BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut peningkatan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan khususnya dalam pembelajaran di sekolah merupakan sesuatu yang mutlak untuk disikapi (Paulus, 2005 : 1). Pendidikan dipandang sangat penting bagi sebagian masyarakat Indonesia. Hal ini berkembang bersamaan dengan tuntutan peningkatan kualitas pendidikan dalam setiap jenjang yang sesuai dengan perkembangan kehidupan dan persaingan dalam era MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean (Agustini dkk, 2015 : 1). Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan penting dalam menentukan masa depan dan kelangsungan hidup suatu bangsa. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan generasi-generasi yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif dan berbudi pekerti luhur (Pamungkas, 2015 : 1). Upaya peningkatan kualitas pendidikan dilakukan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak yang terkait. Menyadari pentingnya pendidikan di Indonesia, pemerintah sebagai penentu kebijakan melakukan berbagai upaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Peraturan dan kebijakan dibuat untuk peningkatan kualitas pendidikan. Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, bahwa Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang 1
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat unsur penting terkhusus pembentukan karakter manusia Indonesia yang harus ditumbuhkembangkan dalam diri siswa dengan dasar keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah serta pembelajaran di kelas (Budimansyah, 2007 : 77). Upaya lain yang sudah dilakukan adalah melakukan perubahanperubahan kurikulum dari kurikulum 1994, menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2002, kemudian menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006. KTSP sudah berjalan hampir selama 8 tahun, namun karena pemerintah ingin memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia dalam menghadapi tantangan baru agar mempunyai daya saing Negara maju di era global, mencetak generasi-generasi yang berjiwa rohani, mampu bersosialisasi, berpengetahuan tinggi dan menghasilkan karyakarya sendiri maka kurikulum diganti menjadi kurikulum 2013 (Poerwati, 2013 : 23). Menurut Qomariyah (2014 : 34) masing-masing kurikulum memiliki ciri khas sendiri-sendiri yang menunjukkan sosok siswa yang paling pas dengan jamannya. Perubahan kurikulum diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Jadi dasar dari peningkatan kualitas pendidikan adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajarnya menjadi lebih baik. 2
Dimyati dan Mudjiono (2009 : 200) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan tingkat keberhasilan yang diperoleh oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran yang ditandai dengan nilai. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Arikunto (2012 : 126) yaitu suatu hasil yang diperoleh siswa dalam mengikuti pelajaran dinyatakan dalam bentuk angka, huruf atau katakata. Untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, proses pembelajaran direncanakan dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan karakteristik mata pelajaran serta dipersiapkan dengan baik agar pembelajaran lebih bermakna. Kemudian, pembelajaran harus berpusat pada siswa (student oriented) dan dapat membangkitkan minat belajar siswa di kelas (Degeng Sudana, 2012 : 46). Berbagai penelitian sebelumnya mengatakan bahwa guru di Indonesia masih mendominasi pembelajaran (teacher centered) dan kurang memberikan kesempatan siswa untuk berekspresi sesuai dengan karakteristik dan kompetensi pembelajaran. Di dalam penelitian Nani (2012 : 40) menyatakan bahwa guru belum optimal memberdayakan seluruh potensinya sehingga sebagian siswa belum mampu merespon secara optimal materi yang disampaikan oleh guru yang bersifat teacher centered, sehingga tidak banyak siswa yang mau bertanya dalam proses pembelajaran dan siswa kurang berani mengemukakan gagasan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Guru belum memahami metode pembelajaran yang sesuai dan cocok untuk dapat meningkatkan hasil belajar dan motivasi siswa dalam berkreatifitas. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Sanjaya (2010 : 27) dalam proses 3
pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Siswa sebagai objek belajar dan komunikasi bersifat satu arah saja sehingga menyebabkan siswa pasif dan merasa bosan dengan pembelajaran yang disampaikan guru. Pernyataan diatas juga terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran PPKn. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). PPKn merupakan wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari siswa (Azis, 2010 : 5). Namun, misi yang dibebankan pada mapel PPKn ternyata sulit dilaksanakan oleh para guru PPKn di sekolah, Focuss Group Discussion dengan guru-guru SMP dan SMA/K se-salatiga menegaskan adanya sejumlah permasalahan dalam pelaksanaan pembelajaran PPKn, diantaranya muatan materi PPKn begitu padat, sangat terbatasnya waktu yang tersedia untuk melaksanakan pembelajaran inovatif, kurang memadainya sarana dan prasarana sekolah yang diperlukan untuk mengembangkan pembelajaran inovatif, kurangnya dukungan dari pihak sekolah yang diperlukan guru dalam mengembangkan pembelajaran PPKn yang inovatif dan motivasi siswa untuk belajar rendah karena PPKn bukan mata pelajaran yang diuji-nasionalkan. PPKn dianggap kurang menarik dan membosankan sehingga siswa merasa jenuh terhadap proses pembelajaran yang konstan dan tetap. Akibatnya siswa menjadi enggan untuk mempelajari mata pelajaran PPKn dan berdampak pada hasil belajar siswa rendah (Sulasmono, 2012 : 95). 4
Dengan memperhatikan hal tersebut maka guru perlu mengembangkan metode pembelajaran bervariasi yang dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam menerima pembelajaran dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Menurut Sulasmono (2012 : 95) diperlukan metode pembelajaran yang mampu menjembatani kesenjangan antara tujuan ideal mata pelajaran PPKn dengan kondisi lapang dimana mata pelajaran harus diajarkan. Kesenjangan menunjukkan adanya kebutuhan akan metode pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran PPKn. Salah satu alternatif yang dapat dipilih adalah kreatifitas guru memilih metode pembelajaran. Sanjaya (2010 : 147) berpendapat metode adalah suatu cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan untuk mencapai tujuan. Ketrampilan menggunakan metode sangat mendukung suatu proses pembelajaran dan guru mampu menarik perhatian siswa dan melibatkan siswa secara aktif. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki pembelajaran PPKn adalah dengan penerapan metode kooperatif. Pada dasarnya metode pembelajaraan kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2011 : 56). Menurut Slavin (dalam Taniredja dkk, 2012 : 56) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam kelas dijadikan kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang untuk memahami konsep 5
dengan difasilitas guru. Pembelajaran kooperatif anggota-anggota kelompok saling ketergantungan yaitu saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan pembelajaran (Solihatin, 2007 : 7). Pembelajaran kooperatif terdiri dari banyak metode yang dapat diterapkan diantaranya yaitu Student Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT). Sanjaya (2010 : 242) menjelaskan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan metode pembelajaran menggunakan sistem penggelompokkan atau tim kecil yaitu antara 4-5 orang yang mempunyai latar belakang, kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa atau suku yang berbeda (heterogen). STAD terdiri dari lima komponen utama yaitu presentasi kelas, kerja tim, kuis, skor perbaikan individual dan penghargaan tim. Dalam metode ini kerja tim menjadi ciri terpenting (Nur, 2005 : 20-22). Metode ini dipilih oleh peneliti karena dalam pembelajaran metode ini terdapat kuis dan penghargaan kelompok. Dengan diberikan hal tersebut siswa akan lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran dengan metode ini. Selanjutnya, NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan dikembangkan untuk melibatkan siswa lebih banyak dalam memahami materi yang tercakup dalam suatu pelajaran (Trianto, 2010 : 78). Dengan metode ini siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan teman sekelompoknya. Metode ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dengan metode ceramah (Lungdren dalam Ibrohim dkk, 2000 : 80). Kagan (dalam Lie, 2010 : 59) menyatakan pembelajaran kooperatif NHT 6
memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Dengan menggunakan metode ini siswa tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dengan temannya. Ada berbagai penelitian mengenai penerapan metode STAD dan NHT yang pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Megawati Irmadani (2013) yang berjudul Perbedaan hasil belajar Ekonomi siswa yang belajar dengan metode pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan tipe Numbered Head Together (NHT) pada siswa Kelas X SMA Negeri 7 Padang. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan metode STAD dan NHT terhadap hasil belajar siswa, metode STAD lebih unggul dibandingkan NHT. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Roma Tri Pamungkas (2015) yang berjudul Pengaruh penggunaan metode pembelajaran tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dengan tipe Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar Sosiologi siswa Kelas XI IPS Semester Ganjil di SMA Negeri 1 Sambungmacan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan penggunaan metode STAD dan NHT terhadap hasil belajar siswa, metode NHT lebih unggul dibandingkan STAD. Berdasarkan kedua penelitian diatas, diketahui metode STAD dalam mata pelajaran Ekonomi SMA lebih unggul dari NHT dan metode NHT dalam mata pelajaran Sosiologi SMA lebih unggul dari STAD. Sedangkan, dalam penelitian ini akan mengetahui dan menguji penerapan metode STAD dan NHT dalam mata pelajaran PPKn SMA. 7
Penelitian dilakukan di SMA Kristen Satya Wacana yang beralamat di Kota Salatiga. Sekolah ini dijadikan subjek penelitian, karena memiliki siswa yang berasal dari berbagai suku, budaya dan agama berbeda, siswa juga memiliki kemampuan mengakses informasi secara cepat karena didukung oleh internet dalam ponselnya sehingga cocok untuk penerapan metode STAD dan NHT dalam mata pelajaran PPKn. Selain itu, sekolah ini dekat dengan lingkungan akademisi yaitu Universitas Kristen Satya Wacana, sehingga para guru mendapatkan pengetahuan mengenai inovasi-inovasi dalam pembelajaran. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan eksperimen dengan judul PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS XII SMA KRISTEN SATYA WACANA KOTA SALATIGA SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2016/2017 DALAM MATA PELAJARAN PPKn DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT). 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut : 1.2.1. Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar aspek pengetahuan siswa kelas XII SMA Kristen Satya Wacana Kota Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 dalam mata pelajaran PPKn dengan menggunakan metode pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT)? 8
1.2.2. Apakah ada perbedaan yang signifikan hasil belajar aspek sikap siswa kelas XII SMA Kristen Satya Wacana Kota Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 dalam mata pelajaran PPKn dengan menggunakan metode pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT)? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1.3.1. Mengetahui dan menguji perbedaan yang signifikan hasil belajar aspek pengetahuan siswa kelas XII SMA Kristen Satya Wacana Kota Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 dalam mata pelajaran PPKn dengan menggunakan metode pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT). 1.3.2. Mengetahui dan menguji perbedaan yang signifikan hasil belajar aspek sikap siswa kelas XII SMA Kristen Satya Wacana Kota Salatiga semester 1 tahun pelajaran 2016/2017 dalam mata pelajaran PPKn dengan menggunakan metode pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dan Numbered Head Together (NHT). 1.4. Manfaat Penelitian Penulis secara rinci mengemukakan manfaat penelitian sebagai berikut: 1.4.1. Manfaat Teoritis 1.4.1.1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian mengenai efektifitas implementasi metode pembelajaran di sekolah. 1.4.1.2. Menambah bahan kajian dalam mata kuliah metode pembelajaran di Progdi PPKn FKIP UKSW. 1.4.1.3. Sebagai acuan peneliti selanjutnya yang berkeinginan meneliti mengenai metode pembelajaran dengan kasus yang sama. 9
1.4.2. Manfaat Praktis 1.4.2.1. Bagi penulis hasil penelitian dapat dijadikan pengalaman penelitian berkaitan dengan eksperimen metode pembelajaran terhadap hasil belajar siswa. 1.4.2.2. Bagi siswa hasil penelitian dapat mengetahui hasil belajar yang telah dicapai dalam pembelajaran dengan metode pembelajaran kooperatif. 1.4.2.3. Sebagai masukan kepada guru dalam menerapkan metode pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran yang menarik dan kreatif. 1.4.2.4. Sebagai bahan pertimbangan kepala sekolah dalam rangka tugas supervisi akademik. 10