BAB I PENDAHULUAN. negara kesatuan, dan kemudian dibangun pula berbagai daerah otonom melalui Pasal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mampu membangun prasarana yang sangat dibutuhkan di wilayahnya. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan revisi dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat provinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

I. PENDAHULUAN. meningkatkan nilai tambah sumber daya alam. Sumber daya potensial yang

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang. Pemerintah Daerah (Pemda) dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang meliputi seluruh kehidupan manusia, bangsa dan negara, untuk. Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil makmur

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-undang No.25 Tahun 2000 tentang Program. Pembangunan Nasional , bahwa program penataan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

2016 PENGARUH EFEKTIVITAS PEMUNGUTAN RETRIBUSI PELAYANAN PASAR TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUBLIK:

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebabkan terjadinya

I. PENDAHULUAN. pemungutan yang dapat dipaksakan oleh pemerintah berdasarkan ketentuan

I. PENDAHULUAN. pengelolaan pemerintah daerahnya, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. pusat mengalami perubahan. Jika sebelumnya pemerintah bersifat sentralistik

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas sumber daya alam, sumber daya potensial yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. wilayah yang lebih kecil. (Josef Riwu Kaho, 1998:135) pembayaran tersebut didasarkan atas prestasi atau pelayanan yang diberikan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang. dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan Otonomi Daerah membuat Pemerintah menggantungkan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia yang berada di masing masing Provinsi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan adalah usaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

I. PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB IV METODA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, setiap daerah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pembangunan itu dilaksanakan ditiap-tiap daerah. Dalam. ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan usaha terencana dan terarah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

I. PENDAHULUAN. dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

EVALUASI RETRIBUSI PASAR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. daerah membutuhkan sumber-sumber penerimaan yang cukup memadai. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan proses yang harus dilalui setiap negara dari

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yang berlangsung secara terus-menerus yang sifatnya memperbaiki dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam terselenggaranya pemerintahan daerah yang baik. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

I. PENDAHULUAN. Organisasi sebagai satu kesatuan yang dinamis merupakan alat untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah. otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1, antara lain menyatakan Indonesia adalah negara kesatuan, dan kemudian dibangun pula berbagai daerah otonom melalui Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menyebabkan terdapatnya kebijakan dan implementasi sesuai dengan kondisi riil masyarakat bersangkutan. Pembentukan daerah otonom melalui desentralisasi pada hakikatnya adalah menciptakan efisiensi dan inovasi dalam pemerintahan. Dalam rangka desentralisasi itulah maka daerahdaerah diberi otonomi, yaitu kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam pelaksanaannya, banyak tantangan yang dihadapi sesuai dengan perubahan zaman dan tuntutan masyarakat. Perubahan tersebut dijawab oleh pemerintah pusat dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berlakunya produk hukum mengenai pemerintahan daerah tersebut membawa angin segar dalam pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensinya pemerintah daerah harus dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Pelaksanaan tugas tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan karena salah satunya perlu kemampuan ekonomi yaitu; pertama adalah tentang bagaimana pemerintah daerah

dapat menghasilkan finansial untuk menjalankan organisasi termasuk memberdayakan masyarakat, kedua bagaimana pemerintah daerah melihat fungsinya mengembangkan kemampuan ekonomi daerah (Nugroho, 2000: 109). Dari uraian yang disampaikan di atas bahwa salah satu ciri utama kemampuan suatu daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan daerah tersebut. Menurut Kaho (1997: 124) untuk menjalankan fungsi pemerintahan faktor keuangan suatu hal yang sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pemerintah daerah tidak saja menggali sumber-sumber keuangan akan tetapi juga sanggup mengelola dan menggunakan secara value for money dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga ketergantungan kepada pemerintah pusat harus seminimal mungkin dapat ditekan. Dengan dikuranginya ketergantungan kepada pemerintah pusat maka pendapatan asli daerah (PAD) menjadi sumber keuangan terbesar. Kegiatan ini hendaknya didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000: 50). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa sumbersumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari:

a. Pendapatan asli daerah; b. Dana perimbangan; dan c. Lain-lain pendapatan. Sedangkan pembiayaan berasal dari: a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah; b. Penerimaan pinjaman daerah; c. Dana cadangan daerah; dan d. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang bersumber dari: a. Pajak daerah; b. Retribusi daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan d. Lain-lain PAD yang sah. PAD diharapkan dapat menjadi penyangga dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah. Dengan semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai oleh PAD maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin mandiri dalam bidang keuangan daerahnya (Syamsi, 1987: 213). Menggali PAD tidak berarti menetapkan tarif yang tinggi dari objek pajak yang ada ataupun memperbanyak jenis kutipan dari objek yang sama. Dengan dana yang tersedia, pemerintah daerah harus mampu memacu pertumbuhan ekonomi

wilayah sehingga objek pajak menjadi bertambah. Kalau objek pajak bertambah, walaupun dengan menggunakan tarif yang wajar, pendapatan dari pajak daerah akan terus meningkat. Ini berarti pemerintah daerah harus jeli dalam menetapkan visi, misi, strategi, dan prioritas dalam perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2004). Komponen PAD yang mempunyai peranan penting terhadap kontribusi penerimaan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pemerintah daerah hendaknya mempunyai pengetahuan dan dapat mengidentifikasikan tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah yang potensial terutama dari pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan tidak memperhatikan dan mengelola pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis. Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut karena pajak daerah dan retribusi daerah tidak mengenai sasaran sehingga realisasi terhadap penerimaan daerah tidak optimal. Demikian pula halnya dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terus berupaya meningkatkan PAD dengan berbagai cara seperti efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah. Perkembangan realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara selama sebelas tahun terakhir dapat dilihat dari tabel berikut ini:

Tabel 1.1. Pendapatan Asli Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 2010 (dalam juta rupiah) No Tahun Pajak Daerah Retribusi Daerah Sumber PAD Bagian Laba BUMD Lain-lain PAD Total PAD 1 2 3 4 5 6 7 1 2000 236.257,73 9.792,04 3.826,00 7.010,89 256.886,66 2 2001 388.017,71 15.448,30 4.627,81 16.051,68 424.145,50 3 2002 584.089,88 7.127,40 5.055,19 21.523,52 617.795,99 4 2003 861.971,36 16.928,48 5.880,75 26.973,32 911.753,91 5 2004 1.081.371,91 23.762,35 7.056,89 33.916,31 1.146.107,46 6 2005 1.301.137,84 18.852,33 8.523,50 33.304,36 1.361.818,03 7 2006 1.366.445,06 11.714,73 90.291,20 33.694,60 1.502.145,59 8 2007 1.542.346,24 13.252,92 74.138,55 78.558,59 1.708.296,30 9 2008 2.002.004,57 29.444,51 89.673,27 77.788,27 2.198.910,62 10 2009 1.834.682,28 29.456,74 90.518,05 78.464,89 2.033.121,96 11 2010 2.271.474,93 35.811,31 166.320,14 90.671,69 2.564.278,07 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Dari Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa selama periode 11 tahun anggaran Provinsi Sumatera Utara tren realisasi penerimaan PAD cenderung meningkat. Namun untuk mengetahui sejauhmana peningkatan itu, perlu dibuat pengkajian mengenai penerimaan PAD dari jenis-jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang ada di Provinsi Sumatera Utara. PAD dari jenis pajak daerah dan retribusi daerah perlu diukur dengan baik dan akurat agar potensi yang sebenarnya dapat dikelola dan dikumpulkan secara maksimal. Penentuan potensi selama ini di Provinsi Sumatera Utara menurut informasi dari Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara dengan perkiraan yang berpedoman terhadap target pencapaian tahun anggaran sebelumnya. Padahal potensi pajak daerah dan retribusi daerah secara riil tidak pernah dihitung dengan

objektif, alasannya terlalu sulit menghitungnya karena membutuhkan data pendukung yang banyak, sedangkan banyak data yang tidak tersedia pada dinas-dinas terkait. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini: Tabel 1.2. Target dan Realisasi Pendapatan Pajak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 2010 (dalam juta rupiah) No Tahun Pajak Daerah Target Realisasi Persentase 1 2 3 4 5 1 2000 116.232,28 236.257,73 203,26 2 2001 364.495,88 388.017,71 106,45 3 2002 531.088,69 584.089,88 109,98 4 2003 754.498,15 861.971,36 114,24 5 2004 948.217,97 1.081.371,91 114,04 6 2005 1.236.950,00 1.301.137,84 105,19 7 2006 1.318.250,00 1.366.445,06 103,66 8 2007 1.458.400,00 1.542.346,24 105,76 9 2008 1.967.610,95 2.002.004,57 101,75 10 2009 1.946.447,00 1.834.682,29 94,26 11 2010 2.204.109,23 2.271.474,93 103,06 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat bahwa dalam menentukan target penerimaan dari pajak daerah menggunakan perkiraan/proyeksi. Perkiraan target tersebut tidak melihat potensi sebenarnya yang ada pada masyarakat karena setiap tahunnya antara realisasi dan target terjadi selisih perkiraan yang berbeda dimana terkadang realisasi melampaui target dan terkadang sebaliknya. Selanjutnya untuk pendapatan dari retribusi daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.3. Target dan Realisasi Pendapatan Retribusi Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 2010 (dalam juta rupiah) No Tahun Retribusi Daerah Target Realisasi Prosentase 1 2 3 4 5 1 2000 12.889,47 9.792,04 75,91 2 2001 15.997,09 15.448,30 96,57 3 2002 8.427,87 7.127,40 84,57 4 2003 19.958,75 16.928,48 84,82 5 2004 21.195,43 23.762,35 112,11 6 2005 16.420,75 18.852,33 114,81 7 2006 10.394,01 11.714,73 112,71 8 2007 12.179,35 13.252,92 108,81 9 2008 21.174,11 29.444,51 139,06 10 2009 25.562,58 29.456,74 115,23 11 2010 52.100,61 35.811,31 68,73 Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pajak dan retribusi daerah di Provinsi Sumatera Utara belum dikelola dengan baik. Masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal. Sehubungan kurang diperhatikannya penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial maka realisasi penerimaan PAD belum optimal sehingga penyelenggaraan otonomi daerah belum mendapat dukungan yang optimal juga dari sumber keuangan daerah. Dengan dana yang diperoleh dari PAD tersebut pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan wilayahnya masing-masing. Pengembangan wilayah dan otonomi daerah merupakan satu proposisi yang simetrik. Ini berarti pengembangan wilayah merupakan pendekatan terhadap pembangunan daerah dengan konotasi pembangunan terpadu yang akan

meningkatkan penerimaan daerah untuk mendukung otonomi daerah. Sebaliknya dari sudut otonomi daerah, pengembangan wilayah dituntut mengembangkan sumbersumber yang spesifik daerah (Mubyarto dan Budiyanto, 1997). Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya kenaikkan PDRB dari tahun ke tahun. PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang dapat memberikan petunjuk sejauh mana perkembangan ekonomi dan struktur ekonomi suatu daerah. Rata-rata PDRB Provinsi Sumatera Utara dari tahun 2000-2010 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 151.587.077,02 juta yang didominasi tiga sektor, yaitu pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan, hotel dan restoran. Tabel 1.4. PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 2010 (dalam juta rupiah) No Tahun PDRB Harga % PDRB Harga % Berlaku Pertumbuhan Konstan Pertumbuhan 1 2 3 4 5 6 1 2000 69.154.112,38 -- 69.154.112,38 -- 2 2001 79.331.335,14 14,72 71.908.359,19 3,98 3 2002 89.670.147,52 13,03 75.189.140,89 4,56 4 2003 103.401.370,46 15,31 78.805.608,56 4,81 5 2004 118.100.511,82 14,22 83.328.948,58 5,74 6 2005 139.618.313,64 18,22 87.897.791,21 5,48 7 2006 160.376.799,09 14,87 93.347.404,39 6,20 8 2007 181.819.737,32 13,37 99.792.273,27 6,90 9 2008 213.931.696,78 17,66 106.172.360,10 6,39 10 2009 236.353.615,83 10,48 111.559.224,81 5,07 11 2010 275.700.207,28 16,65 118.640.902,74 6,35 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa potensi pajak daerah dan retribusi daerah bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara belum diketahui, terutama jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang menjadi pendapatan yang potensial bagi PAD. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang potensial apabila diketahui dan ditingkatkan pengelolaan sesuai dengan potensinya akan memberikan tambahan PAD, akan tetapi sebaliknya apabila tidak diketahui potensinya akan membuat kerugian karena potensinya tidak dimanfaatkan secara maksimal sehingga penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Identifikasi Jenis Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Potensinya terhadap Pengembangan Wilayah Provinsi Sumatera Utara. 1.2. Rumusan Masalah Sehubungan dengan fenomena di atas perlu dibuat rumusan masalah dengan baik. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki kualifikasi potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD? b. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara? c. Bagaimana pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: a. Mengidentifikasi jenis pajak daerah dan retribusi daerah apa saja yang memiliki kualifikasi potensial untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan PAD; b. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara. c. Menganalisis pengaruh pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pengembangan wilayah Provinsi Sumatera Utara. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: a. Sebagai bahan informasi awal tentang jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang memiliki kualifikasi potensial, selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara; b. Sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD; c. Sebagai landasan atau bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.