JURNAL ILMIAH. Oleh : BAIQ AYU KARTIKA SARI D1A 008252 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM



dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN. Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.43/ Menhut-II/ 2008 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. P.47/Menhut -II/2010 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 14/Menhut-II/2013 TENTANG

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DI WILAYAH PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN. Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: 70/Kpts-II/2001. Tentang PENETAPAN KAWASAN HUTAN, PERUBAHAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.25/Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 32/Menhut -II/2010 TENTANG TUKAR MENUKAR KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor P.93/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2016 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.376, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Tukar Menukar.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 50/Menhut-II/2009 TENTANG PENEGASAN STATUS DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 33/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI

this file is downloaded from

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 70 tahun KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: 70/Kpts-II/2001. Tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.382/Menhut-II/2004 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU (IPK) MENTERI KEHUTANAN,

Keywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.38/Menhut-II/2012 TENTANG

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

CHECKLIST Izin Hak Pengusahaan Pariwisata Alam di UPT Taman Hutan Raya (TAHURA) R. SOERJO

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU, NON KAYU PADA TANAH MILIK/HUTAN RAKYAT

KEBIJAKAN PELEPASAN KAWASAN HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIKONVERSI UNTUK PEMBANGUNAN DILUAR KEGIATAN KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tukar Menukar. Kawasan. Hutan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

2011, No Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Nega

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKULU UTARA NOMOR 04 TAHUN 2002 TENTANG

Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 146 Tahun 1999 Tentang : Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG

2016, No dimaksud dalam huruf b, perlu disempurnakan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Dekonsentrasi. Pemerintah. Provinsi.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

BUPATI LAMPUNG BARAT

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MATRIK PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.18/MENHUT-II/2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Pelepasan.

BUPATI BULUNGAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN. NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

ABSTRACT. Keyword : Legal status, Applicant, Disputed Elections of Regional Heads, Constitutional Court ABSTRAK

ANNEX II LIST OF AUDITED DOCUMENTS (IN BAHASA INDONESIA) DAFTAR DOKUMEN PERKEBUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

SOP PERIZINAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN RI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 900/Kpts-II/1999 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.23/Menhut-II/2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERIZINAN PEMANFAATAN HASIL BUKAN KAYU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. Izin Pemanfaatan Kayu. Prosedur.

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 4

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 62/Menhut-II/2014 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU PADA KAWASAN BUDIDAYA NON KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 17/Menhut-II/2010 TENTANG PERMOHONAN, PEMBERIAN, DAN PENCABUTAN IZIN PENGUSAHAAN TAMAN BURU

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

Opini H ukum: Gugatan Ganti Kerugian dalam mekanisme Pengadilan Tipikor. Disiapkan oleh:

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2010P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor: P.50/Menhut-II/2011 P. /Menhut II/2011 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 44/Menhut-II/2012 TENTANG PENGUKUHAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG

Transkripsi:

JURNAL ILMIAH ASPEK HUKUM PENGALIHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN (NON HUTAN) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN Oleh : BAIQ AYU KARTIKA SARI D1A 008252 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2013

1 HALAMAN PENGESAHAN ASPEK HUKUM PENGALIHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN (NON HUTAN) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN Oleh : BAIQ AYU KARTIKA SARI D1A 008252 Menyetujui, Pembimbing I Arief Rahman, SH., M.Hum NIP. 19610816 198803 1 004

1 ASPEK HUKUM PENGALIHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN MENJADI LAHAN PERTANIAN (NON HUTAN) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN BAIQ AYU KARTIKA SARI D1A 008252 ABSTRAK Untuk mengetahui bagaimana prosedur atau mekanisme dalam upaya peralihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian serta akibat hukum dari adanya peralihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian ditinjau dari Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Metode yang digunakan yaitu metode pendekatan perundang-undangan dan konseptual, serta sumber dan bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan analisa bahan hukum. Peralihan fungsi kawasan hutan ada yang bersifat sementara dilakukan dengan prosedur pinjam pakai kawasan hutan, dan kawasan hutan yang bersifat tetap dilakukan dengan prosedur tukar-menukar dan pelepasan kawasan hutan. Akibat Peralihan fungsi yang sifatnya sementara tidak merubah status yuridis kawasan hutan tersebut, dan kawasan hutan yang sifatnya tetap dapat merubah status yuridisnya dari kawasan hutan menjadi non kawasan hutan atau ke lahan pertanian. Diharapkan kepada pemerintah yang berwenang untuk dapat memperlakukan semua orang sama dimata hukum, dengan cara mematuhi prosedur yang sesuai dengan ketentuan undang-undang. Kata kunci : Peralihan Fungsi Kawasan Hutan ABSTRACT To find out what is the procedure or mechanism in an effort to shift the function of forests to agricultural land as well as the legal consequences of the transfer functions of forests into agricultural land in terms of the Law. 41 Year 1999 on Forestry. The method used is the statute approach, conceptual approach. as well as sourcing and legal materials, legal materials collection techniques and analysis of legal materials. The transition functions of forests there that are being made to procedures lend use forest area and forest area that is still being done by the exchange procedure and free of forest areas. As a result of a temporary shift function does not change the legal status of the forest area, and forest areas that are still able to change the juridical status of forest to non-forest or agricultural land. It is expected that the government has the authority to be able to treat all people equally before the law, in a manner to comply with the procedures in accordance with the provisions of law. Keywords: Transition Function of Forest Areas.

2 I. PENDAHULUAN Hutan merupakan sebuah ekosistem yang terdapat banyak pohon-pohon dan sumber daya alam yang melimpah, namun seiring peradaban manusia yang banyak memberikan perubahan sesuai dengan fungsinya yang mengandung banyak manfaat. Akibat perputaran waktu yang selalu membawa perubahan, kondisi hutan semakin berkurang manfaatnya bagi kehidupan, sehingga banyak masalah hutan yang bermunculan. Untuk dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam pemanfaatan hutan, pemerintah melakukan pengelolaan dibidang kehutanan dengan cara peralihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian. Pemanfaatan sumber daya alam hutan dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung didalamnya yang bisa digunakan untuk perkembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan hasil yang ingin dicapai baik yang terukur maupun yang dapat diukur berupa produksi jasa, energi, perlindungan lingkungan dan sebagainya. Pertanian berkembang di kawasan yang lahannya dianggap oleh petani cukup subur untuk digarap dari tahun ke tahun. Ketika itu tersedianya tanah yang baik mendorong terbentuknya lahan pertanian di kawasan hutan tersebut. Maka permasalahan kawasan hutan yang mengalami kerusakan dapat direhabilitasi dengan proses pengalihan fungsi ke bidang pertanian. Peralihan fungsi kawasan hutan tersebut bergerak dibidang pertanian, agar dapat merubah kawasan hutan menjadi lahan yang lebih produktif dan dapat membantu memajukan perekonomian dunia. Oleh karena itu peralihan Peralihan fungsi kawasan hutan memiliki sifat sementara dan tetap, peralihan fungsi kawasan hutan sementara dilakukan melaui fungsi ini harus mendapatkan izin dari

3 pemerintah setempat, sehingga dapat dilakukan suatu perubahan kearah yang lebih baik. Proses perubahan dilakukan menggunakan tanah hutan yang akan dirubah sebagai tanah pertanian yang merupakan obyek perubahan fungsi yang sifatnya sementara maupun tetap. Peralihan fungsi ini juga dapat dilakukan dengan pelepasan kawasan hutan melalui syarat-syarat obyektif dan subjektif untuk dapat membedakan lahan yang produktif atau tidak. prosedur pinjam pakai dan yang sifatnya dapat dilakukan melalui prosedur tukar menukar. Berdasarkan latar belakang diatas, Rumusan Masalahnya adalah sebagai berikut: 1) Bagaimana prosedur yang dilakukan dalam upaya pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian. 2) Bagaimana akibat hukum dari adanya pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian ditinjau dari undangundang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk dapat mengetahui bagaimana prosedur yang dilakukan dalam upaya pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian, serta akibat hukum dari adanya pengalihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian yang ditinjau dari undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan. Manfaat penelitian ini, diharapkan untuk dapat memperoleh pengalaman belajar yang berharga, secara tidak langsung banyak yang memberikan ilmu dan manfaat yang banyak guna menambah keluasan pemikiran peneliti berdasarkan ilmu pengetahuan yang dipelajari dan juga dapat menambah wawasan bagi para pemerintah untuk lebih teliti dalam mengambil alih fungsi kawasan hutan sehubung dengan permasalahan yang akan dibahas.

4 Metode penelitian yang digunakan ialah metode pendekatan perundangundangan dan metode pendekatan konseptual, serta sumber dan bahan hukum, teknik pengumpulan bahan hukum dan analisa bahan hukum.

5 II. PEMBAHASAN A. Prosedur Yang Dilakukan Dalam Upaya Pengalihan Fungsi Kawasan Hutan Menjadi Lahan Pertanian 1. Prosedur dan Syarat-syarat Tukar-menukar Kawasan Hutan a. Proses Tukar-menukar Kawasan Hutan Permohonan tukar-menukar kawasan hutan diajukan oleh pemohon kepada Menteri Kehutanan melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Provinsi setempat atau Direktur Utama Perum Perhutani, dengan dilengkapi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Peta lokasi, luas, dan tujuan pemohonan. 2. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi ketentuan perundangundangan yang berlaku yang disebutkan dalam permohonan atau dalam bentuk pernyataan sendiri. 3. Data perusahaan bagi pemohon yang berbadan hukum. 4. Rekomendasi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I b. Penyelesaian Prosedur Pemohonan dan Kewajiban Pemohon Hasil peninjauan dan pengkajian lapangan disampaikan oleh Sekretaris Jenderal kepada Menteri Kehutanan. Berdasarkan saran/pertimbangan atas hasil laporan Tim Departemen Kehutanan tersebut, Menteri Kehutanan memberikan keputusan. Keputusan itu berisi dua hal, yaitu menyetujui atau menolak permohonan yang diajukan oleh pemohon.

6 Apabila pemohon itu disetujui oleh Menteri Kehutanan, maka ada enam kewajiban yang harus dilakukan oleh pemohon, yaitu : a. Menyediakan dan menyerahkan tanah pengganti, yang jelas statusnya, bebas dari hak orang lain atau bebas dari segala jenis pembebanan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak terbitnya suarat perjanjian. b. Membayar ganti rugi nilai tegakan dan Iuran Hasil Hutan atas hutan tanaman atau pungutan berupa Iuran Hasil Hutan dan Dana Reboisasi atas tegakan hutan alam. c. Membayar ganti rugi terhadap sarana dan prasarana yang ada dalam kawasan hutan yang dimohon. d. Membayar biaya penataan batas, baik atas kawasan hutan yang dimohon maupun atas tanah pengganti, biaya reboisasi tanah pengganti dan biaya-biaya lain yang timbul sehubungan dengan proses tukar-menukar kawasan hutan. e. Membuat dan menandatangani perjanjian tukar-menukar atau Berita Acara Tukar-menukar. f. Mengusahakan penghapusan hak pihak ketiga atas tanah pengganti pada buku tanah pada instansi yang berwenang. 1 2. Pinjam Pakai Kawasan Hutan a. Dasar Hukum dan Pengertian Pinjam Pakai Kawasan Hutan Pinjam pakai kawasan hutan diatur dalam berbagai ketentuan berikut ini : 1) Pasal 5 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan. Pasal 5 ayat (5) PP No. 33 Tahun 1970 berbunyi : Perubahan batas kawasan hutan yang telah ditetapkan dengan Berita Acara Tata Batas harus dilakukan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan. Didalam penjelasannya disebutkan bahwa perubahan batas kawasan hutan meliputi penghapusan, perluasan atau pengurangan. 88 1 Salim, Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, Edisi Revisi (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hal

7 2) Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan Nomor 64/Kpts/DJ/1978 tentang Pedoman Tanah Kawasan Hutan. 3) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 338/Kpts-II/1990 tentang Penugasan Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan untuk dan atas nama Menteri Kehutanan Menandatangani Surat-Surat Pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. 4) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Tujuan pinjam pakai kawasan hutan adalah untuk: 1) Membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan umum terbatas atau untuk kepentingan lainnya diluar sektor kehutanan tanpa mengubah status, fungsi, dan peruntukannya, dan 2) Mencegah terjadinya enclove (pendudukan) tanah oleh rakyat didalam kawasan hutan. Sifat pinjam pakai kawasan hutan bersifat sementara. Pinjam pakai kawassan hutan dibagi menjadi dua macam, yaitu pinjam pakai dengan tanpa kompensasi dan pinjam pakai dengan kompensasi. Pinjam pakai dengan kompensasi diatur dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55 Tahun 1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Permohonan yang menerima tanah pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi dibebani kewajiban:

8 1. Membayar ganti rugi nilai tegakan atas hutan tanaman atau pungutan berupa Iuran Hasil Hutan dan Dana Reboisasi atas tegakan hutan alam. 2. Menangung biaya pengukuran, pemetaan, dan pemancangan tata batas atas kawasan hutan yang dipinjam. 3. Mereklamasi kawasan hutan yang telah dipergunakan tanpa menunggu berakhirnya kegiatan. 4. Menyediakan dan menyerahkan tanah lain kepada Departemen Kehutanan yang Clear and Clean sebagai kompensasi atas kawasan hutan yang dipinjam. 5. Menanngung biaya penataan batas atas tanah kompensasi. 6. Menangung biaya reboisasi atas lahan kompensasi. 7. Membuat dan menandatangani perjanjian pinjam pakai. 8. Membantu menjaga keamanan didalam dan disekitar kawasan hutan yang dipinjam. 9. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan sewaktu melakukan pengawasan dilapanagan (Pasal 14 ayat (2) Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55/Kpts-II/1994) 2 b. Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permohonan Pinjam Pakai Kawasan Hutan Tata cara pengajuan permohonan pinjam pakai kawasan hutan diatur dalam pasal 10 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. c. Hak dan Kewajiban Pemohon Apabila permohonan disetujui dengan cara pinjam pakai tanpa entarisasi dan Tata guna Tanah, Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan, Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian alam. kompensasi oleh Menteri Kehutanan, maka kepada pemohon dibebani beberapa kewajiban yang harus dilakukan, sehubung dengan adanya permohonana tersebut. 2 Soeroso, Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan Ganti Rugi Letak Bangunan, Edisi Revisi (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hal 112

9 Ada enam kewajiban yang harus dilakukan oleh pemohon yaitu: 1. Membayar ganti rugi nilai tegakan atas hutan tanaman atau pungutan berupa Iuran Hasil Hutan dan Dana Reboisasi atas tegakan hutan alam. 2. Menanggung biaya pengukuran, pemetaan, dan pemancangan tanda batas atas kawasan hutan yang dipinjam. 3. Menanggung biaya reboisasi dan reklamasi atas kawasan hutan yang dipinjam. 4. Membuat dan menandatangani perjanjian pinjam pakai. 5. Membantu menjaga keamanan didalam dan disekitar kawasan hutan yang dipinjam. 6. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah sewaktu melakukan pengawasan dilapangan. 3 d. Penanandatanganan Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan Apabila Menteri Kehutanan memebrikan persetujuan atas permohonan pemohon, serta pemohon telah melakukan kewajiban yang ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian pinjam pakai kawasan hutan. e. Jangka Waktu dan Perpanjangan Pinjam Pakai Jangka waktu dan perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan diatur dalam Pasal 18 dan Pasal 19 Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 55/Kpts-II/1994 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. f. Berakhirnya dan Pembatalan Perjanjian Pinjam Pakai Kawasan Hutan. hal 104 3 Salim, Op.Cit. Dasar-dasar Hukum Kehutanan edisi revisi (jakarta; Sinar Grafika 2006),

10 Ada dua cara berakhirnya perjanjian pinjam pakai kawasan hutan karena: tenggang waktu pinjam pakai berakhir atau karena dibatalkan oleh Menteri Kehutanan. B. Akibat Hukum Dari Peralihan Kawasan Hutan Menjadi Lahan Pertanian Ditinjau dari Undang-undang No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Sebagaimana telah diuraikan diatas, perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dapat dilakukan sesauai dengan mekanisme yang diatur di dalam pasal 19 UU Nomor 41 tahun 1999 dan PP 10 tahun 2010. Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dilakukan berdasarkan kriteria tertentu sehingga tetap terjaga fungsi pokok kawasan hutan sebagai peyangga kehidupan. Namun dalam praktiknya dijumpai perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan yang tidak melalui mekanisme yang telah diatur. Perubahan kawasan hutan tersebut merupakan tindakan yang melanggar, dalam hal ini melanggar pasal 50 dan 78 UU Nomor 41 tahun 1999. Di dalam pasal 47 UU Nomor 24 Tahun 2003 dan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, dinyatakan bahwa, Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Implikasi keputusan tersebut adalah penunjukan kawasan hutan yang telah ada sebelum tanggal tersebut tetap sah dan mengikat.

11 Penunjukkan kawasan hutan sesungguhnya dapat diprediksi, tidak secara tiba-tiba, bahkan harus direncanakan sesuai tahapan dalam pasal 15 ayat (1) UU Nomor 41 tahun 1999 secara konsisten. Pasal 15 ayat (1) berbunyi : Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 14 dilakukan melalui proses sebagai berikut : a. Penunjukan kawasan hutan b. Penataan batas kawasan hutan c. Pemetaan kawasan hutan, dan d. Penetapan kawasan hutan Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan diluar kehutanan yang merupakan konsekuensi dari pertumbukan jumlah penduduk dan peningkatan investasi telah dialokasikan kawasan HPK. Oleh sebab itu, kebutuhan pembangunan non kehutanan pada provinsi-provinsi yang masih memiliki HPK diprioritaskan untuk memanfaatkan HPK yang tersisa. Sedangkan kebutuhan lahan untuk keperluan non kehutanan pada provinsi-provinsi yang tidak memiliki HPK, maka untuk kegiatan non kehutanan yang bersifat permanen dapat dilakukan melalui mekanisme tukar-menukar kawasan hutan, sedangkan untuk kegiatan yang bersifat sementara dapat dilakukan melalui mekanisme pinjam-pakai kawasan hutan. 4 Akibat dari ketentuan peraturan yang akan ditempuh oleh pelaku, sering kali mereka tidak mengikuti prosedur yang ada dan menyebabkan adanya kecurangan atau perbuatan melawan hukum, oleh sebab itu diterapkan sanksi pidana dibidang kehutanan yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999. hal 6 4 Soeroso, Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Majalah Hukum Dan Keadilan, (jakarta 1979)

12 Ketiga jenis sanksi yang diatur dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu: 1. Sanksi Admnistratif (Pasal 80 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999) 2. Sanksi Pidana (Pasal 79 UU Nomor 41 Tahun 1999) 3. Tanggung Jawab Perdata dan Ganti Rugi (Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 41 Tahun 1999)

13 III. PENUTUP Kesimpulan: 1) Dalam Upaya Pengalihan fungsi kawasan hutan berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan, pengalihan fungsi kawasan hutan yang sifatnya sementara dapat melalui prosedur pinjam pakai kawasan hutan, dan kawasan hutan yang sifatnya tetap dapat melalui prosedur tukar-menukar sesuai dengan ketentuan undang-undang diatas. 2) Akibat hukum dari adanya peralihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian dilihat dari Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, kawasan hutan yang sifatnya sementara tidak akan berubah status yuridisnya menjadi non kawasan hutan, dan kawasan hutan yang sifatnya tetap akan berubah status yuridisnya menjadi non kawasan hutan atau lahan pertanian. Akibat dari peralihan fungsi kawasan hutan ke lahan pertanian memerlukan beberapa prosedur, tetapi seringkali seseorang tidak mematuhi prosedur hukum tersebut, sehingga mengakibatkan terjadinya pelanggaran. Pelanggaran tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan akan diberikan sanksi, baik itu sanksi admnistratif (Pasal 80 ayat (2) UU No.41 Tahun 1999), sanksi pidana (Pasal 79 Uu No.41 Tahun 1999), dan sanksi tanggung jawab perdata dang anti rugi (Pasal 80 ayat (1) UU No.41 Tahun 1999) tentang Kehutanan. Dari ketiga sanksi tersebut harus dilaksanakan, apabila terjadi pelanggaran yang bersifat melawan hukum.

14 Saran: 1) Untuk dapat memperoleh ilmu tentang bagaimana prosedur atau tata cara peralihan fungsi kawasan hutan menjadi lahan pertanian yang ditinjau dari UU Nomor 41 Tahun 1999, maka dalam hal ini pengalihan dilakukan tidak sewenang-wenang harus memakai langkah-langkah agar memenuhi syarat sebagai suatu lahan yang baru, tetapi memiliki kekuatan hukum yang mengikat. 2) Diharapkan kepada pemerintah yang berwenang menangani peralihan fungsi kawasan hutan tersebut, agar bisa tegas dan menghukum para pelaku sesuai dengan perbuatannya. Dan tidak terjadi manipulasi dengan menggunakan jabatannya untuk membantu seseorang memperoleh peralihan fungsi kawasan hutan itu dengan mudah, namun diharuskan untuk mematuhi prosedur yang telah ditentukan.

15 DAFTAR PUSTAKA 1. Buku, Makalah Salim, op.cit. Dasar-dasar Hukum Kehutanan edisi revisi (Jakarta; Sinar Grafika 2006), hal 104 Salim, Dasar-dasar Hukum Kehutanan, Edisi Revisi (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hal 88 Soeroso, Pinjam Pakai Kawasan Hutan dengan Ganti Rugi Letak Bangunan, Edisi Revisi (Jakarta; Sinar Grafika, 2006) hal 112 Soersoso, Pinjam Pakai Kawasan Hutan, Majalah Hukum dan Keadilan, (Jakarta 1979) hal 6 2. Peraturan Perundang-undangan Indonesia, Undang-undang No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Indonesia, Undang-undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi SDA dan Ekosistem Indonesia, PP Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Mekanisme Alih Fungsi Kawasan Hutan. Indonesia, Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Jo Undang-undang Nomor Tahun 2011 Tentang Mahkamah Konstitusi.