Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

B A B I PENDAHULUAN. pembangunan dalam segala bidang. Pertumbuhan ekonomi yang baik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

Hubungan Kejadian Anemia dengan Penyakit Ginjal Kronik pada Pasien yang Dirawat di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP dr M Djamil Padang Tahun 2010.

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini mampu

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. nefrologi dengan angka kejadian yang cukup tinggi, etiologi luas, dan sering diawali

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik

GAMBARAN ANEMIA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK DI BLU. RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU. Dwifrista Vani Pali 2. Emma Sy. Moeis 3. Linda W. A.

BAB I PENDAHULUAN. hidup saat ini yang kurang memperhatikan keseimbangan pola makan. PGK ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) yang menjalani hemodialisis reguler

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

Kondisi Kesehatan Ginjal Masyarakat Indonesia dan Perkembangannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

I. PENDAHULUAN. keluhan maupun gejala klinis kecuali sudah terjun pada stadium terminal (gagal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. dan 8 16% di dunia. Pada tahun 1999 berdasarkan data Global burden of

1 Felix E. Suyatno 2 Linda W. A. Rotty 2 Emma S. Moeis.

Manajemen Terapi Anemia pada Pasien Gagal Ginjal Kronik. Management Therapy of Anemia in Patients with Chronic Kidney Disease

GAMBARAN STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS

Curriculum vitae Riwayat Pendidikan: Riwayat Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

PENATALAKSANAAN ANEMI DEFISIENSI BESI PADA PASIEN YANG MENJALANI HEMODIALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

PREVALENSI DAN JENIS ANEMIA PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS REGULER LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. atau fungsi ginjal yang berlangsung 3 bulan dengan atau tanpa disertai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan dalam insidensi, prevalensi, dan tingkat. morbiditas serta mortalitasnya (Gregg, Li, & Wang, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal adalah suatu penyakit akibat hilangnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

Perbedaan Kadar Hb Pra dan Post Hemodialisa pada Penderita Gagal Ginjal Kronis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I.PENDAHULUAN. dengan penurunan glomerular filtrate rate (GFR) serta peningkatan kadar

ABSTRAK PERAN ERITROPOIETIN TERHADAP ANEMIA ( STUDI PUSTAKA)

EFEK TERAPI IRON DEXTRAN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK HEMODIALISIS RUTIN DI RUMAH SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2007) dan Burden of Disease, penyakit ginjal dan saluran kemih telah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

PENINGKATAN NILAI PARAMETER STATUS BESI RETICULOCYTE HEMOGLOBIN EQUIVALENT SETELAH PEMBERIAN SUPLEMEN BESI INTRAVENA PADA PASIEN HEMODIALISIS REGULER

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronis (GGK) akhir-akhir ini semakin banyak terjadi,

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

CLINICAL MENTORING TATALAKSANA ANEMIA DEFISIENSI BESI DALAM PRAKTEK SEHARI-HARI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik-observasional dengan desain

BAB I PENDAHULUAN. Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

ILUSTRASI PELAYANAN HEMODIALISIS DENGAN FASILITAS JKN AFIATIN

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Desain penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan kohort prospektif.

STATUS BESI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK YANG SEDANG MENJALANI HEMODIALISIS DI BLU RSU.Prof.Dr.R.D KANDOU MANADO

DAFTAR PUSTAKA. Alam et al., Gagal Ginjal, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

oleh K/DOQI sebagai suatu keadaan dengan nilai GFR kurang dari 60 ml/men/1,73 m 2, selama lebih dari 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

Profil pasien penyakit ginjal kronik yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Juni 2014 Juli 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

BAB 1 PENDAHULUAN. Defisiensi besi merupakan gangguan nutrisi yang secara umum. terjadi di seluruh dunia dan mengenai lebih kurang 25% dari seluruh

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal adalah organ vital yang berperan penting dalam mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK)mempunyai risiko lebih besar

Penatalaksanaan Nutrisi pada Pasien PGK Pradialisis dan Dialisis

PERSENTASE KEBERHASILAN OPERASI CIMINO DAN AV-SHUNT CUBITI PADA PASIEN HEMODIALISA DI RSUP PROF KANDOU PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2013

PERATURAN MENTER! KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 812/MENKES/PER/VII/2010 TENT ANG

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Transfusi darah adalah salah satu praktek klinis yang umum dilakukan pada

Yoni Wibowo 1 dan Ririn Yuliati 2. Alumni Prodi Gizi FIK UMS. Instalasi Gizi RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten

BAB I PENDAHULUAN. nefrotik yang tidak mencapai remisi atau perbaikan pada pengobatan prednison

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik Dr. dr. Yenny Kandarini, SpPD-KGH, FINASIM Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud / RSUP Sanglah Denpasar Pendahuluan Anemia merupakan penyulit yang paling sering dijumpai pada Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Anemia merupakan komplikasi yang penting karena merupakan prediktor kejadian kardiovaskuler dan kematian pada PGK. Pada PGK umumnya anemia mulai timbul pada stadium 3 dan hampir selalu ditemukan pada stadium 5, namun pada beberapa pasien anemia telah timbul lebih awal dimana penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) masih relatif ringan. l Penyebab utama anemia pada PGK adalah defisiensi relatif hormon eritropoietin, namun banyak faktor lain yang berkontribusi pada anemia renal yaitu yaitu penurunan usia eritrosit karena toksisitas uremik, kehilangan darah melalui saluran cerna, defisiensi besi, defisiensi folat, hiperparatiroid berat, inflamasi dan infeksi. Prinsip penatalaksanaan awal anemia pada PGK adalah mengidentifikasi faktorfaktor yang memperberat anemia tersebut dan melakukan koreksi secara spesifik dan terapi erythropoietin stimulating agent (ESA). 2,3,4 Sebelum ditemukannya ESA, hanya transfusi darah yang dianggap aman dalam terapi anemia pada PGK. Penemuan ESA telah mengubah penanganan anemia dalam 20 tahun terakhir, dan menghilangkan anemia sebagai penyebab utama morbiditas serta meningkatkan kualitas hidup pasien PGK. Peran Anemia Pada PGK Anemia merupakan penyulit yang sangat penting pada PGK. Anemia merupakan salah satu faktor risiko yang memperburuk perjalanan PGK. Anemia juga merupakan komorbiditas gangguan kardiovaskuler, meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Berbagai penelitian melaporkan makin rendah hemoglobin ( Hb) makin tinggi mortalitas, sehingga anemia disebut juga multiplier factor pada mortalitas 5,6 Mengingat pentingnya peran anemia pada perjalanan PGK maka penangan anemia sejak dini sangat penting dalam memperlambat progresivitas PGK serta menurunkan morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dan Evaluasi Anemia renal merupakan anemia pada PGK yang terutama disebabkan oleh penurunana kapasitas produksi eritropoetin. Disebut anemia jika kadar hemoglobin (Hb) <14 g/dl (laki-laki) atau < 12 g/dl (perempuan). Pada pasien PGK yang belum mengalami anemia, skrining anemia dianjurkan minimal 1 tahun sekali. Pada kondisi tertentu skrining dilakukan lebih sering misalnya diabetes, kelainan jantung, riwayat

penurunana Hb sebelumnya. 6 KDIGO (Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease 2012) merekomendasikan pada pasien anemia yang tidak dalam terapi Erythropoietin stimulating agent (ESA), pemeriksaan Hb dilakukan bila ada indikasi klinik atau minimal setiap 3 bulan pada pasien dengan PGK 3-5-non dialisis (PGK 3-5-ND) dan minimal setiap bulan pada PGK stadium 5 yang menjalani hemodialisis (PGK 5-HD). 2 Jika didapatkan anemia maka dilanjutkan dengan pemeriksaan CBC, hapusan darah tepi, hitung retikulosit, uji darah samar feses, pemeriksaan kadar besi serum (serum iron/si), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin (ST), dan feritin serum. Saturasi transferin dapat dihitung dari serum iron dibagi TIBC dikalikan 100 %. 2,6,7 Profil zat besi menunjukkan adanya kemungkinan anemia oleh kekurangan zat besi yang dapat diatasi segera setelah pemberian terapi. Dari pemeriksaan morfologi darah tepi dapat juga dicurigai adanya kemungkinan anemia disebabkan oleh defisiensi vit B12 atau asam folat. 2 Terapi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik Pada prinsipnya sebelum memulai terapi ESA. terlebih dahulu dikaji kemungkinan faktor lain yang memperberat keadaan anemia. Anemia pada PGK menunjukkan morfologi eritrositnormositik normokrom. 2,6,8 Penatalaksanaan anemia pada PGK selengkapnya dapat dilihat pada gambar 1. Terapi Besi pada PGK Pada evaluasi anemia memberi kemungkinan diagnosis anemia defisiensi besi dapat diterapi dini dan tepat. Sebelum terapi ESA harus dilakukan pemeriksaan status besi. Status besi dikatakan cukup sebagai syarat memulai terapi ESA bila saturasi transferin (satt)> 20 % dan feritin serum > 100 ug/l (pasien pre-dialisis) dan > 200 ug/l (pasien dialisis). Bila ditemukan defisiensi besi maka defisiensi besi haruslah dikoreksi terlebih dahulu. 9 KDIGO 2012 merekomendasikan pada pasien anemia yang belum mendapat terapi besi maupun terapi ESA, disarankan untuk diberikan terapi besi (trial therapy), secara IV pada pasien HD dan oral pada PGK-ND dan PGK-PD selama 1-3 bulan, bila satt < 30% dan feritin < 500ng/mL. Terapi besi percobaan tersebut juga disarankan pada pasien yang sudah mendapat ESA namun belum mendapat terapi besi. Rute suplementasi besi pada pasien PGK-ND tergantung dari derajat beratnya defisiensi besi, ketersediaan akses vaskuler, respons terhadap terapi besi oral sebelumnya, efek samping terapi besi oral, kepatuhan pasien dan biaya. Terapi besi oral diindikasikan pada pasien PGK non-d dan PGK-PD dengan defisiensi besi. Jika setelah 3 bulan ST tidak dapat dipertahankan 20% dan/atau FS 100 ng/ml, maka dianjurkan untuk pemberian besi parenteral. Terapi besi parenteral terutama diindikasikan pada

pasien PGK-HD. 6 Hb < 10 g/dl Status besi ST > 50% ST 20% dan FS > 500 ng/dl ST < 20% dan FS > 800 ng/ml Cukup Anemia Defisiensi Besi Fungsional Anemia Defisiensi Besi Absolut Tunda ESA Terapi Besi Fase Koreksi Terapi ESA fase koreksi Epoetin α atau Epoetin β : 2000-5000 IU, 2x seminggu atau 80-120 IU/kg BB/minggu C.E.R.A : 0,6 µg/kgbb atau 50-75 µg setiap 2 minggu Target Respon Hb 0,5-1,5 g/dl dalam 4 minggu Belum tercapai Melebihi target Tercapai Pertahankan dosis ESA sampai target Hb tercapai (Hb 10-12 g/dl) Tercapai Dosis 25% tiap 4 minggu Belum tercapai Cari penyebab respon ESA tidak adekuat Hb 12-13 g/dl atau Hb > 1,5 g/dl dalam 4 minggu Dosis 25% Evaluasi 1 bulan Hb > 13 g/dl STOP ESA Dosis ESA fase pemeliharaan Epoetin α dan β : 2000-5000 IU/minggu C.E.R.A : sama dengan kebutuhan dosis fase koreksi dalam 1 bulan diberikan setiap 4 minggu * Keterangan : Kotak hitam = terapi besi tidak diberikan Kotak Abu-abu = diberikan terapi besi koreksi, ESA ditunda sementara Kotak putih = ESA diberikan bersamaan dengan terapi besi fase pemeliharaan Gambar 1. Penatalaksanaan Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik 7 Pada pasien yang dalam terapi ESA disarankan untuk mengevaluasi status besi setiap 3 bulan, atau lebih serimg pada pasien dengan risiko kebutuhan besi yang tinggi seperti, pada pasien yang baru mendapat terapi ESA, atau ada perdarahan. Hindari pemberian terapi besi pada keadaan infeksi sistemik. 2 Rute pemberian zat besi sebagai persiapan terapi ESA pada pasien HD direkomendasikan untuk diberikan intravena. 2,6

Terapi besi ada dalam 2 fase yaitu fase koreksi dan fase pemeliharaan. Terapi besi fase koreksi bertujuan untuk koreksi anemia defisiensi absolut, sampai status besi cukup yaitu ST 20% dan FS mencapai 200 ng/ml (PGK-HD). Dosis uji coba (test dose) dilakukan sebelum mulai terapi besi intravena pertama kali untuk mengetahui adanya hipersensivitas terhadap besi. Dosis terapi besi fase koreksi 100 mg 2X per minggu, saat HD, dengan perkiraan dosis total 1000 mg (10 pemberian). Pemeriksaan status besi ulang dilakukan satu minggu setelah dosis penuh selesai diberikan. 2,6 Terapi besi fase pemeliharaan bertujuan untuk menjaga kecukupan kebutuhan besi untuk eritropoiesis selama pemberian terapi ESA dengan target terapi ST: 20-50%, FS:100-500 ng/ml (PGK-nonD dan PGK-PD) 200-500 ng/ml (PGK-HD). 6 Status besi diperiksa setiap 1-3 bulan dan dosis terapi besi disesuaikan dengan kadar ST dan FS. Bila ST >50%, tunda terapi besi, terapi ESA tetap dilanjutkan ST 20-50%. 2,6 KDIGO 2012 tidak merekomendasikan pemberian besi secara rutin bila satt >30% dan feritin serum >500 ug/l, kecuali bila manfaat pemberian obat tersebut lebih banyak dibanding kemungkinan risiko yang terjadi. 2 Terapi Erythropoietin Stimulating Agent (ESA). Terapi ESA dimulai setelah identifikasi faktor lain yang memperberat anemia dan lakukan koreksi terlebih dahulu. Selain ltu pastikan bahwa status besi cukup untuk memulai terapi ESA. Dalam pemberian ESA hendaknya dipertimbangkan antara potensi manfaat pemberian ESA untuk mengurangi kebutuhan transfusi dan memperbaiki gejala anemia dengan potensi risiko seperti stroke, trombosis akses vaskuler dan hipertensi. 2 Indikasi terapi ESA bila Hb < 10 g/dl dan penyebab lain anemia sudah disingkirkan. 2 Terapi ESA juga harus memenuhi syarat yaitu tidak ada defisiensi besi absolute dan tidak ada infeksi yang berat. Kontra indikasi ESA adalah bila hipersensitif terhadap ESA. Perlu juga diperhatikan pada terapi ESA adalah tekanan darah yang tinggi serta hiperkoagulasi. 6 Keputusan untuk memulai terapi ESA hendaknya melihat kebutuhan pasien secara individu, ada kemungkinan pasien tertentu sudah membutuhkan ESA dan lebih mendapatkan manfaat bila dimulai pada tingkat Hb > 10 g/dl. 2 Beberapa preparat ESA yang ada di Indonesia saat ini antara lain Eritropoietin alfa, Eritropietin beta, dan CERA (continuous erythropoiesis receptor activator) suatu ESA dengan masa paruh yang panjang. Dosis untuk Eritropoietin 80-120 U/Kg/minggu subkutan (SK) atau 120-l80 U/Kg/minggu intravena (IV). Pemberian SK lebih dianjurkan karena masa paruh lebih panjang dan dosis yang dibutuhkan lebih kecil. 9 KDIGO 2012 menganjurkan dosis ESA alfa atau beta dimulai dengan 20-50 IU/KgBB 3x/minggu. Frekuensi pemberian 3x/minggu karena disesuaikan dengan frekuensi HD di luar negeri yang berlangsung 3 kali seminggu. Dosis CERA dimulai 0,6 ug/kgbb SK atau IV setiap 2 minggu pada fase koreksi dilanjutkan setiap satu bulan pada fase pemeliharaan, 7 atau bila memulai dengan frekuensi satu kali sebulan dapat dimulai dengan l,2 ug/kgbb. 2 Target kenaikan Hb 1-1.5 g/dl perbulan (PERNEFRI), sementara KDIGO 2012 merekomendasikan 1-2 g/dl/ bulan pada koreksi anemia fase inisiasi/awal, dengan

menghindari kenaikan Hb yang cepat > 2g/dL. Target Hb yang dianjurkan pada umumnya 11,5 g/dl (KDIGO 2012), 2 menurut panduan Manajemen Anemia PERNEFRI 2010 target Hb 10-12g/dL. 7 Selama fase koreksi untuk mencapai target Hb disarankan memeriksa respons kenaikan Hb minimal setiap bulan, dan setelah itu pada fase pemeliharaan pemeriksaan Hb dilakukan tetap setiap bulan pada PGK-D, dan minimal setiap 3 bulan pada PGK-ND. 2 Selama terapi ESA dianjurkan untuk diberikan suplementasi besi dengan dosis pemeliharaan sesuai kebutuhan. pada umumnya 50-100 mg setiap dua minggu. Kemudian pemeriksaan status besi untuk monitoring diulang secara rutin setiap tiga bulan. 1,6 Transfusi Darah Tindakan transfusi darah sedapat mungkin dihindari pada pasien PGK, karena banyak komplikasi yang bisa timbul baik saat transfusi maupun setelahnya. Penyulit yang sering terjadi adalah: kelebihan cairan di sirkulasi, transmisi penyakit infeksi, reaksi transfusi, kelebihan zat besi.transfusi dipertimbangkan jika manfaatnya lebih besar daripada risiko yang ditimbulkannya misalnya pada pasien yang terapi ESA nya tidak efektif, keadaan mengancam jiwa karena perdarahan aktif, perioperatif yang memerlukan koreksi cepat. Transfusi sebaiknya diberikan secara bertahap untuk mencegah kelebihan cairan disirkulasi. Ringkasan Anemia merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik (PGK) yang penting karena memberikan kontribusi yang bermakna terhadap gejala dan komplikasi kardiovaskuler. Patogenensis anemia pada PGK bersifat multifaktorial. Faktor utama yang berperan adalah defisiensi relatif hormon eritropoietin. Penatalaksanaan anemia pada PGK meliputi pemeriksaan berkala kadar HB, penilaian status besi, pemberian preparat besi dan terapi ESA. Tindakan transfusi darah sedapat mungkin dihindari dalam tata laksana anemia pada PGK. Daftar Pustaka 1. Besarab A, Yee J. Treatment of Anemia in Patients with End-Stage renal disease. In: Henrich WL (ed). Principles and Practice of Dialysis. Philadelphia: Lippinkott William and Wilkins 2009;499-523 2. KDIGO Clinical Practice Guideline for Anemia in Chronic Kidney Disease.Kidney Int Suppl 2012: 283-308. 3. Erslev AJ, Wilson J, Caro J. Erythropoietin titers in anemic ninuremic patients. J lab Clin Med 1987:109:429-433 4. Fishbane S. Upper limit of serum ferritin: misinterpretation of the 2006 KDOQI anemia guidelines. Semin dial 2008;21:217-220.

5. Bellizzi V. Low Protein Diet or Nutritional Therapy in Chronic Kidney Disease?. Blood Purif 2013;36:41-46. 6. Mandayam S, Mitch WE. Diteray protein restriction benefits patients with chronic kidney disease. Nephrology. 2006;11:53-57. 7. Konsensus Manajemen Anemia pada Gagal Ginjal kronik. Perhimpunan Nefrologi lndonesia, Jakarta 2010. 8. Gameata L, Mircesu G. Nutritional intervention in uremia-myth or reality? J Ren Nutr. 2009;20:S31-S34. 9. KDOQI (2007) KDOQI Clinical Practice Guideline and Clinical Practice Recommendationsfor anemia in chronic kidney disease: update of hemoglobin target. Am J Kidney Dis 2007; 50: 471-530