I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS EFISIENSI TEKNIS DAN PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

Tahun Bawang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Bruto (PDB) Indonesia, dan berperan penting dalam perekonomian nasional

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

BAB I PENDAHULUAN. bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal. Komoditas ini juga merupakan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Metode Penentuan Responden

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. kenyataan yang terjadi yakni

I. PENDAHULUAN. penting bagi perkembangan perekonomian nasional di Indonesia. Hal ini

Bab 5 H O R T I K U L T U R A

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. Fungsi produksi adalah suatu fungsi yang menggambarkan jumlah output maksimum

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas hortikultura tergolong komoditas yang bernilai ekonomi tinggi

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Tahun (Milyar rupiah)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

30% Pertanian 0% TAHUN

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penduduk Indonesia usia 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang) No.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. sebagian penduduk indonesia berprofesi sebagai petani. Perkembangan komoditas

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits),

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia

I. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan berperan penting

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN *

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Varietas Bawang Merah

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan alam Indonesia yang beriklim tropis mempunyai banyak habitat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hortikultura, subsektor kehutanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan,

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

Transkripsi:

20. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja di Desa Sukasari Kaler per Musim Tanam pada Tahun 2011... 67 21. Pendugaan Parameter dengan Metode MLE untuk Fungsi Produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 76 22. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 85 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknis Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 86 24. Pendugaan Parameter Maximum Likelihood Model Inefisiensi Teknis Produksi Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 87 25. Penerimaan Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 96 26. Biaya Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2011... 97 27. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan terhadap Biaya (R/C) Usahatani Bawang Merah per Hektar per Musim Tanam di Desa Sukasari Kaler Tahun 2010... 103 xiv

Nomor DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita Tahun 2002-2009... 4 2. Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan Tahun 2004-2008 (Ton)... 4 3. Kurva Fungsi Produksi... 30 4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier... 32 5. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Input)... 35 6. Efisiensi Teknis dan Alokatif (Orientasi Output)... 36 7. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Teknis Dan Pendapatan Usahatani Bawang Merah di Desa Sukasari Kaler... 40 8. Pengolahan Lahan dan Lahan yang Sudah Diolah di Desa Sukasari Kaler (2011)... 69 9. Tanaman Bawang Merah Umur ± 40 HST dan Kegiatan Penyiangan di Desa Sukasari Kaler (2011)... 69 10. Kegiatan Pengendalian HPT dan Beberapa Jenis Obat-obatan yang Digunakan di Desa Sukasari Kaler (2011)... 73 xv

Nomor DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Peta Desa Sukasari Kaler pada Tahun 2011... 95 2. Karakteristik Petani Responden pada Tahun 2011... 96 3. Input Model Produksi Bawang Merah Tahun 2010... 98 4. Penyusutan Peralatan Usahatani Bawang Merah Tahun 2010... 100 5. Output Minitab Model Produksi Bawang Merah Tahun 2010... 101 6. Output Frontier Model Produksi Bawang Merah Tahun 2010... 102 7. Perincian Biaya Usahatani Varietas Sumenep Tahun 2010... 107 8. Perincian Biaya Usahatani Varietas Balikaret Tahun 2010... 108 9. Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Sumenep per Hektar per Musim Tanam Tahun 2010... 109 10. Pendapatan Usahatani Bawang Merah Varietas Balikaret per Hektar per Musim Tanam Tahun 2010... 110 xvi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). PDB dari hasil pertanian (pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan) atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar Rp 284,6 triliun pada tahun 2008 dan Rp 296,4 triliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Hal ini menunjukkan bahwa peran dan kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional senantiasa mengalami pertumbuhan, sehingga sektor pertanian semakin berperan penting dalam perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 juga mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen dan menempatkan sektor pertanian pada peringkat kedua yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen (Handyoko 2010). Sektor pertanian Indonesia terdiri dari tiga subsektor yaitu subsektor tanaman perkebunan, tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Hortikultura sebagai salah satu subsektor petanian terdiri dari berbagai jenis tanaman, yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Menurut studi penawaran dan permintaan komoditas hortikultura, komoditas hortikultura paling sedikit mempunyai tiga peran penting terhadap perekonomian Indonesia, yaitu : (1) sumber pendapatan masyarakat; (2) bahan pangan masyarakat khususnya sumber vitamin (buah-buahan), mineral (sayuran) dan bumbu masak dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat; dan (3) sumber devisa Negara non-migas (PPSEP Deptan 2001). Hortikultura menempati urutan kedua setelah tanaman pangan dalam struktur pembentukan PDB sektor pertanian. Subsektor hortikultura memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat terhadap pembentukan PDB. Pada tahun 2007 kontribusi terhadap PDB sebesar Rp 76,79 triliun dan pada tahun 2008 meningkat menjadi Rp 80,29 triliun, atau terjadi peningkatan sebesar 1

4,55 persen dalam satu tahun 1). Peningkatan tersebut tercapai karena terjadi peningkatan produksi diberbagai sentra produksi hortikultura, disamping meningkatnya luas areal produksi dan areal panen serta nilai ekonomi dan nilai tambah produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Dengan demikian, hal ini berpengaruh positif terhadap peningkatan PDB. Semua jenis tanaman hortikultura baik tanaman buah-buahan, tanaman sayur, tanaman biofarmaka dan tanaman hias mengalami perkembangan yang cenderung meningkat terhadap nilai PDB hortikultura. Tabel 1 memperlihatkan perkembangan nilai PDB hortikultura berdasarkan harga yang berlaku tahun 2007 dan 2008. Tabel 1. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga yang Berlaku Tahun 2007 dan 2008 No Jenis Tanaman Nilai PDB (miliar) Peningkatan/ Hortikultura Tahun 2007 Tahun 2008 Penurunan (%) 1 Tanaman Buah-buahan 42.632 42.660 4,02 2 Tanaman Sayuran 25.587 27.423 7,18 3 Tanaman Biofarmaka 4.105 4.118 0,32 4 Tanaman Hias 4.741 6.091 28,48 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura Departemen Pertanian (2009), diolah Berdasarkan informasi pada Tabel 1, menunjukkan bahwa dalam PDB subsektor hortikultura tanaman sayuran menempati urutan kedua setelah tanaman buah-buahan dan mengalami peningkatan sebesar 7,18 persen dalam kurun waktu satu tahun yaitu dari tahun 2007 hingga tahun 2008. Hal ini menunjukkan peran penting subsektor hortikultura dalam mendukung perekonomian nasional, khususnya dalam peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan PDB subsektor hortikultura tersebut salah satunya disebabkan karena jumlah produksi sayuran di Indonesia yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tabel 2 merupakan data produksi sayuran di Indonesia pada tahun 2006-2010. 1) http://www.sinartani.com/. Kontribusi terhadap PDB. [30 Januari 2011] 2

Tabel 2. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010 (Ton) No Komoditas Tahun 2006 2007 2008 2009 2010* 1 Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 1.384.656 2 Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 1.332.356 3 Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 1.060.579 4 Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 1.048.228 5 Tomat 629.744 635.475 725.973 853.061 890.169 6 Ketimun 598.890 581.205 540.122 583.139 546.927 7 Mustard Green 590.401 564.912 565.636 562.838 583.004 8 Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 541.359 9 Kacang Panjang 461.239 488.500 455.524 483.793 488.174 10 Terong 358.095 390.846 427.166 451.564 509.093 Keterangan : *) Angka sementara Sumber : Badan Pusat Statistik (2011), diolah Tabel 2 menunjukkan produksi nasional berbagai sayuran unggulan di Indonesia yang berada pada peringkat 10 besar. Produksi sayuran tersebut setiap tahunnya mempunyai kecenderungan meningkat. Salah satu komoditas sayuran tersebut yaitu bawang merah. Bawang merah menduduki posisi keempat dalam produksi nasional tanaman sayuran. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan Indonesia yang telah lama diusahakan oleh petani secara intensif. Bawang merah dibutuhkan oleh hampir semua kalangan yang umumnya digunakan sebagai bumbu masak atau obat tradisional. Komoditas sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional. Sifat bawang merah yang tidak memiliki pengganti (substitusi) yaitu tidak adanya komoditi yang memiliki sifat dan fungsi yang sama dengan bawang merah baik yang alami maupun sintetis, membuat pengembangan usaha bawang merah memiliki prospek yang cerah. Selama periode 2005-2009 konsumsi bawang merah per kapita mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Pertumbuhan penggunaan bawang merah dapat dilihat pada Gambar 1. 3

Kg/Thn 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 2005 2006 2007 2008 2009* Tahun Gambar 1. Konsumsi Bawang Merah Nasional per Kapita Tahun 2005-2009 Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian (2011), diolah Berdasarkan Gambar 1 konsumsi per kapita bawang merah tahun 2005 hingga tahun 2007 cenderung mengalami penurunan, dari 2,36 kg per kapita per tahun menjadi 0,30 kg per kapita tahun. Akan tetapi, pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008, konsumsi bawang merah per kapita per tahun mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 2,74 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, permintaan bawang merah diperkirakan akan terus meningkat (dengan perkiraan peningkatan lima persen per tahun), sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan (acar/pickles, bumbu, bawang goreng, dan bahan baku campuran obat-obatan) serta pengembangan pasar ekspor 2). Gambar 2 memperlihatkan penggunaan bawang merah untuk bahan makanan yang cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Ton 800 600 400 200 0 2004 2005 2006 2007 2008* Tahun Gambar 2. Penggunaan Komoditi Bawang Merah untuk Konsumsi Menurut Neraca Bahan Makanan Tahun 2004-2008 (Ton) Sumber : Pusdatin Departemen Pertanian (2011), diolah 2) Direktorat Jendral Hortikultura. 2008. Bahan RAPIM 15 April 2008. http://www.hortikultura.go.id/ [30 Januari 2011] 4

Meningkatnya konsumsi bawang merah per kapita per tahun yang disebabkan pertumbuhan penduduk dan berkembangnya produk olahan ini diikuti dengan peningkatan produksi bawang merah nasional. Peningkatan produksi nasional ini salah satunya terjadi akibat pertambahan luas areal panen. Tabel 3 memperlihatkan perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Indonesia tahun 2001-2010 yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah Nasional Tahun 2001-2010 (Ton) Indikator Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha) 2001 82.147 861.150 10,48 2002 79.867 766.572 9,60 2003 88.029 762.795 8,67 2004 88.707 757.399 8,54 2005 83.614 732.610 8,76 2006 89.188 794.931 8,91 2007 93.694 802.810 8,57 2008 91.339 853.615 9,35 2009 104.009 965.164 9,28 2010 109.634 1.048.228 9,57 Sumber : Departemen Pertanian (2011), diolah Pusat penghasil bawang merah di Indonesia tersebar di 10 provinsi dengan luas areal panen lebih dari 1.000 hektar per tahun. Provinsi tersebut yaitu Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, D.I. Yogyakarta, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Provinsi-provinsi ini seluruhnya menyumbang 97,27 persen dari produksi total bawang merah di Indonesia pada tahun 2008. Sebesar 81,46 persen disumbang oleh provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa (Deptan 2009). Tabel 4 menampilkan 10 provinsi penghasil utama bawang merah di Indonesia pada Tahun 2006-2010. 5

Tabel 4. Produksi Nasional Bawang Merah per Provinsi Tahun 2006-2010 (Ton) No Provinsi Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 1 Jawa Tengah 253.411 268.914 379.903 406.725 506.357 2 Jawa Timur 232.953 228.083 181.517 181.490 203.739 3 Jawa Barat 112.964 116.142 116.929 123.587 116.349 4 Nusa Tenggara Barat 85.682 90.180 68.748 133.945 104.324 5 D.I. Yogyakarta 24.511 15.564 16.996 19.763 19.950 6 Sumatera Barat 20.037 18.170 20.737 21.985 25.058 7 Sumatera Utara 8.666 11.005 12.071 12.655 9.413 8 Sulawesi Selatan 12.088 10.701 10.517 13.246 23.271 9 Bali 9.915 9.668 7.759 11.554 10.981 10 Nusa Tenggara Timur 7.142 7.144 15.137 16.602 3.879 Total 767.369 775.571 830.314 941.552 1.023.321 Sumber : Departemen Pertanian (2011), diolah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi penghasil utama bawang merah, menempati urutan ketiga dalam menyumbang produksi bawang merah nasional. Seperti halnya perkembangan produksi nasional, di Jawa Barat juga mengalami kecenderungan yang meningkat yang disebabkan peningkatan luas panen. Akan tetapi, peningkatan produksi tersebut tidak seimbang dengan peningkatan luas panen. Hal tersebut karena produktivitas bawang merah di Provinsi Jawa Barat mengalami penurunan. Tahun 2009 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mencapai 11,4 ton per hektar, lebih tinggi dari produktivitas nasional yaitu 9,28 ton per hektar. Akan tetapi, pada tahun 2010 produktivitas bawang merah di Jawa Barat mengalami penurunan menjadi 9,57 ton per hektar, sama dengan produktivitas nasional yaitu sebesar 9,57 ton per hektar (BPS 2011). Penurunan produktivitas bawang merah dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida dan obat-obatan yang berlebihan, serta kesesuaian jenis varietas yang digunakan dengan kondisi daerah. Pengalokasian sumberdaya yang efisien oleh petani bawang merah diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi. 6

Salah satu sentra bawang merah di Jawa Barat adalah Kabupaten Majalengka. Daerah penghasil bawang merah di Kabupaten Majalengka tersebar di beberapa kecamatan yaitu Kecamatan Dawuan, Jatitujuh, Kertajati dan Kecamatan Argapura. Kabupaten Majalengka memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya bawang merah. Akan tetapi, dari tingkat produktivitas Kabupaten Majalengka juga mengalami penurunan. 1.2. Perumusan Masalah Kecamatan Argapura merupakan sentra produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka. Kontribusi Kecamatan Argapura terhadap jumlah produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka setiap tahunnya merupakan jumlah terbesar diantara kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Majalengka. Tahun 2008, Kecamatan Argapura menyumbang sebesar 39,01 persen dari produksi total bawang merah di Kabupaten Majalengka. Meskipun dari jumlah produksi merupakan penghasil terbesar di Kabupaten Majalengka, akan tetapi dari tingkat produktivitasnya sangat rendah dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya. Perkembangan luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Kecamatan Argapura dari tahun 2006 sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Kecamatan Argapura Tahun 2006-2010 No Kecamatan Tanam (ha) Panen (ha) Produktivitas(kw/ha) Produksi (ton) 2009 2010 2009 2010 2009 2010 2009 2010 1 Kadipaten 140 135 142 135 113,53 160,76 1.612 2.170 2 Dawuan 344 180 344 186 119,94 122,13 4.126 2.271 3 Jatitujuh 322 148 322 148 160,66 137,51 5.173 2.032 4 Argapura 1.111 1.116 822 1.045 94,88 66,73 7.799 6.973 5 Kertajati 351 278 351 273 161,94 100,26 5.684 2.737 Total Kabupaten 3.046 2.541 2.722 2.504 116,38 91,37 31.678 22.878 Tahun 2008 3.028 3.379 97,71 33.015 Tahun 2007 2.904 2.995 90,34 27.058 Tahun 2006 3.882 3.512 99,98 35.112 Sumber : Dinas Pertanian dan Perikanan Kab. Majalengka (2011), diolah 7

Salah satu sentra bawang merah di Kecamatan Argapura yaitu Desa Sukasari Kaler. Desa Sukasari Kaler memiliki potensi sumberdaya alam yang besar. Luas wilayah pertanian mencapai 204,746 hektar yang terdiri dari 53,77 hektar lahan sawah, 119,576 hektar tegalan (tadah hujan) dan 31,4 hektar berupa perkebunan rakyat (Profil Desa Sukasari Kaler 2010). Tahun 2008 luas tanam yang digunakan untuk usahatani bawang merah seluas 305 hektar dengan tiga kali musim tanam selama satu tahun. Luas tanam tersebut berasal dari lahan sawah maupun tegalan (tadah hujan) (Profil Desa Sukasari Kaler 2010). Mengkaji persoalan tentang produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis. Hal ini dikarenakan ukuran produktivitas pada hakekatnya mempengaruhi tingkat efisiensi teknis budidaya yang dilakukan oleh petani yang menunjukkan pada seberapa besar keluaran (output) maksimum yang dapat dihasilkan per unit masukan (input) yang tersedia. Tingkat efisiensi teknis budidaya akan terlihat dari kapabilitas manajerial dalam aspek budidaya yang tercermin dalam aplikasi teknologi usaha budidaya dan pasca panen, serta kemampuan petani bawang merah mengakumulasikan dan mengolah informasi yang relevan dengan usaha budidayanya sehingga pengambilan keputusan yang dilakukan tepat (Sumaryanto et al. 2003). Rendahnya produktivitas yang terjadi di lokasi penelitian diduga terjadi karena penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien, sehingga berdampak pada rendahnya produktivitas bawang merah yang dibudidayakan. Selain itu, teknik budidaya dan penggunaan faktor-faktor produksi antara satu petani dengan petani lainnya pun berbeda. Adanya perbedaan tersebut diduga akan berpengaruh terhadap produksi bawang merah yang dihasilkan. Petani yang dalam teknik budidayanya mampu mengelola penggunaan faktor-faktor produksi (input) untuk mencapai hasil produksi (output) yang maksimum, maka dapat dikatakan efisien. Permasalahan lain yang dihadapi petani yaitu pupuk. Pupuk merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam usahatani bawang merah. Harga pupuk dari tahun ke tahun senantiasa terus meningkat. Hal tersebut karena adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk. Kebijakan pemerintah untuk mengurangi subsidi pupuk mengakibatkan petani menerima harga pupuk 8

yang tinggi. Kebijakan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 32/Permentan/SR.130/4/2010 ini berlaku mulai 8 April 2010. Pupuk urea misalnya, dari harga Rp 1.200 per kg dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg, pupuk ZA dari harga Rp 1.050 dinaikkan menjadi Rp 1.400 per kg, pupuk SP dari harga Rp 1.550 dinaikkan menjadi Rp 2.000 per kg dan pupuk NPK dari harga Rp 1.800 per kg dinaikkan menjadi Rp 2.300 per kg. Pupuk Urea, ZA, SP dan NPK merupakan pupuk yang digunakan para petani di Desa Sukasari Kaler dalam usahatani bawang merah. Kondisi tersebut semakin menyulitkan bagi petani karena harga pupuk yang diterima petani di lapangan lebih tinggi dari harga dasar (HET) yang ditetapkan pemerintah. Biaya produksi untuk usahatani semakin besar yang berakibat pada berkurangnya pendapatan yang diterima petani dari usahataninya, apalagi kenaikan biaya tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan harga produk. Selain itu, penggunaan varietas bibit di daerah penelitian juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani bawang merah. Terdapat dua jenis varietas bibit yang digunakan di Desa Sukasari Kaler yaitu varietas Sumenep dan varietas Balikaret. Kedua varietas ini memiliki karakteristik yang cukup berbeda dari sisi harga. Harga bawang merah varietas Sumenep biasanya lebih tinggi dibandingkan harga bawang merah varietas Balikaret. Selain itu, produktivitas kedua varietas ini pun berbeda. Produktivitas yang rendah yang terjadi akibat penggunaan faktor-faktor produksi yang belum efisien diduga dapat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis petani, sedangkan biaya pupuk yang tinggi akibat adanya kenaikan harga dan penggunaan varietas yang berbeda diduga akan berpengaruh terhadap pendapatan yang akan diperoleh petani. Hal tersebut mengakibatkan petani harus berusaha untuk mengefisienkan kegiatan usahatani bawang merah yang dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupten Majalengka? 9

2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka? 3) Bagaimana tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini diharapkan dapat menjawab berbagai permasalahan di atas. Oleh karena itu, penelitian efisiensi teknis usahatani bawang merah ini bertujuan untuk : 1) Menganalisis keragaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 3) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dijadikan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengembangan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler. Secara rinci penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1) Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi petani dan pihak berkepentingan untuk pengembangan usahatani bawang merah dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengelolaan usahatani bawang merah di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka. 2) Akademisi dan peneliti, sebagai bahan rujukan untuk penelitian serupa atau pengembangan penelitian yang sudah dilakukan. 3) Penulis, untuk memberikan wawasan, pengalaman, informasi baru tentang pengembangan usahatani bawang merah serta sebagai media penerapan ilmu dan peningkatan pemahaman yang diperoleh selama masa kuliah. 10

1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dengan lingkup wilayah yaitu Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka dengan komoditas yang diteliti adalah bawang merah. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Gunung Sari di daerah penelitian dan mengusahakan usahatani bawang merah pada lahan sawah. Selain itu, petani yang menjadi sampel merupakan petani yang masih melakukan budidaya bawang merah dalam kurun waktu satu tahun terakhir ketika penelitian dilakukan. Analisis kajian dibatasi untuk melihat keragaan usahatani bawang merah, faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani bawang merah dan tingkat pendapatan usahatani pada usahatani bawang merah di lahan sawah. 11