BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan industri nasional yang didukung oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan prasyarat terbentuknya masyarakat adil makmur sejahtera sesuai dengan nilai luhur pancasila. Konsekuensi dari proses pembangunan industri ini adalah meningkatnya limbah yang dikeluarkan oleh industri tersebut, termasuk limbah udara yang dapat merubah kualitas udara ambient (Mukono, 1997). Salah satu industri yang mengubah kualitas udara adalah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. PLTU adalah sumber utama dari listrik dunia sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara, solar dan pasir. Batubara adalah sedimen organik bahan bakar hidrokarbon padat yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mengalami pembusukan secara biokimia, kimia dan fisika dalam kondisi bebas oksigen yang berlangsung pada tekanan serta temperatur tertentu pada kurun waktu yang lama. Pemakaian bahan bakar berupa solar bersama batubara digunakan pada saat proses firing (Permulaan proses yang terjadi di PLTU) sedangkan penggunaan bahan bakar berupa batubara saja digunakan setelah terjadinya proses firing (Permulaan proses pada PLTU). Salah satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang terdapat di Sumatera Utara adalah PLTU di desa Labuhan Angin,
kecamatan Tapian Nauli, kabupaten Tapanuli Tengah dengan luas area sekitar 50 Ha dan berkapasitas 2 x 115 MW (Mega Watt). Pemerintah telah menetapkan batubara sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi dan gas alam seperti yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional karena sumber daya batubara yang cukup melimpah. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan akan energi maka pemanfaatan batubara sebagai sumber energi alternatif diperkirakan juga akan meningkat. Saat ini, pemakaian batubara terbesar adalah sektor pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin mempergunakan sekitar 1.050.000 ton batubara per tahun dengan jumlah unit pembangkit listrik tenaga uap Labuhan Angin memiliki sekitar 2 unit yang mana laju alir batubaranya sekitar 70.104 kg/jam, nilai kalor sebesar 4.018 kkal/kg, efisiensi boiler sebesar 89%, efisiensi total sebesar 35%, Turbin heat rate sebesar 2.148 kkal/kwh dan CO 2 total sebesar 103 ton/jam (PLN Pusat Jakarta, 2009). Menurut Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral (2009), pemakaian batubara sebagai bahan bakar memberikan dampak pada lingkungan terutama kualitas udara di sekitarnya. Hal ini dikarenakan batubara mengandung hidrokarbon (HC) yang jika mengalami pembakaran secara sempurna akan menghasilkan gas CO 2. Bahan pencemar udara yang dapat dikeluarkan oleh industri maupun pembangkit listrik, antara lain: Total partikulat, gas SO 2 (Sulfur dioksida), gas NO 2 (Nitrogen dioksida), gas CO (Karbon monoksida), dan gas HC (Hidrokarbon) (Corman, 1971).
Pembakaran batubara dalam pembangkit listrik terdiri dari 2 jenis debu, yaitu: abu terbang (Fly ash) dan abu dasar (Bottom ash). Abu merupakan bahan organik sisa pembakaran batubara dan terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran dengan jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari sebesar 500 1000 ton. Unsur belerang terdapat pada batubara dengan kadar bervariasi sekitar 1% - 4%. Menurut Srikandi Fardiaz (1992), polutan SO x mempunyai pengaruh terhadap manusia dan hewan pada konsentrasi jauh lebih tinggi dibandingkan yang diperlukan untuk merusak tanaman. Pengaruh utama polutan SO x terhadap manusia, yaitu: iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi sistem pernafasan terjadi pada konsentrasi SO 2 sebesar 5 ppm atau lebih, sedangkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada konsentrasi 1 2 ppm. Senyawa nitrogen pada umunya terikat dengan material organik dalam batubara dan kadarnya kurang dari 2%. Pada proses pembakaran senyawa nitrogen akan berubah menjadi nitrogen dioksida (NO 2 ). Penelitian aktivitas mortalitas antara senyawa NO dan NO 2 menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO 2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Hidrokarbon juga terbentuk pada proses yang terjadi di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Bertambahnya gas CO 2, pada umumnya terjadi karena pembakaran batubara, minyak, dan gas dalam skala yang besar. Gas buangan dari pembangkit listrik yang berbahan bakar batubara mengandung CO 2 sebesar
10-12% volum sementara gas buangan dari pabrik siklus gabungan gas alam hanya mengandung CO 2 sebesar 3-6%. Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berbahan bakar batubara mengeluarkan CO 2 sebesar 3,9 milyar ton per tahun. Emisi CO 2 di dalam negeri mengalami peningkatan dari 41,78 ton pada tahun 2000 menjadi 114,95 ton pada tahun 2007. Emisi CO 2 pada tahun 2007 terdiri dari pembangkit listrik sebesar 60,63 juta ton, semen dan keramik sebesar 12,16 juta ton, pabrik kertas sebesar 3,74 juta ton, industri logam sebesar 0,70 juta ton dan penggunaan lainnya sebesar 37,63 juta ton. Pembangkit listrik yang ada saat ini memakai batubara dengan nilai kalor sebesar 5.200 kkal/kg dan kandungan karbon rata rata sekitar 54% atau mempunyai faktor emisi sebesar 24,9 tc/tj. Dengan demikian, emisi CO 2 dari pembangkit listrik akan mengalami peningkatan akibat penggunaan batubara kalori rendah (Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral, 2009). Menurut laporan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup PLTU Labuhan Angin triwulan II tahun 2016 menunjukkan bahwa terdapat 10% masyarakat yang mengeluhkan masalah limbah dan pencemaran udara yang terjadi akibat emisi dari PLTU Labuhan angin, sehingga hal tersebut menjadi salah satu sumber konflik warga dengan PLTU Labuhan angin. Hasil analisis kualitas udara (emisi) yang dihasilkan oleh PLTU Labuhan Angin pada tahun 2012 meliputi: gas SO 2 sebesar 86,32 mg/nm 3, gas NO 2 sebesar 67,41 mg/nm 3, Total Partikulat sebesar 29,4 mg/nm 3. Sedangkan hasil analisis kualitas udara (emisi) pada tahun 2014 mengalami
peningkatan dari kadar emisi pada tahun 2012 yang dihasilkan PLTU Labuhan Angin meliputi: gas SO 2 sebesar 97,47 mg/nm 3, gas NO 2 sebesar 76,21 mg/nm 3 dan total partikulat sebesar 33,3 mg/nm 3 (Laporan Pelaksanaan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup PLTU Labuhan Angin, Triwulan IV 2014). Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan bahan bakar batubara menghasilkan emisi yang akan berdampak pada lingkungan berupa penurunan kualitas udara serta menimbulkan keluhan kesehatan bagi para pekerja yang bekerja di PLTU Labuhan Angin, sehingga penulis bermaksud untuk melakukan analisis kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017. 1.2 Rumusan Masalah Proses konversi energi yang terjadi di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin dapat menghasilkan pencemaran udara berupa Total partikulat, gas SO 2, gas NO 2 dan gas CO akibat pemakaian batubara sebagai bahan bakar yang dapat mengiritasi saluran pernafasan pekerja jika terpapar secara terus - menerus. Untuk itu, perlu dilakukan analisis kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2017.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengalisis kualitas udara di kawasan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) terhadap keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja batubara di PLTU Labuhan Angin Kabupaten Tapanuli Tengah. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui dan menganalisa hasil pengukuran kadar total partikulat, gas SO 2, gas NO 2 dan gas CO pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin. 2. Mengetahui karateristik (umur, jenis kelamin, masa kerja, jumlah jam kerja dan kebiasan merokok) dari para pekerja yang bekerja pada kawasan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin 3. Mengetahui keluhan kesehatan (batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, batuk disertai darah dan nyeri dada) yang berkaitan dengan saluran pernafasan yang dirasakan oleh para pekerja di PLTU Labuhan Angin. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan kepada petugas yang melakukan penanganan terhadap emisi udara tentang dampak negatif dari total partikulat, gas SO 2, gas NO 2 dan gas CO bagi kesehatan pekerja.
2. Memberikan informasi kepada pekerja tentang efek dari total partikulat, gas SO 2, gas NO 2 dan gas CO terhadap kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan para pekerja di PLTU. 3. Menambah pengetahuan dan pengalaman bagi penulis yang berhubungan dengan analisis kualitas udara dan keluhan kesehatan yang berkaitan dengan saluran pernafasan pada pekerja.