digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu sore ketika penulis melintasi sudut Jl. Taman Siswa, Yogyakarta, ada sebuah tulisan SAMPAH KOTA YOGYAKARTA yang mengalihkan pandangan dan perhatian penulis, yang apabila diperhatikan secara seksama, gaya typografi dalam tulisan itu berbeda dengan sekedar coretan-coretan tembok yang lain, model gambar dan tulisan ini menggambarkan sebuah aktifitas yang penuh unsur kesengajaan dan penciptaan yang tersusun seperti halnya coretan Mural, inilah yang disebut dengan Art Graffiti. Sedangkan yang menjadi pertanyaan dalam benak penulis pada waktu itu adalah apa sebenarnya maksud dari tulisan tersebut? Untuk apa tulisan tersebut dibuat? Dan siapakah orang iseng yang membuat tulisan tersebut? Apa tanggapan masyarakat sekitar terhadap tulisan itu?, Dan masih banyak beberapa pertanyaan lain yang membuat penulis jadi semakin penasaran. Gambar 0.1 : Art Graffiti yang berlokasi di Jl. Taman Siswa, Yogyakarta 1
digilib.uns.ac.id 2 Gambar atau tulisan-tulisan seperti ini akan sangat mudah dijumpai di kota-kota besar seperti Surabaya, Solo, dan khususnya di kota Yogyakarta yang akan penulis jadikan sebagai tempat penelitian dalam proses penggarapan skripsi ini. Kota dipandang sebagai tempat orang melakukan aktifitas ekonomi, budaya, dan bentuk-bentuk kehidupan sosial lainnya yang tidak pernah lepas dari berbagai masalah yang dihadapi didalamnya, termasuk faktor budaya, atau berbagai fenomena-fenomena baru yang terjadi didalam kota tesebut. Tanpa mengesampingkan masyarakat aslinya, munculnya fenomena urbanisme dalam kota mengakibatkan adanya anggapan masyarakat luas bahwa kehidupan di kota lebih menjanjikan. Sehingga dari situ berakibat pada banyaknya orangorang yang melakukan perpindahan dari desa ke kota untuk menjalani suatu tatanan hidup yang pada akhirnya berakibat munculnya sebuah subkultur kebudayaan baru. Sebagai contoh adalah pranata sosial tentang seni budaya kota (Urban Art) yang dinilai telah menggeser wacana publik dalam ekspresi-ekspresi seni. Ketika kita memasuki ruas-ruas jalanan kota, maka kita akan menjumpai banyak sekali aktifitas komunikasi, mulai dari spanduk, poster-poster yang menempel pada tembok-tembok pinggir jalan, iklan cetak, spanduk, hingga baliho-baliho dalam berbagai ukuran dan sebagainya. Media-media ini dimanfaatkan untuk menjalin sebuah komunikasi non-verbal dengan para pengguna jalan. Misalnya saja ketika kita berhenti disebuah perempatan Traffic Light yang kebetulan lampunya menyala merah, maka pada saat itu juga kita akan merasakan bahwa kita dikelilingi oleh banyaknya ruang-ruang media sebagai Ruang Jeda yang dianggap paling efektif untuk mengisi kekosongan tersebut dengan berbagai informasi. Bahkan adakalanya informasi-informasi tersebut terkesan maksa, Banyak sekali ditemui beberapa informasi visual yang sifatnya berantakan, tak beraturan, sehingga kesan yang muncul hanya kotor, Contohnya : tempelan-tempelan kertas
digilib.uns.ac.id 3 fotocopy, atau coretan-coretan tinta spidol dan cat semprot. Walaupun disisi lain dapat ditonjolkan sebagai bagian dari sebuah ekspresi seni visual tertentu yang memiliki pesan tertentu pula. Di kota Yogyakarta, Mural dan Art Graffiti akan sangat banyak dijumpai, dinding-dinding kota yang dipenuhi dengan ekspresi-ekspresi seni visual seakan-akan menggambarkan realitas sosial kota Yogyakarta. Pesan-pesan moral, atau bahkan kritik terhadap realitas sosial yang tertuang dalam seni lukis jalanan tersebut tersaji dalam nuansa simbolik seni. Memang Pemerintah Kota Yogyakarta sengaja memberikan ruang bagi para seniman untuk menjadikan Mural sebagai seni visual jalanan untuk menambah keindahan kota selain memperkuat Landmark kota Yogyakarta sebagai kota pariwisata yang terkenal dengan kota seni dan budaya.(http://jogjamuralforum.multiply.com) Munculnya seni-seni visual diruang publik atau yang akrab disebut dengan Mural, Art Graffiti, Street art, atau Street Logos, mengundang beberapa pendapat bahwa hal ini mempunyai sisi buruk yang dianggap sebagai pengganggu ketertiban kota sebagaimana yang dikutip harian Kompas : Vandalisme, itulah kata-kata yang paling tepat untuk memberikan istilah atas tindakan mereka, perilaku menyimpang itu terjangkit dikalangan generasi muda dengan perwujudannya antara lain pengrusakan fasilitas umum, baik mengurangi sebagian fungsi atau keseluruhan, mengurangi estetika dan keindahan serta beberapa tindakan lain yang bersifat desdruktif. Orang normal dan tidak terganggu jiwannya tidak akan merusak Traffic Light, toilet umum. Karena prsarana tersebut disediakan untuk memenuhi kebutuhannya juga. Hanya orang yang (maaf) idiot sajalah yang melakukan corat-coret pada rolling door toko atau didinding rumah yang sore hari sebelumnya habis dicat oleh pemiliknya. (Kompas, 27 Maret 2002) Tak dapat dipungkiri bahwa munculnya aksi corat-coret ini sekilas akan berkaitan dengan adanya geng jalanan, anak muda kota, dan bahasa anak-anak malam jalanan kota untuk yang meng-atas nama-kan identitas, baik secara individu maupun kelompok.
digilib.uns.ac.id 4 Munculnya komunitas tertentu yang kerap disebut dengan istilah Geng ini dinilai sangat dekat dengan kriminalitas yang terjadi dalam budaya kota. Terlepas dari seni, corat-coret yang mengidentitaskan Geng tersebut mengundang sebuah wacana publik tentang aksi vandalisme yang diasumsikan akan merembet ke arah kriminalitas. Namun dalam pandangan seni, sebuah karya seni rupa tak terbatas medianya, dari karya seni rupa yang bermediakan kertas, kanvas, sampai pada dinding, yang disajikan untuk mengekspresikan kreatifitas yang tertuang dalam seni visual kepada publik. Ruang publik kota yang terdiri dari tembok pembatas, tembok-tembok rumah yang berada di pinggir jalan, hingga pada rolling door took-toko, atau bahkan sampai pada prasarana umum, situs peninggalan sejarah, akan ikut menjadi ruang untuk dijadikan sebagai media untuk mengekspresikan aksinya melalui seni Graffiti yang ada di kota seperti di Yogyakarta. Ekspresi simbol-simbol yang tertuang dalam seni Graffiti inipun bermacammacam, ada yang bersifat coretan tulisan biasa, ataupun seni visual tinggi yang menggambarkan sebuah simbol tertentu dan menjadi sebuah karya kreatifitas baru dalam seni, yang juga mengandung pesan tertentu yang dinamakan Art Graffiti, Street Art, atau Post Graffiti. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dijelaskan di atas, maka muncul beberapa perumusan masalah yang harus dipecahkan. Adapun perumusan masalah tersebut adalah : 1. Bagaimana perilaku kreatif komunitas Graffiti SAMPAH KOTA YOGYAKARTA dalam mewujudkan seni Art Graffiti?
digilib.uns.ac.id 5 2. Apa dan bagaimana pesan spiritual dalam karya yang dihasilkan komunitas SAMPAH KOTA YOGYAKARTA. 3. Bagaimana tanggapan masyarakat Yogyakarta terhadap Art Graffiti karyakarya komunitas SAMPAH KOTA YOGYAKARTA? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bagaimana perilaku komunitas SAMPAH KOTA YOGYAKARTA melalui seni Art Graffiti. 2. Untuk mengetahui pesan spiritual dalam karya yang dihasilkan komunitas SAMPAH KOTA YOGYAKARTA. 3. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat Yogyakarta terhadap Art Graffiti karya-karya komunitas SAMPAH KOTA YOGYAKARTA. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini penting karena diharapkan dapat menghasilkan informasi yang akan memberikan jawaban permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan kepada semua pembaca untuk memperkaya khasanah keilmuan dan memperluas wawasan pandangan, khususnya dalam kajian wacana ruang publik dan dalam kajian sosial budaya yang berkembang didalamnya pada umumnya.
digilib.uns.ac.id 6 2. Manfaat Praktis a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. b. Bisa sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian sejenis secara mendalam. c. Untuk memenuhi Tugas Akhir Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sebelas Maret.