WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK BARANG HIGIENIS DAN HALAL

WALIKOTA BATAM PROPINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PRODUK HALAL DAN HIGIENIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL

VT.tBVV^ WALIKOTA BANJARMASIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN TENTANG PERLINDUNGAN PANGAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

II. KETENTUAN HUKUM TERKAIT KEAMANAN PANGAN. A. UU Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

GUBERNUR SUMATERA BARAT

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

-1- QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM JAMINAN PRODUK HALAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PANGAN SEHAT DAN BEBAS BAHAN BERBAHAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 04 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun Tentang : Standardisasi Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM WALIKOTA SERANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.345, 2011 KEMENTERIAN KESEHATAN. Cemaran Radioaktif. Pangan. Batas Maksimum.

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Keputusan Menteri Agama R.I. Nomor 518 Tahun 2001 Tanggal 30 Nevember 2001 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN DAN PENETAPAN PANGAN HALAL

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 46 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN, PENGEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN KOPERASI DAN USAHA KECIL

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEMANDIRIAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PRODUKSI DAN PEREDARAN GARAM

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) MEA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 50 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BERBAHAYA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perdaga

PELABELAN DAN IKLAN PANGAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 6 Tahun 2016 Seri E Nomor 4 PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan primer bagi setiap manusia. Sebagai kebutuhan primer, maka

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

No. 1071, 2014 BPOM. Pangan. Olahan yang Baik. Cara Produksi. Sertifikasi. Tata Cara.

Transkripsi:

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGAWASAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL DAN HIGIENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK, Menimbang : a. bahwa berlakunya perdagangan barang global dapat berdampak terhadap resiko atas keselamatan, keamanan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat atas penggunaan produk barang, jaminan mutu produk barang yang diproduksi dan/atau diperdagangkan sesuai standar mutu yang berlaku, perlindungan hukum bagi pelaku usaha serta daya saing produk barang pelaku usaha di Daerah Kota Pontianak; b. bahwa untuk memberikan perlindungan atas keselamatan, keamanan, kesehatan dan kenyamanan masyarakat serta peningkatan daya saing produk barang di Daerah Kota Pontianak sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf a, perlu upaya penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan dan Pengawasan Sertifikasi Produk Halal dan Higienis; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1953 Nomor 9) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Tanah Laut, Daerah Tingkat II Tapin dan Daerah Tingkat II Tabalong dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2756); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); 4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5619); 5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 295, Tambahan Lembaran Negara Republik Indoneia Nomor 5604); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label Iklan dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 12. Peraturan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2011 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Halal; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PONTIANAK dan WALIKOTA PONTIANAK MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGAWASAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL DAN HIGIENIS. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kota Pontianak. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom. 3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Walikota adalah Walikota Pontianak. 5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. 6. Produk adalah barang dan / atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. 7. Produk Halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.

8. Produk Higienis adalah semua produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia biologik, produk rekayasa genetik yang tersusun dari unsur bebas dari segala yang menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan dan terjamin kebersihannya. 9. Barang Dalam Keadaan Terbungkus yang selanjutnya disingkat BDKT adalah barang atau komoditas tertentu yang dimasukan ke dalam kemasan tertutup dan untuk mempergunakannya harus merusak kemasan atau segel kemasan yang kuantitasnya telah ditentukan dan dinyatakan pada label sebelum diedarkan, dijual, ditawarkan atau dipamerkan. 10. Label adalah setiap keterangan mengenai produk barang yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada produk barang, dimasukan kedalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan produk barang. 11. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk. 12. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia khususnya di Daerah, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian dalam berbagai bidang ekonomi. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 Penyelenggaraan dan Pengawasan Sertifikasi Produk Halal dan Higienis berdasarkan asas: a. pelindungan; b. keadilan; c. kepastian hukum; d. akuntabilitas dan transparansi; e. efektivitas dan efisiensi; dan f. profesionalitas. Pasal 3 Penyelegaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis, bertujuan: a. memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan kepastian ketersedian produk halal dan higienis bagi masyarakat; b. menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya jaminan produk halal dan higienis; c. meningkatkan kemampuan pelaku usaha untuk menjamin ketersediaan produk halal dan higienis; d. memberikan kepastian ketersediaan produk halal dan higienis bagi masyarakat; dan e. meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha melalui peningkatan kualitas produk.

BAB III RUANG LINGKUP Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah menyusun perencanaan penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis sesuai kewenangannya. (2) Perencanaan penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan yang meliputi harmonisasi fungsi pada keseluruhan bagian sistem dan pengawasan produk halal dan higienis. (3) Para pemangku kepentingan pada perencanaan penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : a. pemerintah daerah; b. perangkat daerah; c. pelaku usaha; d. lembaga swadaya masyarakat; e. masyarakat/konsumen; f. BPOM; dan g. LPPOM MUI. Bagian Kedua Pelaksanaan Paragraf 1 Umum Pasal 5 (1) Setiap barang yang diproduksi dan beredar di Daerah Kota Pontianak wajib memenuhi standar halal dan higienis. (2) Standar halal dan higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa jaminan atau sertifikasi halal dan higienis yang diterbitkan instansi/lembaga yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis secara terencana, terpadu dan menyeluruh. (2) Penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis dilaksanakan oleh pemerintah daerah melalui pembinaan bagi pelaku usaha guna memastikan tersedianya produk halal dan higienis untuk dikonsumsi. (3) Penyelenggaraan produk halal dan higienis merupakan pemenuhan terhadap persyaratan halal secara religius dan persyaratan higienis secara fisik, kimiawi dan biologis. (4) Persyaratan halal secara religius sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi kriteria halal sesuai syariat Islam. (5) Persyaratan higienis secara fisik, kimiawi dan biologis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memenuhi kriteria bebas kontaminasi dari bahan kimia berbahaya, bakteri dan kuman serta adanya kandungan gizi.

Pasal 7 (1) Penyelenggaraan dan pengawasan produk halal dan higienis, meliputi: a. pengadaan barang baku, bahan tambahan dan bahan penolong; b. proses produksi; dan c. barang hasil produksi. (2) Penyelenggaraan dan pengawasan produk halal meliputi produk yang sudah berlabel halal atau sudah mendapat lisensi halal dari instansi/lembaga berwenang sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (3) Penyelenggaraan dan pengawasan produk higienis meliputi produk yang mendapat lisensi higienis sanitasi dari instansi/lembaga berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Terhadap produk yang bukan termasuk dalam pangan halal wajib memenuhi standar higienis untuk dikonsumsi. Paragraf 2 Pengadaan Bahan Baku, Tambahan dan Penolong Pasal 8 (1) Pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, wajib memenuhi standar halal dan higienis. (2) Pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong produksi yang memenuhi standar halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan bahan yang tidak mengandung: a. bangkai; b. darah; c. babi; d. hewan yang disembelih tidak sesuai kaidah agama; dan/atau e. hewan dan bahan lainnya yang tidak sesuai kaidah agama. (3) Pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong produksi yang memenuhi standar higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 (1) Penampungan, pengumpulan, pewadahan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong produksi pada waktu dalam keadaan segar, serta sebelum dan setelah pengawasan harus memenuhi kriteria halal dan higienis. (2) Penampungan, pengumpulan, pewadahan dan pengolahan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong tidak halal wajib dipisahkan dengan bahan halal. Paragraf 3 Proses Produksi Pasal 10 (1) Sarana yang digunakan dalam proses produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, wajib memenuhi standar higienis dan/atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan syariat Islam.

(2) Standar higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memperhatikan sanitasi sebagai upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi produk barang yang sehat, bebas dari bahan cemaran biologis, kimia dan benda lainnya. (3) Proses produksi barang tidak halal wajib dipisahkan dengan proses produksi barang halal. Paragraf 4 Barang Hasil Produksi Pasal 11 (1) Setiap produk barang hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, wajib: a. ditempatkan secara terpisah sesuai kaidah agama; dan b. dilakukan proses pendaftaran atau sertifikasi halal dan higienis. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan secara bertahap dalam hal produk barang diproduksi oleh pelaku usaha mikro dan kecil. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota. Pasal 12 (1) Pendaftaran atau sertifikasi halal dan higienis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. produk BDKT; dan b. produk barang tidak dalam kemasan terbungkus. (2) Setiap produk yang telah didaftarkan atau disertifikasi halal dan higienis, wajib mencantumkan label dan nomor register produk halal dan higienis pada kemasan barang, serta mudah dilihat, dibaca dan tidak mudah terhapus. (3) Setiap pelaku usaha wajib menjaga kehalalan dan higienitas produk barang yang telah didaftarkan dan/atau disertifikasi. (4) Setiap pelaku usaha wajib memperbaharui jangka waktu tanda daftar atau sertifikasi halal dan higienis dalam hal masa berlakunya telah berakhir, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pembinaan dan Pengawasan Pasal 13 (1) Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan produk halal dan higienis kepada Pelaku Usaha. (2) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi Pelaku Usaha Produksi dan Pelaku Usaha Peredaran Produk Barang. (3) Pembinaan kepada Pelaku Usaha Produksi Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan penetapan kebijakan. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi.

Pasal 14 (1) Walikota membentuk kelembagaan yang menangani pembinaan dan pengawasan produk halal dan higienis untuk memfasilitasi pelaksanaan sertifikasi halal dan higienis. (2) Susunan keanggotaan kelembagaan non struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. unsur pemerintah daerah; b. unsur lembaga pendidikan; c. unsur pelaku ekonomi; d. unsur masyarakat; dan e. unsur lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan kelembagaan non struktural sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 15 (1) Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dilaporkan kepada Walikota. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu diperlukan. BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 16 (1) Masyarakat dapat berperan serta dalam penyelenggaraan dan pengawasan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis. (2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa perorangan, badan usaha dan kelompok masyarakat. (3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk: a. menyediakan fasilitas penunjang; b. mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis; dan c. menyampaikan informasi dan memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah terkait dengan penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis. BAB V PERAN DUNIA USAHA Pasal 17 (1) Walikota mendorong peran aktif dunia usaha dalam pembinaan dan pengawasan produk halal dan higienis. (2) Peran aktif dunia usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam bentuk kemitraan dan fasilitasi terhadap pelaku usaha mikro dan kecil dalam pemenuhan produk halal dan higienis. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran aktif dunia usaha diatur dalam Peraturan Walikota.

BAB VI LARANGAN Pasal 18 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan produk yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan pada label, kecuali pelaku usaha yang kegiatan usahanya khusus tidak menyediakan produk halal. (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar. Pasal 19 (1) Pelaku usaha dilarang mencantumkan label yang: a. dibuat secara tidak lengkap; atau b. memuat informasi tidak benar dan/atau menyesatkan konsumen. (2) Pengecualian berlaku bagi pelaku usaha pada produk yang bukan halal dan wajib mencantumkan label higienis. BAB VII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 20 (1) Pelaku usaha wajib menarik produknya dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). (2) Pelaku usaha wajib menghentikan kegiatan penawaran, promosi dan peredaran produk dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18. (3) Kewajiban pelaku usaha dalam menghentikan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan hasil pengawasan oleh Walikota yang disertai dengan teguran tertulis sebanyak 3 (tiga) kali. Pasal 21 (1) Setiap pelaku usaha yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dikenakan sanksi administrasi, berupa: a. teguran tertulis; b. penarikan produk barang; c. pencabutan izin; dan d. penutupan lokasi usaha. (2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, dapat dikenakan tanpa melalui sanksi teguran tertulis, dalam hal pelaku telah dikenakan sanksi pidana berdasarkan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Pontianak. Ditetapkan di Pontianak pada tanggal 1 Februari 2018 WALIKOTA PONTIANAK, Diundangkan di Pontianak pada tanggal 1 Februari 2018 Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA PONTIANAK, SUTARMIDJI URAY INDRA MULYA LEMBARAN DAERAH KOTA PONTIANAK TAHUN 2018 NOMOR 1 NOREG PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT : (1/2018)

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PENGAWASAN SERTIFIKASI PRODUK HALAL DAN HIGIENIS I. UMUM Pengaturan mengenai penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis merupakan dasar bagi pengembangan strategi daerah untuk memberikan perlindungan pasar lokal di masa yang akan datang. Terlebih dengan adanya fakta yang menunjukkan persaingan secara langsung antara produk lokal dengan produk impor. Selain itu, merupakan upaya perlindungan konsumen dan peningkatan yang mendukung ketersediaan produk secara halal dan higienis di Kota Pontianak. Dalam jangka panjang, pengaturan ini akan mendorong penguatan daya saing produk halal dan higienis sehingga mampu melakukan ekspansi pasar pada tingkat nasional maupun internasional dengan pengembangan ekonomi yang berkesinambungan. Lingkup pengaturan penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk barang halal dan higienis meliputi pembinaan dan pengawasan terhadap barang konsumsi langsung tubuh manusia yang berdampak pada kesehatan, dan/atau keyakinan beragama. Adapun barang yang dikonsumsi langsung meliputi makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia, produk biologi dan produk rekayasa genetik. Pemerintah Daerah Kota Pontianak melakukan pembinaan produk barang halal dan higienis kepada seluruh masyarakat khususnya kepada pelaku usaha di Kota Pontianak. Pelaku usaha meliputi pelaku usaha produksi dan peredaran produk barang. Memenuhi tujuan dari pengaturan mengenai Perlindungan Konsumen perlu dilakukannya pembinaan dan pengawasan meliputi pelaku usaha, sarana dan prasarana produksi, iklim usaha keseluruhan serta konsumen. Pembinaan yang dilaksanakan kepada Pelaku Usaha dimaksud untuk pencapaian produk barang yang memenuhi kewajiban, yaitu pendaftaran atau sertifikasi halal dan higienis, pencantuman label dan nomor register produk serta penempatan produk dan penginformasian produk. Peran pembinaan oleh Pemerintah Daerah tersebut, diprioritaskan kepada usaha produksi dan/atau peredaran usaha mikro dan kecil. Sementara itu, pengawasan dilaksanakan sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah terhadap segala bentuk kebijakan yang dilaksanakan oleh pelaku usaha, dilakukan secara berkala dan khusus. Dalam hal terdapat penyimpangan maka Pemerintah Daerah dapat menerapkan tindakan berupa pengenaan sanksi administrasi. Sementara untuk sanksi pidana penerapannya dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Istilah-istilah dalam Pasal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud perlindungan adalah memberikan perlindungan kepada seluruh warga Kota Potianak, bukan hanya perlindungan terhadap kelompok tertentu yaitu umat Islam, namun perlindungan ini diberikan bagi seluruh umat beragama lainnnya. Karena meskipun jaminan produk halal memang diberikan khususnya bagi umat Islam, namun juga diatur mengenai sertifikasi dan pengawasan produk higienis. Dengan adanya asas perlindungan ini, Pemerintah Daerah memiliki tanggung jawab terhadap seluruh warga Kota Pontianak untuk memberikan perlindungan berupa sertifikasi dan pengawasan produk halal dan higienis. Huruf b Yang dimaksud keadilan adalah bahwa dalam penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis tersebut harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi seluruh warga Kota Pontianak. Huruf c Yang dimaksud kepastian hukum adalah bahwa penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis bertujuan memberikan kepastian hukum mengenai kehalalan dan kehigienisan suatu produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal dan Sertifikat Higienis. Huruf d Yang dimaksud dengan akuntabilitas dan transparansi adalah bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis harus dapat dipertanggung jawabkan kepada warga Kota Pontianak. Huruf e Yang dimaksud dengan efektivitas dan efisiensi adalah bahwa penyelenggaraandan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis dilakukan dengan berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna serta meminimalisasi penggunaan sumber daya yang dilakukan dengan cara cepat, sederhana dan biaya ringan atau terjangkau. Huruf f Yang dimaksud dengan profesionalitas adalah bahwa penyelenggaraan dan pengawasan sertifikasi produk halal dan higienis dilakukan dengan mengutamakan keahlian yang berdasarkan kompetensi dan kode etik.

Pasal 3. Pasal 4 Ayat 4 Pasal 5 Pasal 6 Ayat 4 Ayat 5 Pasal 7 Ayat 4 Pasal 8 Pasal 9

Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Yang tidak sesuai dengan kaidah agama yaitu bangkai, darah, babi dan/atau hewan yang disembelih tidak sesuai dengan syariat. Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Ayat 4 Pasal 13

Ayat 4 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Pasal 18 Pasal 19 Pasal 20

Pasal 21 Pasal 22 TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 160