HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN KELUARGA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA TUNARUNGU. Skripsi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi salah satu ruang penting penunjang terjadinya interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tahun), dan fase remaja akhir (usia 18 tahun sampai 21 tahun) (Monks,

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. impian setiap orang. Ketikamenikah, tentunya orang berkeinginan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi dan berperan dalam lingkungan hidup yang selalu berubah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI

BABI PENDAHULUAN. Setiap manusm dilahirkan dengan kelebihan dan kekurangannya masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. adalah salah satu unsur sosial yang paling awal mendapat dampak dari setiap

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

DUKUNGAN SOSIAL PADA PEMBANTU RUMAH TANGGA USIA REMAJA DI BANYUMAS

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

BAB I PENDAHULUAN. tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara. Anak tuna rungu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak merupakan generasi penerus dan aset pembangunan. Anak menjadi

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Hurlock (1980) bahwa salah satu tugas perkembangan masa

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Konsepsi manusia seutuhnya merupakan konsepsi ideal kemanusiaan yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nirma Shofia Nisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana pernyataan yang diungkap oleh Spencer (1993) bahwa self. dalam hidup manusia membutuhkan kepercayaan diri, namun

Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Dengan Etos Kerja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan oleh seluruh mahasiswa baru di perguruan tinggi. Rata-rata usia

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

Dalam era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan informasi yang

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi.

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Setiap aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. laku. Mulai dari kandungan sampai beranjak dewasa sampai tua manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Atas (SMA) untuk melanjutkan studinya. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di

merupakan unit terkecil dari ruang lingkup masyarakat. Kesejahteraan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan bagi bangsa. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dalam segi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomi,yang menuju dewasa. Selain mejunjukan adanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. Mereka adalah yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (Word Health

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Anak yang dilahirkan secara sehat baik dalam hal fisik dan psikis

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DUKUNGAN KELUARGA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA TUNARUNGU Skripsi Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Oleh : VIVTINE VEBRININA F100040215 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

PENDAHULUAN BAB I A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki berjuta-juta penduduk dengan tingkatan usia yang bervariasi yaitu dari tingkatan lanjut usia, dewasa, remaja, serta anak-anak. Diantara tingkatan usia tersebut, remaja termasuk memiliki jumlah yang cukup besar di Indonesia. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan untuk membentuk potensi yang dimiliki dalam mewujudkan cita-cita yang akan diraihnya. Masa remaja merupakan masa yang paling menarik untuk dipelajari, karena banyak sekali masalah yang dihadapi. Masalah remaja merupakan masa transisi dalam membentuk perubahan menjadi dewasa yang berpengaruh pada emosi serta perilakunya. Seperti yang dijelaskan Hurlock (2000) bahwa masa remaja adalah masa yang ditandai oleh adanya badai dan tekanan, yang dimulai dengan adanya perubahan-perubahan biologis. Perubahan tersebut ditandai dengan adanya perubahan fisik yang membawa dampak pada keadaan emosional yang mudah tersinggung, bergejolak dan mudah goyah. Hampir semua remaja mengalami masa krisis, demikian juga yang dialami remaja tunarungu. Remaja tunarungu juga mengalami masa transisi seperti remaja normal lainnya. Gejolak jiwa yang tidak menentu dalam mencari identitas dirinya membuat mereka mengalami krisis yang lebih kompleks dibanding dengan remaja normal lainnya. Krisis yang dialami remaja tunarungu adalah adanya kekurangan secara fisik, yaitu dalam hal pendengaran yang membuat mereka terhambat dalam 1

2 bahasa. Kemiskinan bahasa membuat mereka tidak mampu menjalin hubungan sosial sebaliknya orang lain juga sulit memahami perasaan dan pikiran mereka. Menurut Sumadi dan Talkah (Sumampow dan Setiasih, 2003) menyatakan bahwa remaja tunarungu dalam kondisinya yang khusus atau luar biasa mempunyai masalah utama yaitu hambatan dalam komunikasi. Bagi mereka berkomunikasi hampir tidak mungkin, maka segala sesuatu ditafsirkan sesuai dengan penglihatannya, sehingga terjadi kesalahpahaman karena tidak dapat mengerti maksud lawan komunikasinya. Tunarungu juga sering mengalami berbagai konflik, kebingungan, dan ketakutan terhadap penolakan orang lain sehingga ia mengalami berbagai kesukaran dalam pembentukan sosial. Hambatan yang dialami oleh seseorang yang memiliki kekurangan fisik, khususnya remaja tunarungu seringkali mengalami ketakutan tersendiri dalam menjalani kehidupan akan masa depan mereka. Direktorat jenderal pendidikan luar biasa (2006) menunjukkan jumlah penyandang cacat di Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 1.490.080 jiwa, termasuk dalam tuna rungu wicara sebanyak 41.909 jiwa dan pada tahun 2006 sudah menunjukkan penurunan sebanyak 33.388 jiwa. Penyandang tunarungu tersebut terlibat dalam berbagai kegiatan mulai dari sekolah, bekerja, dan sebagainya. Tunarungu yang bersekolah sebanyak 55%, sedangkan tunarungu yang sudah bekerja dari survey yang dilakukan dari 79 perusahaan di pulau jawa dan beberapa di Sumatera, itu ada sekitar 709 penyandang cacat yang bekerja di perusahaan. Sebagian besar yang bekerja itu adalah tunarungu sebanyak 75% dan sisanya adalah penyandang cacat yang lainnya. (http://www.gemari.or.id/cetakartikel.php?id=1269). Dari data tersebut menunjukkan

3 bahwa jumlah minoritas penyandang cacat tunarungu masih kurang mendapat perhatian dari pihak-pihak yang terkait dalam melakukan kegiatan seperti orang normal lainnya. Remaja tunarungu atau penyandang cacat lainnya juga menginginkan suatu harapan untuk berhasil akan masa depannya seperti orang normal lainnya yang mempunyai kesempatan untuk berhasil. Kekurangan neurologis tidaklah menjadi hambatan jika remaja tunarungu mempunyai sikap optimis. Ketika individu memiliki optimisme hidup dan semangat yang tinggi secara nyata mereka dapat meraih masa depan yang diinginkan. Shapiro (Nugroho, 2006) menyatakan bahwa optimisme masa depan merupakan kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari segi dan kondisi baiknya serta mengharapkan hasil yang paling memuaskan. Optimisme masa depan dapat memberikan harapan positif yang dimiliki tunarungu dengan rasa percaya diri dan mampu menerima kekurangan fisik yang dimilikinya. Menurut berita yang disampaikan pada Koran Radar Bandung (Putri, 2006) di Jakarta seorang tunarungu berhasil mencapai prestasi sekolahnya sampai pada gelar S2 di ITB (Institut Teknologi Bandung) dan sampai sekarang ia menjadi pengajar di Universitas Buana di Jakarta. Dia tidak berkecil hati dan tidak pernah merasa minder dengan kekurangan fisiknya, justru hal tersebut membuat ia terus maju menghadapi persaingan hidup meskipun mempunyai keterbatasan bahasa ia selalu melatih komunikasi dengan mahasiswa yang normal. Selain fenomena di atas, pihak Departemen Pendidikan Nasional dan beberapa dosen S3 Universitas Pendidikan Indonesia mengeluarkan pernyataan

4 bahwa para tunarungu tidak mampu kuliah dan membuat skripsi, namun Galuh seorang tunarungu lulusan Universitas Gajah Mada membuktikan bahwa ia dapat lulus kuliah walaupun mengalami kesulitan dalam menangkap apa yang disampaikan oleh dosen dengan berusaha ia dapat meraih cita-citanya. Hal ini ditunjukkan ia dapat bekerja dan menyelesaikan kuliah selama 8,5 tahun, jurusan psikologi. (www.taschan.muliply.com/ sebuah karunia bernama deafness, 2006). Fenomena tersebut dapat membuktikan bahwa tunarungu mempunyai masa depan yang cerah dengan menunjukan sikap optimis dan berusaha mencapai tujuan yang diinginkan. Terciptanya optimisme bagi remaja tunarungu tidak lepas dari dukungan keluarga, karena keluarga memberikan pengaruh yang positif dalam membantu merencanakan apa yang harus ditempuh untuk mewujudkan harapannya. Sudarsono (2000) mengatakan bahwa lingkungan sosial terdekat manusia adalah keluarga. Keluarga adalah instansi pertama yang memberikan pengaruh terhadap sosialisasi setiap anggotanya yang kemudian akan membentuk kepribadiannya. Menurut Wulandari (2007) seorang reporter berusaha menelisik dan menelusuri kisah perjalanan seorang bibit muda berprestasi, Putu Chintya Devi Yuda berhasil meraih tujuan hidupnya dengan mengasah bakatnya yaitu menekuni dunia seni seperti modeling dan melukis. Kedua orangtuanya berjuang untuk meraih masa depan putri sulungnya, meskipun banyak orang yang mencemooh putrinya. Faktor dukungan keluarga terutama orang tua, berperan penting untuk menumbuhkan motivasi pada anak bahwa ia dapat meraih tujuan hidupnya menjadi orang yang mandiri seperti orang normal lainnya.

5 Pada kenyataanya tidak semua orang tua dapat memahami apa yang harus dilakukan terhadap anaknya yang memiliki kebutuhan khusus dan seringkali banyak yang tidak menginginkan keadaan mereka, sehingga orang tua banyak yang menitipkan ke dalam lembaga yang berkompeten dalam menangani kebutuhan anak khusus. Hal tersebut memperkuat pernyataan Eni (2008) guru SLB-B Surakarta sekaligus ibu asrama yang membina anak didiknya. Menurutnya banyak orang tua lebih percaya dengan menitipkan anaknya di asrama sekolah, karena mereka beranggapan remaja tunarungu dapat berkembang lebih baik secara psikis maupun fisiknya. Orang tua seringkali merasa kurang memiliki pengetahuan dalam mendidik anak sehingga mereka terkesan pasrah dan seutuhnya percaya menyerahkan pada pihak sekolah. Suraji (2006) menyatakan bahwa nilai-nilai yang diajarkan dalam keluarga akan menjadikan remaja penyandang tunarungu memiliki kepastian untuk bertindak dan bertingkah laku. Dalam menghadapi masa depannya mereka membutuhkan persepsi dukungan keluarga yang positif. Menurut Tubbs (2005), persepsi tidak hanya mengenai benda dan kata-kata, tapi juga mengenai orang lain, harus seperti apa mereka itu, bagaimana mereka bertindak, dan apa yang mereka katakan. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan sekitarnya, selain itu persepsi bisa sangat berbeda dengan realitas. Maslow (1991) menambahkan bahwa persepsi orang yang tidak teraktualisasikan dirinya lebih sedikit dicemari oleh hasrat-hasrat, kecemasan, ketakutan, harapan, dan optimisme palsu. Tanpa dukungan dari lingkungan sekitar,

6 persepsi remaja tunarungu dalam membentuk suatu pertumbuhan dan perkembangan akan menghambat dirinya untuk mewujudkan masa depannya. Peran keluarga merupakan kekuatan untuk menghadapi dan mengatasi segala hambatan serta gangguan baik dari luar maupun dari dalam diri remaja tunarungu yang secara langsung ataupun tidak langsung dapat membahayakan kelangsungan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Suraji (2006) terhadap remaja tunarungu mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara kepercayaan diri dan dukungan keluarga terhadap interaksi sosial. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa dukungan keluarga dapat memberikan pengaruh penting terhadap persepsi remaja tunarungu dalam menjalani hidupnya untuk mencapai masa depan. Dukungan keluarga dapat memberikan rasa aman dan dapat memelihara persepsi yang baik bagi remaja tunarungu. Ekspresi yang diberikan keluarga melalui kehangatan, empati dan penerimaan akan semakin membantu mewujudkan sikap optimis remaja tunarungu akan kelangsungan hidupnya. Perhatian dan kasih sayang keluarga yang diberikan pada remaja tunarungu yang emosinya masih labil sangat membantu meningkatkan rasa optimis dan semangat terhadap masa depannya, sehingga ia dapat memperoleh suatu harapan untuk mencapai tujuan hidupnya dalam melaksanakan apa yang akan menjadi keinginan remaja tunarungu. Kekurangan fisik bukanlah suatu hambatan untuk meraih masa depan yang lebih baik, namun pada kenyataannya remaja yang memiliki kekurangan dalam hal pendengarannya merasa tidak mempunyai harapan akan masa depannya. Hal tersebut berawal dari faktor keluarga yang kurang memberi perhatian dan kasih sayang pada remaja tunarungu. Orang tua harus memberikan dukungan

7 terhadap masa depannya dan memberikan hubungan yang penuh kehangatan dalam sisi kognisi, afeksi, serta konasinya. Nasihat dan kasih sayang dari anggota keluarga dapat memberikan persepsi yang positif bagi remaja tunarungu dalam mencapai segala sesuatu untuk meraih impian yang dimilikinya, sehingga mereka yakin dan optimis terhadap harapan akan masa depannya. Remaja tunarungu juga mempunyai hak yang sama untuk mencapai cita-citanya seperti layaknya orang normal lainnya. Setelah melihat uraian di atas maka dapat ditarik rumusan apakah ada hubungan antara optimisme masa depan dengan persepsi dukungan keluarga pada remaja tunarungu melalui penelitian dengan judul Hubungan antara Persepsi Dukungan Keluarga dengan Optimisme Masa Depan pada Remaja Tunarungu. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Hubungan antara persepsi dukungan keluarga dengan optimisme masa depan remaja tunarungu 2. Peran dukungan keluarga dalam membentuk optimisme masa depan remaja tunarungu 3. Tingkat optimisme masa depan remaja tunarungu 4. Tingkat persepsi dukungan keluarga pada remaja tunarungu

8 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Bagi pihak-pihak lain yang berkecimpung dalam dunia anak tuna rungu atau gangguan khusus lainnya, misalnya para pendidik sebagai salah satu acuan atau referensi dalam mendidik, membimbing, memahami dan membantu menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. b. Bagi pihak psikologi, khususnya bidang psikologi pendidikan dan sosial, penelitian ini dapat menjadi masukan dan dapat mengembangkan kembali untuk peneliti lain yang ingin meneliti dukungan keluarga maupun optimisme masa depan pada anak yang memiliki gangguan khusus. 2. Manfaat Praktis : a. Bagi remaja tunarungu, sebagai masukan dan informasi untuk menghadapi masalah-masalah tentang masa depan dengan cara yang lebih bijaksana yaitu melalui dukungan keluarga b. Bagi orang tua, dapat membantu memberikan rasa optimisme yang positif dalam mencapai masa depan yang dimiliki remaja tunarungu