BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Nadya Raudotul Jannah, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dominan dalam berbagai bidang kehidupan.. Salah satu bidang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarina Hanifah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Nurul Arini Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

11. Mata Pelajaran Kimia Untuk Paket C Program IPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

1. PENDAHULUAN. Fungsi pendidikan sesungguhnya membentuk karakter yang baik, berpikiran cerdas,

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun sains, ilmu yang pada

54. Mata Pelajaran Kimia untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara

I. PENDAHULUAN. kinerja dari proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar merupakan rangkaian

STANDAR KOMPETENSI. 1.Menjelaskan sifat- sifat

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. kepada siswa agar mengerti dan membimbing mereka untuk menggunakan. proses dan produk. Salah satu bidang sains yaitu ilmu kimia.

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk. SMA (Sekolah Menengah Atas) dan MA (Madrasah Aliyah) diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang dari IPA yang mempelajari struktur,

1. PENDAHULUAN. berdasarkan pada fenomena alam. Ada tiga hal yang berkaitan dengan kimia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses aktualisasi peserta didik melalui berbagai pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

I. PENDAHULUAN. proses kognitif. Proses belajar yang dimaksud ditandai oleh adanya perubahanperubahan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), yang berkembang

BAB III METODE PENELITIAN. pengembangan (Research & Development). Menurut Sukmadinata (2009)

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran sains merupakan bagian dari pendidikan yang pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA BERORIENTASI LEARNING CYCLE 7-E PADA MATERI POKOK KESETIMBANGAN KIMIA UNTUK MELATIH KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Rita Zahara, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat

I. PENDAHULUAN. terbangunnya sebuah peradaban suatu bangsa. Pendidikan di Indonesia banyak

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran (Djamarah dan Zain, 2010). Dari beberapa metode pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Niki Dian Permana P, 2015

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme menurut Von Glasersfeld dalam Pannen, Mustafa, dan Sekarwinahyu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersedia tidak memadai, kurang dana, keterbatasan keterampilan guru dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Lidia Rahmawati, 2013

I. PENDAHULUAN. tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman (Rusman, 2011). Berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 7E TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DAN SIKAP ILMIAH SISWA KELAS X SMAN 7 MALANG

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2014 MATA PELAJARAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai negara yang memiliki sumber

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran kimia di beberapa SMA selama ini terlihat kurang menarik.

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pembelajaran fisika

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

2015 PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PADA PENENTUAN NILAI KALORI MAKANAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia. Menurut Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Standar

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu sains yang memiliki kedudukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis. Agar tujuan tersebut

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu IPA yang mempelajari tentang gejalagejala

ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS XI PADA MATERI HIDROLISIS GARAM DENGAN MODEL LEARNING CYCLE 5E DAN METODE PRAKTIKUM

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. teknologi. Oleh karena itu, SDM (Sumber Daya Manusia) perlu disiapkan

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

I. PENDAHULUAN. yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Fisika bukan hanya penguasaan sekumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta,

I. PENDAHULUAN. dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Kimia adalah ilmu yang

mengobservasi, membandingkan, menemukan kesamaan-kesamaan dan 3. Aktivitas-aktivitas peserta didik sepenuhnya didasarkan pada pengkajian.

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:7), belajar merupakan tindakan dan

I. PENDAHULUAN. Salah satu disiplin ilmu yang dipelajari pada jenjang SMA adalah ilmu kimia.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Standar isi pada Kurikulum 2006 menegaskan bahwa kimia merupakan ilmu yang termasuk rumpun IPA, oleh karenanya kimia mempunyai karakteristik yang sama dengan IPA. Karakteristik tersebut adalah objek ilmu kimia, cara memperoleh, serta kegunaannya. Kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif). Ada dua hal yang berkaitan dengan kimia yang tidak terpisahkan, yaitu kimia sebagai produk (pengetahuan kimia yang berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori) temuan ilmuwan dan kimia sebagai proses (kerja ilmiah). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk (Permendiknas, 2006) Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai dalam mata pelajaran kimia bagi siswa SMA adalah mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip kimia untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 23 Tahun 2006 untuk mata pelajaran kimia 1. Melakukan percobaan, antara lain merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menafsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; 2. Memahami hukum dasar dan penerapannya, cara perhitungan dan pengukuran, fenomena reaksi kimia yang terkait dengan kinetika, kesetimbangan, kekekalan masa dan kekekalan energi; 3. Memahami sifat berbagai larutan asam-basa, larutan koloid, larutan elektrolit-non elektrolit, termasuk cara pengukuran dan kegunaannya; 4. Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi dan elektrokimia serta

2 penerapannya dalam fenomena pembentukan energi listrik, korosi logam, dan pemisahan bahan (elektrolisis); 5. Memahami struktur molekul dan reaksi senyawa organik yang meliputi benzena dan turunannya, lemak, karbohidrat, protein, dan polimer serta kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan rincian di atas nampak bahwa pembelajaran kimia merupakan wahana atau sarana untuk dapat melatih siswa agar memiliki kemampuan untuk dapat menguasai pengetahuan, konsep, dan prinsip kimia melalui pengembangan kompetensi yang dimilikinya berdasarkan fakta-fakta empiris di lapangan. Kemudian, agar pembelajaran sesuai dengan tujuannya, maka pembelajaran kimia harus dikonstruksi sedemikian rupa sehingga siswa diberi pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi yang dimilikinya. Selanjutnya berdasarkan SKL di atas dijelaskan pula bahwa dalam pemerolehan konsep pengetahuan, siswa harus melalui pemberian pengalaman langsung oleh guru untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis, menentukan variabel, merancang dan merakit instrumen, mengumpulkan, mengolah dan menfsirkan data, menarik kesimpulan, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis, untuk kemudian siswa diharapkan dapat memahami konsep kimia dan mengaplikasikan konsep kimia. Sebagai bagian dari ilmu sains, kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang diangap sulit, hal ini menyebabkan sebagian besar siswa kurang berminat untuk mempelajari ilmu tersebut secara lebih dalam. Kemungkinan besar hal itu terjadi karena karakteristik ilmu kimia itu sendiri yang bersifat abstrak dan kompleks. Karena keabstrakannya tersebut maka ada saja siswa yang menggunakan cara menghafal untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Cara yang digunakan ini dapat menyebabkan siswa tidak menguasai dan memahami konsep-konsep yang ada pada setiap materi kimia serta keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Piaget merupakan seorang konstruktivis pertama (Bodner, 1986 dalam Dahar 1996: 158). Piaget meneliti tentang bagaimana anak-anak memperoleh pengetahuan, yang kesimpulan akhirnya menjelaskan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak sendiri (Dahar, 1996: 160). Prinsip umum dan

3 paling essensial dari konstruktivisme adalah bahwa siswa memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah, dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu untuk menunjang proses alamiah ini. Dengan memperhatikan hal-hal yang ada pada model konstruktivis, maka kita harus menerima bahwa mengajar bukan sebagai proses dimana gagasan guru diteruskan pada siswa, melainkan sebagai proses untuk mengubah gagasan siswa yang sudah ada yang mungkin belum benar (Dahar, 1996: 164). Learning Cycle (siklus belajar) merupakan salah satu model pembelajaran yang sejalan dengan konstruktivisme (Herron, 1988 dalam Dahar, 1996: 164). Learning cycle (siklus belajar) terdiri atas tiga fase, yang setiap fasenya harus siswa jalani. Dengan menggunakan learning cycle (siklus belajar) dari segi siswa, mereka akan merasa lebih dihargai, karena siswa dapat mengemukakan gagasannya secara bebas dan siswa juga diajarkan untuk menerima suatu kenyataan, dan mereka akan mengubah pikiran mereka bila dihadapkan pada kenyataan, dan ini merupakan salah satu sikap ilmiah yang penting dan perlu untuk dikembangkan. Menurut pandangan konstruktivisme, dalam proses pembelajar kimia seyogyanya disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional atau dapat dimengerti oleh siswa dan memungkinkan terjadi interaksi sosial. Dengan kata lain, saat proses belajar berlangsung, siswa harus terlibat secara langsung dalam kegiatan nyata (Rustaman, dkk. 2003: 207). Beberapa penelitian telah menunjukkan keefektifan model siklus belajar untuk meningkatkan hasil belajar. Studi Abraham & Renner (1986) dalam pembelajaran kimia di SMU dengan mengembangkan siklus belajar dalam tiga tahap, menyimpulkan bahwa proses validasi konsep dan konstruksi pengetahuan berlangsung lebih baik. Penelitian Renner, Abraham, dan Birnei (1985) dalam pembelajaran sains dan teknologi menyimpulkan bahwa penggunaan siklus belajar dapat meningkatkan hasil belajar. Penelitian Fajaroh dan Dasna (2003) menyimpulkan bahwa: (1) penerapan siklus belajar dalam pembelajaran kimia menjadikan siswa lebih aktif, baik dalam kegiatan percobaan maupun diskusi kelas, dan (2) menjadikan siswa mudah memahami suatu konsep sehingga hasil belajar siswa lebih baik.

4 Pada umumnya metode mengajar yang banyak digunakan agar siswa secara aktif mengalami, melihat langsung serta membuktikan suatu konsep yang sedang dipelajarinya adalah metode praktikum atau metode demonstrasi. Dalam kegiatan belajar dengan metode praktikum, siswa dapat secara aktif langsung melakukan kegiatan praktikum. Sementara itu dalam metode demonstrasi, siswa dapat mengamati dan memperhatikan pada apa yang diperlihatkan guru selama pelajaran berlangsung. Metoda demonstrasi dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran kimia adalah dengan menerapkan metode praktikum. Metode praktikum ini sangat penting untuk diterapkan dalam pembelajaran kimia di sekolah karena pada hakikatnya ilmu kimia mencakup dua hal, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai proses. Kimia sebagai produk meliputi sekumpulan pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip kimia. Sedangkan kimia sebagai proses meliputi keterampilanketerampilan dan sikap-sikap yang dimiliki oleh para ilmuan untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan kimia (Wahyu,2007). Metode praktikum merupakan salah satu metode yang sangat tepat diterapkan dalam pembelajaran ilmu kimia karena metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri fakta yang diperlukan untuk meningkatkan penguasaan dan pemahamannya tentang materi kimia yang dipelajarinya. Selain itu, kegiatan praktikum dapat meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Jahro dan Susilawati (2008) bahwa penerapan metode praktikum pada proses pembelajaran berhasil meningkatkan motivasi belajar kimia siswa. Lebih dari 75% dan 89,3% siswa sepakat bahwa kegiatan praktikum dapat membantu meningkatkan pemahaman materi kimia yang dipelajarinya. Fungsi dari metode praktikum merupakan penunjang kegiatan prosedur belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsipprinsip yang dikembangkan. Keuntungan penggunaan metode praktikum adalah sebagai berikut:

5 1. Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa 2. Siswa dapat mengamati proses 3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah 5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran lebih efektif dan efisien (Mulyati Arifin, dkk. 2003). Menurut Mulyati Arifin, dkk. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan sebelum praktikum, hal-hal ini yang perlu mendapat perhatian guru dan murid. Salah satu hal tersebut yaitu guru perlu menyiapkan prosedur praktikum. Pada umumnya prosedur praktikum disajikan dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS) dengan tujuan membuat siswa lebih paham mengenai konsep kimia yang disampaikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hasil percobaan. Menurut Rohaeti et.al. (2006), kelebihan penggunaan LKS adalah memperjelas penyajian informasi sehingga proses belajar semakin lancar, meningkatkan motivasi siswa, dan siswa akan mendapatkan pengalaman yang sama mengenai peristiwa serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan lingkungan sekitar. Dengan demikian, LKS yang didalamnya terdapat prosedur praktikum sebagai salah satu media pembelajaran praktikum akan memberikan pembelajaran bermakna bagi siswa. Pada pembelajaran bermakna tersebut menurut Ausubel terjadi proses terkaitnya pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan informasi yang baru diterima (Wahyu, 2007). Berdasarkan hasil survey lapangan terhadap sepuluh sekolah di kota Bandung, ternyata LKS yang digunakan di semua sekolah tersebut masih memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya: (1) prosedur praktikum yang tercantum dalam LKS masih bersifat kualitatif, (2) materi yang disajikan tidak dapat mendorong siswa untuk belajar bermakna, (3) tidak adanya prosedur praktikum mengenai penentuan volum molar gas yang penulis anggap sebagai salah satu materi yang sangat penting dalam pembelajaran kimia. Sehingga menurut penulis tujuan pembelajaran kimia yang ideal tidak tercapai.

6 Oleh karena itu, berdasarkan kepada hal tersebut perlu dilakukan penerapan suatu model pembelajaran dalam media LKS, khususnya dalam hal ini LKS praktikum yang dapat memberikan kesempatan yang luas bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan dalam berpraktikum sehingga pembelajaran bermakna dapat tercapai. Model learning cycle 7e merupakan suatu model pembelajaran yang dapat mewujudkan hal tersebut. Hal ini dikarenakan menurut Einskraft (2003), learning cycle 7e adalah model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme dan juga didalamnya terjadi proses inkuiri. Menurut Lorsbach model pembelajaran ini dapat merangsang siswa untuk mengingat kembali konsep yang telah diperoleh sebelumnya, memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif, melatih siswa belajar menemukan konsep melalui kegiatan praktikum, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir, mencari, menemukan, dan menjelaskan contoh penerapan konsep yang telah dipelajari (Susilawati, 2010). Oleh sebab itu, penerapan model learning cycle 7e khususnya dalam LKS praktikum dapat melatih siswa untuk membangun konsep melalui proses inkuiri yang terjadi selama kegiatan praktikum berlangsung. Sehingga memungkinkan model pembelajaran learning cycle 7e dapat menjadi basis dalam pengambangan LKS, termasuk untuk penentuan volum molar gas yang selama ini tidak ada dalam LKS pada jenjang SMA. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam rangka pengembangan prosedur praktikum dan LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e sehingga diimplementasikan ke dalam penelitian yang berjudul Pengembangan Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam Pembelajaran Learning Cycle 7e pada Subtopik Penentuan Volume Molar Gas.

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, secara umum permasalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah Bagaimana mengembangkan prosedur praktikum dan lembar kerja siswa dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas? Untuk memperjelas arah penelitian ini, maka secara khusus rumusan masalah tersebut dijabarkan ke dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi percobaan yang optimum untuk mengembangkan prosedur praktikum dan LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas? 2. Bagaimana kualitas LKS jika ditinjau dari keterlaksanaan siswa dalam melaksanakan praktikum dengan menggunakan prosedur praktikum dan LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas? 3. Bagaimana penilaian guru terhadap prosedur praktikum dan LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas? 4. Bagaimana respon siswa terhadap prosedur praktikum dan LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas? C. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hanya akan membahas masalah-masalah yang akan diteliti. Penelitian ini perlu dibatasi agar lebih terarah dan memberikan informasi yang lebih jelas. Penelitian ini dibatasi pada hal: 1. LKS yang dikembangkan merupakan jenis LKS dalam pembelajaran eksperimen. 2. Prosedur praktikum yang optimal ditinjau dari kemudahan memperoleh alat dan bahan praktikum, mudah dilaksanakan oleh siswa, sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia, dan hasilnya mendekati akurat. 3. Pengembangan prosedur praktikum yang diteliti dibatasi pada optimasi prosedur praktikum, kesesuaiannya dengan standar isi, dan tingkat keterlaksanaan.

8 4. Dalam penelitian ini tidak diteliti pengaruh digunakannya LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e terhadap hasil belajar. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan prosedur praktikum dan lembar kerja siswa dalam pembelajaran learning cycle 7e pada subtopik penentuan volume molar gas. E. Manfaat Hasil Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang berguna dalam upaya perbaikan pembelajaran, yaitu: 1. Bagi siswa Siswa diharapkan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas, sehingga siswa dapat terbantu dalam proses, dan siswa diharapkan mampu menggali pengetahuan awal mereka, memahami konsep yang ada, serta dapat mengaplikasikannya. 2. Bagi Guru Hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru. 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan bagi peneliti dan peneliti lainnya, serta dapat menjadi perbandingan untuk dapat memperluas volume molar gas-gas lainnya. F. Definisi Operasional Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda-beda pada konsep yang akan dilakukan dalam penelitian ini, maka diperlukan penjelasan beberapa istilah, yaitu sebagai berikut: 1. Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaatkan, dan aplikasi

9 ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan telkonogi baru (UU No. 18 tahun 2002). 2. Metode eksperimen (praktikum) adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan kegiatan percobaan (Wahyu, 2007). 3. Prosedur praktikum adalah pedoman pelaksanaan kegiatan praktikum yang berisi tata cara persiapan, pelaksanaan, analisis data, dan pelaporan yang disusun atau ditulis oleh kelompok/individu dan mengikuti kaidah tulisan ilmiah (Kepmendik, 2001). 4. Model pembelajaran learning cycle 7e merupakan model desain instruksional yang dikembangkan dari Learning Cycle 5e. Dalam Learning Cycle 5e menjelaskan proses pembelajaran dalam 5 tahap, yaitu engage, explore, explain, elaborate dan evaluate. Learning Cycle 7e ini lebih menekankan pada pengaktifan pengetahuan siswa sebelumnya dan transfer belajar. Berdasarkan alasan tersebut, Learning Cycle 7e ditambahkan dua fase baru, yaitu elicit dan extend (Huang, 2008). 5. Lembar kerja siswa adalah jenis hand out yang dimaksudkan untuk membantu siswa belajar secara terarah (Surachman dalam Rohaeti et al. 2006). 6. Pre lab merupakan bagian dari LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e yang merupakan perwujudan dari tahap elicit dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa. 7. Post lab merupakan bagian dari LKS dalam pembelajaran learning cycle 7e yang merupakan perwujudan dari tahap extend dengan tujuan untuk memperdalam, memperluas konsep yang diperoleh siswa melalui pembelajaran dan untuk memecahkan masalah dalam situasi lain.