6. Laporan Bulanan BPRS, adalah laporan keuangan dan informasi lainnya yang disusun oleh BPRS Pelapor untuk kepentingan Otoritas Jasa Keuangan, yang disajikan menurut sistematika yang ditentukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam format dan definisi yang seragam serta dilaporkan dengan menggunakan sandi-sandi dan angka. BAB II LAPORAN BPR DAN BPRS MELALUI SISTEM PELAPORAN OTORITAS JASA KEUANGAN Pasal 2 Pasal 2 (1) Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan meliputi jenis laporan sebagai berikut: a. Laporan Bulanan BPR; b. Laporan Bulanan BPRS; c. Rencana Bisnis BPR dan BPRS; dan d. laporan lainnya yang wajib disampaikan oleh BPR dan BPRS secara daring. Cukup jelas (2) BPR dan BPRS Pelapor wajib menyampaikan Laporan BPR dan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Otoritas Jasa Keuangan secara daring melalui APOLO secara benar, lengkap, dan tepat waktu. Prosedur pengoperasian aplikasi Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan diatur dalam Petunjuk Teknis Aplikasi Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan pada situs web APOLO. (3) BPR dan BPRS Pelapor bertanggung jawab atas kebenaran dan kelengkapan isi serta ketepatan waktu penyampaian Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Cukup jelas Pasal 3 Pasal 3 (1) Kewajiban penyampaian Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (2) dikecualikan dalam hal: a. BPR dan BPRS Pelapor berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas komunikasi, sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan laporan dan/atau koreksi laporan secara daring; b. BPR dan BPRS Pelapor baru beroperasi, dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan Penyampaian laporan secara daring adalah penyampaian laporan oleh BPR atau BPRS Pelapor dengan mengirim atau mentransfer rekaman data secara langsung melalui APOLO. Huruf a Huruf b

setelah melakukan kegiatan operasional; c. BPR dan BPRS Pelapor mengalami gangguan teknis; atau d. terjadi kerusakan dan/atau gangguan pada pangkalan data (database) atau jaringan komunikasi di Otoritas Jasa Keuangan. Huruf c Yang dimaksud dengan gangguan teknis adalah gangguan yang disebabkan permasalahan teknis yang mengakibatkan BPR dan BPRS Pelapor tidak dapat menyampaikan laporan secara daring, antara lain gangguan pada jaringan telekomunikasi, kebakaran, atau pemadaman listrik. Huruf d Otoritas Jasa Keuangan akan memberitahukan kepada BPR dan BPRS Pelapor mengenai terjadinya kerusakan dan/atau gangguan pada pangkalan data (database) atau jaringan komunikasi di Otoritas Jasa Keuangan secara tertulis atau dengan menggunakan sarana lain. (2) BPR dan BPRS Pelapor yang tidak dapat menyampaikan Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring, wajib menyampaikan laporan dimaksud secara luring (offline). Penyampaian laporan secara luring adalah penyampaian laporan dengan menyampaikan rekaman data dalam bentuk USB, cakram digital (compact disk), atau sarana rekaman atau transfer data lainnya disertai hasil validasi kepada Otoritas Jasa Keuangan. (3) BPR dan BPRS Pelapor memperoleh pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b setelah menyampaikan surat pemberitahuan terlebih dahulu kepada Otoritas Jasa Keuangan dengan mengemukakan alasannya. Ayat (4) (4) BPR dan BPRS Pelapor sebagaimana dimaksud Yang dimaksud dengan dokumen pendukung pada ayat (1) huruf c dapat menyampaikan antara lain surat atau pengumuman dari laporan secara luring paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah batas akhir periode penyampaian laporan dengan surat pemberitahuan kepada penyedia jaringan komunikasi data dalam hal BPR atau BPRS Pelapor mengalami gangguan komunikasi data, surat dari penyedia jaringan Otoritas Jasa Keuangan, disertai dokumen listrik dalam hal BPR atau BPRS Pelapor pendukung. mengalami pemadaman listrik, dan/atau dokumen yang menyatakan telah ada upaya melakukan penyampaian laporan secara daring. Pengecualian penyampaian Rencana Bisnis BPR dan BPRS secara daring bagi BPR dan BPRS Pelapor yang mengalami gangguan teknis mengacu pada ketentuan ini. Pasal 4 Pasal 4 (1) BPR dan BPRS Pelapor yang mengalami keadaan kahar (force majeure) sehingga tidak memungkinkan untuk menyampaikan Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan secara luring sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan batas akhir periode penyampaian Yang dimaksud dengan keadaan kahar (force majeure) antara lain kebakaran, kerusuhan massa, perang, konflik bersenjata, sabotase, serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir, yang dibenarkan oleh pejabat instansi yang berwenang dari daerah setempat.

laporan, memberitahukan secara tertulis kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memperoleh penundaan batas waktu penyampaian laporan. (2) BPR dan BPRS Pelapor wajib menyampaikan Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan secara daring setelah kembali melakukan kegiatan operasional secara normal. Pasal 5 Pasal 5 (1) BPR dan BPRS Pelapor wajib menunjuk dan menyampaikan nama petugas penanggung jawab laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Yang dimaksud dengan petugas penanggung jawab laporan adalah pegawai BPR atau BPRS yang diberi tugas untuk melakukan verifikasi dan menyampaikan Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan. (2) Nama petugas penanggung jawab laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pertama kali disampaikan paling lambat: a. bagi BPR tanggal 31 Maret 2019; dan b. bagi BPRS tanggal 30 September 2019. (3) BPR dan BPRS Pelapor wajib melaporkan setiap perubahan nama petugas penanggung jawab laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum perubahan. BAB III LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS BAB III LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS Pasal 6 Pasal 6 (1) BPR dan BPRS Pelapor wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf a dan b kepada Otoritas Jasa Keuangan secara daring setiap bulan secara benar, lengkap, dan tepat waktu. (2) Laporan Bulanan BPR sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf a mencakup hal-hal sebagai berikut: a. data pokok; b. laporan posisi keuangan; c. rekening administratif; d. laba rugi; e. daftar rincian dari pos-pos tertentu laporan posisi keuangan; f. informasi terkait pelanggaran/pelampauan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); dan Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Informasi yang dilaporkan terkait pelanggaran/pelampauan BMPK sesuai dengan perhitungan sebagaimana diatur dalam ketentuan

g. rasio keuangan triwulanan. Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai batas maksimum pemberian kredit BPR. Penyampaian informasi terkait pelanggaran dan pelampauan BMPK merupakan pemenuhan kewajiban pelaporan BMPK sebagaimana diatur dalam Undang Undang Perbankan. Huruf g Yang dimaksud dengan rasio keuangan triwulanan adalah rasio-rasio yang dimuat dalam Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana diatur dalam ketentuan Otoritas Jasa Keuangan yang mengatur mengenai tranparansi kondisi keuangan BPR. (3) Laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf b mencakup hal-hal sebagai berikut: a. data pokok; b. laporan posisi keuangan; c. rekening administratif; d. laba rugi; e. daftar rincian dari pos-pos tertentu laporan posisi keuangan; f. informasi terkait pelanggaran/pelampauan Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD); g. rasio keuangan triwulanan; h. daftar rincian restrukturisasi pembiayaan; i. daftar rincian sumber dan penyaluran dana zakat; j. daftar rincian sumber dan penggunaan dana kebajikan; Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Informasi yang dilaporkan terkait pelanggaran/pelampauan BMPD sesuai dengan perhitungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana BPRS. Penyampaian informasi terkait pelanggaran dan pelampauan BMPD merupakan pemenuhan kewajiban pelaporan BMPD sebagaimana diatur dalam Undang Undang Perbankan Syariah. Huruf g Yang dimaksud dengan rasio keuangan triwulanan adalah rasio-rasio yang dimuat dalam Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tranparansi kondisi keuangan BPRS. Huruf h Informasi yang dilaporkan terkait rincian restrukturisasi pembiayaan yang dilakukan sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai restrukturisasi pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah. Huruf i Huruf j

k. daftar rincian distribusi bagi hasil; dan l. daftar rincian perubahan dana investasi terikat. Huruf k Huruf l Cukup jelas (4) Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS dilaporkan oleh kantor pusat BPR dan BPRS Pelapor kepada Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (4) (5) Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib mencakup informasi gabungan seluruh kantor dan informasi masing-masing kantor cabang BPR dan BPRS Pelapor. Ayat (5) (6) Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib disusun sesuai dengan pedoman penyusunan Laporan Bulanan BPR atau BPRS sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. Ayat (6) (7) Dalam hal terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan atas Laporan Bulanan yang telah disampaikan, BPR dan BPRS Pelapor wajib menyampaikan koreksi atas Laporan Bulanan dimaksud secara daring dengan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6). Ayat (7) Yang dimaksud dengan kekeliruan dan/atau kesalahan adalah antara lain ketidaksesuaian antara Laporan Bulanan yang disampaikan dengan pedoman penyusunan Laporan Bulanan. Pasal 7 Pasal 7 BPR dan BPRS Pelapor wajib memiliki sistem dan prosedur konversi yang dituangkan dalam suatu pedoman tertulis, sehingga memungkinkan BPR dan BPRS Pelapor untuk menyesuaikan penyajian data Yang dimaksud dengan prosedur konversi adalah prosedur yang digunakan oleh BPR dan BPRS Pelapor untuk menyesuaikan penyajian data dari format pembukuan intern BPR dan BPRS Pelapor dari format pembukuan intern menjadi format ke dalam format Laporan Bulanan sebagaimana Laporan Bulanan BPR atau Laporan Bulanan BPRS. diatur dalam pedoman penyusunan Laporan Bulanan BPR atau Laporan Bulanan BPRS. Pasal 8 Pasal 8 Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS diatur dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan. BAB IV PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS BAB IV PERIODE PENYAMPAIAN LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS Pasal 9 Pasal 9 (1) BPR dan BPRS Pelapor wajib menyampaikan Laporan Bulanan paling lambat tanggal 5 (lima) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Laporan Bulanan dapat disampaikan secara daring pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional. (2) Dalam hal tanggal 5 (lima) jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, BPR dan BPRS Pelapor yang menyampaikan Laporan Bulanan Contoh : Laporan Bulanan untuk data bulan September

secara luring wajib menyampaikan Laporan Bulanan pada hari kerja sebelumnya. 2019 disampaikan secara luring paling lambat pada tanggal 4 Oktober 2019 (hari Jumat) untuk penyampaian secara langsung ke Otoritas Jasa Keuangan mengingat tanggal 5 Oktober 2019 jatuh pada hari Sabtu. (3) BPR dan BPRS Pelapor dinyatakan telah menyampaikan Laporan Bulanan pada tanggal Bukti penerimaan untuk Laporan Bulanan yang diterimanya Laporan Bulanan oleh Otoritas Jasa disampaikan secara daring adalah berupa Keuangan. softcopy yang dapat diambil secara daring (download) pada situs web APOLO. Sedangkan bukti penerimaan untuk Laporan Bulanan yang disampaikan secara luring adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan atau tanggal stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila dikirimkan melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi. Pasal 10 Pasal 10 (1) BPR dan BPRS Pelapor wajib menyampaikan koreksi atas kesalahan Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (7) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. Koreksi Laporan Bulanan dapat disampaikan secara daring pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional. (2) Dalam hal tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional, BPR dan BPRS Pelapor yang menyampaikan koreksi Laporan Bulanan secara luring wajib menyampaikan koreksi Laporan Bulanan pada hari kerja sebelumnya. (3) BPR dan BPRS Pelapor dinyatakan telah menyampaikan koreksi Laporan Bulanan pada tanggal diterimanya koreksi Laporan Bulanan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Contoh: Koreksi Laporan Bulanan untuk data bulan Oktober 2019 disampaikan secara luring paling lambat tanggal 8 November 2019 (hari Jumat) untuk penyampaian secara langsung ke Otoritas Jasa Keuangan mengingat tanggal 10 November 2019 jatuh pada hari Minggu. Bukti penerimaan untuk koreksi Laporan Bulanan yang disampaikan secara daring adalah berupa softcopy yang dapat diambil secara daring (download) pada situs web APOLO. Sedangkan bukti penerimaan untuk koreksi Laporan Bulanan yang disampaikan secara luring adalah berupa tanda terima apabila disampaikan langsung kepada Otoritas Jasa Keuangan atau tanggal stempel pos atau tanda terima jasa ekspedisi apabila dikirimkan melalui kantor pos atau perusahaan jasa ekspedisi. (4) Otoritas Jasa Keuangan dapat menetapkan tanggal berakhirnya penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan Bulanan BPR dan BPRS selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal terjadi: a. kerusakan dan/atau gangguan pada Ayat (4)

pangkalan data (database) atau jaringan komunikasi di Otoritas Jasa Keuangan; dan/atau b. kondisi tertentu yang berdampak signifikan pada periode penyampaian Laporan Bulanan. Pasal 11 Pasal 11 (1) Dalam hal BPR dan BPRS Pelapor belum menyampaikan Laporan Bulanan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau Pasal 9 ayat (2), BPR dan BPRS Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Bulanan. (2) BPR dan BPRS Pelapor yang sampai dengan batas waktu penyampaian koreksi Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) atau Pasal 10 ayat (2) belum menyampaikan Laporan Bulanan, tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan. Pasal 12 Pasal 12 (1) Dalam hal berdasarkan penelitian dan/atau pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan atas Laporan Bulanan yang telah disampaikan oleh BPR atau BPRS Pelapor ditemukan adanya kesalahan, BPR atau BPRS Pelapor wajib menyampaikan koreksi Laporan Bulanan berdasarkan hasil penelitian dan/atau hasil pemeriksaan dimaksud secara daring, untuk posisi sejak ditemukannya kesalahan. (2) Koreksi Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pemberitahuan oleh Otoritas Jasa Keuangan atau sejak tanggal pertemuan akhir antara anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris BPR dan BPRS dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk membahas hasil pemeriksaan (exit meeting). (3) BPR dan BPRS Pelapor wajib menggunakan hasil penelitian dan/atau hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menyusun Laporan Bulanan. BAB V PENCATATAN LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS BAB V PENCATATAN LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS Pasal 13 Pasal 13 BPR dan BPRS wajib melakukan pencatatan atas kegiatan usaha berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku bagi BPR dan BPRS. BAB VI SANKSI LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS BAB VI SANKSI LAPORAN BULANAN BPR DAN LAPORAN BULANAN BPRS Pasal 14 Pasal 14

(1) BPR dan BPRS Pelapor yang dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan Bulanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, dikenakan sanksi denda sebesar Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per hari keterlambatan sampai dengan batas penyampaian koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2). (2) BPR dan BPRS Pelapor yang menyampaikan Laporan Bulanan setelah batas penyampaian koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2), dikenakan sanksi denda sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). (3) Terhadap setiap kesalahan Laporan Bulanan yang ditemukan berdasarkan inisiatif BPR dan BPRS Pelapor yang disampaikan melewati batas waktu penyampaian koreksi laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2), dikenakan sanksi denda sebesar Rp25.000,00 per item dan paling banyak sebesar Rp5.000.000,00. Contoh: BPR X menyampaikan Laporan Bulanan posisi Agustus 2020 pada tanggal 8 September 2020. Perhitungan pengenaan sanksi denda BPR X sebagai berikut: 3 hari x Rp250.000,00 = Rp750.000,00. Contoh: BPR X menyampaikan Laporan Bulanan posisi Agustus 2020 pada tanggal 11 September 2020, BPR X dikenakan sanksi denda sebesar Rp5.000.000,00. Contoh: BPR X menyampaikan koreksi Laporan Bulanan posisi Agustus 2020 pada tanggal 15 September 2020. Koreksi Laporan Bulanan dimaksud dilakukan terhadap 10 item kesalahan Laporan Bulanan periode dimaksud. Atas kondisi tersebut, BPR X hanya dikenakan sanksi denda kesalahan per item, dengan perhitungan sebagai berikut: 10 item x Rp25.000 = Rp250.000,00. (4) Terhadap setiap kesalahan Laporan Bulanan yang ditemukan berdasarkan penelitian dan/atau pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), dikenakan sanksi denda sebesar Rp50.000,00 per item dan paling banyak sebesar Rp10.000.000,00. Ayat (4) Dalam hal terdapat kesalahan Laporan Bulanan berdasarkan hasil pemeriksaan Otoritas Jasa Keuangan, sanksi hanya dikenakan atas kesalahan untuk data bulan laporan pada posisi pemeriksaan. Pasal 15 Pasal 15 BPR dan BPRS Pelapor yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 4 ayat (2), Pasal 5, Pasal 6 ayat (7), Pasal 7, Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (1), Pasal 12 ayat (3), Pasal 13, dan Pasal 19 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau Pasal 58 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa teguran tertulis dan/atau penurunan tingkat kesehatan. Pasal 16 Pasal 16 BPR dan BPRS Pelapor yang: a. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), Pasal 10 ayat (2), dan Pasal 12

ayat (2); dan/atau b. melakukan kesalahan dalam Laporan Bulanan berdasarkan penelitian dan/atau Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), selain dikenakan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dikenakan pula sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau Pasal 58 Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa teguran tertulis dan/atau penurunan tingkat kesehatan. Pasal 17 Pasal 17 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan/atau rekayasa transaksi yang tidak wajar sehingga menyebabkan terpenuhinya kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berlaku ketentuan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) dan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan atau Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,. Pasal 18 Pasal 18 Pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan 14 ayat (4) dikecualikan terhadap hasil audit tahunan yang dilakukan oleh akuntan publik. BAB VII LAIN-LAIN BAB VII LAIN-LAIN Pasal 19 Pasal 19 Dalam hal BPR atau BPRS dibubarkan karena penggabungan usaha atau peleburan usaha dengan BPR dan BPRS lain sehingga tidak lagi menjadi BPR dan BPRS Pelapor, BPR dan BPRS tetap wajib menyampaikan Laporan Bulanan untuk data akhir bulan laporan sebelum berlakunya izin penggabungan usaha atau peleburan usaha, sesuai ketentuan yang berlaku. Contoh: Apabila izin penggabungan usaha antara BPR X dan BPR Y berlaku sejak tanggal 1 Maret 2019 yaitu sejak memperoleh persetujuan perubahan Anggaran Dasar atau Akta Pendirian BPR dari instansi yang berwenang atau tanggal pendaftaran Akta Penggabungan Usaha dan perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan apabila perubahan Anggaran Dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang, maka BPR X dan BPR Y tetap

BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN menyampaikan Laporan Bulanan untuk data bulan Februari 2019. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Pasal 20 (1) Kewajiban penyampaian Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan bagi BPR mulai diberlakukan sejak bulan Mei 2019. (2) Kewajiban penyampaian Laporan BPR dan BPRS Melalui Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan bagi BPRS mulai diberlakukan sejak bulan Oktober 2019. (3) Penyampaian Laporan Bulanan BPR dan koreksi Laporan Bulanan BPR melalui aplikasi Laporan Berkala BPR sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan BPR tetap diwajibkan sampai dengan bulan Oktober 2019. (4) Penyampaian Laporan Bulanan BPRS dan koreksi Laporan Bulanan BPRS melalui aplikasi Laporan Berkala BPRS sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan BPRS tetap diwajibkan sampai dengan bulan Desember 2019. Ayat (4) BAB IX KETENTUAN PENUTUP BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 21 Pasal 21 Kewajiban penyampaian Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS dan/atau koreksi Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku sejak pelaporan data bulan April 2019 bagi BPR, dan September 2019 bagi BPRS. Pasal 22 Pasal 22 Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran kewajiban penyampaian Laporan Bulanan BPR dan Laporan Bulanan BPRS sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku sejak pelaporan data bulan Oktober 2019 bagi BPR, dan Desember 2019 bagi BPRS. Pasal 23 Pasal 23 Pada saat Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini berlaku, maka: a. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/51/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat, b. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/9/PBI/2005 tentang Laporan Bulanan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, c. Penyampaian disket yang berisi Laporan

Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/47/PBI/2005 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat Syariah, d. Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/5/PBI/2011 tentang Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, e. Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 22 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, f. Pasal 20 A, Pasal 22, dan Pasal 25A Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/9/PBI/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, g. Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37/POJK.03/2016 Tentang Rencana Bisnis Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, h. Pasal 14 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, i. Penyampaian rekaman data Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, j. Penyampaian laporan bagi BPR yang mengalami keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, k. Penyampaian rekaman data Laporan Keuangan Publikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, l. Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 28 ayat (4), Pasal 28 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat, dan m. Tata cara penyampaian laporan BMPK dan koreksi laporan BMPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 49/POJK.03/2017 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank

Perkreditan Rakyat, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku terhitung sejak pelaporan data bulan Oktober 2019 bagi BPR, dan bulan Desember 2019 bagi BPRS. Pasal 24 Pasal 24 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Diundangkan di Jakarta Pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR