BAB I PENDAHULUAN. menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANALISIS. melupakan sisi non-formal dari pendidikan Islam itu sendiri. Tentu saja ini menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

File di download dari Media Pendidikan Dr. Hujair AH Sanaky

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP. merupakan jawaban dari rumusan masalah sebagai berikut: 1. Historisitas Pendidikan Kaum Santri dan kiprah KH. Abdurrahan Wahid (Gus

BAB I PENDAHULUAN. penghasilan sebanyak-banyaknya dengan melakukan usaha sekecil-kecilnya. Para

BAB I PENDAHULUAN. kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menjadikan Jurusan Syari`ah sebagai institusi pendidikan Tinggi yang berkualitas serta berorientasi pada keilmuan dan pasar kerja. C.

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang sedang dan akan. mempengaruhi perkembangan sosial budaya masyarakat muslim Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. masuknya budaya asing di Indonesia membuat masyarakat melupakan

Pondok Pesantren Modern di Semarang BAB I PENDAHULUAN

Sumbangan Pembaruan Islam kepada Pembangunan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dapat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari kondisi sosial kultural masyarakat. Pendidikan memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas tentang : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah pengangguran di Indonesia cukup mengkhawatirkan, dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan merupakan hal penting dalam komunikasi sosial. Manusia sebagai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau tidaknya sistem tersebut, satu di antaranya, yaitu peran tenaga pendidik.

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai

Oleh Drs. Yuyus Suherman,M.Si

12. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk melaksanakan proses belajar mengajar yang diarahkan untuk

NASKAH PUBLIKASI. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

PARADIGMA BARU HUMAS DALAM MENINGKATKAN CITRA PEMERINTAH

BAB 1 PENDAHULUAN. semua negara dalam menghadapi arus globalisai, sebab daya saing. pergeseran era akan daya saing yang tinggi.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan globalisasi sekarang ini sangat sekali diperlukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. saat ini, para bapak pendiri bangsa (the founding fathers) menyadari bahwa paling

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lia Nurul Azizah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

BAB I PENDAHULUAN. usaha itu ternyata belum juga menunjukan peningkatan yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah proses belajar yang tiada henti dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan sengaja oleh orang dewasa agar seseorang menjadi dewasa. 1 Menurut Ki Hajar

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkemampuan dan berketerampilan, mampu diandalkan dan. mampu menghadapi tantangan persaingan era pasar bebas.

BAB I PENDAHULUAN. Pembinaan akhlak mulia adalah amanat dari Undang-Undang Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm. 6. 2

BAB I PENDAHULUAN. masih jauh dari harapan nilai keadilan. Ditambah pula

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KISI-KISI SOAL UJIAN AKHIR MADRASAH BERSTANDAR NASIONAL (UAMBN) MADRASAH ALIYAH (MA) TAHUN PELAJARAN 2015/2016

BAB I PENDAHULUAN. dan teknis untuk mengisi jenjang kerja tertentu. 1. ketrampilan, dan sikap kerja, sesuai dengan unjuk kerja yang

BAB IV ANALISIS PERSEPSI REMAJA TERHADAP URGENSI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KELUARGA DI DESA PEGUNDAN KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG

BAB IV ANALISA. masyarakat Jemur Wonosari yang beragama Islam meyakini bahwa al-qur an

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya dunia pendidikan menuntut setiap lembaga pendidikan

I. PENDAHULUAN. Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Allah telah menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa al-quran karena

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tujuan pembangunan Indonesia adalah mewujudkan visi pembangunan

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam pembangunan

VISI, MISI DAN PROGRAM CALON BUPATI DAN CALON WAKIL BUPATI TOLITOLI PERIODE LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NILAI-NILAI KEJUANGAN DAN KEPEMIMPINAN DALAM LINTAS BUDAYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Risa Meidawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. besar dan kecil mempunyai berbagai keragaman. Keragaman itu menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah ialah karena dirasakan tidak efektifnya lembaga-lembaga. reformulasi ajaran dan pendidikan Islam.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan. Hal tersebut diamanatkan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. baru memusatkan perhatianya kepada investasi sumber daya manusia yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan menjaga mutu layanan yang dihasilkan oleh suatu instansi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat, di samping

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

Karakteristik Pendidikan Islam; Sebuah Pengantar Terhadap Pendidikan Islam

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2006 TENTANG STATUTA UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pudarnya Akal Sehat dalam Pilkada DKI Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. bersaing secara terbuka di era global sehingga dapat meningkatkan

ETIKA. Membangun Masyarakat Islam Modern. Informatika. Dr. Rais Hidayat.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mendidik murid-muridnya. Dengan kasih sayang pula ulama dan pemimpin

KONFLIK SOSIAL Drg. Handari Yektiwi, M.Kes.

BAB I PENDAHULUAN. lembaga sekolah, non formal yakni keluarga dan informal seperti halnya pondok

BAB I PENDAHULUAN. kependidikan sebagai unsur yang mempunyai posisi sentral dan strategis

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

RESENSI BUKU MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA PERSPEKTIF INTEGRATIF

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemakmuran bagi suatu bangsa sangat berhubungan dengan mutu

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia dalam. mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh dimensi

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam ini tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam (masa ke-rasul-an Muhammad). Pada masa itu Muhammad senantiasa menanamkan kesadaran pada sahabat dan pengikutnya (baca; umat Islam) akan urgensi ilmu dan selalu mendorong umat untuk senantiasa mencari ilmu. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya banyak hadis yang menjelaskan tentang urgensi dan keutamaan (hikmah) ilmu dan orang yang memiliki pengetahuan. Bahkan dalam sebuah riwayat yang sangat termashur disebutkan bahwa Muhammad menyatakan menuntut ilmu merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Tafsir (dalam Anam, 2003:1), menyatakan bahwa pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba (abdi) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai 'pemelihara' (khalifah) pada semesta. Karenanya, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapakn peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke 1

2 tengah masyarakat (lingkungan). Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, peran pendidikan ini benar-benar bisa dilaksanakan pada masa-masa kejayaan Islam. Hal ini dapat kita saksikan, di mana pendidikan benar-benar mampu membentuk peradaban sehingga peradaban Islam menjadi peradaban terdepan sekaligus peradaban yang mewarnai sepanjang Jazirah Arab, Asia Barat hingga Eropa Timur. Untuk itu, adanya sebuah paradigma pendidikan yang memberdayakan peserta didik merupakan sebuah keniscayaan. Kemajuan peradaban dan kebudayaan Islam pada masa kejayaan sepanjang abad pertengahan, di mana peradaban dan kebudayaan Islam berhasil menguasai jazirah Arab, Asia Barat dan Eropa Timur, tidak dapat dilepaskan dari adanya sistem dan paradigma pendidikan yang dilaksanakan pada masa tersebut. Setelah kewafatan Muhammad, para sahabat dan umat Islam secara umum tetap melanjutkan misi ini dengan menanamkan kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan kepada generasi-generasi sesudahnya, sehingga kesadaran ini menjadi sesuatu yang mendarah daging di kalangan umat Islam dan mencapai puncaknya pada abad XI sampai awal abad XIII M. Namun demikian, seiring dengan kemunduran Islam-terutama setelah kejatuhan Bagdad tahun 1258 M, pendidikan dalam dunia Islam pun ikut mengalami kemunduran. Sehingga, pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah 'sarana pendewasaan' umat. Dengan kata lain, sebagaimana dinyatakan Fazlur Rahman (dalam Anam, 2003:2), pendidikan menjadi tidak lebih dari sekedar sarana untuk mempertahankan dan melestarikan 2

3 nilai-nilai 'lama' (tradisional) dari ancaman 'serangan' gagasan Barat yang dicurigai akan meruntuhkan tradisi Islam, terutama 'standar' moralitas Islam Pendidikan tidak lagi mampu menjadi sebuah proses intelektualisasi yang merekonstruksi paradigma (pola pikir) peserta didik melalui interpretasi secara continue dengan berbagai disiplin ilmu sesuai perkembangan jaman Akibatnya, pendidikan Islam melakukan proses 'isolasi' diri sehingga pendidikan Islam akhirnya termarginalisasi dan 'gagap' terhadap perkembangan pengetahuan maupun tehnologi. Melihat fenomena di atas, adanya upaya untuk menemukan kembali semangat (girah) pendidikan Islam tampaknya diperlukan, Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengangkat kembali dunia ke-pendidikan Islam sehingga kembali mampu survive di tengah masyarakat. Dan sebagai langkah awal untuk menemukan kembali semangat ini, tampaknya dapat dilakukan dengan mencoba melihat 'kilasan' perjalanan pendidikan Islam dari masa awal hingga sekarang. Sekilas Perjalanan (Sejarah) Pendidikan Islam (dalam Anam,2003:3), meskipun penanaman kesadaran akan urgensi ilmu sudah dimulai pada masa Muhammad, bahkan pada masa-masa akhir sebelum Muhammad wafat kesadaran akan pentingnya ilmu bagi kehidupan-dapat dikatakan-sudah mendarah daging di kalangan umat Islam (Bilgrami), namun cikal bakal pendidikan Islam (dalam sebuah institusi) baru dimulai pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab (Nasr). Cikal bakal pendidikan Islam dimulai ketika Umar, secara khusus, mengirimkan 'petugas khusus' ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber (baca; guru) bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut. Para 'petugas khusus' ini 3

4 biasanya bermukim di masjid (mungkin semacam ta'mir pada masa sekarang) dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat melalui halaqah-halaqah-majlis khusus untuk menpelajari agama dan terbuka untuk umum (Nasr). Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkan pada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama (baca; Islam), namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai dengan apa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal ini antara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, sorof maupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pula perkembangan di bidang sarana dan prasarana 'pendidikan', yakni adanya upaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yang digunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus ini kemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakan sebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam. Menurut Attas (dlam Anam, 2003:3), rekonstruksi paradigma pendidikan Islam memiliki tujuan akhir pendidikan dalam Islam adalah proses pembentukan diri peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan -terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Pada masa kejayaan Islam, pendidikan telah mampu menjalankan perannya sebagai wadah pemberdayaan peserta didik, namun seiring dengan kemunduran dunia Islam, dunia pendidikan Islam pun turut mengalami 4

5 kemunduran. Bahkan dalam paradigma pun terjadi pergeseran dari paradigma aktif-progresif menjadi pasid-defensif. Akibatnya, pendidikan Islam mengalami proses 'isolasi diri' dan termarginalkan dari lingkungan di mana ia berada. Dari gambaran masa kejayaan dunia pendidikan Islam di atas, terdapat beberapa hal yang dapat digunakan sebagai upaya untuk kembali membangkitkan dan menempatkan dunia pendidikan Islam pada peran yang semestinya sekaligus menata ulang paradigma pendidikan Islam sehingga kembali bersifat aktif-progresif Darmawan, 2008:1), yakni: Pertama, menempatkan kembali seluruh aktifitas pendidikan di bawah frame work agama. Artinya, seluruh aktifitas intelektual senantiasa dilandasi oleh nilai-nilai agama (baca; Islam), di mana tujuan akhir dari seluruh aktifitas tersebut adalah upaya menegakkan agama dan mencari ridlo Allah. Kedua, adanya perimbangan (balancing) antara disiplin ilmu agama dan pengembangan intelektualitas dalam kurikulum pendidikan. Salah satu faktor utama dari marginalisasi dalam dunia pendidikan Islam adalah kecenderungan untuk lebih menitik beratkan pada kajian agama dan memberikan porsi yang berimbang pada pengembangan ilmu non-agama, bahkan menolak kajian-kajian non-agama. Oleh karena itu, penyeimbangan antara materi agama dan non-agama dalam dunia pendidikan Islam adalah sebuah keniscayaan jika ingin dunia pendidikan Islam kembali survive di tengah masyarakat. Ketiga, perlu diberikan kebebasan kepada civitas akademika untuk melakukan pengembangan keilmuan secara maksimal. Karena, selama masa 5

6 kemunduran Islam, tercipta banyak sekat dan wilayah terlarang bagi perdebatan dan perbedaan pendapat yang mengakibatkan sempitnya wilayah pengembangan intelektual. Dengan menghilangkan,minimal membuka kembali, sekat dan wilayah-wilayah yang selama ini terlarang bagi perdebatan, maka wilayah pengembangan intelektual akan semakin luas yang, tentunya, akan membuka peluang lebih lebar bagi pengembangan keilmuan di dunia pendidikan Islam pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Keempat, mulai mencoba melaksanakan strategi pendidikan yang membumi. Artinya, strategi yang dilaksanakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungan di mana proses pendidikan tersebut dilaksanakan. Selain itu, materi-materi yang diberikan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, setidaknya selalu ada materi yang applicable dan memiliki relasi dengan kenyataan faktual yang ada. Dengan strategi ini diharapkan pendidikan Islam akan mampu menghasilkan sumber daya yang benar-benar mampu menghadapi tantangan jaman dan peka terhadap lingkungan. Kemudian, satu faktor lain yang akan sangat membantu adalah adanya perhatian dan dukungan para pemimpin (pemerintah) atas proses penggalian dan pembangkitan dunia pendidikan Islam ini. Adanya perhatian dan dukungan pemerintah akan mampu mempercepat penemuan kembali paradigma pendidikan Islam yang aktif-progresif, yang dengannya diharapkan dunia pendidikan Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana pemberdayaan dan pendewasaan umat. 6

7 Pendidikan Islam di Indonesia selalu dihadapkan pada tantangantantangan serius yang membutuhkan perhatian ekstra dari pemerintah dan kalangan yang berkecimpung di dunia pendidikan. Dewasa ini, pendidikan Islam setidaknya menghadapi empat tantangan pokok. Pertama, konformisme kurikulum dan sumber daya manusia; kedua, implikasi perubahan sosial politik; ketiga, perubahan orientasi; dan keempat, globalisasi. Semua tantangan pendidikan Islam tersebut terkait satu sama lain. (Departemen Agama Republik Indonesia, 2007:2) B. Fokus Penelitian Konformisme, atau cepat merasa puas dengan keadaan yang ada, merupakan tantangan pendidikan di manapun. Konformisme adalah musuh utama kreatifitas. Padahal, kreatifitas sangat dibutuhkan untuk terus memperbarui keadaan pendidikan. Jepang yang dikenal dengan sistem pendidikan yang ketat justru sejak 1980-an meninjau ulang pendidikan mereka yang dianggap terjebak konformitas. Kreatifitas yang merupakan roh pendidikan dinilai sudah lama tercerabut sehingga hal itu sangat mengkhawatirkan pemerintah Jepang (Departemen Agama Republik Indonesia, 2007:3) Pendidikan Islam yang sudah tertinggal (dibandingkan pendidikan yang berorientasi sekuler) malah juga terjebak pada konformisme. Ini tentu suatu kondisi yang lebih paradoks. Konformisme biasanya terjadi pada suatu kondisi yang sudah mapan (established), akan tetapi hal ini justru 7

8 terjadi pada konteks pendidikan Islam yang bergerak lamban. Bisa dibayangkan, implikasi lebih lanjut dari konformisme pendidikan Islam. Kurikulum yang kini dijalankan di lembaga pendidikan Islam, khususnya pada pendidikan dasar dan menengah, masih banyak menggunakan model lama. Pendidikan dasar agama masih menjadi andalan, sebagai bekal mengajarkan pendidikan agama lebih lanjut kepada masyarakat, akan tetapi hal ini saja tidak cukup. Harus diikuti dengan bekal pengetahuan lainnya yang kontekstual dengan perkembangan sosial. Sekalipun di lembaga tertentu ada pembaruan kurikulum, namun sifatnya masih parsial. Secara keseluruhan kurikulum pendidikan Islam masih konservatif. Implikasinya sangat serius ketika para lulusannya (SDM) menghadapi perubahan di luar dunia pendidikan mereka. Dunia ini jauh lebih kompleks daripada yang mereka pelajari dan bayangkan selama berada di tempat belajar-mengajar tadi. Pluralitas sosial dan kemanusiaan di tengah masyarakat membuat mereka gagap. Indonesia yang mereka diami rupanya sebuah entitas yang berwarna. Kebangsaan ini rupanya tak bisa dilihat secara monolitik, misal dari sudut pandang umat Islam saja. Di sisi lain, kelompok sosial yang merupakan produk pendidikan sekuler, dan mereka umumnya non-muslim, justru lebih adaptif, responsif, serta menguasai tren ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan sosial politik ikut memberi warna pendidikan Islam. Label sebagai institusi pendidikan Islam ikut mempengaruhi persepsi publik terhadap posisi lembaga pendidikan Islam dalam konteks perubabahn sosial 8

9 politik. Ironisnya, lembaga pendidikan Islam kerap dijadikan kendaraan oleh para petualang politik mencari dukungan. Setelah dukungan suara didapatkan, kenyataannya lembaga pendidikan Islam tadi tetap tidak banyak berubah. Realitas seperti ini dikhawatirkan memandulkan gerak pendidikan agama. Visi pendidikan Islam akhirnya sulit berubah dari lembaga yang hanya mendidik para calon ulama, dalam konotasinya yang ortodoks. Paradoks lainnya berkaitan dengan stigma baru yang mendera lembagalembaga pendidikan agama. Dewasa ini lembaga pendidikan Islam mendapat citra baru, yakni mengajarkan radikalisme. Padahal kalau diperiksa tidak semua pesantren mengajarkan pendidikan dengan orientasi yang mengarahkan peserta didik berbuat radikal. Islam agama damai dan menyejukkan (hanif) mesti tetap menjadi pesan pokok pengajaran mulai dari tingkat ibtidaiyah sampai perguruan tinggi. Radikalisme dalam pengajaran biasanya memunculkan radikalisme dalam tindakan. Setelah mengalami perkembangan di era abad XXI ini, tampak SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten menyesuaikan kondisi dan tuntutan perkembangan zaman, untuk itu, pertanyaan penelitian ini adalah : Peran sosial sekolah SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten? Dari focus penelitian tersebut dijabarkan menjadi tiga subfokus penelitian berikut ini, 1. Bagaimanakah peran sosial sekolah dalam pelayanan informasi program kerja SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten? 2. Bagaimanakah peran osial sekolah dalam pelayanan penerimaan peserta didik baru SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten? 9

10 3. Bagaimanakah peran sosial sekolah dalam pelayanan pendidikan bagi orangtua tidak mampu SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi nyata SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten secara umum tentang pendidikan Islam 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang, a. Peran sosial sekolah dalam pelayanan informasi program kerja SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten. b. Peran sosial sekolah dalam pelayanan penerimaan peserta didik baru SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten. c. Peran sosial sekolah dalam pelayanan pendidikan bagi orangtua tidak mampu SMK Muhammadiyah Jatinom Klaten. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepala sekolah, guru dan para pembaca untuk bersama-sama berupaya meningkatkan kualitas pendidikan demi terciptanya kualitas sumber daya manusia. 1. Bagi kepala sekolah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan kinerja para guru melalui perencanaan yang matang, pembinaan, dan pengembangan. Dengan 10

11 demikian, diharapkan akan ada peningkatan kualitas pendidikan Islam dalam sekolah yang diampunya. 2. Bagi para guru, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka memotivasi diri dan pengembangan diri untuk meningkatkan kinerja sehingga kualitas pendidikan Islam yang diharapkan dapat terwujud. 3. Bagi para pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan sehingga dapat memberikan sumbang saran kepala sekolah dalam rangka ikut mendukung usaha peningkatan kualitas pendidikan Islam. 4. Bagi peneliti lain, dapat mengembangkan penelitian sejenis berikutnya. E. Manfaat Penelitian 1. Peran sosial dimaksudkan sebagai tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dan atau lembaga/ institusi dalam kehidupan masyarakat umum (lingkungan masyarakat). 2. Sekolah Islam adalah lembaga pendidikan formal yang bernuansa Islami, atau sekolah yang berlandaskan tuntutan agama Islam. 11