BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kemandirian adalah kemandirian belajar. Belajar merupakan suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan orang lain. Setiap manusia akan saling ketergantungan dalam. individu maupun kelompok dalam lingkungannya masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. keputusan dapat diambil sesuai kebutuhan yang diharapkan. keputusan, yaitu keputusan untuk tidak melakukan apa-apa.

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran dunia pendidikan di Indonesia untuk memberikan layanan

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

TUGAS INSTRUMEN EVALUASI PROSES KONSELING MODEL STAKE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

Psikologi Konseling Konseling Berbasis Problem

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. mental sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam bersikap (Ihsan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. fenomena---teori adalah untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena.

Sigit Sanyata

BAB IV BKI DENGAN TERAPI RASIONAL EMOTIF ANAK YANG TIDAK MENERIMA AYAH TIRINYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang ada dikalangan remaja yang berada pada lingkungan sekolah

I. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa

KONSEP DASAR. Manusia padasarnya adalah unik memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB IV ANALISIS TERAPI RASIONAL EMOTIF DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK KONFRONTASI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK KORBAN BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hubungan yang harmonis dengan orang-orang yang ada disekitarnya.

A. Konsep Dasar. B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

Oleh SILVIANA NOOR INDAH SARI NIM

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

BAB I PENDAHULUAN. karena dengan belajar manusia dapat berkembang dan berubah dalam sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. pembeda. Berguna untuk mengatur, mengurus dan memakmurkan bumi. sebagai pribadi yang lebih dewasa dan lebih baik lagi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam lingkungan. maupun karyawan (Menurut Sukmadinata, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan pembelajaran. Pembelajaran yang bermakna dan bisa mengaktifkan

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menganggap dirinya sanggup, berarti, berhasil, dan berguna bagi dirinya sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

Jounal Bimbingan Konseling, Volume 1 Nomer , pp Januari

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. Negara, karena anak-anak yang cerdas sebagai bibit unggul diharapkan kelak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang lebih tinggi. Salah satu peran sekolah untuk membantu mencapai

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII G SMP YAYASAN PENDIDIKAN 17 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian dalam kehidupannya. Pada Pasal

BAB I PENDAHULUAN. belajar diantaranya motivasi belajar dan tingkat kemampuan awal siswa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. sendiri baik, dan juga sebaliknya, kurang baik. sebagai individu yang sedang berkembang mencapai taraf perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan globalisasi serta perubahan-perubahan lain yang terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. kurang memahami apa yang sebenarnya diinginkan oleh dirinya.

I. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I HAKEKAT BIMBINGAN DI SD

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan ini pula dapat dipelajari perkembangan ilmu dan teknologi yang

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2013 lalu, terdapat 7,9 juta

1. PENDAHULUAN. sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bimbingan dan konseling merupakan bantuan individu dalam memperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. Unconditional Self-Acceptance (USA). USA yang timbul dari penilaian individu

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Organisasi merupakan sebuah wadah berkumpulnya orang-orang yang

BAB II LANDASAN TEORI. Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm.13. Ibid., hlm.15.

BAB I PENDAHULUAN. Stres dalam belajar adalah perasaan yang dihadapi oleh seseorang ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak diantara anak didik kita yang menghadapi masalah dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. orang tua sejak anak lahir hingga dewasa. Terutama pada masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gentra Agna Ligar Binangkit, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang membedakan dengan makhluk lainnya. Kelebihan yang dimiliki manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

maupun kelompok. Didalam menghadapi lingkungan, individu akan bersifat aktif

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siswa merupakan pribadi yang unik dengan segala karakteristiknya yang memiliki potensi, minat, bakat, dan kreativitas yang semuanya itu dikembangkan ke arah kemandirian, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang efektif. Salah satu kemandirian adalah kemandirian belajar. Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dari lingkungannya dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam aspek tingkah laku. Ahmadi dan Supriyono (2004:128) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Kenyataannya, kemandirian dalam belajar belum dimiliki oleh banyak pelajar. Guru di sekolah banyak mengatakan bahwa pelajar sekarang bersifat seperti paku, ia baru bergerak kalau dipukul dengan martil. Membaca buku pelajaran saja misalnya, kalau tidak disuruh oleh guru maka buku-buku tersebut akan tetap tidak tersentuh dan akan selalu utuh karena tidak dibaca. Kemandirian yang menurut istilah yang berarti dalam keadaan dapat berdiri sendiri, dan tidak bergantung kepada orang lain. Menurut Prayitno (2009:26), siswa yang mandiri adalah siswa yang mampu mewujudkan kehendak atau realisisasi diri tanpa tergantung pada orang lain. Kemandirian yang dimiliki oleh siswa diwujudkan melalui kemampuannya dalam mengambil keputusan sendiri 1

2 tanpa pengaruh dari orang lain. Kemandirian juga terlihat dari berkurangnya ketergantungan siswa terhadap guru dan rekan sebaya di sekolah seperti, pada jam pelajaran kosong karena ketidakhadiran guru di kelas, siswa dapat belajar secara mandiri dengan membaca buku dan mengerjakan latihan soal yang dimiliki. Siswa yang mandiri, tidak lagi membutuhkan perintah dari guru ataupun orang lain untuk belajar di sekolah maupun di rumah. Kebutuhan untuk memiliki kemandirian dipercaya sebagai hal penting dalam memperkuat motivasi diri untuk bertahan dengan kesulitan yang dihadapi dan dapat menerima kegagalan dengan pikiran yang rasional. Menjadi pribadi yang mandiri tentunya tidak mudah, apalagi kemandirian belajar. Ada beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan faktor yang mempengaruhi siswa untuk menjadi mandiri dalam belajar, di antaranya faktor internal dan eksternal siswa (Slameto, 2003:54), teman sebaya (Danim, 2010:141), genetik atau keturunan dari orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, serta kehidupan di masyarakat (Asrori, 2011:118). Faktor-faktor penyebab kemandirian belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas dipandang menjadi faktor utama untuk menjadi seorang yang mandiri. Apabila siswa tidak bisa menyaring kondisi lingkungan yang akan berdampak negatif, maka kondisi itu akan berakibat buruk kepada siswa, sehingga kemandirian siswa tidak akan tercipta dengan sendirinya, atau menjadi lebih buruk lagi siswa tidak akan memiliki kemandirian belajar. Ketidakmandirian ini akan berakibat rendahnya motivasi belajar siswa, ketidakmampuan dalam mengambil keputusan, rendahnya nilai hasil belajar, serta ketidakberfungsian siswa tersebut dalam masyarakat.

3 Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu untuk menjadi mandiri, salah satunya ialah faktor eksternal. Faktor eksternal adalah hal yang di luar diri individu, seperti pola asuh orang tua, teman sebaya, dan lingkungan. Peran orang tua dalam hal membimbing anak dalam belajar merupakan tahap awal dari perkembangan setiap individu, hal ini akan terlihat dari bagaimana anak dapat bersosialisasi dengan baik di dalam keluarga ataupun lingkungan. Dalam hal mendidik anak ada beberapa orang tua yang cenderung terlalu menjaga (over protektif) terhadap kehidupan pribadi maupun sosialnya membuat anak ini sangat tergantung pada orang tua maupun orang disekitarnya, sifat ketergantungan ini menyebabkan individu tidak dapat berperan aktif dalam lingkungan sosialnya. Istilah ketergantungan ini sering disebut sebagai dependency child. Dependency child adalah suatu kondisi dimana individu sangat tergantung pada orang lain hingga orang tersebut terikat erat perilakunya dan takut terpisah dengan orang itu. Perilaku ketergantungan muncul dari perasaan atupun presepsi ketidakmampuan untuk mengatasi suatu masalah dan melaksanakan tugasnya secara sendiri. Perilaku ketergantungan terhadap orang lain karena perasaan ataupun presepsi ketidakmampuan untuk mengatasi suatu masalah dan melaksanakan tugasnya secara sendiri adalah salah satu pola pikir yang salah. Pola pikir yang salah disini adalah pola pikir yang muncul dari diri individu, sebagai contoh seseorang tidak yakin akan kemampuannya sendiri padahal belum pernah mencoba untuk menyalurkan kemampuannya, sehingga hal tersebut yang akan menjadikan individu tersebut tidak memiliki kemandirian dalam belajar. Berdasarkan studi awal dengan melakukan wawancara kepada guru-guru di SMA Negeri 1 Ambarita tahun 2016 terdapat 15 orang siswa yang tidak memiliki

4 kemandirian dalam belajar, misalnya pada saat guru mata pelajaran tertentu membuat ujian ataupun mengerjakan soal latihan, siswa tersebut tidak dapat mengerjakan soal dan hanya bergantung kepada teman yang dianggap pintar di dalam kelas tersebut Berkaitan dengan permasalahan yang telah di uraikan di atas, maka perlu diberikannya suatu layanan bimbingan dan konseling untuk menangani siswa dependency yang tidak memiliki kemandirian dalam belajar. Konseling kelompok merupakan salah satu bentuk layanan dalam bimbingan dan konseling. Pemberian konseling kelompok sangat efektif untuk membantu menyelesaikan masalah yang dialami oleh beberapa siswa atau anggota kelompok. Jacobs, Harvill dan Masson (1988:2) menyatakan bahwa penggunaan konseling kelompok sangat efektif dan efisien untuk membantu konseli yang memiliki masalah belajar dan dapat digunakan sebagai media untuk berbagi ide, pemikiran, dan pengalaman oleh sesama anggota kelompok. Corey (1990:240-242), mengatakan bahwa orang perlu belajar untuk menerima dirinya sendiri dengan semua kekurangannya. Oleh karena itu, untuk menyembuhkannya orang harus di dorong untuk memiliki pemikiran-pemikiran yang objektif dan rasional terhadap perasaan-perasaan yang berkembang pada dirinya. Dalam hal ini konselor perlu menyakinkan individu yang berpikir secara irasional agar menerima dirinya dengan pemikiran yang logis ataupun rasional. Lebih lanjut Jacobs, Harvill dan Masson (1988:296) juga menyatakan bahwa pada dasarnya dalam pelaksanaan konseling kelompok konselor harus menggunakan suatu pendekatan teori. Rational Emotive Therapy adalah salah satu jenis pendekatan dalam konseling kelompok. Bernard (2006:385) menyatakan bahwa pendekatan Rational Emotive dapat digunakan

5 dalam setting kelompok karena adanya anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan memunculkan kerja sama antar anggota untuk mengatasi masalah psikis dengan memusatkan perhatian pada kognisi, emosi, dan perilaku. Berdasarkan uraian tersebut peneliti memilih layanan konseling kelompok dengan menggunakan pendekatan Rational Emotive (RE) kosep teori A-B-C. Menurut Kurnanto (2014:9) koseling kelompok adalah proses konseling yang dilakukan dalam situasi kelompok, dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis untuk memfasilitasi perkembangan individu atau membantu individu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya secara bersamasama. Albert Ellis (Kurnanto, 2014:67) pendekatan Rational Emotive (RE) ialah pendekatan konseling yang menekankan kebersamaan dan reaksi antara berfikir dan akal sehat (rational emotive), berperasaan (emoting), dan berprilaku (acting). Teori pendekatan ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Berdasarkan paparan di atas, peneliti terdorong untuk meneliti dengan judul Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Pendekatan Rasional Emotive Terhadap Kemandirian Belajar Siswa Dependency Child kelas XI IPS SMA Negeri 1 Simanindo T.A 2016/2017

6 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka di identifikasi masalah sebagai berikut : 1.2.1 Siswa tidak dapat belajar sendiri apabila tidak diperintah atau diingatkan oleh guru 1.2.2 Siswa selalu bergantung kepada siswa yang tergolong pintar di dalam kelas 1.2.3 Orang tua yang terlalu over protektif terhadap anak mengakibatkan si anak merasa tertekan 1.2.4 Pola pikir yang salah dari diri individu atas ketidak mampuan untuk mengatasi masalahnya sendiri sehingga anak memiliki sifat ketergantungan kepada orang lain 1.2.5 Siswa tidak berani menyalurkan kemampuannya di dalam proses pembelajaran 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti, yaitu Pengaruh Pemberian Layanan Konseling Kelompok Pendekatan Rational Emotive terhadap Kemandirian Belajar Siswa Dependency Child kelas XI IPS SMA Negeri 1 Simanindo T.A 2016/2017. Masalah yang dijadikan penelitian difokuskan pada kemandirian belajar siswa dependency child di XI IPS SMA Negeri 1 Simanindo. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut

7 Apakah ada pengaruh pemberian layanan konseling kelompok pendekatan rational emotive terhadap kemandirian belajar siswa dependency child kelas XI IPS SMA Negeri 1 Simanindo T.A 2016/2017. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian layanan konseling kelompok pendekatan rational emotive terhadap kemandirian belajar siswa dependency child XI IPS SMA Negeri 1 Simanindo T.A 206/2017. 1.6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan Manfaat konseptual dan Manfaat peneliti. a. Manfaat Konseptual Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsi teoritis bagi perkembangan disiplin ilmu psikologi pendidikan dan bimbingan khususnya yang berhubungan dengan layanan konseling kelompok pendekatan rasional emotive terhadap kemandirian belajar siswa dependency child. Kemudian bahan masukan pula bagi yang mengadakan penelitian dengan permasalahan yang sama. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak, diantaranya : 1. Bagi Siswa : Siswa memiliki pemahaman dalam peningkatan kemandirian belajarnya 2. Bagi Kepala Sekolah : Sebagai bahan masukan untuk memprogram

8 layanankonseling kelompok dalam pemeberian layanan BK di sekolah 3. Bagi Guru BK : Sebagai bahan masukan bagi guru guru untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa dependency child melalui pemeberian layanan konseling kelompok pendekatan rational emotive