BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Ditengah perubahan internal dan eksternal bangsa ini, terdapat isu sentral yang menjadi wacana publik yaitu perlunya pembagian kekuasaan yang seimbang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah guna meningkatkan kemandirian daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri dalam hubungan yang serasi dengan daerah lainnya, serta tentunya dengan pemerintah pusat. Saat ini terdapat cara berpikir yang mengharapkan agar kekuasaan atau wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk peraturan perimbangan dalam menikmati kekayaan Negara yang berasal dari sumber kekayaan alam daerah, yang selama ini dipandang sebagai monopoli pemerintah pusat harus diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah dimana pemerintah daerah dapat dengan leluasa melaksanakan pembangunan daerahnya sehingga hasil pembangunan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, daerah dengan sendirinya akan mengalami proses pemberdayaan serta kemandiran daerah akan terbangun. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di
Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa dalan rangka penyelengaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemerintah Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk meningkatkan kemandirian. Salah satu tolok ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah atau pemerintahan sendiri. Sumber keuangan tersebut salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Hasil pajak daerah perlu diusahakan agar menjadi pemasukan yang potensial terhadap PAD. Dari penerimaan sektor pajak daerah diharapkan dapat mendukung sumber pembiayaan daerah dalam
menyelenggarakan pembangunan daerah, sehingga akan meningkatkan dan memeratakan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Upaya peningkatan PAD dapat dilakukan salah satunya dengan meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektifitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan potensi yang ada, serta terus diupayakan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan, sehingga dapat dipungut pajak atau retribusinya sesuai dengan ketentuan yang ada. Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar. Perkembangan politik di Indonesia yang begitu cepat khususnya di bidang pemerintahan daerah telah melahirkan perubahan yang mendasar pada sistem pemerintahan daerah ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menggantikan undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, yang mengatur tentang pemberian otonomi yang leih luas kepada daerah, serta lahirnya undang-undang
nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber pendapatan atau keuangan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan yaitu : 1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi 2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak 3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat 4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah 5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu : 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Perusahaan daerah 4. Dinas Daerah 5. Pendapatan Daerah lainnya Salah satu sumber PAD yang mendapat perhatian khusus adalah pajak daerah. Menurut Yani (2002: 45), pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Peranan pajak sangatlah penting bagi penerimaan kas negara oleh karena itu Pemerintah terus berusaha meningkatkan dan menggali setiap potensi yang ada. Demikian juga potensi yang ada di daerah dimana usaha tersebut tidak lepas dari peran serta dan kontribusi Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui akan kebutuhan dan kondisi serta potensi yang ada di daerahnya untuk digali dan dioptimalkan. Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak daerah sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparatur perpajakan sesuai dengan fungsinya ber-kewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam Peraturan Perundang undangan. Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang mempunyai kontribusi dan potensi terbesar di Kota Medan adalah pajak daerah. Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan peraturanperaturan pajak yang diterapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran. Beberapa macam pajak yang
dipungut oleh pemerintah Kota Medan diantaranya yaitu pajak reklame, pajak restoran dan pajak hotel, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak permanfaatan air bawah tanah dan air permukaan dan pajak parkir. Terdapat satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Bila dilihat dari kontribusinya bagi Pajak Daerah, Pajak Reklame sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah yang berpotensi dan dapat dilakukan pemungutan secara efisien, efektif, dan ekonomis sehingga dapat lebih berperan dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan. Menurut Marihot P.Siahaan dan Ahmad Sofyan (2005:45 ), pemasukan dari pajak reklame didapat dari nilai sewa reklame yang dipasang dengan tarif sewa reklame berdasarkan dari lokasi pemasangan reklame, lamanya pemasangan reklame, dan jenis ukuran reklame. Pihak-pihak yang menggunakan jasa reklame dari bidang pendidikan, industri, perhotelan, hiburan, bank-bank dan lembaga keuangan, transportasi, komunikasi dan pihak pemerintah. Dalam mengatur penyelengaraan pajak reklame di Kota Medan, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah. Dalam perkembangan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Pajak Reklame, Perda tersebut telah mengalami dua kali perubahan yaitu dalam kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2011. Pada Peraturan Daerah tentang Pajak reklame Nomor 2 tahun 2004, yang megurus pajak reklame adalah Dinas Pendapatan. Kemudian dalam perkembangannya, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2004 mengalami perubahan
menjadi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011, dimana yang mengurus pajak reklame adalah Dinas Pendapatan juga. Hal ini menunjukkan perubahan dari Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2004 menjadi Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2011 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam perkembangannya, pengurusan pajak reklame ini, tidak langsung diurus oleh Dinas Pendapatan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011. Adapun pihak yang turut serta dalam pengurusan pajak reklame ini adalah Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Sehingga ada dua Dinas dan satu Badan yang mengurus pajak reklame ini. Namun yang turun secara langsung dalam pengurusan pajak reklame ini adalah Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Hal tersebut justru menjadikan masyarakat yang mengurus pajak reklame mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame. Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul studi tentang Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame. I.2 Fokus Masalah Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah bagaimana implementasi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam hal ini, penulis akan lebih memfokuskan kepada hal yang menyebabkan adanya dua Dinas dan satu Badan yang mengurus Pajak Reklame, namun jika dilihat di dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011
Tentang Pajak Reklame yang mengurus pajak Reklame adalah satu Dinas yakni Dinas Pendapatan. Pihak-pihak terkait di dalam Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) akan dimintai keterangan terkait implementasi dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. I.3 Rumusan Masalah Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya dan supaya peneliti dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian. (Arikunto, 2002:47) Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame? 2. Apa yang menjadi penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)? 3. Apa yang menjadi kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame?
I.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. 2. Untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). 3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. I.5 Manfaat Penelitian 1. Secara subyektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan, dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu terkait implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.
I.6 Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN Bab ini berisikan teori-teori dan referensi lain yang dipakai selama penelitian dan defenisi konsep. Teori-teori disini tidak berfungsi untuk membangun kerangka berpikir, tetapi lebih berfungsi sebagai bekal peneliti untuk memahami situasi sosial yang diteliti. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan validitas data BAB IV : TEMUAN PENELITIAN Bab ini berisikan profil lokasi penelitian, sejarah singkat, visi dan misi organisasi, struktur organisasi serta tugas dan fungsinya, dan penyajian data.
BAB V : ANALISIS TEMUAN Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel BAB VI : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam bentuk saran.