BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikologis, yakni antara usia 10-19 tahun yang merupakan suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas (adolescence). Masa remaja adalah periode paralihan dari masa anakanak ke masa dewasa (Widyastuti, 2010). Setelah mengalami masa kanak-kanak dan remaja yang panjang, seorang individu akan mengalami masa dewasa dimana ia telah menyelesaikan pertumbuhannya dan mengharuskan dirinya untuk berkecimpung dengan masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Dibandingkan dengan masamasa sebelumnya, masa dewasa adalah waktu yang paling lama dalam rentang hidup yang ditandai dengan pembagiannya menjadi 3 fase yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya dan masa dewasa lanjut (usia lanjut) (Zakaria, 2002). Masa dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun hingga 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 sampai 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan dengan masa remaja. Secara fisik,
pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat pesat yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya perubahan kondisi fisik yang terjadi berupa penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, saat kemampuan fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004). Siklus menstruasi adalah proses yang kompleks yang mencakup sistem reproduktif dan endokrin (Smeltazer, 2001). Lama siklus menstruasi bervariasi pada satu wanita selama hidupnya, dari bulan kebulan tergantung pada berbagai hal, termasuk kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut. Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yang dikendalikan oleh interaksi hormon yang dikeluarkan oleh hipotalamus, hipofisis dan ovarium (Saryono, 2009). Menjelang datangnya fase menstruasi, sejumlah gadis dan wanita adakalanya mengalami kondisi yang biasanya merasakan satu atau beberapa gejala sebelum datang bulan atau istilah populernya pre-menstual syndrome (PMS) (Saryono, 2009). Sindrom Pre-menstruasi merupakan sekumpulan gejala berupa perubahan fisik, psikologis dan emosi yang dialami pada 7-14 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari setelah menstruasi. Keluhan yang ditimbulkan bisa bervariasi bisa menjadi lebih ringan ataupun lebih berat sampai berupa gangguan mental (mudah tersinggung, sensitif) maupun gangguan fisik. Diperkirakan kurang lebih 85% wanita usia reproduktif antara usia 15-35 tahun mengalami satu atau lebih gejala dari Sindrom pre-menstruasi (Saryono, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Pelayanan Kesehatan Ramah Remaja (PKRR) (2005) dalam Setiasih (2007) menyebutkan bahwa permasalahan wanita di Indonesia adalah seputar permasalahan mengenai gangguan menstruasi (38,45%), masalah gizi yang berhubungan dengan anemia (20,3%), gangguan belajar (19,7%), gangguan psikologis (0,7%), serta masalah kegemukan (0,5%). Penelitian yang dilakukan oleh Corney dan Stanton (1991 dalam Wijaya 2008), mengatakan ada perbedaan tingkat prevalensi antara negara Barat dengan negara Asia, seperti Indonesia kejadian Pre- menstrual syndrome (PMS) sangat rendah antara 23-24% sedangkan negara Barat seperti Inggris dan Yugoslavia lebih tinggi tingkat prevalensinya yaitu 71-73%. Dilaporkan dari negara-negara Barat, gejala-gejala perubahan emosional telah dialami oleh 88% wanita, sementara gejala fisik ada 69%. Berdasarkan hasil survey Glasier (1982) di Amerika Serikat menunjukkan, Pre-menstrual syndrome dialami 50% wanita yang datang ke klinik ginekologi. Lembaga independen yang di prakarsai Bayer Schering Pharma melakukan penelitian yang melibatkan 1602 wanita dari Australia, Hongkong, Pakistan dan Thailand. Hasilnya menyimpulkan bahwa 22% wanita Asia Pasifik menderita pre-menstrual syndrome. Berdasarkan penelitian di Indonesia prevalensi Pre-menstrual syndrome (PMS) pada siswi SMA di Surabaya adalah 39,2% mengalami gejala berat dan 60,8% mengalami gejala ringan (Christiany, 2006). Sekitar 80% sampai 95% perempuan antara 16 sampai 45 tahun mengalami gejala-gejala Pre- menstrual syndrome (PMS) yang dapat menganggu. Penelitian-penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait dengan premenstrual syndrome menyatakan hasil yang tidak terlalu berbeda. Suatu penelitian
yang disponsori WHO tahun (1981 dalam Essel, 2007) melaporkan 23% wanita Indonesia mengalami Pre-menstrual syndrome. Penelitian lain terhadap 68 wanita usia produktif di Aceh besar melaporkan 41,18% respondennya menderita premenstrual syndrome (PMS) dalam kategori sedang (Linda, 2008). Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi Pre-menstrual syndrome (PMS) non farmakologik pada wanita usia dewasa dini yaitu merubah pola nutrisi yang memiliki efek yang bermakna, karena berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Abraham (2009), dengan penambahan nutrisi tertentu disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat mengurangi gejala PMS. Nutrisi yang dianjurkan bagi penderita PMS adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin, mineral, Vitamin B, vitamin C, vitamin E, Ca, Mg, dan Zn yang seimbang serta perbanyak makan buah, sayur dan serat tinggi. Dengan perubahan pola makan tersebut gejala Pre-menstrual Syndrome (PMS) bisa berkurang dan tidak perlu penggunaan obat-obatan lagi. Dengan alasan tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukuan penelitian tentang hubungan antara status gizi dengan kejadian Pre-menstrual Syndromes (PMS) pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah status gizi pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012.
2. Bagaimanakah kejadian pre-menstrual syndrome pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. 3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadan premenstrual syndrome pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. 3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan status gizi dengan kejadian Pre-menstrual Syndrome pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi status gizi pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. b. Mengidentifikasai kejadian pre-menstrual syndrome pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. c. Mengidentifikasi hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian Pre-menstrual Syndrome pada wanita usia dewasa dini di Puskesmas Padang Bulan Medan tahun 2012. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat antara lain bagi: 1. Praktek pelayanan Kebidanan
Hasil penelitian diharapakan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan strategi bagi kebidanan dalam memberikan asuhan kebidanan yang lebih komprehensif pada pasien yang berkaitan dengan masalah Premenstrual Syndrome. 2. Bagi Institusi Pendidikan Memberikan sumbangan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dalam konteks masalah kebidanan dan sebagai bahan bacaan dan referensi di Perpustakaan Fakultas Keperawatan USU Medan tahun 2012 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Menambah bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, kemudian dapat digunakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang Pre-menstrual syndrome.