BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan yang tidak diskriminatif, menghargai keragaman perbedaan individu,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan pengalamannya kepada siswa pada setiap mata pelajaran.

I. PENDAHULUAN. mendorong terjadinya belajar. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila tujuantujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. interaksi tersebut diharapkan tidak hanya terjadi komunikasi satu arah dari guru

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan ujung tombak bagi pembangunan peradaban.

BAB I PENDAHULUAN. individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu anak mempunyai hak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan posisi yang strategis dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian tindakan kelas ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

I. PENDAHULUAN. Setiap negara menganggap penting pendidikan. Pendidikan berperan penting bagi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, segala sesuatu berkembang secara pesat dan sangat cepat.

BAB I PENDAHULUAN. semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran. dasar untuk pengembangan materi lebih lanjut.

BAB I PENDAHULUAN. belajar dengan menggunakan akal pikiran dan emosi yang dimiliki.

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tinggi untuk menghadapi persaingan di era globalisasi dewasa ini.

II. KAJIAN TEORI. 2.1 Belajar dan Pembelajaran Pengertian Belajar dan Pembelajaran. Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui

PENDAHULUAN. membantu manusia untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.

G. Lian Y. Nababan. NIM ABSTRAK. antara hasil belajar siswa menggunakan model konvensional dengan model

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. pendidikan menengah, beberapa upaya yang dilakukan pemerintah untuk

`BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan pembelajaran. Peran guru tidak hanya mentransfer ilmu kepada

Studi komparasi pengajaran kimia metode gi (group investigation) dengan stad ( student teams achievement divisions)

Sejalan dengan hal tersebut Cockroft (dalam Abdurrahman, 2009:253) mengemukakan alasan pentingnya siswa belajar matematika:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. kearah yang lebih baik. Menurut Hamalik (2004:37) belajar merupakan

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Pengertian Kemampuan Pemahaman Konsep. konsep. Menurut Sudjiono (2013) pemahaman atau comprehension dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi Awal

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan pada umumnya yang bertujuan membawa anak didik atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kompleks perbuatan yang sistematis untuk

A UMS - Copy SKRIPSI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Fokus kegiatan pembelajaran di sekolah adalah interaksi pendidik dan siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Dara Lugina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Cindy Noor Indah putri, 2014

Wari Prastiti SMA Negeri 5 Metro

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diajarkan dan dipraktekkan. Idealnya pelajaran produktif khususnya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis berkaitan erat dengan keterampilan mendengarkan, gagasan secara runtut. Menulis memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

BAB I PENDAHULUAN. kelas, merupakan inti dari setiap lembaga pendidikan formal. Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang tertuang dalam Undang Undang Nomor 20 tahun negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

BAB I PENDAHULUAN. matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari sejak SD. sampai SMA bahkan perguruan tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan unsur- unsur manusiawi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. pasal 25 ayat 1 menyatakan beban kerja guru mencakup kegiatan pokok

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar (SD). Pembelajaran IPS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan nilai-nilai. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. hakikatnya tujuan pendidikan yaitu mengembangkan pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang wajib dipelajari siswa sejak

1. PENDAHULUAN. Di era globalisasi bahasa lnggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan

DATAR MELALUI METODE STAD. Winarni

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN MIND MAP

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha untuk mempersiapkan ataupun memperbaiki

Oleh: Deasy Wulandari K BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dasar akan sangat membantu siswa dalam menghadapi pembelajaran. khususnya pada mata pelajaran matematika.

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

Suherman Guru Fisika SMA Negeri 1 Stabat dan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika Pascasarjana Unimed

BAB I PENDAHULUAN. diberikan di sekolah-sekolah. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA 1 di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA di SD Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dengan menggunakan sumber belajar dapat

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, yang tercermindari keberhasilan belajar siswa. Proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan menentukan kualitas sumber daya manusia di suatu negara,

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan akan terasa indah apabila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan ke arah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insan dalam setiap kehidupan. Para penyelenggara pendidikan dituntut melakukan perubahan layanan pendidikan yang tidak diskriminatif, menghargai keragaman perbedaan individu, dan pemenuhan kebutuhan setiap individu berdasarkan kemampuannya sehingga pendidikan akan bermakna bagi peserta didik. Bentuk layanan pendidikan tersebut dikenal dengan pendidikan inklusif atau inklusi, yang merupakan inovasi dalam dunia pendidikan yang berbeda dengan pendidikan kebutuhsn khusus atau pendidikan luar biasa. Pendidikan inklusif berupaya menggunakan pendekatan berbeda dalam mengidentifikasi dan mencoba memecahkan masalah yang muncul di sekolah. Hal ini dapat menjelaskan bahwa pendidikan inkluasif memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi gerakan Pendidikan Untuk Semua dan Peningkatan mutu sekolah. Pendidikan inklusif merupakan pergeseran dari rasa terpisah dari suatu kelompok tertentu menjadi upaya yang difokuskan untuk mengatasi hambatan belajar dan berpartisipasi dalam pembelajaran. Pada tataran kelas, maka kelas inklusif merupakan kelas yang dapat menampung peserta didik yang beragam termasuk peserta didik yang

2 berkebutuhan khusus. Kelas merupakan suatu tempat yang membuat peserta didik dapat belajar, merasa dihargai, dan menjadikan lingkungan yang menyenangkan. Selain itu, kelas juga memberikan pembelajaran yang dapat menjadikan semua peserta didik merasa terlibat secara utuh dalam setiap kegiatan pembelajaran. Untuk mengembangkan individu dapat dilakukan melalui pembelajaran kelas reguler maupun kelompok, dan implementasinya dapat menggunakan variasi atau alternatif metode pembelajaran yang memungkinkan dapat meningkatkan inklusifitas dan kemampuan peserta didik. Keberhasilan proses pembelajaran sebagaimana yang telah dikemukan oleh Rusyana ( 1984:87 ) sangatlah kompleks. Faktor yang dapat mempengaruhi keberlanjutan suatu pendidikan, antara lain faktor sumber daya manusia guru, yang pengaruhnya dapat berfungsi sebagai penghambat ataupun sebagai pendorong bagi penyelenggaraan proses belajar mengajar ataumenciptakan lingkungan yang lebih inklusuf. Kelemahan dari guru adalah masalah metode pembelajaran yang cenderung selalu monoton dalam penggunaannya, sehingga menyebabkan kejenuhan, membosankan, tidak menarik dan menimbulkan tidak adanya motivasi untuk kemajuan pendidikan pada diri siswa yang pada akhirnya akan menurunnya hasil pendidikan pada diri anak. Bagaimana guru dapat merangsang dan mengarahkan siswa dalam belajar yang pada gilirannya dapat mendorong siswa dalam pencapaian keberhasilan dan hasil belajar siswa secara optimal. Salah satu upaya guru dalam menciptakan kegiatan belajar mengajar yang baik adalah memilih dan menggunakan suatu model pembelajaran yang tepat. Kekurangtepatan guru memilih dan menggunakan model pembelajaran dalam mengajar dapat menjadi salah satu penyebab kurang

3 baiknya hasil belajar siswa (Jarolimek: 1993). Dengan iklim belajar - mengajar yang menantang berkompetisi secara sehat serta memotivasi siswa dalam belajar, akan berdampak positif dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Sebaliknya tanpa hal itu apapun yang dilakukan guru tak akan mendapat respon siswa secara aktif. Untuk itu seyogyanya guru memiliki kemampuan dalam memilih dan sekaligus menggunakan metode mengajar yang tepat. Banyak orang yang memandang matematika sebagai bidang studi yang paling sulit oleh para siswa. Meskipun demikian, semua orang harus mempelajarinya, karena merupakan sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sangat disayangkan matematika aplikatif (terapan) pada umumnya dikenal sulit dipahami dan tidak disukai karena kurang menarik. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar siswa dimana mereka menemukan kenyataan bahwa pelajaran matematika aplikatif adalah pelajaran berat dan serius yang tidak jauh dari persoalan konsep, pemahaman konsep, penyelesaian soal-soal yang rumit melalui pendekatan matematis hingga kegiatan praktik yang menuntut mereka melakukan segala sesuatunya dengan sangat teliti dan cenderung membosankan. Di sisi lain kurangnya minat dan motivasi untuk mempelajari matematika aplikatif, merasa terpaksa atau menganggap suatu kewajiban, mengakibatkan tujuan pembelajaran yang diharapkan menjadi sulit tercapai, Hal ini terbukti dari rendahnya nilai rata-rata matematika aplikatif dari tahun ke tahun. Istilah matematika aplikatif dalam penelitian ini adalah penerapan konsep dan keterampilan matematika yang dipakai dalam perhitungan penerapan ilmu-

4 ilmu pertanian seperti perhitungan kebutuhan benih atau bibit, perhitungan populasi tanaman, perhitungan zat pengatur tumbuh, perhitungan kebutuhan pestisida, kebutuhan air untuk penyiraman, perhitungan kebutuhan pupuk. Dalam penerapan matematika aplikatif dibutuhkan pemahaman akan maksud soal tersebut. Pemahaman ini membentuk pola fikir sehingga kita bisa mengelola dan memanfaatkan alam dengan baik tanpa menimbulkan dampak negatif. Proses penerusan pemahaman konsep kepada siswa merupakan hal yang sangat dibutuhkan dalam menyelesaikan soal-soal matematika aplikatif. Yang dibutuhkan siswa adalah kemampuan untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang sesuai dengan kebutuhan profesinya, menyusun pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Asumsi rendahnya kemampuan berhitung dan rendahnya nilai siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, diantaranya persepsi, motivasi, minat, konsentrasi, atensi dan lainnya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar diri peserta didik diantaranya adalah penggunaan pendekatan, dan strategi belajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan dan strategi belajar yang tepat menjadi salah satu penentu keberhasilan proses belajar berhitung. Pembelajaran matematika aplikatif seperti menghitung kebutuhan pupuk di SMK Pertanian selama ini menitikberatkan pada bagaimana menghabiskan materi pelajaran melalui metode ceramah dan latihan individual (drill), peserta didik yang pintar dan aktif saja yang berani untuk maju menuliskan hasil pekerjaanya di papan tulis. Sementara, siswa yang mengalami problema belajar

5 matematika aplikatif hanya mendengar dan menuluis apa yang sudah dijelaskan gurunya. Ini tentu membosankan dan membuat siswa merasa tidak termotivasi atau malas, padahal tumbuhnya semangat dan keinginan belajar bukan karena paksaan tetapi karena dorongan atau motivasi dalam dirinya secara sadar untuk melakukan sesuatu agar mampu menguasai materi pelajaran hingga dapat meraih atau meningkatkan hasil belajar siswa. Rendahnya nilai siswa yang mengalami problema belajar pada pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk diduga karena siswa kurang termotivasi dalam belajar sebagai akibat dari pengaruh metode konvensional yang biasa digunakan guru dalam menyampaikan materi pelajaran di kelas yang cenderung membosankan. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Kardisaputra (2003:39) bahwa siswa yang belajar disertai motivasi akan lebih berhasil daripada belajar tanpa motivasi. Agar tercipta proses pemahaman matematika aplikatif atau berhitung bagi anak yang mengalami problema belajar sangat diperlukan model atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya dan dapat meningkatkan motivasi belajar. Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam mengajarkan cara menyelesaikan persoalan matematika aplikatif bagi peserta didik yang mengalami problema belajar, salah satunya adalah strategi pembelajaran Cooperative Learning. Semua itu dilakukan agar pembelajaran mampu mengantarkan peserta didik yang mengalami problema belajar untuk dapat bersikap positif terhadap matematika aplikatif seperti perhitungan kebutuhan pupuk. Namun yang penting bagi guru, metode pembelajaran manapun yang akan

6 digunakan harus sesuai dengan jenis kegiatan belajar siswa agar sesuai kebutuhannya. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dalam tugas-tugas yang terstruktur (Lie, 2002:12). Metode pembelajaran kooperatif yang diduga dapat memperbaiki kualitas pembelajaran adalah metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Division). Metode pembelajaran ini berangkat dari dasar pemikiran getting better learning yang menekankan pada pemberian kesempatan belajar lebih luas dan suasana kondusif kepada siswa untuk memperoleh, mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, keaktifan serta keterampilan bekerjasama yang bermanfaat bagi kehidupannya di masyarakat. Penggunaan model pembelajaran kooperatif ini dapat memberikan hasil ganda, yaitu penanaman konsep dan pengembangan kecakapan serta berfikir tingkat tinggi (Slavin, 1995). Menurut Sumantri dalam Ratna Sari Dewi (2008) belajar dengan menggunakan metode cooperative learning tipe STAD dapat menumbuhkan motivasi belajar, karena dengan metode ini akan terjadi kompetisi yang sehat diantara sesama anggota kelompok, sehingga tercipta suasana belajar yang saling mengisi dari segi pengetahuan dan keahlian serta siswa yang percaya diri tentunya akan mendapat kebutuhan intelektual, sosial dan emosi. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievements Division (STAD), mula-mula guru mempresentasikan pelajaran melalui metode ceramah, eksperimen, demonstrasi dan membahas buku teks, kemudian materi dirancang

7 untuk pembelajaran kelompok dengan tugas yang sama. Masing-masing kelompok memiliki tugas yang berbeda-beda. Siswa membentuk kelompok kecil beranggotakan 4 sampai 6 orang, belajar dan bekerja secara berkolaboratif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dalam bentuk LKS. Setiap anggota kelompok saling membantu satu sama lain melalui tutor sebaya dan bertanggung jawab atas keberhasilan anggotanya sehingga semua anggota kelompok dapat mempelajari dan memahami materi dengan tuntas. Selanjutnya, masing-masing siswa diberi kuis tentang materi itu dengan ketentuan mereka tidak boleh saling membantu kemudian dihitung peningkatan skornya. Peningkatan skor tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor tim. Pemberian penghargaan diberikan kepada tim yang memiliki skor tinggi (Depdiknas, 2000). Hasil penelitian dari Tutus Pramono (2008) telah terbukti bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dapat meningkatkan penguasaan konsep cahaya dan keterampilan berfikir kreatif siswa SMP. Tutus Pramono sudah melakukan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe STAD sejak tahun 2005. Berdasarkan hasil informasi dan pengamatan dari para guru yang mengajar mata pelajaran kejuruan pokok bahasan perhitungan matematika aplikatif seperti menghitung kebutuhan pupuk, terdapat perilaku-perilaku siswa menunjukkan karakteristik seperti siswa cenderung belajar secara personal, motivasi belajar siswa masih belum menunjukkan gairah belajar yang tinggi, hasil belajar siswa kebanyakan belum mencapai tingkat ketuntasan minimal (KKM), siswa ragu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan teman dan guru, siswa kurang terampil berkomunikasi selama proses pembelajaran berlangsung.

8 Dengan melihat fenomena tersebut dan untuk menjawab permasalahan rendahnya motivasi dan hasil belajar siswa yang mengalami problema belajar, salah satunya adalah dengan alternatif menerapkan metode cooperative learning tipe STAD. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Pengaruh metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Division) Terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Pada Siswa Yang Mengalami Problema Belajar Dalam Pokok Bahasan Perhitungan Kebutuhan Pupuk (Eksperimen Kuasi di Kelas XI ATPH SMK Qurrota A yun Samarang Garut). Diharapkan hasil penelitian ini berguna dan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan layanan bagi siswa dalam pembelajaran kejuruan pada standar kompetensi memupuk di sekolah pertanian SMK Qurrota A yun Samarang khususnya dan sekolah kejuruan lain umumnya. Mengingat dengan metode belajar yang monoton seperti ceramah dan latihan individual siswa yang biasa dilaksanakan di SMK Qurrota A yun Samarang Garut, cenderung hasil belajar tidak meningkat. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang masalah, maka peneliti melakukan identifikasi masalah. Adapun identifikasi masalah sebagai berikut : 1. Siswa mampu melakukan perhitungan sederhana seperti operasi perkalian, penjumlahan, pembagian tetapi dalam memecahkan persoalan berbentuk cerita mengalami kesulitan, tetapi jarang mau bertanya kepada guru.

9 2. Dalam melakukan perhitungan dan menyelelesaikan soal cerita, siswa membaca terlalu tergesa-gesa sehingga kesulitan di dalam memahami teks ataupun maksud dari soal tersebut. 3. Rumus untuk menyelesaikan soal perhitungan kebutuhan pupuk seringkali terbalik antara menentukan prosentase atau kadar unsur hara dalam pupuk dan menentukan dosis pupuk, yang mengakibatkan nilai yang diperoleh sangat kurang. 4. Motivasi belajar siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika aplikatif seringkali terlihat belum menunjukkan gairah yang meningkat. C. Batasan Masalah Agar permasalahan tidak meluas, penelitian dibatasi pada hal-hal berikut : 1. Penelitian ini hanya melihat pengaruh metode Cooperative learning tipe STAD terhadap motivasi belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk. 2. Penelitian ini hanya melihat pengaruh metode Cooperative learning tipe STAD terhadap hasil belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk pada aspek akademik, tidak pada aspek afektif dan psikomotorik. 3. Penelitian hanya dilakukan di kelas XI ATPH SMK Qurrota A yun Samarang Garut.

10 D. Rumusan Masalah Agar penelitian dilaksanakan sebaik-baiknya, maka peneliti harus merumuskan masalah sehingga jelas dari mana harus memulai, kemana harus pergi dan dengan apa ( Arikunto,1996 : 19 ). Berdasarkan pendapat tersebut dan mengacu pada uraian latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian. Rumusan masalah tersebut selanjutnya dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian berikut : 1. Apakah penggunaan metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Divisision) berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk? 2. Apakah penggunaan metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Divisision) berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Division) dalam meningkatkan motivasi belajar siswa yang mengalami problema belajar perhitungan kebutuhan pupuk. 2. Untuk mengetahui pengaruh metode cooperative learning tipe STAD (Student Team Achievment Division) dalam meningkatkan hasil belajar siswa yang mengalami problema belajar perhitungan kebutuhan pupuk.

11 F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam penggunaan metode cooperative learning tipe STAD pada pembelajaran pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk di kelas XI Sekolah Program Keahlian Pertanian di SMK, secara khusus diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain : 1. Bagi siswa dengan penerapan metode Cooperative Learning Tipe STAD diharapkan dapat memperoleh pengalaman dan ketrampilan yang berharga sehingga dapat digunakan sebagai latihan untuk mempelajari pokok bahasan perhitungan kebutuhn pupuk secara bersama-sama dengan teman sebaya di kelas XI ATPH SMK Qurrota A yun Samarang Garut. 2. Bagi guru-guru khususnya di SMK sebagai masukan dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar khususnya pendidikan kejuruan yang berbasis ilmu pasti dan terapan seperti ilmu pertanian yang ingin menerapkan metode Cooperative Learning Tipe STAD dalam pembelajaran produktif (kejuruan) di SMK. 3. Bagi kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan kebijakan tentang metode pembelajaran yang cocok untuk mata pelajaran produktif (kejuruan) di jenjang pendidikan kejuruan seperti SMK Pertanian khususnya. 4. Bagi peneliti sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu dasar dan masukan dalam mengembangkan penelitian metode kooperatif selanjutnya.

12 G. Definisi Operasional Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai berikut : a. Metode Cooperative Learning Tipe STAD (Student Team Achievment Division) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Metode Cooperative Learning Tipe STAD (Student Team Achievment Division), yaitu tipe Cooperative Learning dimana siswa belajar dalam kelompok untuk belajar dari temannya dan mengajar temannya, dalam setiap satu sampai dua pertemuan diadakan kuis sebagai evaluasi peningkatan kemampuan individu yang fungsinya untuk disumbangkan dalam peningkatan nilai kelompok, kelompok dengan nilai tertinggi berhak mendapatkan penghargaan (Salvin, 2008). b. Motivasi belajar adalah dorongan semangat dalam belajar yang diperoleh siswa dalam mempelajari pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk yang berasal dari dalam dan luar diri siswa setelah mendapatkan pembelajaran pokok bahasan tersebut dengan metode Cooperative Learning Tipe STAD (Student Team Achievment Division). c. Hasil belajar siswa pada penelitian ini ditunjukkan oleh peningkatan kemampuan akademik (kognitif) siswa pada pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk yang merupakan hasil dari proses penerapan metode Cooperative Learning Tipe STAD (Student Team Achievment Division) dalam belajar pokok bahasan perhitungan pupuk.

13 d. Siswa dengan problema belajar dalam perhitungan kebutuhan adalah siswa yang kesulitan menyelesaikan soal-soal memecahkan masalah yang berkaitan dengan perhitungan kebutuhan pupuk dan nilai yang diperoleh siswa tersebut di bawah 7,00 (nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal atau KKM). Bisa terjadi siswa kesulitan dalam melakukan perhitungan dengan benar karena konsepnya belum dipahami, atau bisa juga kesulitan dalam mengevaluasi kembali apakah jawaban yang diberikan sudah benar. H. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi Penelitian ini didasarkan atas asumsi bahwa Metode pembelajaran cooperative learning tipe STAD (Student Team Acvhievment Division) mendorong siswa untuk belajar secara bersama dan saling mendorong untuk belajar dan berprestasi bersama dalam kelompok. Anggota saling berbagi tanggung jawab untuk belajar satu sama lain, dan anggota diharapkan saling membantu, semua berpartisipasi melakukan tugasnya, membawa setiap anggota belajar secara maksimal dan memelihara hubungan kerja yang baik diantara anggota tim, sehingga motivasi dan hasil belajar siswa yang mengalami problema belajar perhitungan kebutuhan pupuk dapat lebih baik 2. Hipotesis Hipotesis statistik yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini dirumuskan dalam rumus hipotesis statistika sebagai berikut:

14 1. Penggunaan metode cooperative learning Tipe STAD (Student Team Achievment Divisision) berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk. 2. Penggunaan metode cooperative learning Tipe STAD (Student Team Achievment Divisision) berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa yang mengalami problema belajar pokok bahasan perhitungan kebutuhan pupuk.