BAB I PENDAHULUAN. Sejak gagasan mengenai kesehatan reproduksi lahir di Kairo tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai. persiapan memasuki masa dewasa (Rochmah, 2005). WHO mendefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dewasa yang meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai pengenalan akan hal-hal baru sebagai bekal untuk mengisi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sebagai generasi penerus, calon orang tua dan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL TERHADAP PERUBAHAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SMAN 8 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku dan kesehatan reproduksi remaja seperti

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa yang berkisar antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Seorang remaja, memiliki tugas perkembangan dan fase

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN SIKAP REMAJA TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Unwanted pregnancy atau dikenal sebagai kehamilan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik

BAB І PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia berkualitas untuk mewujudkan bangsa yang berkualitas

Pendidikan seksualitas remaja. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. paling sulit dikendalikan, apalagi di tengah dunia yang makin bebas

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : NUR ALIEF MAHMUDAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk modernitas bagi sebagian remaja. Pengaruh informasi global (paparan media

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 1 PENDAHULUAN. individu mulai mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. norma-norrma yang berlaku di masyarakat (Shochib, 2000, hlm.15).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan International Conference on Population and

BAB I PENDAHULUAN. dan transisi dalam moralitas (Suhud & Tallutondok., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Disusun oleh : PUJI YATMI J

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak yang dimulai saat

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah normanorma,

BAB 1 PENDAHULUAN. Internasional Kependudukan dan Pembangunan (International. berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta proses-prosesnya

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa anak-anak berakhir,

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. penerus bangsa diharapkan memiliki perilaku hidup sehat sesuai dengan Visi Indonesia Sehat

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang No.23 Tahun 1992 mendefinisikan bahwa kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. masa dewasa dan relatif belum mancapai tahap kematangan mental sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS II DI SMK PGRI 1 SENTOLO KULON PROGO YOGYAKARTA TAHUN

PENDIDIKAN SEKSUALITAS PADA REMAJA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak gagasan mengenai kesehatan reproduksi lahir di Kairo tahun 1994. Permasalahan kesehatan reproduksi menurunkan agenda internasional dan pemerintah berbagai negara nampak enggan untuk menangani ancaman paling mendasar bagi kesehatan dan kesejahteraan manusia yang mempengaruhi kesehatan keluarga dan komunitas. Dengan adanya keragaman perilaku seksual dan reproduksi yang diungkapkan oleh hasil studi, kini perlu adanya pendekatan yang menggabungkan kombinasi peringatan dan strategi pencegahan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Selain itu, juga dibutuhkan upaya yang lebih besar untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan reproduksi dan seksual yang terkait dengan kemiskinan, ketidaksetaraan gender dan perilaku sosial yang negatif (Depkes, 2006). Meskipun tidak selalu dianggap yang menentukan dalam pembentukan kepribadian, keluarga tetap bertahan sebagai institusi penting bagi anak (Korchin, 1964). Untuk kondisi saat ini menurut Korchin faktor-faktor sosial dari luar keluarga (extrafamilia) turut mempengaruhi dan membentuk kepribadian dan neurosis yang dialami individu meskipun ada sedikit perbedaan peran keluarga sebagaimana dikemukakan penganut psikoanalisis dan Korchin, keduanya sama-sama menganggap penting peran keluarga bagi 1

2 individu, khususnya dalam sosialisasi. Karena itulah, tidak mungkin mengesampingkan aspek keluarga dalam memahami kesehatan mental anak atau individu (Moeljono Notosoedirdjo, 2005). Seperti ditunjukan oleh Majeres, banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai dan seyogyanya cenderung bersifat negatif, merusak dan berprilaku menyimpang, sehingga perlu bimbingan dan pengawasan pada kehidupan remaja karena pada remaja takut pada tanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Meningkatnya minat seks pada remaja, berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa seluk beluk tentang seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Remaja mencari dari berbagai sumber informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya karena hygiene seks di sekolah atau perguruan tinggi, membahas dengan temanteman, buku-buku tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan bercumbu, masturbasi, atau bersenggama, guna untuk memuaskan keingin tahuan mereka (Hurlock, 2001). Sebagai pendamping maka orang tua harus dapat menjadi panutan teladan dan orang yang istimewa bagi remaja, agar mereka tidak mudah tergoda untuk berperilaku seks bebas yang merugikan kehidupannya. Tugas orang tua adalah memberikan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku seks bebas akan terjadi kehidupan remaja berbudaya hidup sehat (Dianawati, 2003).

3 Peran orang tua untuk anak dalam memberikan pengertian yang benar pada anak-anak menjadi penting, karena minim pengetahuan seks masih ditambah lagi dengan mudahnya mendapatkan prasarana untuk melakukan seks bebas. Program pendidikan seksual komperehensif tidak hanya mencakup fakta-fakta biologi tapi juga menyuguhkan informasi dan ketrampilan praktis kepada peran remaja mengenai soal berkencan, hubungan seks, dan penggunaan kontrasepsi. Melihat dari kejadian itu, pendidikan seks secara intensif sejak dini hingga masa remaja tidak bisa ditawar tawar lagi. Apalagi mengingat, sebagian besar penularan AIDS dan PMS terjadi melalui hubungan seksual (Boyke, 2006). Beberapa alasan remaja melakukan hubungan seksual adalah untuk membuktikan bahwa mereka saling mencintai, takut hubungan mereka akan berakhir, rasa ingin tahu tentang seks, hubungan seks itu menyenangkan, dan pacar mengatakan hal itu tidak apa-apa. Cara-cara yang dilakukan remaja dalam menyalurkan dorongan seksualnya adalah bergaul dengan lawan jenis, berkhayal atau berfantasi tentang seksual dan menonton film pornografi, sehingga dapat menimbulkan resiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan, tertular penyakit menular seksual (PMS), infeksi saluran reproduksi, aborsi dengan segala resikonya, hilangnya keperwanan dan keperjakaan, perasaan malu, bersalah, berdosa dan perasaan tidak berharga serta gangguan fungsi seksual (Imran, 1999).

4 Kurangnya pengetahuan remaja mengenai kesehatan reproduksi merupakan salah satu faktor yang mendorong remaja ke pergaulan seks bebas. Dalam hal ini perawat ikut berperan dalam memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi. Didalam program tersebut salah satunya adalah memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi kepada anak-anak, remaja dewasa dan lansia. Di sini perawat ikut berperan untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi dan memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi (Menkes, 2002). Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) mengadakan penelitian di Manado dan Bitung (1997) menujukkan bahwa 6% dari 400 pelajar sekolah menengah atas (SLTA) putri dan 20% dari 400 pelajar SLTA putra pernah melakukan hubungan seksual. Survei Departemen Kesehatan tahun (1995/1996) pada remaja usia 13 19 tahun di Jawa Barat (1189) dan Bali (992) mendapatkan 7% dan 5% remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengakui pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarta menurut data sekunder tahun 1996/1997 dari 10981 pengunjung klinik Keluarga Berencana (KB) ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan tidak dikehendaki dan telah melakukan tindakan pengguguran di sengaja sendiri secara tidak aman (Azwar, 2001). Sebagai suatu wadah pendidikan seksual bagi remaja. Hasil kegiatan konseling dan layanan PILAR sejak Januari s/d Desember 2004 didapatkan dari 500 mahasiswa yang pernah melakukan perilaku seksual atau intercource sebanyak 7,6% dari usia 18-20 tahun, beberapa siswa di Semarang pernah

5 melakukan ciuman antara usia 15-18 tahun sebanyak (58%) pria dan (52%) wanita, alasan utamanya adalah karena cinta, kehamilan tidak diinginkan (KTD) dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi sebanyak 13,3%, kurangnya komunikasi antara orang tua dan anak sebanyak 18,7%, pengaruh media cetak dan elektronik sebanyak 55,1% (PILAR PKBI Jateng, 2004). Di SMU 3 PGRI Randudongkal, berdasarkan wawancara dengan salah satu guru bahwa pernah ada kasus kehamilan diluar nikah yang dialami oleh siswa sekolah tersebut namun mengenai angka kejadiannya tidak dipublikasikan karena berkaitan dengan privasi sekolah, disamping itu dikatakan bahwa sekolah tersebut belum pernah diberikan informasi tentang kesehatan reproduksi oleh dinas kesehatan dan dari tiap tahunnya kurang lebih lima orang mengundurkan diri disebabkan oleh kenakalan remaja dan dua orang oleh faktor ekonomi dan jarak tempuh antara rumah dengan sekolah (Komunikasi personal, Rudiyanto, 08 Februari 2007). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah Adakah hubungan peran orang tua dalam pendidikan kesehatan reproduksi dengan sikap tentang seks bebas pada siswa Kelas II Di SMU Randudongkal Kabupaten Pemalang tahun 2007.

6 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan peran orang tua dalam pendidikan kesehatan reproduksi dengan sikap tentang seks bebas pada siswa kelas II di SMU Randudongkal Kabupaten Pemalang 2007. 2. Tujuan khusus a. Menggambarkan peran orang tua dalam pendidikan kesehatan reproduksi pada siswa kelas II di SMU Randudongkal Kabupaten Pemalang 2007. b. Menggambarkan sikap siswa kelas II di SMU Randudongkal tentang seks bebas. c. Menganalisis hubungan antara peran orang tua dengan sikap siswa kelas II tentang seks bebas di SMU Randudongkal Kabupaten Pemalang 2007. D. Manfaat 1. Bagi ilmu pengetahuan Dapat mengembangkan ilmu keperawatan khususnya dalam lingkup kesehatan reproduksi remaja dan dapat dijadikan referensi bagi para peneliti selanjutnya. 2. Bagi profesi Dapat sebagai masukkan sekaligus evaluasi bagi masing-masing petugas kesehatan ( profesi perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya ),

7 diharapkan akan termotifasi untuk meningkatkan pengetahuan dalam upaya memberikan penyuluhan tentang kesehatan reproduksi untuk remaja. E. Bidang Ilmu Penelitian ini mengambil bidang ilmu keperawatan, khususnya keperawatan maternitas.