Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG "BURSA" (LEMBARAN NEGARA NR 79 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG UNDANG

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 13 TAHUN 1951 (13/1951) TENTANG BURSA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1950 TENTANG PINJAMAN DARURAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: PERPANJANGAN JANGKA WAKTU MASA-KERJA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH YANG TERBENTUKBERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1961 TENTANG PENGELUARAN DAN PEMASUKAN TANAMAN DAN BIBIT TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: ACARA PIDANA KHUSUS UNTUK ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT ACARA PIDANA KHUSUS. ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Tentang: PENGUBAHAN UNDANG-UNDANG PEMILIHAN UMUM (UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1953, LEMBARAN-NEGARA NO. 29 TAHUN 1953) *)

Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1956 TENTANG PENGAWASAN TERHADAP PEMINDAHAN HAK ATAS TANAH-TANAH PERKEBUNAN

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1953 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1953 TENTANG PENILAIAN PERSEDIAAN UANG EMAS DAN BAHAN UANG EMAS PADA DE JAVASCHE BANK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

Mengingat: pasal 97, 131 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia:

Mengingat: Pasal 97, pasal 89 dan pasal 111 ayat 2 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

GUBERNUR MILITER IBU KOTA. PENCABUTAN KEMBALI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1954 TENTANG PENYELESAIAN SOAL PEMAKAIAN TANAH PERKEBUNAN OLEH RAKYAT

UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

Bab XXI : Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka Karena Kealpaan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 11 TAHUN 1962 (11/1962) Tanggal: 3 AGUSTUS 1962 (JAKARTA)

Tentang: PEMBENTUKAN MAJELIS ILMU PENGETAHUAN INDONESIA *)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1955 TENTANG KEPENDUDUKAN ORANG ASING. Presiden Republik Indonesia,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia Serikat,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1953 TENTANG PENGELUARAN SURAT PERBENDAHARAAN UNTUK TAHUN 1953 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1951 TENTANG MENGATUR TENAGA DOKTER PARTIKULIR DALAM KEADAAN GENTING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MATA UANG. INDISCE MUNTWET PENGHENTIAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 28 (28/1948) Peraturan tentang Pasal alat pembayaran Luar Negeri. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan : pembelian efek yang ditawarkan oleh emiten di Pasar Modal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bab XXV : Perbuatan Curang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1984 TENTANG WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan mencabut "Regeling meldingsplict bedrijven" (Staatsblad 1949 Nr 445), menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG KEWAJIBAN MELAPORKAN PERUSAHAAN.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR : 8TAHUN 2010 TANGGAL : 6 SEPTEMBER 2010 TENTANG : TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH PEMERINTAH ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA [LN 1999/66, TLN 3843]

PAJAK PEREDARAN PEMBATASAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: BATAVIASCHE VERKEERS MAATSCHAPPIJ NV. (BVM). NASIONALISASI. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1999 TENTANG LALU LINTAS DEVISA DAN SISTEM NILAI TUKAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KEPALA DAN WAKIL KEPALA BADAN PUSAT INTELLIGENCE

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 15 TAHUN 1952 (15/1952) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1952 (JAKARTA) Sumber: LN 1952/67 Tentang: PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG "BURSA" (LEMBARAN NEGARA NR 79 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG UNDANG Indeks: BURSA. Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa Pemerintah dengan mempergunakan haknya termaktub dalam pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan "Undang-undang Darurat tentang Bursa" (Undang-undang Darurat Nr 13 tahun 1951); Mengingat : pasal 97 ayat 4 jo. pasal 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan pasal 59 Kitab Hukum Dagang; Dengan persetujuan : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; Memutuskan : Menetapkan : UNDANG-UNDANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG BURSA" SEBAGAI UNDANG-UNDANG. PASAL I. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam "Undang-undang Darurat No. 13 tahun 1951 tentang Bursa" yang termuat dalam Lembaran Negara tahun 1951 Nr 79 ditetapkan sebagai undang- undang yang berbunyi sebagai berikut : Undang-undang tentang Bursa.

Pasal 1. Yang dimaksudkan dengan bursa dalam arti Undang-undang ini ialah bursa-bursa perdagangan di Indonesia, yang didirikan untuk perdagangan uang dan effek-effek, termasuk semua pelelangan effek-effek. Pasal 2. Pembukaan bursa dalam arti pasal 1 hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri Keuangan. Pasal 3. 1. Bursa itu diawasi oleh Menteri Keuangan. 2. Untuk melaksanakan pengawasan dimaksud dalam ayat 1, Menteri Keuangan berhak mengadakan peraturan-peraturan tentang : a. pembukaan dan penutupan bursa; b. pencatatan dan cara-cara berdagang dibursa. Pasal 4. Menteri Keuangan diberi kuasa mengambil tindakan-tindakan yang dipandangnya perlu guna kepentingan umum, guna kepentingan perdagangan uang dan effek-effek umumnya, atau guna kepentingan transaksi-transaksi dibursa khususnya. Pasal 5. 1. Ada suatu panitia penasehat soal-soal bursa, yang anggotaanggotanya diangkat oleh Menteri Keuangan. Dalam panitia itu duduk seorang wakil dari De Javasche Bank, sedangkan sekurangkurangnya seperdua dari jumlah anggota-anggota itu harus terdiri dari anggota perserikatan perdagangan uang dan effek-effek yang akan didirikan oleh Menteri Keuangan dengan melaksanakan pasal 4. 2. Panitia penasehat soal-soal bursa, mengatur sendiri caranya ia melakukan pekerjaannya. 3. Menteri Keuangan tidak akan menetapkan peraturan-peraturan sebagai dimaksud dalam pasal 3 atau mengambil tindakantindakan sebagai dimaksud dalam pasal 4 sebelum mendengar panitia penasehat soal-soal bursa.

4. Panitia penasehat soal-soal bursa berhak mengajukan usul-usul kepada Menteri Keuangan, jika dipandangnya berfaedah atau perlu guna kepentingan umum, guna kepentingan perdagangan uang dan effek-effek umumnya, atau guna kepentingan transaksitransaksi dibursa khususnya. Pasal 6. Semua perjanjian-perjanjian atau peraturan-peraturan yang bertentangan dengan sesuatu ketetapan dari sesuatu peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan undang-undang ini, batal dengan sendirinya. Pasal 7. 1. Pelanggaran sesuatu ketetapan dalam peraturan yang diadakan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Undang-undang ini atau sesuatu ketetapan dalam Undang-undang ini menimbulkan suatu kejahatan dan dihukum : a. jika perbuatan itu dilakukan dengan sengaja, dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun dan hukuman denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah, ataupun dengan salah satu dari kedua hukuman itu; b. jika perbuatan itu dilakukan karena kelalaian, dengan hukuman kurungan selama-lamanya enam bulan dan hukuman denda setinggi-tingginya seratus ribu rupiah, ataupun dengan salah satu dari kedua hukuman itu. 2. Benda-benda yang dipergunakan untuk melakukan perbuatan yang diancam dengan hukuman, atau terhadap mana perbuatan itu dilakukan, lagi pula benda-benda yang diperoleh karena perbuatan yang diancam dengan hukuman itu, dapat dinyatakan menjadi milik Negara apabila benda-benda itu kepunyaan yang terhukum. Pasal 8. 1. Denda itu harus dibayar selama waktu yang ditentukan oleh penjabat, yang atas namanya pelaksanaan keputusan hakim itu dijalankan. 2. Jika denda tidak dibayar dalam waktu yang ditentukan, maka denda itu atau sebagiannya yang tidak dibayar, dimintakan ganti

rugi dari kekayaan siterhukum. Permintaan ganti rugi ini dilakukan dengan melaksanakan hukuman denda itu dengan cara yang ditetapkan dalam pelaksanaan hukuman membayar biaya sengketa. 3. Apabila permintaan ganti rugi dari kekayaanpun tidak mungkin, maka denda atau permintaan ganti rugi, atau sebagiannya yang tidak dibayar, diganti dengan hukuman kurungan. Pasal 9. 1. Apabila sesuatu perbuatan yang diancam dengan hukuman menurut Undang-undang ini, dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain, atau yayasan, maka penuntutan hukuman dilakukan dan hukuman-hukuman dijatuhkan dan/atau tindakan-tindakan diambil: a. terhadap anggota-anggota pengurus badan hukum atau perserikatan lainnya, pesero-pesero dari perseroan, atau orang-orang yang sesungguhnya mengurus yayasan atau b. terhadap wakil-wakil dari badan hukum perseroan, perserikatan lainnya atau yayasan, yang ada di Indonesia apabila mereka yang dimaksudkan itu tidak berada di Indonesia. 2. Sesuatu perbuatan dilakukan oleh atau atas nama sesuatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan, apabila perbuatan itu dilakukan oleh orang-orang yang, baik karena hubungan jabatan maupun karena lain-lain hal, bertindak dalam lingkungan pekerjaan badan hukum, perseroan, perserikatan lainlain atau yayasan itu, dengan tiada membeda-bedakan, apakah orang-orang itu melakukan perbuatan itu sendiri-sendiri, ataupun pada mereka bersama terdapat bagian-bagian dari pada perbuatan itu. 3. Mereka yang tersebut dalam ayat 1 huruf a dan b tidak dijatuhi hukuman, apabila ternyata, bahwa perbuatan yang diancam dengan hukuman itu telah dilakukan oleh mereka diluar pengetahuan atau bantuannya. 4. Apa yang tersebut pada ayat l; berlaku pula terhadap badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan, pesero, pemelihara atau wakil dari suatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain atau yayasan.

5. Yang bertanggung-jawab, baik sendiri, maupun untuk seluruhnya mengenai penglunasan dari pada segala beban uang, yang dikenakan kepada satu atau beberapa orang yang dimaksud dalam ayat satu huruf a dan b berhubung dengan dilakukannya sesuatu perbuatan oleh atau atas nama suatu badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain atau yayasan seperti dimaksud dalam ayat itu, adalah : badan hukum, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaannya, pesero-pesero dari pada perseroan dan anggota-anggota dari pada peserikatan lain-lain, oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaan perseroan atau perserikatan itu, dan yang berhak atas yayasan oleh atau atas nama siapa perbuatan itu telah dilakukan, dengan kekayaan yayasan. 6. Apa yang ditentukan dalam pasal 8 ayat 1 dan 2 berlaku pula terhadap penglunasan permintaan ganti rugi atas kekayaan badan hukum, perseroan, perserikatan lain-lain dan yayasan atau kekayaan-kekayaan lain yang, dapat dikenakan permintaan ganti rugi itu. PASAL II. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal 8 September 1951. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 26 September 1952. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Menteri Keuangan, SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO. Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIADINATA.

Diundangkan pada tanggal 3 Oktober 1952. Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIADINATA. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LEMBARAN NEGARA TAHUN 1952 YANG TELAH DICETAK ULANG