IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VII ANALISIS PERBANDINGAN USAHATANI

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VI. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Umur, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman berusahatani

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Cibodas merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Letak Geografis dan Topografi Daerah Penelitian

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SAWAH DENGAN METODE SRI (System of Rice Intensification) DI DESA EMPAT BALAI KECAMATAN KUOK KABUPATEN KAMPAR

SURYA AGRITAMA Volume I Nomor 1 Maret 2012 KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH PETANI GUREM DI DESA MLARAN KECAMATAN GEBANG KABUPATEN PURWOREJO

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Kersana mempunyai 13

METODE PENELITIAN. deskriptif analisis, pelaksanaan penelitian ini menggunakan studi komparatif,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

VII ANALISIS PENDAPATAN

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. status suatu gejala yang ada. Data dikumpulkan disusun, dijelaskan dan kemudian

BAB VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI CAISIM

METODE PENELITIAN. merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU. Umumnya petani ubi kayu Desa Pasirlaja menggunakan seluruh lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Petani cabai merah lahan pasir pantai di Desa Karangsewu berusia antara

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Pringsewu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 48

V. GAMBARAN UMUM. Desa Lulut secara administratif terletak di Kecamatan Klapanunggal,

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. tanggungan keluarga, luas lahan, status kepemilikan lahan, pengalaman bertani,

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang tidak mengalami kelangkaan pupuk dilihat berdasarkan produktivitas dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV METODE PENELITIAN

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

III. METODE PENELITIAN. penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional. mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

GAMBARAN UMUM. dan berpenduduk jiwa dengan luas wilayah 90,58 km 2. Kecamatan Raman. Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian kelayak usahatani dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Komponen PTT Komponen teknologi yang telah diintroduksikan dalam pengembangan usahatani padi melalui pendekatan PTT padi rawa terdiri dari:

III. METODOLOGI TUGAS AKHIR (TA)

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Undaan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kudus

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Karangsewu, Pandowan dan Tirtorahayu yang terbagi dalam 75 pedukuhan, 148

KERAGAAN DAN TINGKAT KEUNTUNGAN USAHATANI KEDELAI SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN KABUPATEN SAMPANG

BAB III PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGGARAPAN SAWAH (MUZARA AH) DI DESA PONDOWAN KECAMATAN TAYU KABUPATEN PATI

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Desa Penelitian Letak Geografis dan Topografis Desa

ANALISIS TITIK IMPAS USAHATANI KEDELAI

BAB III PETANI DAN HASIL PERTANIAN DESA BENDOHARJO. A. Monografi dan Demografi Desa Bendoharjo

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian. Kabupaten Wonosobo, terletak lintang selatan

V. GAMBARAN UMUM. menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

ANALISIS USAHATANI PADI SAWAH DI DESA KEMUNING MUDA KECAMATAN BUNGARAYA KABUPATEN SIAK

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kecamatan Kretek

BAB III PRAKTIK PENGGARAPAN TANAH SAWAH DENGAN SISTEM SETORAN DI DESA LUNDO KECAMATAN BENJENG KABUPATEN GRESIK

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. yang dianggap sudah mewakili dari keseluruhan petani yaitu sebanyak 250 orang

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

STUDI KOMPARATIF USAHATANI ANTARA SISTEM TANAM PADI JAJAR LEGOWO DAN SISTEM TANAM PADI KONVENSIONAL DI DESA SIDOAGUNG KECAMATAN GODEAN

Lampiran 1. Pengukuran Variabel. Tabel 1. Pengukuran variabel profil anggota kelompok tani Sri Makmur

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Teknik Budidaya Ikan Nila, Bawal, dan Udang Galah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Wilayah Pelaksanaan Zakat Tambak Udang di Desa. Sedayulawas Kecamatan Brondong Kabupaten Lamongan

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

METODE PENELITIAN. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode deskriptif.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

IV. KEADAAN UMUM DESA GEDANGAN. A. Letak Geografis, Batas dan Kondisi Wilayah. Purwodadi. Kabupaten Grobogan terletak pada sampai Bujur

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kranggan, Desa Banaran, Desa Nomporejo, Desa Karangsewu, Desa Pandowan

Transkripsi:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Letak Geografis Desa Penelitian Desa Ketapang terletak di Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan batasan wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Sidoharjo Sebelah Selatan : Desa Tawang dan Desa Timpik Sebelah Barat : Desa Susukan Sebelah Timur : Desa Gentan dan Desa Bakalrejo Secara geografis desa ketapang memiliki data orbitrasi (jarak dari pusat pemerintahan) adalah sebagai berikut : Pusat Pemerintahan Kecamatan : 1 km Pusat Pemerintahan Kabupaten : 55 km Pusat Pemerintahan Provinsi : 75 km Desa Ketapang terdiri dari 6 Rukun Warga (RW), 5 Dusun, 31 Rukun Tetangga (RT). Luas Wilayah Desa Ketapang adalah 316 Ha, dengan luas lahan sawah sebesar 160 Ha dan 156 Ha adalah areal bukan persawahan. Letak Desa Ketapang berada pada ketinggian 318 1450 meter di atas permukaan laut,dengan suhu udara rata-rata 27-29 o C dengan curah hujan rata-rata 21 mm /tahun. 4.1.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan data demografi pada awal tahun 2016, jumlah penduduk Desa Ketapang, Kecamatan Susukan berjumlah 5.437 jiwa yang terdiri dari 2.711 lakilaki dan 2.726 perempuan. Mata pencaharian penduduk Desa Ketapang Kecamatan Susukan cukup beragam, selain bertani penduduk Desa Ketapang Kecamatan Susukan juga bekerja diluar sektor pertanian, antara lain sebagai pengurus rumah tangga, pelajar/mahasiswa, pensiunan, PNS, TNI, pedagang, petani/pekebun, karyawan swasta,buruh tani, guru, sopir, perdagangan, perangkat desa dan wiraswasta. 17

Berikut data distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Distribusi penduduk berdasarkan mata pencaharian No Pekerjaan Jumlah (jiwa) Jumlah Total Laki-laki Perempuan (Jiwa) 1. Belum bekerja/tidak bekerja 689 669 1.358 2. Mengurus rumah tangga 0 481 481 3. Pelajar/Mahasiswa 441 361 802 4. Pensiunan 38 36 74 5. PNS 31 20 51 6. TNI 5 0 5 7. Perdagangan 23 29 52 8. Petani 225 219 444 9. Karyawan Swasta 208 190 398 10. Buruh Tani 18 22 40 11. Guru 12 22 34 12. Sopir 15 0 15 13. Pedagang 30 16 46 14. Perangkat Desa 10 0 10 15. Wiraswasta 486 308 794 JUMLAH 2231 2373 4604 Sumber : Data Monografi Desa Ketapang, 2016 4.2. Karakteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani padi yang ada di Desa Ketapang. Petani padi yang menjadi responden adalah petani padi konvensional dan petani padi organik. Untuk mengetahui karakteristik responden dilihat berdasarkan umur petani, tingkat pendidikan, luas lahan dan jumlah anggota keluarga. Karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 4.2. 18

Tabel.4.2. Karakteristik Responden Karakteristik Usia (Tahun) Kategori Organik Konvensional Orang (%) Orang (%) 30-39 2 7 0 0 40-49 16 54 6 20 50-59 8 26 13 44 >60 4 13 11 36 Total 30 100 30 100 Rata-rata usia 47,8 55,4 (sig) (0,001)* Pendidikan SD 16 54 24 80 SMP 6 20 5 16 SMA 5 16 0 0 PT 3 10 1 4 Total 30 100 30 100 Rata-rata Pendidikan SMP SD (sig) (0,040)* Jumlah anggota keluarga < 3 10 34 9 30 (Orang) 3-5 20 66 21 70 Total 30 100 30 100 Rata-rata Jumlah anggota keluarga 3 3 (sig) (0,308) tn < 0,25 2 7 % 0 0 67 0,25-0,5 27 90 % 20 Luas Lahan (ha) % >0,5 1 3 % 10 33 % Total 30 30 100 Rata-rata Luas Lahan 0,34 0,36 (sig) (0,671) tn Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05 tn : Tidak nyata a. Usia Rata-rata usia petani padi organik adalah 47,8 tahun, sedangkan rata-rata petani padi konvensional adalah 55,4 tahun. Sebagian besar usia petani padi organik adalah pada kisaran usia 40-49 tahun (54%), kisaran usia 30-39 tahun memiliki prosentase terkecil, sedangkan usia petani padi konvensional yang terbanyak pada kisaran usia 50-59 tahun, dan tidak ada petani pada kisaran usia 30-39 tahun. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka usia petani padi organik memiliki perbedaan secara signifikan dengan usia petani padi konvensional, Penelitian (Nurdin,2011), menjelaskan bahwa keatas biasanya sulit menerima hal-hal baru. petani yang berusia 50 tahun 19

b. Pendidikan Berdasarkan tabel 4.2 Rata-rata tingkat pendidikan yang ditempuh petani organik adalah SMP dan Rata- rata pendidikan petani padi konvensional adalah SD. Petani padi organik yang berpendidikan SD berjumlah 16 orang (54%), petani dengan tingkat pendidikan SMP sebanyak 6 orang (20%), dan SMA yaitu 5 orang (16%) sedangkan petani yang menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi berjumlah 3 orang (10%), sedangkan pada petani padi konvensional yang berpendidikan SD dalah 24 orang (80%), responden dengan pendidikan SMP sebanyak 5 orang (16%),dan tidak ada petani yang berpendidikan SMA, dan petani yang menempuh pendidikan perguruan tinggi berjumlah 1 orang (4%). Penelitian (Restu,2008) mendapatkan bahwa rata-rata pendidikan petani padi adalah pada tingkat sekolah dasar (SD). Jika dilihat dari nilai signifikansi, maka pendidikan petani padi organik dan petani padi konvensional memiliki perbedaan secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian penelitian (Restu,2008) yang mengatakan bahwa Biasanya petani mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar kurang memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya dalam melakukan perubahan usahataninya. Hal ini karena petani melakukan perubahan mengikuti petani lain. Sedangkan petani yang berpendidikan akan selalu berhati hati dalam mengambil keputusan dengan terlebih dahulu memperhitungkan resiko yang akan dihadapinya. c. Jumlah anggota keluarga Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah anggota keluarga paling banyak adalah 3-5 orang baik petani organik maupun petani konvensional dengan jumlah rata-rata anggota keluarga 3 orang. Menurut Barthan (2011), jumlah anggota keluarga merupakan salah satu penyedia jasa tenaga kerja. Jika dilihat dari nilai signifikansi, maka jumlah anggota keluarga petani organik tidak berbeda nyata secara statistik dengan jumlah anggota keluarga petani konvensional. d. Luas lahan Dari tabel diatas menunjukkan mayoritas respoden memiliki luas usahatani dengan luas 0,25-0,5 ha sebanyak 27 orang (90 %).untuk petani padi organik dan 20 orang (67 %) untuk petani konvensional dan luas lahan paling rendah yang 20

dimiliki petani adalah < 0,25 ha dengan jumlah petani 2 orang (7%) untuk petani padi organik sedangkan untuk petani padi konvensional tidak ada yang memiliki luas lahan kurang dari < 0,25 ha petani kebanyakan dalam menanam padi, baik itu padi organik maupun padi konvensional menggunakan lahan nya sendiri. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka luas lahan petani padi organik tidak berbeda nyata secara statistik dengan luas lahan petani padi konvensional. Menurut penelitian (Inggit, 2006) menjelaskan bahwa perbedaan luas lahan yang digarap oleh petani mempengaruhi tingkat produksi dari padi yang dihasilkan. 4.3. Analisis jumlah dan Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional Tabel 4.3 menjelaskan jumlah sarana produksi dan tenaga kerja yang digunakdalam usahatani padi organik dan konvensional dilokasi penelitian. Tabel 4.3. Jumlah sarana produksi Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional Sarana produksi Padi Organik Padi Konvensional Benih (kg/ha) 24,08 23,26 Pupuk kandang (kg/ha) 1214,24 1193,97 Pupuk MOL (Liter/ha) 26,27 - Pupuk Ferinci (liter/ha) 3,29 - Pupuk urea (kg/ha) - 203,17 Pupuk ponska (kg/ha) - 199,92 Pestisida (liter/ha) 10 34,20 Tenaga kerja dalam dan luar 124,43 112,38 keluarga (HOK) / ha Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Berdasarkan table 4.3 dapat dilihat bahwa penggunaan benih yang digunakan petani padi organik lebih besar yaitu 24,08 (Kg/ha) daripada benih yang digunakan oleh petani padi konvensional yaitu 23,26 (Kg/ha), jumlah penggunaan benih berbeda karena jarak tanam dan jumlah bibit per lubang tanam berbeda. Jarak tanam untuk petani padi organik adalah 20 cm X 20 cm dengan jumlah bibit yang di gunakan 3-5 per lubang tanam sedangkan jarak tanam untuk padi konvensional adalah 25 X 25 dengan dengan jumlah bibit per lubang tanam adalah 2-3. Bibit yang digunakan oleh petani padi organik di Desa Ketapang merupakan bibit yang dibuat sendiri baik oleh anggota maupun ketua kelompok tani, yang nantinya ketua kelompok tani akan membagikan bibit tersebut kepada petani anggota lain yang tidak mampu membuat bibitnya sendiri. Varietas yang 21

ditanam oleh petani padi organik yaitu Menthik susu. Untuk pertanian konvensional, varietas bibit yang digunakan yaitu IR 64 dan umbul. Pupuk kandang yang digunakan petani padi organik rata-rata adalah 1214,24 kg/ha sedangkan pupuk kandang yang digunakan oleh petani padi konvensional adalah 1193,97 kg/ha Selain menggunakan pupuk kandang, petani padi organik pun menggunakan pupuk daun sebagai pupuk pelengkap, yaitu menggunakan mikroorganisme lokal (MOL). Hal ini dilakukan petani untuk menambah jumlah unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. MOL ini digunakan dengan cara disemprotkan menggunakan handsprayer. Pada umumnya MOL dibuat sendiri oleh petani karena menggunakan bahan-bahan organik. Berdasarkan data yang diperoleh dari petani kebutuhan MOL yang digunakan rata-rata sebesar 26,27 lt/ha. Dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit pada usahatani organik tidak menggunakan pestisida. Untuk pengendalian hama dan penyakitnya, para petani organik melakukannya dengan cara pengendalian fisik dan penyemprotan dengan menggunakan BAS Pengendalian fisik dilakukan dengan cara mencabut gulma yang berada dilahan dan pematang sawah, sedangkan penyemprotan hama dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati yaitu dengan BAS (Bio arang Sekam) yang biasanya dibuat sendiri. Pada petani padi konvensional, petani dalam melakukan pengendalian hama dan penyakitnya menggunakan pestisida. Pestisida yang digunakan oleh petani konvensional antara lain afidor, matador, hamador dan regent. Tenaga kerja yang digunakan petani dalam usahatani organik maupun konvensional adalah tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga luar keluarga, ratarata penggunaan tenaga kerja pada usaha tani organik adalah 124,43 HOK. Tenaga kerja usahatani konvensional lebih rendah daripada usahatani organik yakni 112,38 HOK karena dalam pemeliharaan seperti penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit usahatani memerlukan tenaga kerja lebih banyak dari pada usahatani konvensional. 22

Tabel 4.4 menjelaskan tentang analisis biaya, penerimaan dan keuntungan usahatani padi organik dan padi konvensional di lokasi penelitian. Tabel 4.4. Analisis Biaya Usahatani Padi Organik dan Padi Konvensional Jenis Biaya Padi Organik Padi Konvensional Biaya Variabel Benih 240.788 232.635 Pupuk kandang Rp/ha) 1.214.236 1.193.968 Pupuk MOL (Liter/ha) 262.733 - Pupuk Ferinci 16.439 - Pupuk urea (Rp//ha) - 406.349 Pupuk ponska - 507.937 Pestisida 97.345 572.845 Tenaga kerja dalam dan luar keluarga 5.334.366 5.188.524 Biaya selep ( Rp/ha) 1.429.947 1.699.352 Total biaya variabel (Rp./ha) 8.599.855 9.801.610 Biaya tetap Irigasi 262.768 358.603 Pajak (Rp/Ha) 82.434 80.905 Total biaya tetap 345.202 439.508 Total biaya variabel dan biaya tetap 7.515.110 8.541.766 gabah Total biaya variabel dan biaya tetap 8.945.057 10.241.118 beras Produktivitas Gabah (Kg/Ha/MT) 5812,79 6907,94 Harga Jual Gabah (Rp/Kg) 5000 4.000 Penerimaan Gabah (Rp/Ha/MT) 29.063.973 27.631.760 Produktivitas Beras (Kg/Ha/MT) 2990,50 3553,91 Harga Jual Beras (Rp/Kg) 11.750 7000 Penerimaan Beras (Rp/Ha/MT) 35.138.338 24.877.386 Keuntungan Usahatani dalam bentuk 21.578.863 19.089.994 Gabah Keuntungan Usahatani dalam bentuk 26.193.281 14.636.268 Beras Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi organik lebih kecil dibanding dengan rata-rata total biaya yang dikeluarkan dalam usahatani padi konvensional, yaitu sebesar Rp 8.067.057 untuk usahatani padi organik, dan Rp 10.241.118 untuk usahatani padi konvensional. Menurut Paimin (1991), mengatakan besarnya penerimaan diperoleh dari hasil kali produktivitas dengan harga. Berdasarkan hasil perhitungan dari Tabel 4.4 diketahui rata-rata penerimaan usahatani padi organik dalam bentuk gabah Rp 29.963.973 dan padi konvensional Rp 27.631.746. Hal ini disebabkan pada harga jual padi organik Rp 5000/kg lebih tinggi dibandingkan harga jual padi konvensional Rp 4.000/Kg, sedangkan rata-rata penerimaan 23

usahatani padi organik dalam bentuk beras Rp.35.138.338 dan rata-rata penerimaan untuk padi konvensional Rp.24.877.386. Hal ini disebabkan pada harga jual padi organik Rp. 11.750/kg lebih tinggi dibandingkan harga jual padi konvensional Rp 7000/Kg Menurut penelitian Inggit (2009) menyimpulkan bahwa rata-rata penerimaan usahatani organik Rp 17.259.000 dalam bentuk gabah dengan hasil GKP sebesar 5.753 kg/ha, sedangkan rata-rata penerimaan usahatani konvensional 12.212.000 dalam bentuk gabah, dengan hasil produksi GKP sebesar 6.106 kg/ha.penelitian yang dilakukan di Desa Ketapang penerimaan yang diperoleh petani konvensional sebesar Rp 27.631.760 dan penerimaan yang di peroleh petani organik sebesar Rp 29.063.973/haJika dilihat dari hasil produksi GKP per hektar ternyata padi organik lebih kecil jika dibandingkan dengan padi konvensional,dengan jumlah produksi 5812,79 kg/ha (padi organik) dan 6907,94 kg/ha (padi konvensional) namun rata-ratapenerimaan total petani organik lebih besar dari petanikonvensional, dengan rata-rata penerimaan Rp. 29..063.973 / ha (padi organik) dan Rp 27.631.760/ha. Besarnya rata-rata penerimaanyang diperoleh petani padiorganik dikarenakan harga jual GKP padi organik per kilogram lebih tinggi dari harga jual GKP padi konvensional per kilogramnya, yaitu Rp. 5000/Kgsedangkan harga GKP untuk padi konvensional adalah Rp. 4000/Kg. 4.4 Analisis Daya Saing Usahatani Padi Organik terhadap Usahatani Padi Konvensional Tabel 4.4. memaparkan tentang Analisis keunggulan daya saing usatani padi organik terhadap usahatani konvensional dalam bentuk gabah. Tabel 4.5. Analisis Daya Saing usahatani padi organik terhadap usahatani konvensional bersaing dengan dalam bentuk gabah Komoditas Produktifitas (kg/ha) Harga (Rp/Kg) Biaya Keuntungan Padi Organik 5812,79 5000 7.515.110 21.576.863 Padi Konvensional 6907,94 4.000 8.541.766 19.089.994 Keunggulan padi organik 5321,021 4.577 terhadap padi konvensional (Gabah) Sumber : Analisis Data Primer, 2016 24

Daya saing usahatani padi organik terhadap usahatani padi konvensional dapat diketahui melalui analisa tingkat harga dan produktivitas minimum. Berdasarkan Tabel 4.5, produktivitas minimum agar usahatani padi organik dalam bentuk produk gabah dapat bersaing dengan usahatani padi secara konvensional adalah 5.321,021 kg/ha, dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual, dengan selisih 491,769 kg. Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional Jika dilihat dari segi harga, harga minimum agar usahatani padi organik dalam bentuk produk gabah dapat bersaing dengan usahatani padi secara konvensional adalah Rp.4.577/kg., dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual, dengan selisih Rp. 423 Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional. Usahatani padi organik mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional karena, biaya padi organik lebih efisien karena biaya pembelian pupuk lebih rendah dan harga padi organik cukup tinggi. Tabel 4.6. memaparkan tentanganalisis keunggulan kompetitif usatani padi organik terhadap usahatani konvensional dalam bentuk beras. Tabel 4.6. Analisis Daya Saing usatani padi organik terhadap usahatani konvensional dalam bentuk Beras. Komoditas Produktivitas (kg/ha) Harga (Rp/Kg) Biaya Keuntungan Komoditas Padi 2990,50 11.750 8.945.057 26.193.281 Organik Komoditas 3553,91 7000 10.241.118 14.636.268 Padi Konvensional Keunggulan komoditas padi organik 2006,921 7.885 terhadap komoditas padi konvensional (Beras) Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Berdasarkan Tabel 4.5, produktivitas minimum agar usahatani padi organik dalam bentuk produk beras dapat bersaing dengan usahatani padi secara konvensional adalah 2006,921kg/ha, dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual, dengan selisih 983,579 kg/ha. Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional. 25

Jika dilihat dari segi harga, harga minimal padi organik dalam bentuk produk beras yang harus dicapai agar dapat bersaing terhadap padi konvensional adalah Rp. 7.889/kg, dimana tingkat tersebut masih dibawah capaian aktual, dengan selisih Rp. 3.865. Hasil analisis tersebut menunjukkan saat ini usahatani padi organik masih mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional. Usahatani padi organik mampu bersaing dengan usahatani padi konvensional karena, biaya padi organik lebih efisien karena biaya pembelian pupuk lebih rendah dan harga padi organik cukup tinggi 4.5 Analisis R/C Ratio Tabel 4.7 menjelaskan tentang analisis R/C Ratio usahatani padi organik dan padi konvensional di lokasi penelitian Tabel 4.7.Analisis R/C Ratio usahatani padi organik dan padi konvensional Keterangan Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Konvensional Gabah Beras Gabah Beras Penerimaan (Rp/MT) 29.063.973 35.138.338 27.631.760 24.877.386 Total biaya (Rp/MT) 7.515.110 8.945.057 8.541.766 10.241.118 R/C ratio (Per MT) 3,87 3,92 3,23 2,43 Uji beda R/C ratio gabah organik vs konvensional Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05 tn Tidak nyata (0,005) tn Uji beda R/C ratio beras organik vs konvensional (0,000) tn Pada Tabel 4.7 terlihat bahwa usahatani padi organik dan usahatani padi konvensional baik dalam bentuk gabah maupun dalam bentuk beras layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C Ratio > 1. R/C Ratio tertinggi didapat oleh usahatani padi organik yang hasilnya dalam bentuk beras, sedangkan R/C Ratio terendah pada usahatani padi konvensional dalam bentuk beras. Tabel 4.7 menjelaskan bahwa nilai R/C ratio atas penggunaan biaya usahatani padi konvensional lebih kecil dari R/C ratio usahatani padi organik baik dalam bentuk gabah maupun dalam bentuk beras. Pada usahatani padi organik dalam bentuk gabah didapat R/C ratio 3,87 artinya petani memperoleh keuntungan sebesar Rp 3,87 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sedangkan dalam bentuk beras R/C Ratio 3,92 artinya petani memperoleh keuntungan sebesar 3,92 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan,pada petani padi konvensional 26

dalam bentuk gabah didapat R/C Ratio sebesar 3,23 artinya petani memperoleh keuntungan sebesar 3,23 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sedangkan dalam bentuk beras R/C Ratio 2,43 artinya petani memperoleh keuntungan sebesar 2,43 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai R/C Ratio padi organik dalam bentuk gabah lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C Ratio padi konvensional bentuk gabah, dimana nilai R/C Ratio padi organik dalam bentuk gabah 3,87 sedangkan nilai R/C Ratio padi konvensional 3,23.hal tersebut dikatenakan penerimaan dari padi organik berbentuk gabah (Rp 29.063.973) lebih besar dari penerimaan padi konvensional (Rp 27.631.760) dan biaya yang dikeluarkan lebih besar padi konvensional (Rp 8.541.766) dibandingkan dengan padi organik (Rp 7.515.110). jika dilihat dari nilai signifikansinya R/C Ratio padi organik dalam bentuk ganah berbeda nyata secara statistik dengan R/C Ratio padi konvensional. Jika dilihat dari nilai R/C Ratio padi organic (dalam bentuk beras), nilai R/C Rasio padi organik lebih besar daripada nilai R/C Ratio padi konvensional, dimana nilai R/C Ratio padi organik adalah 3,92 dan padi konvensional adalah 2,43. Hal tersebut terjadi karena penerimaan yang diterima petani lebih besar padi organic(rp35.138.338) dibandingjkan dengan padi konvensional (Rp 27.631.760)dan biaya yang di keluarkan dalam budidaya padi organik (Rp 8.945.057) lebih kecil dibanding dengan biaya padi konvensional (Rp 10.241.118). jika dilihat dari nilai signifikansinya R/C Ratio padi organik berbeda nyata secara statistik dengan padi konvensional (dalam bentuk beras). Jumlah produksi beras dari usahatani padi organik adalah 2990,50 kg per ha, dengan harga beras per kg Rp.11.750 dengan penerimaaan petani dari penjualan beras sebesar 35.138.338 keuntungan petani adalah Rp. 26..193.281 per ha. nilai R/C Ratio dalam usahatani padi organik adalah 3,92 dimana angka ini menunjukkan usahatani ini mengalami keuntungan sehingga layak untuk dilanjutkan, penelitian Tamba dkk (2017 ) menyebutkan bahwa Jumlah produksi beras dari usahatani padi sawah dengan metode SRI adalah 3.014,51 kg per ha, dengan harga beras per kg Rp.11.500, maka penerimaaan petani dari penjualan beras sebesar Rp.34.666.882,25 per ha. Pendapatan bersih petani dengan sistem tanam SRI ini adalah Rp.14.953.667,01 per ha. Nilai RCR dalam usahatani 27

dengan sistem tanam SRI ini adalah 1,76 dimana angka ini menunjukkan usahatani ini mengalami keuntungan sehingga layak untuk dilanjutkan. Dengan demikian hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tamba dkk, (2017) yaitu usahatani padi organik dalam bentuk beras layak dan menguntungkan untuk diusahakan, meskipun nilai R/C Ratio penelitian (Tamba dkk, 2017) lebih kecil dari penelitian ini. Jumlah produksi petani padi organik adalah 5.812,79 gabah kering panen, petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual gabah tersebut Rp 5000 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering tersebut sebesar Rp. 29.063.973 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini adalah 3,87 dimana angka ini menunjukkan usahatani tersebut mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. Hasil penelitian ini nilai R/C Ratio yang dihasilkan lebih besar dari Penelitian Tamba dkk, (2017) yang mengatakan Jumlah produksi petani padi dengan memakai metode SRI di Desa Rambah Salo Kecamatan Rambah Salo Kabupaten Rokan Hulu dalam penelitian Abdul Gafar (2014) adalah 5.245 kg/ha gabah kering panen. Petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual gabah tersebut Rp.3.568,00 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering tersebut sebesar Rp.18.586.364,00 per ha dan nilai RCR dalam penelitian ini adalah 2,48 dimana angka ini menunjukkan usahatani tersebut mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. Tetapi dari hasil R/C Ratio yang didapatkan usahatani padi organik dalam bentuk gabah sama-sama layak dan menguntungkan untuk dijalanjan karena nilai RCR > 1. Jumlah produksi petani padi konvensional adalah 6907,94 gabah kering panen, Petani menjual dalam bentuk gabah kering dengan harga jual gabah tersebut Rp 4000 per kg. Penerimaan petani dari penjualan gabah kering tersebut sebesar Rp. 27.631.760 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini adalah 3,23 dimana angka ini menunjukkan usahatani tersebut mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. Menurut penelitian Tamba dkk, (2017) jumlah produksi petani padi dengan sistem konvensional dalam penelitian Filardi dan Elida (2014) adalah sebesar 3.010,94 kg per ha gabah kering giling. Petani dalam penelitian ini menjual dalam bentuk gabah dimana harga gabah tersebut adalah sebesar Rp.12.344.843,75 per 28

ha. Pendapatan bersih yang diterima oleh petani dalam penelitian ini adalah Rp.4.949.214,19 per ha. Nilai RCR dalam penelitian ini sebesar 1,64 dimana usahatani ini mengalami keuntungan dan layak untuk dilanjutkan. penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian (Tamba dkk,2017) nilai R/C Ratio nya lebih tinggi, tetapi sama- sama menguntungkan dan layak untuk diusahakan, karena nilai RCR > 1. 4.6 Analisis Titik Impas Usahatani Padi Organik Dan Konvensional Tabel 4.8. analisis titik impas produktivitas dan titik impas harga Usahatani Biaya Produktivitas (Kg/ha) Harga pasar TIP (Kg/ha) TIH Padi organik (gabah) 7.515.110 5812,79 5000 1.503,02 1.293 Padi Konvensional 8.541.766 6907,94 4000 2135,44 1.237 (gabah) Uji beda TIP dan TIH (0,000) (0,853) gabah organik vs konvensional Padi organik (beras) 8.945.057 2990,50 11750 761,28 2.991 Padi Konvensional 10.241.118 3553,91 7000 1463,02 2.882 (beras) Uji beda TIP dan TIH (0,000)* (0,287) tn beras organik vs konvensional Sumber : Analisis Data Primer, 2016 Keterangan : * berbeda nyata pada α = 0,05 tn Tidak nyata 1. Analisis Titik Impas Produktifitas (TIP) Titik impas produktivitas merupakan produktivitas minimal yang harus dicapai agar usahatani yang dilakukan memperoleh keuntungan yang normal. Tabel 4.8 terlihat bahwa titik impas produktivitas aktual padi dalam bentuk gabah maupun dalam bentuk beras diatas nilai TIP berarti usahatani yang dilakukan menguntungkan petani. Dapat dilihat bahwa titik impas produksi usahatani padi dalam bentuk gabah adalah sebesar 1503,02 kg/ha dengan rata-rata produksi 5812,79 kg/ha Hasil produksi rata-rata padi sudah lebih besar dari titik impas produksi yaitu 5.812,79 kg/ha > 1.503,02 kg/ha, sehingga usahatani padi organik dalam bentuk gabah dapat dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika dilihat dari nilai signifikansinya titik impas produksi gabah padi organik dan padi 29

konvensional berbeda nyata secara secara statistik sedangkan, untuk usahatani padi dalam bentuk beras titik impas produksi nya adalah 761,28 kg/ha dengan rata-rata produksi 2990,50 kg/ha, maka hasil produksi rata-rata padi lebih besar dari titik impas produksi yaitu 2990,50 kg/ ha > 761,28 kg/ha sehingga usahatani padi dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka titik impas produksi padi organik berbeda nyata secara statistik dengan titik impas produksi padi konvensional.penelitian Yasa,(2014) di Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai mendapatkan hasil bahwa total BEP produksi usahatani padi organik adalah sebesar 3.957,9 kg dengan rata-rata 439,77 kg. Hasil produksi rata-rata padi organik sudah lebih besar dari BEP produksi yaitu 3.619 kg > 439,77kg, sehingga usahatani padi organik dikatakan menguntungkan untuk dilaksanakan. Jika dibandingkan dengan penelitian ini maka nilai BEP produksi penelitian ini lebih kecil daripada penelitian Yasa,(2014), dimana nilai BEP produksi 3.619 kg/ha, sedangkan nilai BEP produksi dalam penelitian ini hanya 1.503,02 tetapi jika dilihat dari rata-rata produksi usahatani padi maka hasil produsi rata-rata penelitian ini lebih besar dibanding dengan nilai rata-rata produksi usahatani padi Yasa, (2014), dengan nilai rata-rata 5812,79 kg > 439,77 kg/ha. 2. Analisis Titik Impas Harga (TIH) Titik impas harga menunjukkan harga minimum yang harus dicapai pada tingkat produktivitas aktual agar usahatani yang diusahakan oleh petani tidak mengalami kerugian. Pada Tabel 4.5 menunjukkan titik impas harga padi organik berbentuk gabah dan padi oeganik berbentuk beras di desa tersebut lebih rendah dari harga pasar yang berlaku, sehingga usahatani yang dilakukan oleh petani masih menguntungkan. Dari Tabel 4.5 menunjukkan rata-rata harga pasar gabah sebesar Rp 5000 dan nilai BEP Harga Rp 1.293 dengan hasil rata-rata produksi 5812,79 kg/ha. Penelitian Yasa, (2014) menunjukkan total BEP harga usahatani padi organik adalah sebesar Rp 14.728 kg dengan rata-rata Rp 1.636 kg, dengan harga jual rata-rata padi organik Rp 4.078/kg Break even point harga telah tercapai,karena nilai harga jual rata-rata padi organik lebih besar dibandingkan 30

dengan nilai BEP harga, sehingga usahatani padi organik layak untuk dilaksanakan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian ini nilai BEP Harga dari penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yasa (2014), dimana nilai BEP Harga dari penelitian ini adalah Rp 1.293, sedangkan nilai BEP Harga dari penelitian Yasa,(2014) adalah Rp 1.636, tetapi jika dilihat dari harga pasarnya, harga pasar dari penelitian ini lebih besar daripada penelitian Yasa (2014), dimana rata-rata harga pasarnya dari padi organik di desa ketapang Rp 5000 sedangkan rata-rata harga pasar dari penelitian yang dilakukan oleh Yasa 2014) hanya Rp. 4.078/kg. Jika dilihat dari nilai signifikansinya maka titik impas harga dalam bentuk beras maupun titik impas harga dalam bentuk gabah padi organik tidak berbeda nyata secara statistik dengan padi konvensional. 31