BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain. Manusia hidup bersama-sama dalam bermasyarakat dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat adalah kegiatan pinjam-meminjam. Pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Perbankan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dahulu. Namun prinsip-prinsip pertukaran barang dan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. muncul lembaga-lembaga keuangan syariah sebagai solusi atas kegelisahan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mengatasi krisis tersebut. Melihat kenyataan tersebut banyak para ahli

BAB I PENDAHULUAN. M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah), PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. syariah prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah. Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tabungan dan pembiayaan, Bank Syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT),

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Baitul Maal wa Tamwil (BMT) selalu berupaya untuk. sehingga tercipta pemerataan ekonomi untuk semua kalangan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu Negara dengan jumlah penduduk muslim

BAB 1 PENDAHULUAN. kenaikan yang baik. Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) seperti. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi JASA Keuangan Syariah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu agama yang mengajarkan prinsip at ta awun yakni saling

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat mengetahui produk apa yang akan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta, 2002, hlm. 127.

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dari unit surplus

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV. ANALISIS IMPLEMENTASI FATWA DSN NO. 03/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG DEPOSITO PADA PRODUK SIMPANAN BERJANGKA MUDHARABAH di BMT MASJID AGUNG DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1992 tentang Perkoperasian, PP RI No. 9 Tahun 1995 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

BAB I PENDAHULUAN. Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al- Baqarah : 275).

BAB I PENDAHULUAN. ekonominya. Untuk meningkatkan perekonomian, fokus pemerintah. Indonesia salah satunya pada sektor keuangan dan sektor riil.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan usahanya agar lebih maju. pembiayaan berbasis Pembiayaan Islami.

BAB 1 PENDAHULUAN. hlm.15. Press, 2008,hlm. 61

BAB 1 PENDAHULUAN. Abdul Ghafur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009), hlm. 31.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STRATEGI PENETAPAN MARGIN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BMT AT- TAQWA MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. LELI SUWITA Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat

BAB IV METODE PERHITUNGAN BAGI HASIL PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI BSM CABANG PEKALONGAN DITINJAU DARI FATWA DSN-MUI NO.

BAB I PENDAHULUAN. memilih perbankan yang sesuai dengan kebutuhan, baik perseorangan maupun

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

BAB I PENDAHULUAN. 2004, hlm Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Watamwil (BMT), UII Pres Yogyakarta,

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB I PENDAHULUAN. 2001, hlm Muhammad Syafi i Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Gema Insani, Jakarta,

BMT merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. mamutar dana masyarakat sehingga perekonomian terus berkembang. Dana. jenis-jenis lembaga keuangan bukan bank yaitu koperasi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi ekonomi untuk membuat pertimbangan dan mengambil. Standart Akuntansi Keuangan (PSAK) sudah diatur peraturan tentang

BAB I PENDAHULUAN. sebutan Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) An-Nuur merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. melalui aktivitas ekonomi, dan ekonomi yang dikenal dalam Islam adalah

BAB I PENDAHULUAN. Islam, seperti halnya bank konvensional, juga berfungsi sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan permasalahan dan kehidupan dunia yang semakin

KAFA>LAH BIL UJRAH PADA PEMBIAYAAN TAKE OVER DI BMT UGT

BAB I PENDAHULUAN. umum dan meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Agama islam tidak hanya meliputi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organisasi perantara antara masyarakat yang kelebihan dana dengan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

BAB I PENDAHULUAN. Syariah (KSPPS), koperasi tersebut kegiatan usahanya bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pemilik dana. Perbankan di Indonesia mempunyai dua sistem antara lain sistem

BAB I PENDAHULUAN. Fluktuasi tingkat bunga akhir-akhir ini memberikan perhatian lebih kepada

BAB I PENDAHULUAN. mereka. Lembaga keuangan tersebut diharapkan bisa menyokong seluruh bagian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara. Salah satu lembaga moneter ini adalah Lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setelah berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) timbul peluang

BAB 1 PENDAHULUAN. perhatian yang cukup serius dari masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. Dalam hal muamalah, selain hubungan sesama manusia yang bersifat keduniaan juga

BAB I PENDAHULUAN. keuangan syariah non bank yang banyak ditemui di masyarakat. BMT dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perencanaan jangka panjang yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang berlandaskan Al-quran dan As-sunnah. Tak lain tujuan. dan mengalirkan dana sesuai dengan undang-undang perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Raja Grafindo Persada, 2010, h Karim Adiwarman, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:PT

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

EVALUASI PENERAPAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO. 59 (Survai Pada BMI dan BMT) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wat Tamwil dan Koperasi Syariah merupakan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Laju perkembangan ekonomi syari ah di Indonesia dari hari ke hari mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Muhamad, Sistem Bagi Hasil dan Pricing Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2016, h. 1.

BAB II GAMBARAN UMUM BMT SYARIAH TAMBANG KABUPATEN KAMPAR. A. Sejarah singkat BMT Syariah Tambang Kabupaten Kampar

BAB I PENDAHULUAN. Setelah berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) timbul peluang. untuk mendirikan bank-bank lain yang memiliki prinsip syariah.

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlepas dari peran lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu akhir-akhir ini banyak bermunculan lembaga keuangan

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

BAB I PENDAHULUAN. memicu perbankan untuk menjalankan dual banking system yaitu bank. konvensional yang juga menjalankan unit usaha syariah.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. keadilan sesama dalam persaingannya didunia ekonomi. Hal tersebut sudah

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan yang berbasis syari ah sumber-sumber ekonomi. yang tersedia secara terarah dan terpadu serta dimanfaatkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sekaligus, dimana kegiatan. dilaksanankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah.

BAB II LANDASAN TEORI. pelanggan perusahaan tidak berarti apa-apa. Bahkan sampai ada istilah yang

PENGARUH PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT NASABAH BERINVESTASI ( Survey Pada Bank Syari ah di Kabupaten Klaten)

BAB I PENDAHULUAN. oleh negara-negara sedang berkembang tetapi juga di negara-negara maju.

BAB I PENDAHULUAN. keperluan-keperluan lain, tidak bisa diabaikan. Kenyataan menunjukkan bahwa di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan kualitas perekonomian masyarakat, dana

BAB IV ANALISIS PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BMT EL LABANA SERTA KAITANYA DENGAN FATWA DSN MUI NO.04 TAHUN 2000

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Lembaga Keuangan Syari ah (LKS) yang pesat, dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di Indonesia lembaga keuangan berkembang dengan begitu pesatnya.

BAB I PENDAHULUAN. Makhalul Ilmi, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm.91. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia yang berkembang pesat

BAB V PEMBAHASAN. Dalam bab ini penulis membahas temuan yang telah diteliti di BMT Berkah. yang dibahas di awal. Tujuan penelitian tersebut meliputi:

BAB I PENDAHULUAN. 1 Subandi, Ekonomi Koperasi, (Bandung: Alfabeta, 2015), 14

BAB I PENDAHULUAN. untuk meminjam uang atau kredit bagi masyarakat yang membutuhkannya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Baitul Maal wa Tamwil (BMT) yang merupakan jasa keuangan syariah yang

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi Syariah (AS), Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), dan Unit Simpan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, sudah menjadi kodrat kita hidup dalam bermasyarakat, artinya kita saling membutuhkan satu sama lain, bahkan setiap usaha atau kegiatan yang akan kita jalani selalau berhubungan dengan orang lain. Manusia hidup bersama-sama dalam bermasyarakat dan disadari atau tidak, semua saling berhubungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Pergaulan hidup antar manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tersebut dinamakan muamalah. 1 dalam pandangan syari ah, kita diharuskan berusaha agar mendapatkan penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup yang kita jalani dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Setiap manusia dapat melakukan usaha di berbagai bidang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, misalnya saja dalam bidang produksi, seperti pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan makanan, minuman dan lain sebagainya. Bidang usaha lain yang dapat dikelola adalah bidang distribusi, seperti perdagangan, atau dalam bidang jasa, seperti transportasi dan kesehatan. Bukanlah hal yang mustahil 1 Syarafuddin et al, Studi Islam 2, Surakarta: Lembaga Pengembangan Ilmu-Ilmu Dasar Bidang Studi Islam dan Kemuhammadiyahan UMS, 2006, hal. 137. 1

apabila dari setiap bidang usaha tersebut benar-benar ditekuni dengan baik dan terus menerus dikembangkan secara kreatif dan inovatif, maka akan mendapatkan hasil yang menguntungkan. Namun seperti yang kita ketahui bahwasanya setiap usaha apapun yang kita jalani selalau berhubungan dengan orang lain, selain itu juga setiap usaha pasti akan membutuhkan modal. Modal inilah yang menjadi roda penggerak dari sebuah usaha yang akan kita jalani. modal kerja juga merupakan solusi bagi pengusaha untuk memperluas bisnis yang dijalaninya, misalnya untuk mengembangkan produksinya menjadi lebih unggul dan inovatif guna mempertahankan konsumen dan tidak kalah dengan para pesaingnya. Modal kerja bisa kita peroleh dengan kerjasama dengan beberapa orang untuk mengumpulkan sejumlah uang sebagai modal usaha atau melalui pembiayaan yang telah disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan. Namun kebutuhan modal kerja yang semakin meningkat tentu membutuhkan sebuah lembaga keuangan yang bisa mengatasi permasalahn tersebut, agar masyarakat dapat menciptakan suatu usaha baru dengan mudah sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Pembiayaan modal kerja merupakan pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan: (a) peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi maupun secara kualitatif, yaitu 2

peningkatan kualitas atau mutu dari hasil produksi dan (b) untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2 Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan modal kerja syariah yaitu suatu pembiayaan dengan waktu jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja yang usahanya berdasarkan prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja syariah maksimal 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. 3 Kebutuhan Modal kerja yang tinggi dari para pengusaha baik usaha mikro, kecil dan menengah jarang mendapat akses dari lembaga keuangan, khususnya pada tingkat usaha mikro. Karenanya untuk mengatasi kelemahan tersebut dibutuhkan pihak lain yang dapat membantu. Lembaga keuangan mikro Syariah dinilai dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Salah satunya adalah Bait Al Maal Wat Tamwil atau yang lebih dikenal dengan BMT. Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil, menumbuh kembangkan usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat martabat serta membela kepentingan kaun fakir miskin. Secara konseptual, BMT memiliki dua fungsi Baitul Tamwil (Bait = Rumah, At Tamwil = Pengembangan Harta), Jadi BMT adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt 2 Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani, 2001. Hal. 160 3 Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Figih dan Keuangan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Hal. 234 3

al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha bawah dan kecil, antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang kegiatan pembiayaan. 4 Sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) atau micro finance syariah yang berbentuk badan hukum koperasi, perkembangan BMT di indonesia cukup pesat dan menggembirakan, jika dilihat dari kuantitas dan pertumbuhan tahunan. Pada tahun 2017 secara nasional menyebutkan bahwa jumlah BMT sebanyak 5400 unit mencapai aset sebesar 4,7 triliun dengan jumlah pembiayaan sebesar 3,6 triliun dan jumlah simpanan sebanyak 2,1 triliun. 5 Pertumbuhan yang pesat ini tentu menjadi presetasi terlebih sebagai lembaga keuangan mikro swasta yang bahkan tidak mendapat subsidi sedikitpun dari pemerintah. Berbeda dengan lembaga keuangan konvensional yang memberikan kredit modal kerja dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan usaha, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga. Lembaga keuangan syariah membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang melainkan dengan menjalin hubungan 4 Abdul Aziz dan Mariyah Ulfah, Kapita Selekta Ekonomi Islam Kontemporer, Bandung: Alfabeta,2010,h. 115 5 http://finansial.bisnis.com (diakses pada 05 november 2017) 4

patnership dengan nasabah, yakni salah satunya dengan akada pembiayaan musyarakah Musyarakah atau disebut juga dengan Syirkah merupakan akad yang sudah dikenal oleh umat muslim sejak zaman Rasulullah. Ketika Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, orang-orang telah terbiasa melakukan transaksi syirkah 6. Kaum muslim juga telah berijma untuk membolehkan transaksi syirkah, meskipun mereka berselisish mengenai jenis-jenisnya. Adapun hikmah dibolehkannya syirkah adalah agar manusia bisa saling menolong dalam menginvestasikan dan mengembangkan harta mereka, serta mendirikan proyek-proyek raksasa dalam bidang industri, perdagangan, dan pertanian, yang tidak mungkin didirikan oleh perorangan. 7 Secara teknis, Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expartise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 8 Adapun yang dimaksud dengan pembiayaan musyarakah (syirkah) adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana Hal 441 6 Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 20011. 7 Ibid 8 Muhammad Syafii Antonio, Bank..., Hal. 90 5

dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan resiko berdasarkan porsi kontribusi dana. 9 Namun begitu masih terdapat kekhawatiran terhadap penggunakan akad musyarakah yang diterapkan oleh lembaga keuangan syariah. Karena seringkali praktek Musyarakah di perbankan syariah berbeda dengan perspektif fiqih. Adapun musyarakah yang dilaksanakan di Perbankan Syariah belum sesuai dengan konsep fiqih. 10 Tidak hanya dalam Perbankan Syariah saja bahkan hasil dari penelitian Widyarini dan Syamsul Hadi (2016) menunjukkan bahwa Baitul Maal Wa Tamwill (BMT) X belum sepenuhnya dapat menerapkan akad musyarakah sesuai dengan aturan. 11 BMT Batik Mataram Yogyakarta merupakan salah satu dari Lembaga keuangan Syariah yang sudah lama berkembang dilingkungan masyarakat. BMT yang dikenal dari golongan menengah kebawah sampai golongan menengah keatas. Layanan BMT Batik Mataram diminati sebagian besar kalangan menengah kebawah. Oleh karena itu dalam menyalurkan dana pihak BMT Batik Mataram memberikan pelayanan khusus dengan membiayaai sektor usaha mikro, dimana hampir semua anggota dari BMT Batik Mataram adalah pedagang pasar yang 9 Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia No. 14 tahun 2015 tentang Pedoman Akutansi Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah Oleh Koperasi 10 Mahmudatus Sya diyah dan Nur Aziroh, Musyarakah dalam Fiqih dan Perbankan Syariah, 2014. Jurnal Equilibrium Vol. 2 No 02 11 Widyarini dan Syamsul Hadi, Fatwa MUI, PSAK dan Praktek Musyarakah, 2016. Jurnal Istinbath (Jurnal Hukum Islam) Vol.15 No 1 6

membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya seperti, modal kerja, tambahan modal, dan untuk pembelian barang-barang yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya. Hal ini yang menyebabkan pembiayaan yang sering diajukan oleh calon anggota adalah untuk modal kerja produktif. Guna memenuhi kebutuhan pembiayaan yang diajukan oleh calon anggota, maka BMT Batik Mataram menggunakan beberapa akad pembiayaan diantaranya adalah pembiayaan dengan akad mudharabah, musyarah, murabah, ijarah, wakalah, al-qord dan Qordul Hasan. Namun akad Musyarakah merupakan akad yang paling banyak digunakan sebagai salah satu cara untuk memenuhi permintaan calon anggotanya. Tabel 1.1 Daftar Jumlah Pembiayaan di BMT Batik Mataram Yogyakarta Tahun 2016. No Akad Pembiaaayan Jumlah (Rp) Persentase 1 2 3 Mudharabah 25.330.000 1,59% Musyarakah 1.244.398.600 95,67% Qardul Hasan 32.400.000 2,74% Jumlah 1.167.946.700 100% Sumber: Laporan Keuangan BMT Batik Mataram 2016 Berdasarkan data tabel 1.1 diatas, maka sudah jelas terlihat bahwa pembiayaan dengan akad musyarakah merupakan penyumbang terbesar untuk kebutuhan pembiayaan modal kerja bagi nasabah BMT Batik Mataram Yogyakarta. 7

Bukan tanpa alasan BMT Batik Mataram memberi porsi pembiayaan musyarakah yang jauh lebih banyak diantara produk pembiayaan lainnya. Hal tersebut terjadi karna BMT Batik Mataram Yogyakarta memperoiritaskan pembiayaan musyarakah dengan maksud untuk penyediaan permodalan usaha karena sebagian besar anggota BMT Batik Mataram Yogyakarta adalah UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Alasan lainnya adalah karna untuk pembiayaan modal kerja tingkat resiko dari pembiayaan musyarakah dinilai lebih kecil dibanding mudharabah serta lebih mudah untuk ditangani oleh BMT. 12 Melihat tingginya angka pembiayaan musyarakah yang mencapai 95,67% dari total pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Batik Mataram, tentu ini merupakan sebuah prestasi tersendiri bagi Bagi BMT. Jika hal ini dikaitkan dengan persaingan yang terjadi antar lembaga yang memiliki produk pembiayaan sejenis, maka muncul sebuah pertanyaan. Bagaimana sebenarnya penerapan pembiayaan musyarakah yang di terapkan oleh BMT Batik Mataram sehingga memperoleh nasabah pembiayaan yang tinggi dari akad musyarakah.? Maka berangkat dari pertanyaan itulah penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Analisis Penerapan Akad Musyarakah Pada Pembiayaan Modal Kerja di KSPPS BMT Batik Mataram Yogyakarta 12 Wawancara dengan Bapak Budi Suetyo, Kepala Pengelolaan BMT Batik Mataram, pada 10 Nov 2017. 8

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa perumusan masalah yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah penerapan Akad musyarakah Pada Pembiayaan Modal Kerja di BMT Batik Mataram Yogyakarta? 2. Apakah Penerapan Pembiayaan Musyarakah pada Pembiayaan Modal Kerja di BMT Batik Mataram Yogyakarta Sudah Sesuai dengan Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisa secara menyeluruh jawaban dari rumusan masalah yang diperinci sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Bagaimanakah penerapan Akad musyarakah Pada Pembiayaan Modal Kerja di BMT Batik Mataram Yogyakarta. 2. Untuk Mengetahui Apakah Penerapan Pembiayaan musyarakah pada Pembiayaan Modal Kerja di BMT Batik Mataram Yogyakarta Sudah Sesuai dengan Fatwa DSN No.08/DSN-MUI/IV/2000. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah serta keragaman literatur dan referensi pada perpustakaan Universitas 9

Muhammadiyah Yogyakarta, khususnya literatur dan referensi studi tentang Lembaga Keuangan Syariah. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan bagi BMT Batik Mataram atau pihak yang terkait dalam pengambilan kebijakan untuk senantiasa memberikan jasa layanan terutama dalam pembiayaan mursyarakah sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi anggotanya. 10