1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan luas laut sekitar 5,8 juta km² (0,8 juta km² perairan territorial; 2,3 juta km² perairan nusantara; dan 2,7 juta perairan ZEE) 1, Indonesia memiliki potensi sumberdaya pesisir yang sangat melimpah. Kawasan pesisir ini terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun dan lahan basah yang memiliki keanekaragaman hayati dan berbagai sumberdaya alam seperti ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi lainnya. Selain itu, potensi yang tidak kalah pentingnya dari pesisir Indonesia adalah sebagai pusat keanekaragaman hayati laut tropis dunia, yaitu antara lain memiliki 30 persen mangrove di dunia; dan 30 persen terumbu karang dunia (KLH, 2002). Dalam hal perikanan tangkap, menurut data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2010) potensi lestari sumber daya ikan Indonesia pada tahun 2008 mencapai sekitar 6,4 juta ton per tahun. Potensi yang demikian besar tentunya memberikan peluang yang besar pula terhadap terciptanya berbagai bentuk pemanfaatan seperti pemukiman, pariwisata, penangkapan ikan dan pertambangan. Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002 (KLH, 2002) menunjukkan bahwa terdapat 42 kota besar dan 181 kabupaten berada di wilayah pesisir yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, industri dan berbagai aktivitas lain. Di wilayah kota dan kabupaten, terdapat kurang lebih 80 persen industri yang memanfaatkan sumber daya pesisir dan membuang limbahnya ke wilayah pesisir. Selain itu, fakta menunjukkan bahwa 140 juta penduduk atau 60 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir dalam jarak 50 km ke arah darat dari pantai 2. Akan tetapi, ditengah derasnya arus pembangunan di kawasan pesisir, fakta lain menunjukan bahwa sekitar 5.254.400 jiwa atau 32,14 persen dari jumlah total 1 Kelautan dan Perikanan dalam Angka tahun 2009. Departemen Kelautan dan Perikanan RI 2 Laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2002. Kementerian Lingkungan Hidup RI
2 masyarakat pesisir (16.420.000 jiwa) berada dalam jeratan kemiskinan. Hal ini menandakan jumlah penduduk miskin di kawasan pesisir sebesar 13,45 persen dari total penduduk miskin Indonesia (Kusnadi, 2009). Kenyataan ini memberikan pesan bahwa pada satu sisi potensi kalautan dan perikanan Indonesia sangat melimpah, namun dilain sisi mayoritas masyarakat pesisir / nelayan masih harus berjuang untuk keluar dari jeratan kemiskinan. Menurut Dahuri et al. (1996), pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia dari sudut pandang pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dihadapkan pada kondisi yang bersifat mendua. Kondisi pertama, ada banyak kawasan yang belum tersentuh sama sekali oleh aktivitas pembangunan, namun pada kondisi lainnya terdapat beberapa kawasan pesisir yang telah dimanfaatkan (dikembangkan) dengan intensif. Akibatnya, terlihat indikasi telah terlampauinya daya dukung atau kapasitas berkelanjutan (potensi lestari) dari ekosistem pesisir dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir, dan abrasi pantai, telah muncul di kawasan-kawasan pesisir yang dimaksud. Pemanfaatan sumberdaya alam yang semakin pesat pada kenyataannya terus dikembangkan kearah pemanfaatan ekonomi yang berdampak pada penurunan kualitas lingkungan, yang ternyata berimbas pada penurunan kualitas kehidupan manusia (Keraf, 2002). Hal ini menandakan bahwa perubahan ekologis sangat mungkin terjadi ditengah beragamnya aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Dalam konteks sumberdaya pesisir, perubahan ekologis dapat dilihat dari degradasi ekosistem mangrove, ekosistem terumbu karang, dan ekosistem padang lamun. Luas hutan mangrove di Indonesia telah berkurang sekitar 120.000 hektar (ha) dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (KLH, 2009). Selain itu, berdasarkan kegiatan pemantauan Coremap II P2O LIPI, di 985 lokasi selama tahun 2008, kondisi terumbu karang di Indonesia 5,51 persen dalam kondisi sangat baik, 25,48 persen dalam kondisi baik, 37,06 persen dalam kondisi cukup, dan 31,98 persen dalam kondisi kurang (damaged).
3 Kerusakan sumberdaya pesisir yang terjadi dalam pengelolaannya diakibatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya alam (Susanto, 2009). Masyarakat nelayan sebagai aktor yang memiliki kedekatan fisik, teritorial, dan emosional terhadap sumberdaya pesisir merupakan aktor utama yang menarik untuk dikaji dalam kaitanya dengan strategi adaptasinya terhadap sumberdaya pesisir yang mengalami perubahan ekologis tersebut. Strategi adaptasi nelayan dipandang sebagai hal yang terkait dengan kemampuan respon masyarakat terhadap perubahan ekologis sangat penting untuk dipelajari, karena strategi adaptasi yang dilakukan oleh nelayan memungkinkan nelayan mengatur sumberdaya terhadap persoalan-persoalan spesifik seperti: ketidakpastian/fluktuasi hasil tangkapan dan menurunnya sumberdaya perikanan. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu, tepatnya di Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat. Lokasi ini merupakan salah satu wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang kaya. Selain sumberdaya pesisir yang beraneka ragam, Tanah Bumbu juga merupakan salah satu daerah penghasil batubara terbesar di Indonesia. Sektor pertambangan terutama pertambangan batubara merupakan salah satu sub sektor yang sangat berperan bagi perekonomian Kabupaten Tanah Bumbu. Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010 mencatat ada 83 perusahaan/kud yang mendapatkan izin penambangan batubara dan empat pertambangan bijih besi 3. Beroperasinya berbagai jenis perusahaan pertambangan tersebut secara tidak langsung juga berdampak pada aktivitas nelayan. Hal ini dikarenakan aktivitas pertambangan menggunakan wilayah pesisir sebagai jalur transportasi (pelabuhan khusus) bongkar muat bahan tambang. Dengan demikian, kajian terhadap strategi adaptasi nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis tersebut merupakan hal yang menarik untuk diteliti. 1.2. Perumusan Masalah Kawasan pesisir di Desa Pulau Panjang, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu, merupakan salah satu kawasan pesisir yang padat aktivitas. Kurang lebih ada enam pelabuhan khusus (pelsus) batubara yang 3 Tanah Bumbu dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2010.
4 beroperasi di sekitar kawasan ini. Munculnya berbagai pelabuhan khusus batubara tersebut, baik langsung maupun tidak langsung mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk perubahan ekologis di kawasan pesisir Desa Pulau Panjang. Selain itu, pada saat ini Desa tersebut juga masih berstatus sebagai kawasan cagar alam yang ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dengan Surat Keputusan nomor 435 tahun 2009. Kondisi ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat Desa Pulau Panjang yang mayoritas bermatapencaharian sebagai nelayan. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Sejauh mana perubahan ekologis mempengaruhi kegiatan nelayan di Desa Pulau Panjang? 2. Bagaimana strategi adaptasi nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis di kawasan tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis: 1. Pengaruh perubahan ekologis terhadap kegiatan nelayan. 2. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan Desa Pulau Panjang terhadap perubahan ekologis di kawasan tersebut. 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pola-pola adaptasi nelayan dan tindakan yang dipilih dalam menghadapai perubahan ekologis di kawasan pesisir. Secara lebih khusus, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, diantaranya adalah: 1. Bagi swasta Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk lebih menyadari dampak pemanfaatan sumberdaya pesisir terhadap nelayan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam menyusun strategi pelaksanaan program pengembangan masyarakat (community development) yang tepat untuk pelaksanaan Corporate Social Responsibilities (CSR).
5 2. Bagi kalangan akademisi dan peneliti Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pustaka mengenai perubahan ekologis yang terjadi di kawasan pesisir, pengaruh perubahan ekologis terhadap nelayan, dan strategi adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis tersebut. 3. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan (decision maker) dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Selain itu, diharapkan agar pemerintah dapat menyusun strategi yang tepat dalam memberdayakan nelayan, sesuai dengan karakteristik sosial budaya masyarakatnya. Hal ini dikarenakan pemahaman mengenai proses adaptasi nelayan terhadap lingkungannya merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi manusia (people centered development), yang melandasi wawasan pengelolaan sumberdaya lokal (community-based resource management). 4. Bagi masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan masyarakat mengenai perubahan ekologis, hal-hal yang menyebabkan terjadinya perubahan ekologis tersebut, dan pola adaptasi nelayan terhadap perubahan ekologis yang ada di pesisir Pulau Panjang.