BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. informasi yang berguna sebanyak mungkin dan membekali diri dengan berbagai

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS KELOMPOK DAN PENGATURAN DIRI DALAM BELAJAR DENGAN PERILAKU MENYONTEK. Oleh: FITRI APSARI S NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sangat cepat. Seiring dengan perkembangan zaman, siswa selaku peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kata menyontek mungkin sudah tidak asing lagi bagi pelajar dan

Rizki Lestari F

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan dan sepanjang hidup serta segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

belajar itu sendiri (Syah, 2011). Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menyadari akan pentingnya menciptakan warga negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai-nilai dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan memiliki budi pekerti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan dimana kunci suksesnya terletak pada dunia pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. ( Suryabrata, 2002 : 293 ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu muncul menyertai aktivitas proses belajar mengajar sehari hari tetapi jarang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masalah penilaian terhadap hasil usaha tersebut. 1. Pendidikan nasional Indonesia memiliki tujuan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi negara berkembang seperti Indonesia. Masalah sumber daya tersebut tidak bisa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu dalam hidupnya tidak terlepas dari proses belajar. Individu

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Ujian Nasional merupakan gerbang dari sebuah keinginan besar bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan lingkungannya, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial (homo sosius), yang dibekali

HUBUNGAN ANTARA PERSAINGAN MERAIH NILAI TINGGI DENGAN INTENSITAS PERILAKU MENYONTEK PADA SISWA MENENGAH KEJURUAN SKRIPSI.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah adalah pendidikan yang dijalankan setelah selesai

PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA PADA PESERTA DIDIK DITINJAU DARI BELAJAR BERDASAR REGULASI DIRI (SELF REGULATED LEARNING) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan yang terus mengalami perubahan, dan bagaimana mengambil inisiatif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat dilakukan dengan peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan

HUBUNGAN ANTARA EFIKASI DIRI DENGAN KECENDERUNGAN MENYONTEK PADA MAHASISWA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber. daya manusia untuk pembangunan bangsa. Whiterington (1991, h.

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keunggulan suatu bangsa tidak lagi tertumpu pada kekayaan alam,

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

SELF-REGULATED LEARNING SISWA YANG MENYONTEK (SURVEY PADA SISWA KELAS X DI SMA N 52 JAKARTA UTARA TAHUN AJARAN 2010/2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan karena masa remaja dikenal sebagai masa untuk mencari identitas dan

BAB I PENDAHULUAN. mengerti fisika secara luas, maka harus dimulai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana sistem pendidikan tidak dijalankan secara proporsional. Sistem

HUBUNGAN ANTARA PERCAYA DIRI DENGAN INTENSI MENYONTEK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sebuah upaya untuk mengembangkan potensi

BAB I PENDAHULUAN. mental sehingga menghasilkan perubahan-perubahan dalam bersikap (Ihsan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menciptakan berbagai hal seperti konsep, teori, perangkat teknologi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

EFIKASI DIRI, DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DAN SELF REGULATED LEARNING PADA SISWA KELAS VIII. Abstract

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang benar, tetapi juga disertai dengan tanggung jawab atas apa yang dikerjakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan istilah kunci yang penting dalam kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dengan tugas yang dihadapi pada setiap masa

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. dilakukan terus menerus sepanjang hidup manusia baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pemalsuan data laboratorium dan tindak kecurangan. Menurut Mujahidah (2012 :4)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia (SDM) yang berkualitas. Manusia harus dapat menyesuaikan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

PENDAHULUAN. mengajar yang berkaitan dengan program studi yang diikutinya serta hasil

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik, untuk membentuk Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Siswa SMA pada umumnya berusia 16 sampai 19 tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tanpa karakter adalah manusia yang sudah membinatang. Orang orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecurangan akademik merupakan fenomena umum di sekolah menengah dan perguruan

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa merupakan tahap memasuki masa dewasa dini. Hurlock (2002)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (dalam Kompas, 2011) menyatakan bahwa didapatkan jumlah mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Andriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan investasi kemanusiaan yang menjadi tumpuan harapan

HUBUNGAN ANTARA SELF MONITORING DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 3 PURWOKERTO. Al Khaleda Noor Praseipida

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan saat ini mengalami perkembangan dan perubahan yang sangat cepat. Seiring dengan perkembangan jaman siswa selaku peserta didik dituntut untuk memiliki berbagai macam pengetahuan dengan cara menggali informasi yang berguna sebanyak mungkin dan membekali diri dengan berbagai keterampilan yang mendukung perkembangan diri baik dalam hal kognitif, sosial, emosional, maupun ekonomi. Selain memiliki keterampilan tersebut, siswa juga diharapkan terampil dalam mengendalikan perilakunya secara bertanggungjawab (Hurlock, 2012). Hal tersebut sangat penting untuk dimiliki oleh siswa yang nantinya akan terlibat secara langsung dalam lingkungan masyarakat yang memiliki normanorma untuk mengatur kehidupan bermasyarakat agar berjalan dengan baik. Keterampilan siswa dalam mengendalikan perilakunya harus terwujud dalam berbagai bidang kehidupan baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Khususnya dalam konteks pendidikan di sekolah, siswa diharapkan dapat menunjukkan perilaku belajar dengan baik, tekun dan jujur dalam setiap proses pembelajaran yang ditempuhnya sehingga mampu menjadi siswa yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan jaman. Kenyataannya masih dapat ditemukan siswa yang tidak menunjukkan perilaku belajar yang baik bahkan sering mengambil jalan pintas yang keliru dalam proses belajar. Hal ini terlihat pada 1

2 perilaku menyontek siswa dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah maupun dalam ujian. Menyontek merupakan fenomena yang masih banyak ditemui dalam dunia pendidikan. Fakta yang terjadi di kota Pontianak dimana saat ujian nasional (UN) berlangsung pengawas memergoki salah satu siswa SMA Santo Petrus yang sedang melihat kunci jawaban yang diselipkan di kaus kakinya. Siswa tersebut mengaku mendapatkan kunci jawaban dari telepon seluler melalui short massages service (SMS). Hal tersebut dibenarkan oleh kepala sekolah SMA Santo Petrus (Kompas Pontianak, 2009). Perilaku menyontek terjadi pula di sekolah Sukma Bangsa Cileu Pidie Provinsi Aceh, sekolah tersebut dikabarkan mengeluarkan 11 orang siswanya dari sekolah karena melakukan pelanggaran berat pada saat ujian nasional tahun 2012. Siswa tersebut dikabarkan menyontek pada saat ujian nasional berlangsung (Tribun, 2012). Perilaku menyontek biasanya berkaitan dengan tes prestasi belajar, pada dasarnya penyelenggaraan tes tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah diperoleh selama proses pembelajarannya. Menurut Hard, Conway, dan Moran (2006) bahwa perilaku menyontek merupakan perilaku memberi tahu atau menerima bantuan dengan cara yang tidak diizinkan oleh pengawas dalam menyelesaikan tugas yang akan diserahkan sebagai evalusi akademis. Tugas tersebut dapat berupa ujian atau tes maupun tugas tertulis. Menurut Tenner (2004), bentuk perilaku menyontek terlihat dalam perilaku seperti meminjam kertas ujian teman sekelas, menggunakan telephone seluler sebagai catatan kecil elektronik dan memplagiat kertas ujian dari

3 web sites. Bentuk perilaku menyontek yang sering dilakukan siswa seperti melihat catatan contekan, menyalin dari siswa lain, menerima maupun memberi jawaban dengan tangan atau kode dan memperoleh jawaban dari seseorang yang telah mengikuti ujian terlebih dulu (Stearns, 2001). Beberapa siswa menganggap bahwa perilaku menyontek bukanlah masalah yang serius. Hal ini dikarenakan perilaku menyontek tidak muncul dari desakan hati tetapi lebih pada keputusan yang dilakukan dengan sadar karena keuntungan yang diperoleh lebih banyak daripada resikonya (Williams & Hosek, 2003). Hak tersebut menyebabkan sebagian besar siswa yang menyontek cenderung untuk merasionalkan, membenarkan, serta menetralkan perilaku menyontek. Bates, dkk (2005) juga melihat bahwa siswa cenderung menetralkan perilaku menyontek sebagai bagian dari kebiasaan yang normal. Perilaku menyontek masih banyak terjadi di dalam lingkungan sekolah hal ini menunjukkan bahwa masih ada siswa yang belum bisa bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Newstead (1996) ditemukan beberapa alasan yang menyebabkan siswa melakukan perilaku menyontek dan alasan siswa yang tidak melakukan perilaku menyontek sebagai berikut:

4 Tabel 1.1 Alasan Siswa Menyontek dan Tidak Menyontek (Newstead, Stokes, dan Armstead, 1996) Alasan Siswa Menyontek Membantu teman Tekanan waktu terbatas Keadaan yang meringankan Tekanan dari teman Meningkatkan nilai Hadiah yang dijanjikan Takut gagal Setiap siswa melakukannya Malas belajar Alasan Siswa Tidak Menyontek Membuat malas belajar Tidak jujur Ketergantungan Membuat pemahaman tidak berkembang Merasa malu jika ketahuan Takut ketahuan atau dihukum Tidak tahu cara melakukannya Kondisi tidak memungkinkan Tidak pernah berfikir untuk melakukannya Selain alasan di atas, secara umum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi siswa untuk menyontek diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku menyontek diantaranya adalah kontrol pengawas, soal tes yang sulit, iklim kompetisi yang tinggi, disiplin ilmu, tekanan sosial, dan tekanan teman sebaya. Selain faktor eksternal terdapat juga faktor internal seperti moralitas, ketakutan terhadap kegagalan, kurang percaya diri, harga diri, menghalalkan segala cara, kebutuhan akan pengakuan, jenis kelamin, orientasi tujuan, dan ketidaksiapan menghadapi ujian atau tes (Newstead, 1996). Pra penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 19 Desember 2012 bertujuan untuk mengetahui intensitas perilaku menyontek siswa baik dalam ujian maupun penugasan. Berdasarkan pra penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 9 Pontianak diperoleh hasil, dari 524 siswa yang dikenakan angket diketahui perilaku menyontek yang sering dilakukan siswa seperti melihat jawaban teman saat ulangan (58,4%), memberikan jawaban pada

5 teman saat ulangan (52,3%), tukar menukar jawaban dengan teman disaat ulangan (49,8%), dan menerima jawaban soal tes dari teman (40,5%). Perilaku menyontek yang jarang dilakukan oleh siswa seperti membiarkan jawaban sendiri disalin oleh siswa lain pada waktu ulangan(42,9%), menyalin PR milik teman (52,1%), mengerjakan tugas pribadi secara bersama-sama (50,8%), dan membiarkan PR sendiri disalin siswa lain (46,6%). Sedangkan perilaku menyontek yang tidak pernah dilakukan siswa adalah membawa catatan kedalam ruangan saat ujian (74,4%). Berdasarkan pra penelitian yang telah dilakukan juga ditemukan alasan yang menguatkan siswa untuk melakukan perilaku menyontek karena, ingin memperoleh nilai yang baik, takut gagal, siswa lain juga melakukannya, malas belajar, dan tidak melakukan pengaturan diri dalam belajar. Alasan yang terungkap dari pra penelitian menunjukkan bahwa siswa tidak siap untuk bertanggung jawab pada tugas akademiknya. Siswa yang tidak siap dalam menghadapi tugas akademiknya merupakan indikator bagi perilaku menyontek (Chotim & Sunawan, 2007). Akibatnya siswa tidak mampu memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Perilaku tersebut merupakan masalah yang sangat mendasar terutama bagi siswa yang kurang memiliki kemampuan mengontrol dan mengarahkan tindakan untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik yang dibebankan pada dirinya yang dikenal dengan istilah pengaturan diri. Pengaturan yang dilakukan untuk meningkatkan perolehan nilai-nilai akademik adalah pengaturan diri dalam belajar. Pengaturan diri dalam belajar menurut Zimmerman (1986) merupakan suatu tingkatan dimana siswa secara metakognitif mempunyai dorongan untuk

6 belajar dan berpartisipasi secara aktif dalam proses belajarnya. Secara metakognitif siswa yang mengatur diri adalah mereka yang merencanakan, mengorganisasikan, menginstruksi diri, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada berbagai tahapan selama proses belajar berlangsung. Siswa yang mempunyai dorongan untuk belajar memiliki otonomi atas dirinya, serta memilih, menyusun, menciptakan lingkungan belajar agar dapat mengoptimalkan belajarnya. Pengaturan diri sangat mempengaruhi mekanisme perilaku manusia. Jika seseorang memiliki kemampuan mengatur diri yang baik dalam belajar maka ia akan mampu merancang rencana belajarnya sendiri sesuai dengan tujuan belajarnya, dengan cara memilih dan merancang strategi belajar yang sesuai dengan kondisi pribadinya. Selain itu ia akan memantau sejauh mana kemajuan belajarnya dan mengevaluasi hasil belajarnya dengan cara membandingkan hasil belajar yang diperoleh dengan standar tertentu (Utari, 2010). Pengaturan diri dalam belajar juga mempengaruhi besar usaha siswa untuk memperoleh pengetahuan dan ketahanan individu dalam menghadapi kesulitan belajarnya. Individu dengan pengaturan diri dalam belajar tinggi tidak hanya menggantungkan diri kepada guru untuk memperoleh pengetahuan, tetapi ia memiliki dorongan untuk berusaha sendiri dalam memperoleh pengetahuan. Selain memiliki dorongan diri yang kuat, siswa juga memiliki komitmen yang tinggi untuk mencapai tujuan-tujuan belajarnya dengan cara yang positif. Namun disisi lain tidak jarang siswa menggunakan jalan pintas untuk memperoleh prestasi belajar yang tinggi seperti menyontek. Hal ini dapat dilihat dengan jelas perilaku menyontek bisa terjadi karena siswa cenderung malas belajar untuk

7 berfikir secara kompleks atau ada diatara mereka yang tidak tahu cara menggunakan strategi pengaturan diri dalam belajar. Berbagai penelitian menggambarkan pentingnya keterampilan pengaturan diri dalam belajar dimiliki oleh setiap siswa karena berkorelasi dengan usaha belajar yang efektif dan efisien, sehingga akan diperoleh tingkat kepuasan akademik yang lebih tinggi (Kencono, 2006). Di sisi lain, perilaku menyontek yang dilakukan siswa tidak hanya disebabkan oleh rendahnya pengaturan diri dalam belajar siswa seringkali siswa memperoleh pengaruh dari kelompoknya sehingga terjadi perubahan perilaku yang sebelumnya tidak menyontek menjadi menyontek. Salah satu penyebab terjadnya perubahan perilaku tersebut karena adanya tekanan dari teman sebaya. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat siswa dalam persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar dimana terjadi pemebentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan prestasi (Santrock, 2003). Kesempatan menyontek juga semakin meningkat apabila siswa bergaul dengan teman sebaya yang menyontek atau dengan teman sebaya yang setuju dengan menyontek (McCabe dan Trevino, 1993). Teman sebaya merupakan kelompok yang penting bagi siswa sebab frekuensi kebersamaan dengan teman lebih sering daripada dengan keluarga di rumah (Hurlock, 2012). Oleh karena itu pengaruh teman sebaya pada siswa sangat besar baik dalam hal sikap, minat maupun perilaku. Pengaruh tersebut dapat mendorong siswa untuk berperilaku sama dengan perilaku kelompoknya. Hal ini dilakukan agar siswa memiliki banyak kesempatan untuk bisa diterima dalam kelompoknya dan tidak mengalami

8 penolakan. Apabila seseorang menampilkan tindakan tertentu karena setiap orang lain menampilkan perilaku serupa lebih dikenal dengan istilah konformitas (Baron & Byrne, 2004). Konformitas kelompok dalam pergaulan sekolah dapat memunculkan perilaku tertentu pada siswa, perilaku tersebut dapat bersifat positif maupun negatif. Perilaku positif yang dapat ditimbulkan oleh komformitas berupa motivasi untuk berprestasi. Sementara itu perilaku negatif yang muncul karena konformitas dapat berupa perilaku agresif seperti kerusuhan dan tawuran, mencontek, merokok, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Demikian pula kaitannya dengan perilaku menyontek pada siswa. Jika siswa berada dalam pengaruh teman sebaya yang menyontek, maka mereka juga akan terdorong untuk menyontek sebab mereka berusaha untuk dapat diterima dan tidak ditolak oleh teman sebaya. Hal ini sejalan dengan penelitian Wyrobeck dan Whitley (1999) bahwa siswa yang bersedia membantu temannya dalam ujian atau bersedia memberikan contekan lebih dinilai positif, lebih menerima simpati, dan kurang memperoleh hukuman dari teman sebaya. Sebaliknya siswa yang tidak bersedia menyontek dinilai sebagai anak yang tolol dan tidak mau memberi contekan disebut anak egois (Eisenberg, 2004). Kuatnya pengaruh kelompok dalam lingkungan sekolah akan mempengaruhi perilaku dan sifat konformis dalam diri siswa. Bahkan apabila sikap konformitas yang dilakukan siswa dalam rentang waktu yang relatif lama akan menjadi bagian dari kepribadian siswa. Perilaku menyontek siswa dapat berakibat buruk bagi siswa yang melakukannya dan cenderung menjadi perilaku

9 yang berkesinambungan. Menurut Lupton dan Chapman (2002), siswa yang berhasil menyontek menjadi yakin bahwa di lain kesempatan mereka dapat menyontek kembali sehingga kemungkinan besar bahwa perilaku menyontek dapat menjadi pola hidup siswa. Disamping itu siswa yang menyontek tidak dapat mengevaluasi kemampuan akademik yang sebenarnya sebab nilai yang mereka peroleh tidak dapat mencerminkan kemampuan mereka yang sebenarnya. Berdasarkan paparan di atas peneliti hendak meneliti lebih jauh mengenai Apakah ada hubungan antara konformitas kelompok dan pengaturan diri dalam belajar dengan perilaku menyontek?. Sehubungan dengan pertanyaan tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Hubungan antara Konformitas Kelompok dan Pengaturan Diri dalam Belajar dengan Perilaku Menyontek. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Membuktikan secara empiris hubungan antara konformitas kelompok dan pengaturan diri dalam belajar secara bersama-sama dengan perilaku menyontek siswa. 2. Membuktikan secara empiris tingkat perilaku menyontek siswa. 3. Membuktikan secara empiris tingkat konformitas kelompok yang dimiliki siswa. 4. Membuktikan secara empiris tingkat pengaturan diri siswa dalam belajar.

10 C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wacana ilmiah terhadap pengembangan ilmu pengetahuan bagi ilmu psikologi pada umumnya dan ilmu psikologi pendidikan pada khususnya, dengan memberikan sumbangan informasi mengenai masalah konformitas kelompok, pengaturan diri dalam belajar dan perilaku menyontek siswa. 2. Manfaat Praktis a. Bagi kepala sekolah, dapat menjadi informasi mengenai kondisi perilaku siswa serta menjadi bahan atau bekal untuk menentukan kebijakan dalam membuat sistem peraturan ujian agar siswa tidak melakukan kecurangan dengan menyontek. b. Bagi guru, dapat menjadi informasi mengenai kondisi perilaku siswa serta dapat memberikan bantuan kepada dalam menanamkan kemampuan pengaturan diri dalam proses belajar mengajar dan membantu siswa menjadi pribadi yang tidak bergantung pada siswa lain sehingga siswa tidak akan melakukan perilaku menyontek. c. Bagi siswa, diharapkan dapat menjadi informasi dalam usaha meningkatkan kemampuan dirinya mengatasi masalah dalam belajar dengan berhasil dan termotivasi untuk berprestasi secara jujur dengan menghindari perilaku menyontek.

11 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan perilaku menyontek, konformitas kelompok, dan pengaturan diri dalam belajar atau halhal lain yang berkaitan dengan hal tersebut sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain akan sangat berguna sebagai bahan pembanding untuk menentukan keaslian penelitian. Penelitian yang berkaitan dengan perilaku menyontek dilakukan dalam dalam berbagai pendekatan oleh Chotim dan Sunawan (2007), meneliti tentang perilaku menyontek siswa sekolah menengah pertama dari segi regulasi diri dan atribusi. Hasil penelitian menyatakan ada hubungan yang sangat signifikan antara regulasi diri dan atribusi secara bersama-sama dengan perilaku menyontek. Kushartanti (2009) meneliti tentang perilaku menyontek ditinjau dari kepercayaan diri. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan perilaku menyontek. Muslifah (2008) meneliti tentang perilaku menyontek ditinjau dari locus of control. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan anatara perilaku menyontek siswa yang memiliki locus of control internal dengan siswa yang memiliki locus of control eksternal. Beberapa penelitian mengenai konformitas kelompok dilakukan oleh Handayani (2010), meneliti tentang hubungan antara optimisme masa depan dan konformitas teman sekolah dengan motivasi belajar pada siswa di SMK. Hasil penelitian menyatakan tidak ada hubungan antara optimisme masa depan dan konformitas teman sekolah dengan motivasi belajar. Mukhoyyaroh (2012)

12 meneliti tentang penalaran moral remaja perempuan ditinjau dari konformitas dan lingkungan tempat tinggal. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan antara konformitas dengan penalaran moral pada remaja perempuan dan ada perbedaan yang signifikan antara remaja perempuan yang tinggal bersama keluarga dengan remaja yang tinggal dirumah pondokan maupun yang tinggal diasrama. Beberapa penelitian mengenai pengaturan diri dalam belajar seperti yang dilakukan oleh Purnamasari dan Adicondro (2011) meneliti tentang efikasi diri, dukungan sosial keluarga dan self regulated learning pada siswa kelas VIII. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara efikasi diri dan dukungan sosial keluarga dengan self regulated learning. Herkusmo, Munandar, dan Bonang (2009), meneliti tentang hubungan antara pengaturan diri dalam belajar, self efficacy, lingkungan belajar di rumah, dan inteligensi dengan prestasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifiikan antara pengaturan diri dalam belajar, self efficacy, lingkungan belajar di rumah, dan inteligensi dengan prestasi belajar. Amalia (2011), meneliti tentang kecerdasan emosi, self regulated learning dan prestasi akademik mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang positif antara kecerdasan emosi dan self regulated learning dengan prestasi akademik mahasiswa. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dijelaskan bahwa perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu terlihat dari tujuan penelitian, karakteristik subjek, dan waktu dan tempat penelitian. Subjek penelitian yang digunakan dalam

13 penelitian ini adalah siswa-siswi SMA, sedangkan pada penelitian sebelelumnya memfokuskan penelitiannya pada siswa SD, SMP, bahkan Perguruan Tinggi. Perbedaan dengan penelitian sebelmnya adalah penulis mencoba mencari tahu hubungan secara bersama-sama antara konformitas kelompok dan pengaturan diri dalam belajar dengan perilaku menyontek. Sehingga diharapkan hasil penelitian ini bisa melengkapi hasil penelitian sebelumnya.