BAB III TINJAUAN TEORITIS AKAD RAHN TASJILY PADA PRODUK PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR SYARIAH. Menurut Hendi Suhendi dalam buku muamalah Secara

dokumen-dokumen yang mirip
Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

BAB II GAMBARAN UMUM GADAI EMAS (AR-RAHN) DALAM FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MAJLIS UALAMA INDONESI (DSN-MUI) TENTANG RAHN DAN RAHN EMAS

BAB IV ANALISIS TERHADAP MEKANISME PEMBIAYAAN EMAS DENGAN AKAD RAHN DI BNI SYARIAH BUKIT DARMO BOULEVARD CABANG SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENAHANAN SAWAH SEBAGAI JAMINAN PADA HUTANG PIUTANG DI DESA KEBALAN PELANG KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

Rahn - Lanjutan. Landasan Hukum Al Qur an. Al Hadits

Prosiding Keuangan dan Perbankan Syariah ISSN:

BAB IV ANALISIS FATWA DSN-MUI NOMOR 25/III/2002 TERHADAP PENETAPAN UJRAH DALAM AKAD RAHN DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB VI ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI GADAI SAWAH DI DESA MORBATOH KECAMATAN BANYUATES KABUPATEN SAMPANG

BAB III PERBANDINGAN HUKUM JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 DENGAN HUKUM RAHN TASJÎLÎ

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB II MEKANISME GADAI SYARIAH (RAHN) harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil kembali

Rahn /Gadai Akad penyerahan barang / harta (marhun) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

BAB IV ANALISIS PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP APLIKASI QARD} BERAGUN EMAS DI BANK BRI SYARIAH KANTOR CABANG (KC) SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang amat damai dan sempurna telah diketahui dan dijamin

BAB II LANDASAN TEORITIS. " artinya menggadaikan atau merungguhkan. 1 Gadai juga diartikan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS PENERAPAN BIAYA IJARAH DI PEGADAIAN SYARIAH SIDOKARE SIDOARJO MENURUT PRINSIP NILAI EKONOMI ISLAM

BAB 1 PENDAHULUAN. mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min allah) dan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. melalui Rasulullah saw yang bersifat Rahmatan lil alamin dan berlaku

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI IJĀRAH JASA SIMPAN DI PEGADAIAN SYARIAH CABANG BLAURAN SURABAYA

BAB IV PENERAPAN AKTA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN AL QARDH. A. Analisis Penerapan Akta Jaminan Fidusia dalam Perjanjian Pembiayaan Al

BAB I PENDAHULUAN. sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan. Gadai

BAB I PENDAHULUAN. Melakukan kegiatan ekonomi dan bermuamalah merupakan tabi at. manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam melakukan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah S.W.T. sebagai khalifah untuk memakmurkan

RAHN, DAN KETENTUAN FATWA DEWAN SYARIAH

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI KTP SEBAGAI JAMINAN HUTANG

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi terjaminnya barang dan jasa dan memanfaatkan nikmat-nikmat yang Allah

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penyaluran dana kemasyarakat baik bersifat produktif maupun konsumtif atas dasar

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. A. Pengertian Gadai Dalam fiqih muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB I PENDAHULUAN. yang membentuk pandangan hidup manusia. Islam hadir dalam bentuk

BAB IV\ ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP MEKANISME PENGUPAHAN PEMOLONG CABE DI DESA BENGKAK KECAMATAN WONGSOREJO KABUPATEN BANYUWANGI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB I PENDAHULUAN. dapat dijawab dengan tuntas oleh ajaran Islam melalui al-qur an sebagai

BAB III STUDI PUSTAKA. Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat

dibanding penelitian yang disebutkan diatas, dan juga di luar Bank Umum Syariah

BAB IV ANALISIS DATA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP GADAI GANDA KENDARAAN BERMOTOR DI KELURAHAN PAGESANGAN KECAMATAN JAMBANGAN KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai syariah dalam operasional kegiatan usahanya. Hal ini terutama didorong

murtahin di Desa Karangankidul Kecamatan Benjeng Kabupaten Gresik. Dari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

BAB IV ANALISIS PRAKTIK PENYITAAN BARANG AKIBAT HUTANG PIUTANG YANG TIDAK DITULISKAN DI DESA BERAN KECAMATAN NGAWI KABUPATEN NGAWI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGULANGAN PEKERJAAN BORONGAN PEMBUATAN TAS DI DESA KRIKILAN KECAMATAN DRIYOREJO KECAMATAN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan Umum (Perum). Perusahaan tersebut milik pemerintah (BUMN), berada

TANGGUNG JAWAB MURTAHIN (PENERIMA GADAI SYARIAH) TERHADAP MARHUN (BARANG JAMINAN) DI PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG SYARIAH UJUNG GURUN PADANG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

HILMAN FAJRI ( )

BAB IV ANALISIS PENERAPAN MULTI AKAD DALAM PEMBIAYAAN ARRUM (USAHA MIKRO KECIL) PEGADAIAN SYARIAH (STUDI KASUS DI PEGADAIAN SYARIAH PONOLAWEN KOTA

BAB IV. oleh Baitul mal wat Tamwil kepada para anggota, yang bertujuan agar anggota

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Karena manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

SISTEM JUAL-BELI KREDIT MOTOR DI UD SABAR MOTOR DITINJAU MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TENTANG PERILAKU JUAL BELI MOTOR DI UD. RABBANI MOTOR SURABAYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

dasarnya berlandaskan konsep yang sesuai dengan Syariat agama Islam. perubahan nama di tahun 2014 Jamsostek menjadi BPJS (Badan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan perekonomian, seperti perkembangan dalam sistim perbankan. Bank

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. barang yang digadaikan tersebut masih sayang untuk dijual. Pengertian gadai

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan pinjam-meminjam. Kegiatan pinjam-meminjam terdapat produk yang dapat

BAB IV ANALISIS SADD AH TERHADAP JUAL BELI KREDIT BAJU PADA PEDAGANG PERORANGAN DI DESA PATOMAN ROGOJAMPI BANYUWANGI

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN KODE UNIK DALAM JUAL BELI ONLINE DI TOKOPEDIA. A. Analisis Status Hukum Kode Unik di Tokopedia

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam segala aspek

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV. Sejalan dengan tujuan dari berdirinya Pegadaian Syariah yang berkomitmen

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN UPAH DENGAN KULIT HEWAN KURBAN DI DESA JREBENG KIDUL KECAMATAN WONOASIH KABUPATEN PROBOLINGGO

Musha>rakah di BMT MUDA Kedinding Surabaya

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB II LADASAN TEORI. Rahn secara etimologis, berarti tsubut (tetap) dan dawam (kekal,terus

BAB I PENDAHULUAN. Menurutnya hubungan manusia sebagai makhluk sosial ini dalam Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENERAPAN AKAD QARD\\} AL-H\}ASAN BI AN-NAZ AR DI BMT UGT SIDOGIRI CABANG WARU SIDOARJO

BAB IV ANALISIS DUA AKAD (MURA>BAH}AH DAN RAHN) DALAM PEMBIAYAAN MULIA (MURA>BAH}AH EMAS LOGAM MULIA UNTUK INVESTASI ABADI) MENURUT HUKUM ISLAM

utang atau mengambil sebagian manfaat barang tersebut. Secara etimologis rahn Syari at Islam memerintahkan umatnya supaya tolong-menolong yang

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. etimologi mengandung pengertian menggadaikan, merungguhkan. 1

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

BAB II GADAI DALAM HUKUM ISLAM. Gadai ialah menjadikan suatu benda bernilai menurut pandangan syara

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS TERHADAP HUKUM JUAL BELI CABE TANPA KESEPAKATAN HARGA

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Praktek Pinjam Pakai Sepeda Motor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pegadaian Dalam istilah bahasa Arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat juga dinamai alhabsu.

BAB I PENDAHULUAN. membayar berbagai keperluan tidak dapat dicukupi dengan uang yang dimilikinya. Kalau sudah

FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO: 81/DSN-MUI/III/2011 Tentang

BAB II GADAI (RAHN) DALAM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

Marhu>n adalah harta yang ditahan oleh pihak murtahi>n untuk. marhu>n bihi. Jika marhu>n sama jenisnya dengan hak yang menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Nadhifatul Kholifah, Topowijono & Devi Farah Azizah (2013) Bank BNI Syariah. Hasil Penelitian dari penelitian ini, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Islam merupakan agama yang memiliki aturan-aturan untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. hubungan horizontal antar makhluk (mu amalah). Manusia memiliki kebutuhan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

BAB IV ANALISIS DATA. A. Proses Akad yang Terjadi Dalam Praktik Penukaran Uang Baru Menjelang Hari Raya Idul Fitri

Transkripsi:

BAB III TINJAUAN TEORITIS AKAD RAHN TASJILY PADA PRODUK PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR SYARIAH A. Pengertian Rahn Tasjil Menurut Hendi Suhendi dalam buku muamalah Secara 1 (الثبت) etimologi (bahasa), Rahn berarti Al-tsubut (الحبس) dan Al-habs yaitu penetapan dan penahanan. 2 yakni berarti pengekangan dan keharusan. Sedangkan menurut terminologi syariat, rahn berarti penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut. Rahn (gadai) adalah suatu barang yang dijadikan peneguhan atau penguat kepercayaan dalam utang piutang. Menurut Rahmat Syafe i secara umum rahn dikategorikan sebagai akad yang bersifat derma (tabarru) sebab apa yang diberikan penggadai (rahin) kepada penerima gadai (murtahin) tidak ditukar dengan sesuatu. Yang diberikan murtahin kepada rahin adalah utang, bukan penukar atas barang yang digadaikan. Gadai adalah menjadikan 1 Sairuddin, Arab dan Indonesia,,,, h.78 2 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,,,, h.106 49

50 suatu benda sebagai jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar ketika berhalangan dalam membayar utang. 3 Menurut Masjfuq Zuhdi ar-rahn adalah perjanjian atau akad pinjam meminjam dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan utang. 4 Menurut Abdul Madjid dkk. Mengemukakan bahwa rahn (gadai) merupakan suatu akad (perjanjian) utang-piutang (uang) dengan jaminan suatu barang sebagai penguat (jaminan) kepercayaan utang piutang tersebut. Nilai barang yang digadaikan lebih rendah dari yang semestinya, sehingga apabila utang itu tidak terbayar maka barangnya bisa dijadikan sebagai tebusannya. Namun, penjualannya sesuai dengan harga yang berlaku saat itu,dan kalau ada kelebihan dari jumlah uang supaya dikembalikan kepada pemilik (penggadai), barang tersebut. 5 Menurut Sayyid Sabiq, rahn adalah menjadikan barang berharga menurut pandangan syara sebagai jaminan utang. 6 3 Rahmat Syafe i, Fiqih Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,2006), cet. Ke- 1, h. 160 4 Masjfuq Zuhdi, Masail Fiqiyah, (Jakarta: CV. Haji Masagung,1988), cet. Ke-1, h.163 5 Sebagaimana dikutip dari referensi Sohari Sahrani, dan Ru fah Abdullah, Fikih Muamalah, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2011), h.157 6 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Beirut: Dar kitab Al-Arabi,1971), Jilid III, h.153

51 Menurut Nasrun Haroen, ar-rahn adalah menjadikan suatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayaran hak (piutang) itu, baik keseluruhannya maupun sebagiannya. 7 Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa rahn adalah menjadikan barang berharga sebagai jaminan utang. Dengan begitu jaminan tersebut berkaitan erat denga utang piutang dan timbul dari padanya. Sebenarnya pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong orang yang sedang keadaan terpaksa dan tidak mempunyai uang dalam keadaan kontan. Namun, untuk ketenangan hati, pemberi utang memberikan suatu jaminan, bahwa utang itu akan dibayar oleh yang berutang. Untuk maksud itu pemilik utang boleh meminta jaminan dalam bentuk barang berharga. Sedangkan rahn tasjily disebut juga dengan Rahn Ta mini, Rahn Rasmi, atau Rahn Hukmi adalah jaminan dalam bentuk barang atas utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada penerima jaminan (murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya, h.252 7 Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000),

52 sedangkan fisik barang jaminan tersebut (marhun) tetap berada dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (rahin). 8 Produk Rahn tasjily ini bertujuan untuk membantu nasabah untuk mendapatkan uang, ataupun membantu masyarakat yang kurang mampu dalam membutuhkan pembiayaan dalam membuka usaha tertentu. Prosedur Pembiayaan Rahn Tasjily sistem dan prosedur pembiayaan merupakan cara-cara dalam melaksanakan transaksi pembiayaan yang telah terjadi dengan ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan dengan tujuan untuk menghindari kesalah fahaman dan cara pelaksanaan dalam melakukan pembiayaan. Fatwa DSN No: 68/DSN-MUI/III 2008 tentang akad Rahn Tasjily juga boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau sertifikat barang yang dijadikan jaminan (marhun) kepada murtahin. b. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah kepemilikan dan sertifikat tersebut tidak memindahkan kepemilikan barang ke Murtahin. 8 Fatwa DSN No: 68/DSN-MUI/III 2008 Tentang Akad Rahn Tasjily

53 c. Rahin memberikan wewenang (kuasa) kepada murtahin untuk melakukan penjualan marhun, baik melalui lelang atau jual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya. d. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepatakan. e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang marhun (berupa bukti sah kepemilikan atau serifikat) yang ditanggung oleh rahin, berdasarkan akad Ijarah. f. Besaran biaya sebagimana dimaksud huruf e tersebut tidak boleh dikaitkan dengan jumlah uang rahin kepada murtahin. g. Selain biaya pemeliharaan, murtahin dapat pula mengenakan biaya lain yang diperlukan pada pengeluaran yang riil. h. Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh rahin. B. Landasan Hukum Rahn Rahn (gadai) hukumnya boleh berdasarkan dalil dari al-qur an, hadist dan ijma. 1. Dasar rahn (gadai) dari al-qur an adalah Firman Allah SWT:

54 Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegan (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al- Baqarah ayat: 283). 9 Surat Al-Baqarah 283 juga mengajarkan, bahwa untuk memperkuat perjanjian utang piutang, maka dapat dilakukan dengan tulisan yang dipersaksikan dua orang saksi laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang saksi perempuan. 2. Hadist Nabi s.a.w. dari Aisyah r.a., ia berkata: أ ن ر س و ل اهلل ص ل ى اهلل ع ل ي ه و س ل م اس ت ر ى ط ع ام ا م ن ي ه و د ي إ ل أ ج ل و ر ه ن ه د ر ع ا م ن ح د ي د. 9 Abdullah bin Muhammad Ath-Thayyar, dkk, Ensiklopedia Fiqih Muamalah dalam Pandangan 4 Madzhab, (Yogyakarta: PT Maktabah Al-Hanif,2015), h.174

55 Sesungguhnya Rasulullah s.a.w pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. (HR Al-Bukhari dan Muslim) Pada ulama menyepakati hal itu. Tidak seorang di antara mereka yang memperselisihkan atas dibolehkannya atau penetapan penggadaian, meskipun mereka berselisih pendapat tentang penetapannya di tempat kediaman (tidak dalam perjalanan). Mayoritas ulama berpendapat bahwa penggadaian disyariatkan di tempat kediaman, sebagaimana disyariatkan dalam perjalanan karena Rasulullah saw. Pernah melakukannya ketika beliau tinggal di Madinah. Dibatasi penggadaian dengan perjalanan dalam ayat diatas adalah untuk mengungkapkan sesuatu yang sering terjadi karena penggadaian sering kali terjadi dalam perjalanan. 10 3. Dasar dari ijma adalah bahwa kaum Muslimin sepakat membolehkannya rahn (gadai) secara syari at ketika bepergian (safar) dan ketika dirumah (tidak bepergian) kecuali Mujahid yang berpendapat rahn (gadai) hanya berlaku ketika bepergian berdasarkan ayat di atas. Akan tetapi, pendapat Mujahid ini dibantah dengan argumentasi hadist di atas. Disamping itu, 243 10 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 5, ( Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009), h.

56 penyebutan safar (bepergian) dalam ayar di atas keluar dari yang umum (kebiasaan). C. Rukun dan Syarat Rahn Rahn memiliki empat unsur, yaitu: 11 1. Rahin (orang yang memberikan jaminan) 2. Al-murtahin (orang yang menerima) 3. Al-marhun (barang jaminan) 4. Al-marhun bih (utang) Menurut ulama Hanafiyah rukun rahn adalah ijab dan qabul dari rahin ke al-murtahin, sebagaimana akad yang lain. Akan tetapi, akad dalam rahn tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang. Apabila barang gadaian itu berupa barang yang mudah disimpan, seperti: emas, pakaian, kendaraan,, dan sebagainya berada ditangan penerima gadai. Jika berupa tanah, rumah, ternak dan sebagainya, misalnya berada di tangan pihak penggadai. Apabila barang gadaian itu berupa barang yang bisa diambil manfaatnya, pihak penerima gadai boleh mengambil manfaatnya sepanjang tidak mengurangi nilai aslinya, misalnya: kuda dapat ditunggangi, lembu atau kerbau dapat digunakan untuk membajak, 11 Rahmat Syafe i,,,,,,,,,h.162

57 mobil atau sepeda motor dapat dikendarai, dan juga jasa yang diperoleh diimbangi dengan ongkos pemeliharaan. 1. Akad ijab kabul, seperti orang berkata; Aku gadaikan mejaku ini dengan dengan harga Rp. 10.000.00 dan yang satu lagi menjawab, Aku terima gadai mejamu seharga Rp. 10.000.00 atau bisa pula dilakukan selain dengan kata-kata, seperti dengan surat, isyarat, atau yang lainnya. 2. Aqid, yaitu yang menggadaikan (rahin) dan yang menerima gadai (murtahin). Adapun syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, yaitu mampu membelanjakan harta dalam hal ini memahami persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gadai. 3. Barang yang dijadikan jaminan (borg), syarat pada benda yang dijadikan jaminan ialah keadaan barang itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. Rasul bersabda: ك ل م ا ج از ب ي ع ه ج از ر ه ن ه Setiap barang yang boleh diperjualbelikan boleh dijadikan borg (jaminan) gadai. Menurut Ahmad bin Hijazi, bahwa yang dapat dijadikan jaminan dalam masalah gadai ada tiga macam yaitu: 1) kesaksian, 2) barang gadai, 3) barang tanggungan.

58 4. Ada utang, disyaratkan keadaan utang telah tetap. 12 D. Macam-macam Rahn Rahn yang diatur menurut prinsip syariah dibedakan atas dua macam, yaitu: 1. Rahn iqar. Rahn iqar atau rahn rasmi, rahn takmini, rahn tasjily, merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai. Contoh: Mukti memiliki utang kepada Ratna sebenarnya RP. 10.000.000,00. Sebagai jaminan atas pelunasan utang tersebut, Mukti menyerahkan BPKB mobilnya kepada Ratna secara rahn iqar, namun mobilnya masih digunakan oleh Mukti. Konsep ini dalam hukum positif lebih mirip kepada konsep pemberian jaminan secara fidusia atau penyerahan hak milik secara kepercayaan atas suatu benda. Dalam konsep fidusia tersebut, yang diserahkan hanyalah kepemilikan atas benda tersebut, sedangkan fisiknya masih tetap dikuasai oleh 12 Sohari Sahrani dan Rufah Abdullah, Fikih Muamalah..h.160

59 pemberi fidusia dan masih dapat dipergunakan untuk keperluan sehari hari. 2. Rahn Hiyazi Bentuk rahn hiyazi inilah yag sangat mirip dengan konsep gadai, baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif. Jadi, berbeda dengan rahn iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada rahn hiyazi tersebut barangnya pun dikuasai oleh kreditur. Contoh: Mukti memiliki utang kepada Ratna sebesar Rp 10.000.000,00. Sebagai jaminan atas pelunasan utang tersebut, mukti menyerahkan mobilnya kepada Ratna secara rahn hiyazi, sehingga mobilnya diserahkan kepada Ratna. Sebagaimana halnya dengan gadai berdasarkan hukum positif, barang yang digadaikan bisa berbagai macam jenisnya, baik bergerak maupun tidak bergerak. Dalam hal yang digadaikan berupa benda yang dapat diambil manfaatnya, maka penerima gadai dapat mengambil manfaat tersebut dengan menanggung biaya perawatan dan biaya pemeliharaannya. Dalam praktik, yang biasanya diserahkan secara rahn adalah

60 benda-benda bergerak, khususnya emas dan kendaraan bermotor. 13 E. Manfaat Rahn Tasjily Rahn Tasjily akan memberikan beberapa manfaat bagi bank dan nasabah di antaranya : 14 1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank. 2. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu aset atau barang yang dipegang oleh bank. 3. Jika rahn diterapkan dalam mekanisme Pegadaian, sudah barang tertentu akan sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah- daerah. F. Perbedaan dan Persamaan antara gadai syariah dengan gadai konvensional Persamaan antara gadai syariah dengan gadai konvensional dapat dilihat sebagai berikut: 13 Djoko Muljono, Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: PT Andi, 2015), h.238-239 14 Abu Azam Al Hadi, Fikih Muamalat Kontemporer, (Depok: PT Rajawali Pers, 2017), h.169

61 1. Persamaan : a. Hak gadai atas pinjaman uang. b. Adanya agunan sebagai jaminan utang. c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan. d. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai. e. Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang. 2. Perbedaan : a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal. b. Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak. c. Dalam rahn tidak ada istilah bunga.

62 d. Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian, rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga. 15 15 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan ilustrasi, (Yogyakarta Ekonisia,2013), h.181