SALINAN Menimbang : PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 79 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, bahwa guna pedoman pelaksanaan penilaian risiko di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan sebagaimana ketentuan Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Pekalongan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Batang dengan mengubah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2757); 3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 1
5. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1986 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan ke Kota Kajen di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 70); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Pekalongan, Kabupaten Daerah Tingkat II Pekalongan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Batang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3381); 7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4890); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041); 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 310); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 6 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2011 Nomor 6, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 22); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 2
12. Peraturan Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Pekalongan (Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2016 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 56); 13. Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah pada Pemerintah Kabupaten Pekalongan (Berita Daerah Kabupaten Pekalongan Tahun 2012 Nomor 55). MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN BUPATI TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN. BAB I KETENTUAN UMUM 3 Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Pekalongan. 2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 3. Bupati adalah Bupati Pekalongan. 4. Inspektorat Daerah adalah unsur pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. 5. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah. 6. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran perangkat pemerintah daerah. 7. Manajemen risiko adalah proses yang proaktif dan kontinyu meliputi penetapan tujuan, identifikasi, analisis, evaluasi, penanganan, monitoring dan reviu yang dijalankan untuk mengelola risiko dan potensinya. 8. Profil risiko adalah penjelasan tentang total paparan risiko yang trennya. dinyatakan dengan tingkat risiko dan
9. Proses manajemen risiko adalah suatu proses yang bersifat berkesinambungan, sistematis, logis, dan terukur yang digunakan untuk mengelola risiko di instansi. 10. Selera risiko (risk appetite) adalah tingkat risiko yang bersedia diambil instansi dalam upayanya mewujudkan tujuan dan sasaran yang dikehendakinya. 11. Retensi adalah keputusan untuk menerima dan menyerap suatu risiko. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN 4 Pasal 2 (1) Maksud disusunnya Peraturan Bupati ini adalah sebagai pedoman teknis bagi pejabat dan/atau pegawai di lingkungan Pemerintah Daerah untuk pengembangan kebijakan, perencanaan struktur, fungsi manajemen risiko, sistem dan prosedur yang terkait dengan penerapan manajemen risiko. (2) Tujuan disusunnya Peraturan Bupati ini, adalah: a. mengantisipasi dan menangani segala bentuk risiko secara efektif dan efisien; dan b. mengidentifikasi, menganalisis, dan mengendalikan risiko serta memantau aktivitas pengendalian risiko. BAB III PRINSIP PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Pasal 3 Penerapan manajemen risiko dilakukan dengan memperhatikan prinsip: a. ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; b. berorientasi jangka panjang; dan c. mempertimbangkan aspek manfaat dan biaya. BAB IV PENYELENGGARA MANAJEMEN RISIKO Pasal 4 (1) Setiap perangkat daerah wajib menyelenggarakan manajemen risiko. (2) Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tingkat perangkat daerah dan tingkat kegiatan.
(3) Penyelenggara manajemen risiko pada tingkat perangkat daerah dikoordinasikan oleh Ketua Satuan Tugas Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah (Satgas SPIP) perangkat daerah. (4) Penyelenggara manajemen risiko pada tingkat kegiatan adalah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). BAB V STRATEGI PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO Pasal 5 Berdasarkan karakteristik, tugas, fungsi setiap perangkat daerah dan risiko yang dihadapi serta kondisi lingkungan pengendalian, strategi penerapan manajemen risiko, meliputi: a. melakukan penilaian risiko dan pengendalian risiko yang mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan; b. menyiapkan sarana dan prasarana yang meliputi sumber daya manusia, infrastruktur, dan standar operasional prosedur; c. mengintegrasikan manajemen risiko dalam perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban program dan kegiatan untuk mencapai tujuan serta sasaran yang telah ditetapkan; dan d. melakukan pemantauan secara terus menerus untuk perbaikan pada saat pelaksanaan, pertanggungjawaban, atau untuk bahan perencanaan berikutnya. Pasal 6 (1) Penilaian risiko dan pengendalian risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, meliputi: a. upaya penilaian dan mengendalikan risiko yang membawa konsekuensi negatif terhadap pencapaian tujuan perangkat daerah dan sasaran kegiatan; dan b. kepastian bahwa seluruh risiko telah teridentifikasi dan terdapat program pengendalian yang terencana dan terukur untuk menjaga agar risiko tersebut berada pada tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan. 5
(2) Berdasarkan hasil penilaian risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan penanganan risiko baik risiko yang diretensi maupun yang ditransfer. (3) Kriteria risiko yang diretensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit meliputi hal: a. memiliki tingkat konsekuensi paling tinggi pada level yang telah ditetapkan untuk diretensi sesuai dengan toleransi dan selera risiko perangkat daerah yang telah ditetapkan; b. terdapat perlindungan hukum yang memadai mencakupregulasi dan/atau kontrak; dan c. perangkat daerah dapat memastikan dengan tingkat keyakinan tinggi bahwa tidak akan terjadi kegagalan pada pegawai, proses, dan sistem yang ada. (4) Kriteria risiko yang ditransfer sebagaimana dimaksud pada ayat (2), paling sedikit meliputi hal: a. risiko residual yang tidak dapat diterima sesuai dengan toleransi dan risiko perangkat daerah; dan b. perangkat daerah tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk membiayai konsekuensi risiko yang diperkirakan. Pasal 7 (1) Dalam rangka strategi penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, setiap Kepala Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah harus menyiapkan kompetensi instansi. (2) Penyiapan kompetensi instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendasarkan pada 3 (tiga) elemen, meliputi: a. sumber daya manusia; b. infrastruktur; dan c. standar operasional prosedur. Pasal 8 Strategi pengintegrasian proses manajemen risiko ke dalam proses kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari operasional dan proses pengambilan keputusan. 6
BAB VI PROSES MANAJEMEN RISIKO 7 Pasal 9 (1) Dalam rangka penerapan manajemen risiko yang efektif dan efisien, dilakukan proses manajemen risiko secara terus menerus, sistematis, logis, dan terukur terutama pada program dan kegiatan. (2) Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah program dan kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja utama. Pasal 10 Dalam penerapan manajemen risiko dilakukan dengan proses yang meliputi : a. penetapan tujuan; b. identifikasi risiko; c. analisis risiko; d. evaluasi risiko; e. penanganan risiko; dan f. pemantauan dan reviu. Pasal 11 (1) Penetapan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, diperlukan untuk menjabarkan tujuan perangkat daerah dan sasaran kegiatan. (2) Tahap pelaksanaan penetapan tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mempertimbangkan: a. lingkungan internal dan eksternal; b. tugas dan fungsi perangkat daerah; dan c. pihak yang berkepentingan. Pasal 12 Identifikasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b, dilakukan dengan mengidentifikasi risiko perangkat daerah dan risiko kegiatan dengan tahapan meliputi: a. mengidentifikasi kegiatan, penyebab, dan proses terjadinya peristiwa risiko yang dapat menghalangi, menurunkan, atau menunda tercapainya tujuan perangkat daerah dan sasaran kegiatan; dan
b. mendokumentasikan proses identifikasi risiko dalam sebuah daftar risiko. Pasal 13 (1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c, dilakukan dengan menilai risiko dari sisi tingkat risiko. (2) Tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan berdasarkan kemungkinan terjadinya risiko dan tingkat dampaknya. (3) Tahap pelaksanaan analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan: a. menetapkan jenis analisis risiko sesuai tujuan, ketersediaan data, dan tingkat kedalaman analisis risiko yang dilakukan; b. melakukan analisis risiko terhadap sumber risiko; c. mengkaji kekuatan dan kelemahan dari sistem dan mekanisme pengendalian baik proses, peralatan, dan praktik yang ada; d. melakukan analisis terhadap besarnya kemungkinan terjadinya (likelihood) suatu risiko dan dampaknya; e. melakukan analisis terhadap tingkat suatu risiko; f. melakukan analisis terhadap profil risiko atau peta risiko; dan g. melakukan analisis terhadap tingkat risiko gabungan (komposit) untuk setiap kategori risiko. (4) Jenis analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dapat berupa analisis kualitatif, atau analisis kuantitatif kemungkinan terjadinya dan dampak. (5) Analisis risiko dari sumber risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, merupakan analisis risiko dari sumber risiko yang berasal dari internal dan eksternal. (6) Mengkaji kekuatan dan kelemahan dari sistem dan mekanisme pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, merupakan pengkajian dari pengendalian yang akan diterapkan dalam rangka mengatasi risiko. 8
(7) Analisis terhadap kemungkinan terjadinya risiko dan dampak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, dilakukan dengan menggunakan metode skala yang telah ditetapkan untuk setiap kategori dengan parameter yang telah ditetapkan. (8) Analisis terhadap tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, dibagi menjadi tingkat risiko rendah, tingkat risiko sedang, dan tingkat risiko tinggi. (9) Analisis terhadap profil atau peta risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f, menganalisis tingkat risiko terutama tingkat tinggi yang dapat menghambat tujuan yang instansi. (10) Analisis terhadap tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, diukur dengan menggunakan dua dimensi, meliputi: a. kemungkinan terjadinya risiko yang dinyatakan dalam frekuensi; dan b. tingkat dampak. (11) Tingkat risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g, dirumuskan dengan ditandai warna, sebagai berikut: a. risiko rendah dengan warna hijau; b. risiko sedang dengan warna kuning; c. risiko tinggi dengan warna orange; dan d. risiko ekstrim dengan warna merah. Pasal 14 Contoh matrik tingkat dampak dan kemungkinan terjadinya risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), dan contoh analisis terhadap tingkat risiko (profil risiko) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) dan ayat (7), sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. Pasal 15 (1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk hasil analisis risiko. (2) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi : 9
a. identifikasi akar permasalahan; b. penentuan tingkat risiko, profil risiko, atau peta risiko; dan c. masukan bagi pejabat pengambil keputusan untuk memilih berbagai pilihan penanganan risiko yang ada sesuai bobot biaya dan manfaat, peluang dan ancaman. Pasal 16 (1) Evaluasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d, dilakukan untuk pengambilan keputusan mengenai perlu tidaknya dilakukan penanganan risiko lebih lanjut serta prioritas penanganannya. (2) Tahap pelaksanaan evaluasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan: a. menetapkan hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan evaluasi risiko; dan b. melakukan evaluasi risiko secara berkala. (3) Pertimbangan dalam melakukan evaluasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi: a. risiko yang perlu mendapatkan penanganan; b. prioritas penanganan risiko; dan c. besarnya dampak penanganan risiko. Pasal 17 (1) Evaluasi risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk hasil evaluasi risiko. (2) Hasil evaluasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berisi urutan prioritas risiko dan daftar risiko yang akan ditangani. Pasal 18 (1) Penanganan risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf e, dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai pilihan penanganan risiko yang tersedia dan memutuskan pilihan penanganan risiko. (2) Tahap pelaksanaan penanganan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menentukan jenis pilihan penanganan risiko berdasarkan hasil penilaian risiko. 10
(3) Penanganan risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fokus pada penanganan akar permasalahan dan bukan hanya gejala permasalahan. Pasal 19 (1) Pemantauan dan reviu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf f, dimaksudkan untuk memastikan bahwa manajemen risiko telah dilaksanakan sesuai rencana. (2) Tahap pelaksanaan pemantauan dan reviu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. pengendalian rutin pelaksanaan penanganan risiko dengan cara membandingkan antara kinerja aktual dengan kinerja yang diharapkan; b. pemantauan efektivitas semua langkah dalam proses penanganan risiko berdasarkan laporan pelaksanaan tahap sebelumnya guna memastikan bahwa prioritas penanganan risiko masih selaras dengan perubahan di dalam lingkungan kerja; dan c. pemantauan dan reviu dilakukan secara berkala. Pasal 20 Pemantauan dan reviu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk laporan hasil monitoring dan reviu. BAB VII EVALUASI DAN PELAPORAN Pasal 21 Dalam upaya mengukur kinerja penerapan manajemen risiko di lingkungan Pemerintah Daerah dilakukan evaluasi oleh Inspektorat Daerah secara berkala atau apabila diperlukan yang mencakup evaluasi atas implementasi manajemen risiko untuk menjamin efektivitasnya. Pasal 22 (1) Setiap perangkat daerah wajib membuat laporan penerapan manajemen risiko. (2) Laporan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas: a. laporan identifikasi risiko dan analisis risiko; dan 11
b. laporan rencana penanganan dan rencana pemantauan penanganan risiko. Pasal 23 Laporan penerapan manajemen risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) disampaikan kepada Asisten Administrasi Sekretaris Daerah selaku Ketua Satgas SPIP Pemerintah Daerah dan tembusannya disampaikan kepada Inspektur Kabupaten Pekalongan, paling lambat akhir bulan Februari. Pasal 24 Jenis dan format laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Bupati ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Pekalongan. Diundangkan di Kajen pada tanggal 30 Oktober 2017 Ditetapkan di Kajen pada tanggal 30 Oktober 2017 BUPATI PEKALONGAN, ttd ASIP KHOLBIH SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN, ttd MUKAROMAH SYAKOER BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2017 NOMOR 80 Salinan sesuai aslinya, KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN PEKALONGAN AGUS PRANOTO, SH, MH. Pembina Tingkat 12 I NIP. 19670914 199703 1 005
13
LAMPIRAN PERATURAN BUPATI PEKALONGAN NOMOR 79 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN. CONTOH, JENIS DAN FORMAT MATRIK DAN ANALISIS SERTA LAPORAN PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN Halaman A. MATRIK TINGKAT KEMUNGKINAN TERJADINYA RISIKO... 2 B. MATRIK TINGKAT DAMPAK TERJADINYA RISIKO... 2 C. MATRIK ANALISIS TERHADAP TINGKAT RISIKO... 2 D. MATRIK DEPSKRIPSI STATUS RISIKO DAN TINGKAT KEUTAMAAN PENGENDALIAN... 2 E. TABEL DAN JENIS FORMAT LAPORAN... 3 BUPATI PEKALONGAN, ttd ASIP KHOLBIHI Diundangkan di Kajen pada tanggal 30 Oktober 2017 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN, ttd MUKAROMAH SYAKOER BERITA DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2017 NOMOR 80 Salinan sesuai aslinya, KEPALA BAGIAN HUKUM SETDA KABUPATEN PEKALONGAN, AGUS PRANOTO, SH, MH. Pembina Tingkat I NIP. 19670914 199703 1 005 1
A. MATRIK TINGKAT KEMUNGKINAN TERJADINYA RISIKO RATING KEMUNGKINAN/ PROBABILITAS CONTOH DESKRIPSI 4 Hampir pasti terjadi Terjadi setiap tahun 3 Kemungkinan besar terjadi Terjadi 1 kali dalam 2 tahun 2 Kemungkinan kecil terjadi Terjadi 1 kali dalam 3 tahun 1 Hampir mustahil terjadi Tidak terjadi lebih dari 3 tahun B. MATRIK TINGKAT KONSEKUENSI/DAMPAK TERJADINYA RISIKO RATING 4 Luar Biasa KONSEKUENSI/ DAMPAK CONTOH DESKRIPSI Mengancam organisasi secara keseluruhan 3 Besar Mengancam sebagian program 2 Sedang Mengganggu kegiatan 1 Tidak Signifikan Mengganggu administrasi C. MATRIK TINGKAT RISIKO DITENTUKAN BERDASARKAN TINGKAT KONSEKUENSI/DAMPAK TERJADINYA RISIKO (ANALISIS RISIKO) Matrik Analisis Risiko 4 x 4 Kemungkinan 4 3 2 1 Hampir pasti terjadi Kemungki nan besar terjadi Kemungki nan kecil terjadi Hampir mustahil terjadi Konsekuensi/Dampak 1 2 3 4 Tidak Siginifikan Sedang Besar Luar Biasa 4 8 12 16 3 6 9 12 2 4 6 8 1 2 3 4 D. MATRIK TINGKAT KEUTAMAAN PENGENDALIAN Posisi Koordinat Level Deskripsi Tingkat Keutamaan 9 < X 16 4 Ekstrim Segera dikelola 6 < X 9 3 Tinggi Diperlukan tindakan untuk mengelola risiko 4 < X 6 2 Sedang Dikelola bila tersedia sumber daya X 4 1 Rendah Tidak perlu tindakan 2
E. TABEL DAN JENIS FORMAT LAPORAN HASIL IDENTIFIKASI DAN ANALISIS RISIKO TINGKAT PERANGKAT DAERAH 1. VISI : 2. MISI : 3. TUJUAN : 4. SASARAN : FORM : MR-01 No Risiko Teridentifikasi Faktor Penyebab Kemungkinan Dampak Status Risiko Deskripsi status Risiko (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 2 Dst KEPALA PERANGKAT DAERAH,... Keterangan: Kolom (2) : diisi dengan risiko yang berpotensi menghambat pencapaian masing-masing tujuan dan sasaran yang ingin dicapai oleh Perangkat Daerah sebagaimana tertuang dalam Renstra Perangkat Daerah. Kolom (3) : diisi dengan faktor penyebab yang menjadi akar permasalahan. Kolom (4) : diisi dengan nilai pada skala berikut ini : 4. (Hampir pasti terjadi)/3. (Kemungkinan terjadi)/2. (Kemungkinan kecil terjadi)/1. (Hampir mustahil terjadi). Kolom (5) : diisi dengan nilai pada skala berikut ini : 4. (Luar Biasa)/3. (Besar)/2. (Sedang)/1. (Tidak Signifikan). Kolom (6) : merupakan hasil perkalian kolom (4) x kolom (5). Kolom (7) : diisi dari deskprisi status risiko sebagaimana tercantum pada Lampiran Huruf D yaitu: Ekstrim/Tinggi/Sedang/Rendah. Formulir ini disusun pada saat perencanaan penganggaran dan dilaporkan pada awal tahun anggaran. 3
HASIL IDENTIFIKASI DAN ANALISIS RISIKO TINGKAT PEMILIK KEGIATAN 1. UNIT KERJA : 2. PROGRAM : 3. NAMA KEGIATAN : 4. TUJUAN KEGIATAN : FORM : MR-02 No Risiko Teridentifikasi Faktor Penyebab Kemungkinan Dampak Status Risiko Deskripsi status Risiko (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1 2 Dst PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN,... Keterangan: Kolom (2) : diisi dengan risiko yang berpotensi menghambat pencapaian masing-masing tujuan kegiatan Kolom (3) : diisi dengan faktor penyebab yang menjadi akar permasalahan. Kolom (4) : diisi dengan nilai pada skala berikut ini : 4. (Hampir pasti terjadi)/3. (Kemungkinan terjadi)/2. (Kemungkinan kecil terjadi)/1. (Hampir mustahil terjadi). Kolom (5) : diisi dengan nilai pada skala berikut ini : 4. (Luar Biasa)/3. (Besar)/2. (Sedang)/1. (Tidak Signifikan). Kolom (6) : merupakan hasil perkalian kolom (4) x kolom (5). Kolom (7) : diisi dari deskprisi status risiko sebagaimana tercantum pada Lampiran Huruf D yaitu: Ekstrim/Tinggi/Sedang/Rendah. Formulir ini disusun pada saat perencanaan penganggaran dan dilaporkan pada awal tahun anggaran. 4
HASIL PENANGANAN DAN PEMANTAUAN RISIKO TINGKAT PERANGKAT DAERAH 1. VISI : 2. MISI : 3. TUJUAN : 4. SASARAN : 5. TAHUN ANGGARAN : FORM : MR-03 No Risiko (Prioritas) Rincian Penanganan Rencana Realisasi Yang Belum Tertangani Penanggung Jawab (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 2 Dst KEPALA PERANGKAT DAERAH,... Keterangan: Kolom (2) : diisi dengan prioritas risiko yaitu risiko dengan status risiko tinggi dari FORMULIR: MR-01. Kolom (3) : diisi dengan rencana penanganan berupa serangkaian tindakan untuk menghilangkan akar permasalahan dari faktor penyebab. Kolom (4) : diisi dengan realisasi penanganan dari hasil monitoring. Kolom (5) : diisi dengan hal-hal yang belum tertangani yaitu berupa deviasi antara realisasi dibandingkan rencana. Kolom (6) : diisi dengan petugas yang kompeten sesuai permasalahan yang akan ditangani 5
HASIL PENANGANAN DAN PEMANTAUAN RISIKO TINGKAT PEMILIK KEGIATAN 1. UNIT KERJA : 2. PROGRAM : 3. NAMA KEGIATAN : 4. TUJUAN KEGIATAN : 5. TAHUN ANGGARAN : FORM : MR-04 No Risiko (Prioritas) Rincian Penanganan Rencana Realisasi Yang Belum Tertangani Penanggung Jawab (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 2 Dst PEJABAT PELAKSANA TEKNIS KEGIATAN,... Keterangan: Kolom (2) : diisi dengan prioritas risiko yaitu risiko dengan status risiko tinggi dari FORMULIR: MR-02. Kolom (3) : diisi dengan rencana penanganan berupa serangkaian tindakan untuk menghilangkan akar permasalahan dari faktor penyebab. Kolom (4) : diisi dengan realisasi penanganan dari hasil monitoring. Kolom (5) : diisi dengan hal-hal yang belum tertangani yaitu berupa deviasi antara realisasi dibandingkan rencana. Kolom (6) : diisi dengan petugas yang kompeten sesuai permasalahan yang akan ditangani 6