TINJAUAN PUSTAKA Demam Berdarah Dengue (DBD) Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Anggraeni 2010). Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia, kecuali di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Adapun nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan terbang mencapai radius 100-200 meter. Oleh sebab itu, jika di suatu lingkungan terjadi kasus DBD, maka masyarakat yang berada pada radius tersebut harus waspada (Anggraeni 2010). Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya (Jawa Timur) pada tahun 1968. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 1980 telah diketahui bahwa seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD, kecuali Timor-Timur. Peningkatan jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air dan adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina et al. 2004). Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia (Kristina et al. 2004). Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi jika daya tahan tubuh kurang, karena secara alamiah virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh (Anggraeni 2010). Antibodi dengue secara pasif telah ada pada bayi atau secara aktif melalui infeksi yang terjadi sebelumnya. Penyakit ini sering menyerang anak-anak usia sekolah yang berusia di bawah 15 tahun. Anak-anak tersebut cenderung duduk di dalam kelas selama pagi
hingga siang hari. Waktu tersebut merupakan waktu aktif nyamuk Aedes aegypti untuk menggigit. Penyakit ini juga dapat diderita oleh orang yang sebagian besar tinggal di lingkungan lembab dan daerah pinggiran kumuh (Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, berbau dan lembab. Tempat perindukan yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah kawasan yang padat dengan sanitasi yang kurang memadai, terutama di genangan air dalam rumah, seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum atau ember plastik. Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah. Kebijakan tersebut antara lain menyatakan bahwa semua rumah sakit tidak menolak pasien yang menderita DBD dan harus memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku. Regresi Poisson Sebaran Poisson sering digunakan untuk memodelkan kejadian yang jarang terjadi, seperti jumlah penderita kanker hati di suatu daerah pada periode waktu tertentu, jumlah kecelakaan lalu lintas pada suatu lokasi per tahun dan lainnya (Kleinbaum 1988). Cameron dan Trivedi (1998) menyatakan suatu peubah acak Y yang diskrit akan mengikuti sebaran Poisson jika µ adalah rata-rata suatu kejadian per unit waktu dan t adalah periode waktu tertentu, maka rata-rata dari y menjadi µt. Peluang terjadinya kejadian y pada periode waktu ke-t sebagai berikut :, y= 0,1,2,... ; µ > 0 Jika selang waktu kejadian adalah sama, maka fungsi sebaran peluang untuk peubah acak Poisson Y dengan parameter µ menjadi :, y = 0,1,2,... ; µ > 0 dan E(Y) = µ, VAR(Y) = µ Kasus DBD dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD sudah diketahui. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah penderita DBD dapat didekati dengan analisis statistik. Pendekatan yang sering digunakan untuk data cacah yang memiliki peluang kejadian kecil (peluang 0), khususnya dalam analisis regresi adalah regresi Poisson (Cameron dan
Trivedi 1998). Analisis regresi Poisson biasanya diterapkan dalam penelitian kesehatan masyarakat, biologi dan teknik. Model regresi Poisson termasuk salah satu model persamaan regresi nonlinear. Model regresi Poisson dapat ditulis sebagai berikut (Myers 1990) : i=1,2,..,n dengan adalah nilai tengah jumlah kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian y dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut : y i = jumlah penderita DBD di kabupaten = 0, 1, 2, 3, i = kabupaten/kota =1,2,...,n Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi kemungkinan dari regresi Poisson adalah dan logaritma natural dari fungsi kemungkinan sebagai berikut : Model regresi Poisson termasuk model nonlinear, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson (Cameron dan Trivedi 1998). Overdispersi Long (1997) dalam Jackman (2003) menyatakan kejadian overdispersi karena adanya sumber keragaman yang tidak teramati pada data atau adanya pengaruh peubah lain yang mengakibatkan peluang terjadinya suatu kejadian bergantung pada kejadian sebelumnya. McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan dalam bukunya bahwa data cacah untuk regresi Poisson dikatakan mengandung overdispersi jika ragam lebih besar dari nilai tengah, var(y) > E(Y). Simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan
signifikansi dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Dugaan dispersi dapat diukur dari rasio antara deviance atau Pearson s Chi- Square dengan derajat bebasnya. Rasio ini selanjutnya disebut sebagai rasio dispersi. Dugaan dispersi dikatakan overdispersi jika rasio dispersi > 1 dan underdispersi jika rasio dispersi < 1. Regresi Binomial Negatif Pada penerapannya asumsi dari model Poisson tidak selalu terpenuhi karena adanya overdispersi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menghadapi overdispersi adalah menggunakan model binomial negatif seperti yang dikembangkan oleh Long (1997) dalam Jackman (2007). Sebaran binomial negatif merupakan sebaran campuran Poisson-Gamma. Diasumsikan terdapat peubah δ i yang menyebar gamma dengan nilai tengah 1 dan ragam 1/ i dalam nilai tengah sebaran Poisson. Misalkan v i adalah sumber keragaman yang tidak teramati, sehingga nilai tengah sebaran campuran Poisson-Gamma adalah dengan adalah nilai tengah model Poisson dan δ i =exp(v i ). Berdasarkan asumsi E(δ i )=1, maka model Poisson dan binomial negatif memiliki nilai tengah yang sama, yaitu. Fungsi peluang sebaran campuran Poisson-Gamma dapat ditulis sebagai berikut : Peubah δ i menyebar gamma dengan parameter α dan β. Fungsi peluang gamma adalah
dengan nilai harapan, sehingga untuk memperoleh maka parameter. Misalkan untuk parameter α dan β ditentukan sebesar i, maka fungsi peluang gamma menjadi sebaran campuran Poisson-Gamma dapat diperoleh dengan pengintegralan peubah δ i ke dalam fungsi peluang Poisson sebagai berikut : dengan i > 0, akan diperoleh fungsi gamma dengan demikian fungsi binomial negatif yang merupakan campuran Poisson- Gamma diperoleh sebagai berikut dan memiliki nilai tengah yang sama dengan Poisson dengan ragam Parameter ragam i (δ i ) biasanya ditetapkan konstan dan merupakan parameter ekstra yang diduga bersamaan dengan parameter β. Pendugaan parameter di dalam regresi binomial negatif dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kemungkinan. Fungsi kemungkinan bagi model binomial negatif yaitu dan logaritma natural dari fungsi kemungkinan sebagai berikut :
Ukuran Kebaikan Model Pemilihan model regresi yang terbaik perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisis regresi yang optimal. Beberapa ukuran kebaikan model yang akan digunakan, yaitu deviance dan Akaike Information Criteria (AIC). Deviance Deviance model regresi Poisson memiliki persamaan sebagai berikut (Kleinbaum et al. 1988) : dengan adalah logaritma natural dari model kemungkinan tanpa melibatkan semua peubah penjelas dan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas. Nilai deviance yang kecil menunjukkan semakin kecil kesalahan yang dihasilkan model, artinya model semakin tepat. Nilai deviance akan semakin berkurang dengan bertambahnya parameter ke dalam model (McCullagh dan Nelder 1989).
Akaike Information Criteria (AIC) Perhitungan kebaikan model kemungkinan maksimum yang sering digunakan adalah Akaike Information Criteria (AIC). Akaike mendefinisikan perhitungan AIC sebagai berikut : dengan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas dan p yaitu banyaknya parameter. AIC merupakan kriteria yang mempertimbangkan banyaknya parameter. Nilai AIC yang semakin kecil menunjukkan model yang semakin baik. Koefisien Determinasi (R 2 ) Ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas disebut koefisien determinasi atau R 2. Koefisien determinasi (R 2 ) dalam analisis regresi linier didasarkan pada pemakaian jumlah kuadrat dengan metode kuadrat terkecil. Penggunaan R 2 dapat menggambarkan keeratan hubungan regresi antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X. Nilai R 2 yang semakin besar ( 0 R 2 1) menunjukan semakin tepat dugaan dari model regresi. Model regresi Poisson dapat diduga dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, sehingga terdapat beberapa ukuran R 2 dalam regresi Poisson yang didasarkan pada proporsi reduksi dalam logaritma natural dari fungsi kemungkinan yang dimaksimumkan. Ada beberapa ukuran R 2 yang telah dikembangkan dalam model regresi Poisson (Heinzl dan Mittlböck 2003). Penggunaan ukuran R 2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut : dengan adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika semua parameter β j ( j = 0,1,, k ) tidak disertakan
dalam model, y i adalah nilai amatan dari peubah respon; adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika semua parameter β j disertakan dalam model, adalah nilai dugaan (predicted value) untuk amatan ke-i; adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika hanya β 0 yang disertakan dalam model; dan adalah rata-rata respon y. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Ukuran ini dapat ditinjau apabila peubah-peubah penjelas relatif banyak dibandingkan dengan ukuran sampel (n). Suatu koreksi terhadap dapat dilakukan dengan menggunakan derajat bebas : dengan k adalah banyaknya peubah penjelas. Adapun menurut Cameron dan Windmeijer (1995), ukuran R 2 dalam model regresi binomial negatif untuk mengatasi overdispersi yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut : Algoritma pemilihan model terbaik menurut Draper dan Smith (1992) dapat dilakukan dengan meggunakan sebagian dari semua kombinasi peubah penjelas yang masuk ke dalam model. Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik didasarkan pada tiga kriteria, yaitu nilai R 2 maksimum, nilai R 2 terkoreksi maksimum dan statistik C p Mallows. Penelitian ini selanjutnya akan meggunakan nilai R 2 maksimum dalam menentukan kombinasi peubah penjelas terbaik.