BAB I PENDAHULUAN. teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain

dokumen-dokumen yang mirip
Jaya Dwi Putra. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Riau Kepulauan Batam Korespondensi:

PENERAPAN ACCELERATED LEARNING DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pergeseran pandangan terhadap matematika akhir-akhir ini sudah hampir

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini telah. membawa berbagai perubahan hampir di setiap aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini sangat berperan dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I LATAR BELAKANG

2014 PENGARUH CTL DAN DI TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIKA SISWA SD

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, menjadi salah satu ilmu yang diperlukan pada saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang mempunyai kompetensi yang tinggi baik dilihat dari aspek

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat bantu dalam penerapan-penerapan bidang ilmu lain maupun dalam pengembangan matematika itu sendiri. Matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia untuk menguasai dan menciptakan teknologi pada masa mendatang. Sumarmo (Hutajulu, 2010) mengemukakan bahwa pendidikan matematika hakikatnya mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa yang akan datang. Oleh karena itu penguasaan materi matematika oleh siswa menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar lagi untuk penataan nalar dan pengambilan keputusan dalam era persaingan yang semakin kompetitif. Depdiknas (2006) menyatakan tujuan pembelajaran matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diantaranya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan: menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika

2 dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Demikian pula halnya tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (Wahyudin, 2008), yang menetapkan standar-standar kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi, seharusnya dapat dimiliki oleh peserta didik. Tujuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika, karena dengan belajar matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu dapat diaplikasikan dalam memecahkan berbagai masalah sehari-hari. Wahyudin (2008) menyatakan bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut kemampuan dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika. Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis merupakan dua aspek kemampuan matematika yang perlu dikembangkan pada pembelajaran matematika. Depdiknas (2002) menyatakan bahwa materi matematika dan komunikasi serta penalaran matematis mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dan tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami dan dikomunikasikan melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar matematika. Dengan belajar matematika keterampilan berpikir siswa akan meningkat karena pola berpikir yang dikembangkan matematika membutuhkan dan melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif.

3 Pengembangan kemampuan berpikir perlu mendapat perhatian yang serius. Beberapa hasil studi yang diungkapkan oleh Suryadi (2005) menunjukkan bahwa pembelajaran matematika pada umumnya masih berfokus pada pengembangan kemampuan berpikir tahap rendah yang bersifat prosedural. Hasil studi Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 1999 yang dilakukan di 38 negara, antara lain menjelaskan bahwa sebagian besar pembelajaran matematika belum berfokus pada pengembangan penalaran matematis siswa. Hasil studi National Assessment of Educational Progress (NAEP) menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan penalaran (Suherman dkk, 2003). Baroody (Dahlan, 2004) mengatakan bahwa penalaran matematis dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan pemahaman dan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Ketika siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata, melihat pola, mereformulasikan dugaan tentang pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, siswa memperoleh hasil yang informatif. Hal ini akan membantu siswa dalam memahami proses yag disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematis. Di samping itu kemampuan mengkomunikasikan ide, pikiran, ataupun pendapat juga merupakan kemampuan matematika yang sangat penting, sehingga NCTM (1989), menyatakan bahwa program pembelajaran kelas-kelas TK sampai SMA harus memberi kesempatan kepada para siswa untuk dapat memiliki: 1)

4 kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; 2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; 3) kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematis dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. Agar kemampuan komunikasi matematis siswa dapat berkembang dengan baik, maka dalam proses pembelajaran matematika guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengkomunikasikan ide-ide matematisnya. Ungkapan yang senada disampaikan Sumarmo (2002) yang mengungkapkan bahwa untuk memaksimalkan proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa terlibat secara aktif dalam diskusi, siswa dibimbing untuk bisa bertanya serta menjawab pertanyaan, berpikir kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta mengajukan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan. Pembelajaran yang diberikan menekankan pada penggunaan strategi diskusi, baik diskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi dalam kelas secara keseluruhan. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka.

5 Uraian di atas menggambarkan pentingnya usaha mengembangkan dan meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Kemampuan penalaran dan komunikasi matematis membantu siswa senantiasa berpikir secara sistematis, mampu menyelesaikan masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari dan mampu menerapkan matematika pada displin ilmu lain serta mampu meminimalisir gejala-gejala pada siswa yang dapat membuat kemampuan matematikanya rendah. Menyadari keadaan tersebut, maka menggali dan mengembangkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa perlu mendapat perhatian guru dalam pembelajaran matematika. Siswa mestinya mendapat kesempatan yang banyak untuk menggunakan kemampuan bernalar dan komunikasinya. Untuk dapat mencapai standar-standar pembelajaran itu, seorang guru hendaknya dapat menciptakan suasana belajar yang memungkinkan bagi siswa belajar secara aktif dengan mengkonstruksi, menemukan dan mengembangkan pengetahuannya. Dengan belajar matematika diharapkan siswa mampu menyelesaikan masalah, menemukan dan mengkomunikasikan ide-ide yang muncul dalam pikiran siswa. Untuk itu dalam pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis, yang tentunya diharapkan dapat mencapai hasil yang memuaskan. Kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran yang dikembangkan guru selama ini kurang mendukung berkembangnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, pembelajaran bersifat satu arah, siswa tidak terlibat secara aktif dalam menggali konsep-konsep atau ide-ide matematis secara

6 mendalam dan bermakna, sehingga siswa menerima pengetahuan dalam bentuk yang sudah jadi dan lebih bersifat hafalan. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Diani (2010) yang menyatakan bahwa kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Selain itu Hutajulu (2010) dan Suhendar (2007) dari hasil penelitian mereka, masing-masing menyatakan bahwa kemampuan penalaran matematis dan kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Di samping itu, salah satu indikator yang menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia cenderung masih rendah adalah hasil penilaian internasional mengenai prestasi belajar siswa. Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) (2011), dapat diketahui bahwa hasil survei TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan prestasi belajar siswa kelas VIII (delapan) Indonesia berada di peringkat 34 dari 45 negara. Walaupun rataan skor naik menjadi 411 dibanding 403 pada tahun 1999, Indonesia masih berada di bawah rerata untuk wilayah ASEAN. Prestasi belajar siswa Indonesia pada TIMSS 2007 lebih memprihatinkan lagi, karena rataan skor siswa turun menjadi 397, jauh lebih rendah dibanding rataan skor internasional yaitu 500. Prestasi Indonesia pada TIMSS 2007 berada di peringkat 36 dari 49 negara. Tidak jauh berbeda dari TIMSS, pada Programme for International Student Assesment (PISA) prestasi belajar anak-anak Indonesia yang berusia sekitar 15 tahun masih rendah. Pada PISA tahun 2003, Indonesia berada di peringkat 38 dari 40 negara, dengan rataan skor 360. Pada tahun 2006 rataan skor siswa naik menjadi 391, yaitu peringkat 50 dari 57 negara, sedangkan pada tahun

7 2009 Indonesia hanya menempati peringkat 61 dari 65 negara, dengan rataan skor 371, sementara rataan skor internasional adalah 496 (Balitbang, 2011). Hasil PISA yang rendah tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah siswa Indonesia pada umumnya kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal yang menuntut kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, karena dua kemampuan tersebut termasuk kemampuan yang diujikan. Tabel 1.1 Proporsi Skor Sub-sub Komponen Proses yang Diuji dalam Studi PISA Komponen Kemampuan yang diujikan Skor (%) Proses Mampu merumuskan masalah secara matematis. 25 Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika. Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika. 50 25 Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwasannya pada proporsi skor sub-sub komponen yang diuji dalam studi PISA termasuk di dalamnya kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Mampu merumuskan masalah secara matematis berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis. Mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan penalaran dalam matematika berkaitan dengan kemampuan penalaran matematis. Menafsirkan, menerapkan dan mengevaluasi hasil dari suatu proses matematika juga berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Berdasarkan hasil PISA diketahui, bahwa kemampuan matematis khususnya kemampuan penalaran dan komunikasi siswa di Indonesia masih

8 rendah. Semua kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa tidak serta merta dapat terwujud hanya dengan mengandalkan proses pembelajaran yang selama ini terbiasa ada di sekolah, dengan urutan-urutan langkah seperti, diajarkan teori/definisi/teorema, diberikan contoh-contoh dan diberikan latihan soal. Proses belajar seperti ini tidak membuat anak didik berkembang dan memiliki kemampuan bernalar berdasarkan pemikirannya, tapi justru lebih menerima ilmu secara pasif. Hal senada diungkapkan oleh Turmudi (2008) yang memandang bahwa pembelajaran matematika selama ini kurang melibatkan siswa secara aktif, sebagaimana dikemukakannya bahwa pembelajaran matematika selama ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat kemelekatannya juga dapat dikatakan rendah. Pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep pelajaran yang harus dikuasainya. Agar kesulitan yang dihadapi siswa dapat diatasi dan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat ditingkatkan, dibutuhkan suatu metode pembelajaran yang mampu memberikan kebermaknaan belajar bagi siswa. Menurut Madnesen dan Sheal (Suherman, 2004) bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cara siswa belajar. Implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal. Oleh karena itu guru mesti menghadirkan metode pembelajaran yang dapat mendukung cara belajar siswa secara aktif.

9 Belajar aktif adalah belajar di mana siswa lebih berpartisipasi aktif sehingga kegiatan siswa belajar jauh lebih dominan daripada kegiatan guru mengajar. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Kilpatrick (Turmudi, 2012) yang menyatakan bahwa, knowledge is actively constructed by cognizing subject and not passively received from the environment, yang artinya pengetahuan dikonstruksi oleh siswa secara aktif dalam mengenali subjek bukan secara pasif menerima dari lingkungan. Siswa dapat aktif dalam mengkonstruksi maupun mengorganisir belajarnya sendiri dengan memanfaatkan bahan ajar yang disediakan oleh guru. Siswa tidak hanya dapat memanfaatkan beragam sumber belajar, melainkan pembelajaran yang dilaluinya akan dirasakan sebagai belajar sambil bermain. Salah satu bentuk pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa adalah accelerated learning. Dalam pembelajaran accelerated learning siswa dilibatkan secara aktif agar mencapai percepatan dalam mengenal dan menguasai konsep matematika yang diajarkan. Percepatan yang dimaksud diusahakan oleh guru kepada siswa melalui: pemberian tugas di rumah untuk membaca dan memahami materi pelajaran yang akan dipelajari berikutnya, memberi kesempatan untuk bertanya, menjawab pertanyaan, dan menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta adanya interaksi, diskusi dan kerjasama dengan teman, sehingga kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkan. Meier (2002) berpendapat bahwa dalam melakukan aktivitas belajar, siswa pada dasarnya melalui empat tahap penting yaitu: persiapan (preparation), presentasi (presentation), latihan (practice) dan kinerja (performance).

10 Proses belajar dimulai dari adanya minat untuk mempelajari sesuatu. Siswa mengembangkan kemampuan bernalarnya dalam melakukan persiapan yang relevan dengan usaha yang diperlukan untuk melakukan aktivitas belajar. Adanya minat untuk mempelajari suatu pengetahuan atau keterampilan diikuti dengan tahap berikutnya yaitu presentasi. Dalam tahap ini siswa mengkomunikasikan ide-ide matematisnya serta mulai berkenalan dengan pengetahuan dan keterampilan yang diminati untuk dipelajari. Tahap selanjutnya adalah tahap latihan. Pada tahap ini siswa mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang dipelejari dengan pengetahuan dan keterapilan yang telah dikuasai sebelumnya. Tahap akhir dari proses belajar adalah tahap saat siswa memperlihatkan kinerja melalui aplikasi pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi yang nyata. Dalam penelitian ini, selain dari aspek pembelajaran, aspek Kemampuan Awal Matematis (KAM) siswa juga dijadikan sebagai fokus penelitian. Hal ini disebabkan karena hasil belajar siswa diduga terkait dengan KAM. Pemerolehan pengetahuan baru sangat ditentukan oleh pengetahuan awal (prior knowledge) siswa. Selain itu matematika merupakan ilmu yang terstruktur sehingga terdapat kaitan antara suatu topik matematika dengan topik matematika lainnya. Penguasaan siswa terhadap topik matematika tertentu akan menuntut penguasaan siswa terhadap topik-topik matematika sebelumnya. Oleh karena itu diduga hasil belajar matematika terdahulu akan terkait dengan hasil belajar berikutnya. Hal ini sejalan dengan temuan Begle (Darhim, 2004) melalui penelitiannya bahwa salah satu prediktor terbaik untuk hasil belajar matematika adalah hasil belajar

11 matematika sebelumnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa peran variabel kognitif lainnya ternyata tidak sebesar variabel hasil belajar sebelumnya. Berkaitan dengan efektivitas pembelajaran, tujuannya untuk melihat apakah penerapan pembelajaran accelerated learning dapat merata di semua KAM siswa atau hanya KAM tertentu saja. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran accelerated learning dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP? Masalah ini dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa? 2. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa? 3. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa? 4. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa?

12 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa. 2. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis pada siswa ditinjau berdasarkan KAM siswa. 3. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning dengan siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa. 4. Untuk mengkaji peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada siswa ditinjau berdasarkan KAM siswa. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya manfaat penelitian ini adalah: 1. Bagi Guru a. Memberikan informasi tentang penerapan accelerated learning dalam meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP ; b. Menjadi salah satu alternatif pembelajaran di sekolah; 2. Bagi Siswa a. Melatih siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran;

13 b. Melatih siswa dalam bernalar untuk merumuskan konsep matematika dengan cara menemukannya sendiri; c. Melatih siswa untuk mengkomunikasikan ide dan gagasan matematis; 3. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan masukan dalam menerapkan inovasi model pembelajaran guna meningkatkan mutu pendidikan. 4. Bagi Peneliti Lain Menjadi salah satu tambahan bahan rujukan/referensi untuk melakukan penelitian mengenai penerapan accelerated learning di sekolah. 1.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian maka rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa. 2. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa. 3. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari keseluruhan siswa.

14 4. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran accelerated learning lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional ditinjau dari KAM siswa. 1.6. Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini yaitu: 1. Kemampuan penalaran matematis yang dimaksud adalah kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal-soal; kemampuan menyelesaikan soal-soal matematika dengan mengikuti argumen-argumen logis; serta kemampuan dalam menarik kesimpulan logis. 2. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah komunikasi tertulis yang diukur dengan soal tes hasil belajar yang meliputi kemampuan menjelaskan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk gambar (Menggambar); kemampuan menyatakan suatu persoalan secara tertulis dalam bentuk model matematis (Ekspresi Matematis); serta kemampuan menjelaskan ide atau situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk tulisan (Menulis). 3. Pembelajaran accelerated learning adalah pembelajaran dengan percepatan. Percepatan yang dimaksud diusahakan oleh guru kepada siswa melalui : pemberian tugas di rumah untuk membaca dan memahami materi pelajaran yang akan dipelajari berikutnya, memberi kesempatan untuk bertanya,

15 menjawab pertanyaan, dan menjelaskan setiap jawaban yang diberikan, serta adanya interaksi, diskusi dan kerjasama dengan teman. 4. Pembelajaran berkelompok adalah salah satu tipe pembelajaran yang membagi siswa ke dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 orang, siswa heterogen dalam hal gender, ras dan tingkat kecerdasan. Secara individu siswa mempunyai tanggung jawab mengenai materi pelajaran dalam kelompoknya.