BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju mundurnya suatu negara dapat dilihat dari faktor pendidikannya. Pendidikan dilakukan dalam rangka menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan Negara tersebut. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah pendidikan yang ada di Indonesia. Salah satu caranya dengan terus menerus memperbaiki dan memperbaharui sistem pendidikan yang ada di Indonesia, baik itu dalam peningkatan kualitas pendidik, sarana prasarana, kurikulum yang berlaku, serta upaya lainnya yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuaatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam kurikulum 2013 dianut bentuk pembelajaran yang ideal yaitu pembelajaran siswa aktif, kritis, siswa tidak kosong tetapi sudah ada pengertian awal tertentu yang harus dibantu untuk berkembang, maka dalam pembelajaran ini modelnya adalah dialogis. Dialogis adalah model mencari bersama antara guru dan siswa. Dengan adanya model dialogis ini maka siswa dapat mengungkapkan gagasannya dan dapat mengkritik pendapat guru yang dianggap kurang tepat. Dalam kurikulum 2013 guru tidak hanya menjadi diktator yang hanya menekankan satu nilai jalan keluar, akan tetapi disini guru berperan sebagai fasilitator dan membebaskan peserta didik untuk berpikir, berkreasi dan berkembang (Poerwati dan Amri, 2013: 286). Dalam proses belajar mengajar, guru memiliki peranan yang penting. Guru bukan hanya bisa menguasai materi, tapi guru harus bisa menyampaikan materi kepada siswa agar siswa dapat memahami, menyerap dan menalar materi apa 1
2 yang sedang diajarkan. Dalam konteks tersebut guru harus bisa menerapkan metode yang tepat pada materi yang akan diajarkan. Pembelajaran kimia merupakan salah satu cabang disiplin ilmu dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang terkesan sulit. Salah satu faktor penyebab pembelajaran kimia terkesan sulit adalah bahwa konsep dalam kimia bersifat abstrak serta dikarenakan kimia memiliki perbendaharaan kata yang khusus, diamana mempelajari kimia seperti mempelajari bahasa yang baru (Chang, 2003: 4). Selain itu, pembelajaran kimia di sekolah masih banyak yang menggunakan metode konvensional yaitu pembelajaran masih berpusat pada guru (teachercentered) sebagai sumber pengetahuan. Seringkali siswa merasa kesulitan akan memahami konsep-konsep kimia karena kimia bersifat konkret dan abstrak. Tentunya, hal tersebut akan menjadi dampak yang kurang baik bagi siswa dalam hasil belajar siswa dan memahami pelajaran kimia. Salah satu satunya terjadi pada pembelajaran kimia pada materi termokimia. Materi termokimia dalam pembelajaran kimia dipelajari di kelas XI MIA semester ganjil dalam kurikulum 2013. Termokimia merupakan materi kimia yang membutuhkan hafalan, pemahaman konsep, rumus-rumus, dan perhitungan matematika untuk menyelesaikan masalah pada soal termokimia. Materi ini bersifat abstrak karena siswa menerapkan persamaan reaksi dan rumus termokimia kedalam soal yang bersifat hitungan. Selain bersifat abstrak, materi termokimia juga bersifat konkret, misalnya mengidentifikasi reaksi eksoterm dan reaksi endoterm dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa dan guru mata pelajaran kimia di SMA Negeri 1 Karanganyar, diketahui bahwa mata pelajaran kimia khususnya materi termokimia masih dianggap sulit dan kurang menarik karena pada materi ini siswa masih kesulitan dalam menerapkan rumus dan reaksi termokimia kedalam soal yang bersifat hitungan. Dalam pembelajaran kimia materi termokimia, guru masih mengguakan metode konvensional dimana pembelajaran berpusat pada guru. Guru mengalami kesulitan dalam menerapkan model pembelajaran pada kurikulum 2013 dianggap memakan waktu yang lama sedangkan materi harus diselesaikan tepat waktu. Maka dari itu, guru menerapkan
3 model konvensional dimana siswa hanya menerima informasi yang diberikan oleh guru dan kurang terlibat aktif di dalam proses pembelajaran sehingga interaksi antar siswa-guru jarang terjadi. Hal ini menyebabkan lemahnya minat, motivasi, dan hasil belajar siswa. Berdasarkan fakta di lapangan, diketahui bahwa ternyata masih banyak siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Karanganyar yang mengalami kesulitan dalam memahami materi termokimia. Sebanyak 40% nilai ulangan harian materi termokimia siswa pada tahun pelajaran 2014/2015 masih berada di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimal, dengan nilai KKM pelajaran kimia 2,67. Berdasarkan uraian diatas, diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran kimia khusunya pada materi pokok termokimia. Salah satu upaya yang digunakan adalah pengguanaan model, metode, strategi dan pendekatan pembelajaran yang tepat sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan efisien. Model pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran termokimia yaitu model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar bagi siswa, misalnya dalam pemberian contoh masalah dan mereka harus menyelesaikan masalah tersebut melalui pengalaman belajar yang mereka miliki. Model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, inovatif dan kreatif dalam pemecahan masalah diantaranya model pembelajaran problem solving dan problem posing. Kedua model tersebut mengacu pada pemecahan masalah. Menurut Gagne (1985) dalam Mulyasa (2013: 111), kalau seorang siswa dihadapkan pada sutau masalah, pada akhirnya mereka bukan hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru. Idealnya aktivitas pembelajaran tidak hanya difokuskan pada upaya mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan segenap pengetahuan yang didapat untuk menghadapi situasi baru atau memecahkan masalah-masalah khusus yang ada kaitannya dengan bidang studi yang dipelajari. Hakikat pemecahan masalah adalah melakukan operasional prosedur urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistematis, sebagai seorang pemula (novice) memecahkan suatu masalah (Wena, 2010: 52).
4 Model pembelajaran problem solving menurut Hamdani (2011: 84) merupakan suatu cara penyajian pembelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Proses problem solving didasarkan pada pengetahuan, pemahaman dan keterampilan siswa yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan langkah-langkah yang sesuai untuk menemukan suatu jawaban dari pokok permasalahan yang dihadapinya. Schrader (1987: 518) mendeskripsikan problem solving sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang ketika seseorang tersebut tidak tahu apa yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan. Menggunakan problem solving membutuhkan proses kognitif yang tinggi dalam analisis, sintesis, dan evaluasi. Selain itu, menurut Cildir dan Nazan (2011: 2494) problem solving membutuhkan pengalaman dan keahlian sehingga guru dapat mengetahui kondisi negative seperti prasangka, miskonsepsi, dan kurangnya keterampilan operasional Problem posing menurut Ergun (2010: 9) merupakan model pembelajaran dimana siswa merumuskan permasalahan, menggunakan bahasa mereka sendiri, kosa kata, tata bahasa, struktur kalimat, isi dan sintak sesuai dengan situasi permasalahan. Menurut Hsiao (2013: 8), problem posing adalah model pembelajaran aktif dimana siswa membuat masalah dan memberikan jawaban dari masalah tersebut. Pada model ini, siswa diminta untuk membuat dan menyelesaikan masalah yang mereka buat serta mendiskusikan secara berkelompok. Selain model pembelajaran, ada beberapa faktor internal dapat mempengaruhi hasil belajar, namun belum sepenuhnya diperhatikan oleh guru. Salah satu faktor internal tersebut adalah kreativitas. Kreativitas menurut Munandar (1977: 47) adalah kemampuan a) untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada, b) berdasarkan data atau informasi tersedia, banyak kemungkinan menemukan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekannya adalah pada kualitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban, c) yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan. Kreativitas siswa
5 dapat digunakan dalam memecahkan suatu masalah yang baru dengan menggunakan cara-cara dan pengetahuan yang sudah mereka pelajari. Kreativitas siswa sejalan dengan model pembelajaran yang akan diterapkan dalam penelitian ini yaitu problem solving dan problem posing. Pada model pembelajaran probem solving kreativitas siswa ditekankan dalam menyelesaikan masalah yang ada dengan menggunakan cara-cara dan pengetahuan yang mereka pelajari. Sedangkan dalam model pembelajaran problem posing, kreativitas siswa ditekankan dalam pengajuan masalah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menyelesaikan masalah tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang pengaruh dari model pembelajaran problem solving dan problem posing pada materi pokok termokimia terhadap hasil belajar dengan memperhatikan faktor internal siswa yaitu kreativitas. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakan yang telah dikemukaan, dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut: 1. Guru kimia di SMA Negeri 1 Karanganyar belum menggunakan secara maksimal model pembelajaran pada kurikulum 2013 khususnya pada materi termokimia yang masih dianggap sulit dipahami dan dikuasai oleh siswa kelas XI MIA karena materi tersebut. bersifat abstrak dan memerlukan keterampilan menghitung, pemahaman konsep, dan hafalan yang mengakibatkan kurang maksimalnya hasil belajar siswa. 2. Sebanyak 40% nilai ulangan harian siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Karanganyar pada tahun pelajaran 2014/2015 masih di bawah nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). 3. Rendahnya ketuntasan belajar siswa dalam materi termokimia juga dipengaruhi oleh faktor internal siswa seperti motivasi, sikap ilmiah, berpikir kritis, berpikir kreatif dan lain-lain, namun guru belum memperhatikan faktor tersebut.
6 C. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA SMA Negeri 1 Karanganyar semester ganjil tahun pelajaran 2015/2016 2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving dan problem posing. 3. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah materi pokok Termokimia. 4. Hasil belajar yang ditinjau dari aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. aspek pengetahuan diperoleh dari hasil tes akhir, aspek sikap diperoleh dari observasi; angket penilaian diri; dan jurnal guru, serta aspek keterampilan diperoleh dari observasi dan laporan praktikum. 5. Faktor internal yang digunakan dalam penelitian ini adalah kreativitas siswa yang dikategorikan dalam tinggi dan rendah. 6. Kreativitas yang dimaksud adalah kreativitas verbal dengan struktur intelek Guilford. D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah ada pengaruh penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar? 2. Apakah ada pengaruh kreativitas terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar? 3. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing dengan kreativitas terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar?
7 E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengaruh penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar. 2. Pengaruh kreativitas terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar. 3. Interaksi antara penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing dengan kreativitas terhadap hasil belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Sebagai faktor penguat untuk menambah pengetahuan tentang penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya materi pokok termokimia apabila ditinjau dari kreativitas siswa. b. Bahan acuan bagi praktisi pendidikan untuk melakukan penelitian model pembelajaran problem solving dan problem posing. 2. Manfaat praktis a. Bagi guru, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan untuk menerapkan model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pelajaraan, sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. b. Bagi siswa, diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk meningkatkan hasil belajar khususnya pada pembelajaran kimia. c. Bagi sekolah dan masyarakat, diharapkan dapat dijadikan acuan yang berguna dalam hal usaha perbaikan peningkatan kualitas pembelajaran dan sumber daya manusia yang dihasilkan.