BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menjadi orang tua sebagai ayah dan ibu yang mengasuh anak-anak

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Memiliki keluarga yang utuh dan harmonis merupakan dambaan setiap

BABI PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

COPING STRESS PADA WANITA YANG MENGALAMI KEMATIAN PASANGAN HIDUP. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kebahagiaan seperti misalnya dalam keluarga tersebut terjadi

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BABI PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang menyertai dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kelompok yang disebut keluarga (Turner & Helmes dalam Sarwono & Weinarno,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KELELAHAN EMOSIONAL DAN STRATEGI COPING PADA WANITA SINGLE PARENT (STUDI KASUS SINGLE PARENT DI KABUPATEN PASER)

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEPRESI PASCA MELAHIRKAN PADA KELAHIRAN ANAK PERTAMA

PENDAHULUAN. sebagai subjek yang menuntut ilmu di perguruan tinggi dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. antara suami istri saja melainkan juga melibatkan anak. retardasi mental termasuk salah satu dari kategori tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena orangtua tunggal beberapa dekade terakhir ini marak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang menarik dibanyak negara, termasuk negara-negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. terlepas dari proses interaksi sosial. Soerjono Soekanto (1986) mengutip

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. ditahun Menurut data tersebut, diperkirakan 1 dari 5 anak diamerika mengalami

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. rumah, mengurus, mendidik, dan mengasuh anak.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang paling penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB III PSIKOLOGIS SUAMI YANG DITINGGAL ISTRI SEBAGAI TENAGA KERJA WANITA (TKW) DI DESA TEMBONG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

Coping pada Ibu yang Berperan Sebagai Orangtua Tunggal Pasca Kematian Suami

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB II LANDASAN TEORI

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.

HUBUNGAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP STRATEGI COPING STRES PADA WANITA SINGLE PARENT DEWASA AWAL (STUDI DI KECAMATAN PERAK JOMBANG)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia mengalami masalah gizi ganda, yaitu masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keluargalah semua aktifitas dimulai, keluarga merupakan suatu kesatuan social

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tujuan yang ingin dicapai oleh anak dapat terwujud. Motivasi anak dalam meraih

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harus dijalaninya. Dalam memenuhi kodratnya untuk menikah, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. siapa lagi yang akan dimintai bantuan kecuali yang lebih mampu. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga memiliki

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menjadi orang tua sebagai ayah dan ibu yang mengasuh anak-anak dengan pasangan hidupnya tentu sangat menyenangkan, namun pada kenyataannya terdapat keluarga yang tidak memiiki ayah atau ibu, yang bisa terjadi karena perpisahan atau meninggal dunianya salah satu pasangan yang mengharuskan ibu atau ayah tunggal tersebut untuk mengasuh dan membesarkan anak-anaknya seorang diri tanpa adanya dukungan dari pasangan hidup. Tentunya hal ini dapat menjadi kegelisahan pada setiap pasangan yang ditinggalkan. Fenomena single parent beberaba terakhir ini marak terjadi di Indonesia. Pada data Direktorat Jendral Badan Pengadilan Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA, di DI.Yogyakarta dalam kurun waktu 5 Tahun terakhir mengalami peningkatan sebanyak 81% yang mencapai pada 251.208 kasus perceraian, terbukti data pada Tahun 2007 mengungkapkan ada 709 perkara yang diputus, pada tahun 2008 ada 991 perkara yang diputus, tahun 2009 ada 1019 perkara yang diputus, tahun 2010 ada 1123 perkara yang diputus, dan sedangkan pada tahun 2011 ada 1267 perkara yang putus, dari data yang telah diperoleh membuktikan bahwa fenomena single parentsetiap tahunnya mengalami adanya peningkatan. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (2016) menunjukan bahwa hingga bulan Oktober 2016 tercatat 315 ribu permohonan cerai diterima Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, dari jumlah 1

2 itu, 212.400 pasangan telah resmi diceraikan. Adapun sisanya masih diproses, ditolak, gugur atau belum diterima. Khusus untuk Oktober 2016, sebanyak 10.801 pasangan resmi bercerai. Berdasarkan data Pekka (Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) terdapat 40 juta jiwa wanita di Indonesia berstatus janda, di Jawa Tengah sendiri terdapat 10.987 ribu janda, yang artinya kenaikan jumlah ibu single parent sepuluh kali lipat selama rentang 10 tahun. Seorang single parent dipandang tidak memiliki pasangan atau pilihan yang tepat atau masih sedang mencari pilihan yang tepat. Single parent menjadi sebuah minoritas yang semakin tinggi populasinya. Anak yang didik oleh seoarang ibu single parent tumbuh dan mencontoh prilaku yang dilakukan oleh ibu tersebut (Tamilenthi, Mohanasundram, dan Padmini,2011). Single parent memiliki peran ganda bagi keluarganya. Peran ganda tersebut antara lain memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya yang meliputi memberikan rasa aman, pemberian kasih sayang serta perhatian dan juga memenuhi kebutuhan fisik anak meliputi kebutuhan sandang pangan, pendidikan, kesehatan serta kebutuhan lainnya yang berkaitan dengan materi, yang artinya seorang ibu single parent harus mampu untuk membagi waktu antara pekerjaan rumah dan luar rumah agar anak anak dapat merasakan kasih sayang dari orang tuanya dan terpenuhinya kebutuhan hidup bagi anak. Namun terkadang adanya konflik dari dalam yang dapat terjadi saat ibu single parent harus membagi waktu antara ibu sekaligus sebagai ayah bagi anak-anaknya. Hal ini dapat terjadi karena ibu yang mengurus seluruh keperluan rumah tangga dan di sisi lain juga harus bekerja untuk menafkahi anak-anaknya. Jika ibu single parent hanya memainkan

3 perana sebagai seoarang ibu saja maka akan mengorbankan hal-hal yang berkaitan peranya sebagai seorang ayah yang sesungguhnya penting bagi hubunganya dengan keluarga. Maka berdasarkan hal tersebut kematangan, kemandirian serta kesiapan sangat dibutuhkan pada ibu single parent, karena kematangan, kemandirian serta kesiapan pada ibu single parent dapat mempengaruhi dalam cara mendidik anakagar membentuk anak yang berkualitas, maka ibu single perent dapat membesarkan anak-anak nya sebagai mana orang tua yang super walau tanpa adanya pasangan (Akmalia,2008). Laki-laki dan perempuan yang hidup seorang diri tanpa badanya pasangan lebih tinggi untuk mengalami gangguan psikologis antaranya seperti sulit tidur, emosi yang tidak dapat terkontrol, mudah marah juga, depresi, stress dan juga gangguan psikiatris, alkoholisme, hingga masuk rumah sakit jiwa dan masalahmasalah psikosomatis lainya Santrock (dalam Ahsyari, 2015). Menjadi ibu single parent bukan hal mudah, menjalani hidup tanpa adanya kehadiran dan dukungan dari pasangan hal ini membuat ibu single parent merasa kesepian dan sendiri. Bagi seorang ibu single parent, kesendirian merupakan hal yang sangat berat, namun terkadang ibu single parent tidak mau mengakui hal tersebut dalam dirinya. Di saat ibu single parent seharusnya bisa saling berbagi pemikiran dan beban dengan pasanganya tapi keyataan harus menghadapinya seorang diri sendiri (Ahsyari, 2015). Hal ini sesuai dengan pendapat (Hurlock,1999) yang berkaitan dengan tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal usia ± 20 40 dimana yang berkaitan dengan harapan untuk masa depanyang meliputi mendapatkan suatu

4 pekerjaan yang selama ini diinginkan, memiliki seorang teman hidup yang dijadikan pendamping, belajar untuk hidup dengan menatap masa depan bersama dengan suami atau istri untuk menjadi keluarga yang bahagia, dapat membesarkan anak-anak bersama pasangan saling berbagi dengan baik bersama pasangan, membentuk rumah tangga yang bahagia bersama pasangan, dapat bertanggung jawab sebagai warga negara yang baik dan bergabung dalam kelompok sosial atau organisasi. Umumnya ibu single parent akan merasa cemas terhadap masa depanya dan anak-anak dimana tidak ada lagi dukungan dari pasangan hingga merasakan kesepian dan mulai merasakan kehilangan harapan terhadap sesuatu yang sudah direncanakan bersama pasangan. Beberapa hal yang dihadapi seorang ibu single parent diantaranya merasa kesepian, mengenai perumahan, keuangan untuk masa depanya dan anak-anak dan jugaibu single parent tidak memiliki pasangan untuk menanggung beban bersama serta untuk mengambil keputusan bersama dan juga tanggung jawab atas anak-anak, kecemasan ibu single parent tidak berhenti disitu saja melainkan juga megenai reaksi orang lain terhadap dirinya, dari teman-teman serta kerabat mengenai bagaimana cara seorang single parent menjalani hidup sendiri tanpa adanya kehadiran seorang pasangan. (Mitchell,1996). Beberapa perubahan yang dialami oleh ibu single parent, diantaranya ketidakstabilan emosi yang dikarenakan pada saat pertama kali menjadi ibu single parent. Ibu single parent harus dapat melindungi dirinya sendiri dan juga dapat membantu anak-anak mereka dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin dialami oleh anak-anak. Saat mengalami kelelahan emosi dan fisik ibu single

5 parent umumnya sulit untuk menyediakan waktu serta tenaga agar dapat berbicara dengan anak anaknya dikarena sudah merasa lelah karena berkerja didalam atau diluar rumah (Sudarto & Wirawan, dalam Ahsyari,2015). Suami istri yang bercerai kemukinan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan baik. Selain itu, ada kemungkinan bahwa hubungan dengan lingkungan tidak baik setelah perceraian atau perpisahan, hal ini bisa disebabkan karena pindah ke lingkungan baru atau kota lain (Langea,Dronkersb dan Maarten, 2014). Perpisahan atau kematian salah satu pasangan dapat menimbulkan kelelahan emosional, fisik ibu single parent. Kelelahan emosional atau emotional exhaustion bersumber dari burnout yakni dimana kondisi emosional individu yang merasa lelah dan jenuh baik secara mental maupun fisik yang diakibatkan dari tuntutan-tuntutan pekerjaan yang menekan serta merasa lelahdan kehilangan gairah untuk berkerja dan menjadi bersikap tidak peduli (Leiter dalam Ahsyari 2015). Keluarga dengan ibu single parent rentan terhadap kondisi ekonomi yang lemah karena kehilagan suami yang dulu sebagai tulang punggung keluarga, dan juga berdampak pada pencapaian pendidikan yang rendah bagi anak-anaknya. Ibu single parent memiliki potensi lebih tinggi untuk mengalami depresi episodik dan kronis, kecemasan, penyalahgunaan zat, hal ini diakibatkan oleh peristiwa kehidupan yang penuh tekanan, kurang percaya diri, isolasi sosial, dan kurangnya dukungan (Daryanani, Hamilton dan Alloy, 2016). Namun pola asuh anak yang dilakukan keluarga ibu single parent tidak memiliki banyak

6 perbedan, masalah perilaku pada anak-anak di rumah tangga single parent tidak berbeda dari rumah tangga yang memiliki dua orang tua lengkap (Usakli,2013). Umumunya tidak semua ibu single parent memiliki kesiapan dan kematangan setelah ditinggalkan oleh pasanganya. Sebagian ibu single parent sebuah masalah dapat dijadikan beban hidup yang penuh dengan stres dan rasa putus asa jika ibu tersebut tidak siap menghadapi kenyataan hidup tanpa kehadiran pasangan. Sebagian diantara ibu single parent terkadang terjadi konflik batin antara bekerja dengan mengurus rumah dan anak-anak, sehingga stres tidak lagi mampu dikendalikan hal ini dapat menjadi dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain sulit untuk konsentrasi, dampak negatif emosional seperti rasa munculnya sedih,cemas, frustasi, kemarahan dan efek negatif lainnya. Dampak negatif yang secara fisiologis meliputi gangguan kesehatan, daya tahan tubuh berkurang, sakit kepala, merasa letih dan lemah, sulit untuk tidur. Stres menuntut seseorang untuk dapat menyesuaikan atau mengendalikan diri yang hal ini adalah tanda awal dari penyesuaian diri terhadap stres (Heiman dan Kariv dalam Trianto,2005). Peran dan tanggung jawab yang harus dirasakan oleh single parent kepada dirinya dan anak-anaknya tentu bukanlah hal yang mudah hal ini dapat menyebabkan ibu single parent tertekan dengan tanggung jawab barunya. Tekanan yang dirasakan dari berbagai hal tersebut bisa menjadi sumber masalah. Ibu single parent yang sangat berpikir keras mengenai siapa yang akan bertanggung jawab atas kesehatan dan kesejahteraan dirinya, anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Hal tersebut menjadikan singe parent kewalahan dan

7 mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan wanita dengan peran lebih rendah dan tanggung jawab bersama pasangang (Hashim, Azmawati, Endut, 2015). Coping memiliki dua fungsi bagi individu yaitu yang pertama untuk mengatur stres dan yang kedua untuk mengendalikan sesuatu agar tidak terjadi perubahan jika individu mengalami situasi stress. Lazarus (dalam Sarafino, 1994) menjelaskan ada 2 tipe coping yaitu Problem Focused Copingdan Emotion Focused Coping. Problem Focused Coping atau coping yang terpusat pada inti masalah, adalah individu berusaha untuk dalam mengurangi atau menghilangkan stres dengan cara menghadapi masalah yang menjadi penyebab stresnya secara langsung. Emotion Focused Copingatau coping yang berpusat pada emosi yang usaha individu dalam mengurangi atau menghilangkan stres yang dirasakan dengan cara tidak menghadapinya secara langsung namun lebih kepada usahausaha dalam mempertahankan keseimbangan afeksi. Berdasarkan dari uraian fenomena diatas terlihat bahwa seorang ibu single parent memerlukan adanya kematangan karena hal ini erat kaitanya dengan cara ibu single parent terhadap pola asuh terhadap anak-anaknya dan cara menghadapi dunia luar seorang diri tanpa adanya serta dukungan dari pasangan. Beratnya beban hidup yang dialami oleh ibu single parent akhirnya dapat memyebabkan ibu single parent merasa tertekan. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui bagaimana Strategi coping pada ibu single parent?

8 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi coping yang dilakukan oleh ibu single parent. C. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Disiplin ilmu psikologi pada umumnya dan secara khusus dapat menambah sumbangan ilmu di bidang psikologi sosial dan pada cabang ilmu psikologi lainnya yaitu psikologi keluarga mengenai strategi coping pada ibu sebagai single parent. 2. Bagi responden Penelitian ini diharapkan akan menjadi masukan bagi ibu single parent sebagai pengetahuan pentingnya strategi coping dalam menyelesaikan masalah. 3. Sebagai referensi bahan tambahan atau dapat dijadikan sebagai informasi untuk peneliti lain yang sesuai dengan judul yang diangkat mengenai strategi coping ibu single parent ataupun tema atau objek yang sama di masa mendatang dan dapat berguna sebagai tambahan ilmu pengetahuan.