BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN IPS SD/MI KURIKULUM 2013 DILIHAT DARI TAKSONOMI BLOOM

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Ruzz Media Group, 2009), hlm Wiji Suwarno, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Imas Masrini, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi tuntutan wajib bagi setiap negara, pendidikan memegang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kemajuan iptek ini tidak lepas dari perubahan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yuanita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

BAB I PENDAHULUAN. No. 20, Tahun 2003, Pasal 3 menyebutkan, Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia manapun di planet bumi ini. Untuk menciptakan SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

2014 PENGGUNAAN ALAT PERAGA PAPAN BERPAKU UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA PADA MATERI KELILING PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. Jenjang Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) memilki peran yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran bagi individu agar berkembang dan tumbuh menjadi manusia yang

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. kebodohan menjadi kepintaran, dari kurang paham menjadi paham. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi sekarang ini pendidikan di Indonesia sudah mulai berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia memiliki kemampuan yang berbeda-beda tergantung pada usia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di Sekolah Dasar. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan memiliki peranan penting bagi perkembangan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ine Riani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut, pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratna Purwati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. terutama dalam mata pelajaran matematika sejauh ini telah mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sangat berpengaruh pada kehidupan manusia. Berbagai penemuan

PENDAHULUAN Latar Belakang

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu upaya melalui pendidikan. Pendidikan adalah kompleks perbuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas dan bermoral. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dasar hal itulah maka sudah sepantasnya mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan dalam pendidikan jalur sekolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana dia hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, karena melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP MATERI KUBUS DAN BALOK MELALUI METODE PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE

BAB I PENDAHULUAN. adalah sumber daya manusia indonesia yang memiliki kekuatan spiritual,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Dengan adanya pendidikan akan memungkinkan seseorang untuk dapat memperoleh pengetahuan, pengalaman, pemahaman, wawasan serta pemahaman mengenai cara bertingkah laku yang sesuai dengan tuntunan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pada dasarnya pendidikan ialah bentuk usaha seseorang untuk dapat mengembangkan semua potensi yang ada dalam dirinya guna memperoleh keterampilan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan adanya pendidikan ini diharapkan adanya suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pengertian pendidikan seperti terdapat dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendididkan Nasional (UURI No.20/2003 tentang sisdiknas) pasal 1 ayat 1, yaitu : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003, hlm. 2). Dari pengertian pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan dan seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera dalam UURI No.20/2003 tentang sisdiknas yaitu : Tujuan pendidikan nasional ialah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003, hlm.75).

2 Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, pendidikan dilaksanakan melalui beberapa jalur pendidikan yakni pendidikan formal, nonformal dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidkan yang melandasi jenjang pendidikan yang selanjutnya. Sekolah dasar (SD) sebagai salah satu lembaga pendidikan dasar, memiliki peran penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional karena tujuan pendidikan di SD sebagaimana dikemukakan dalam UURI No.20/2003 tentang sisdiknas ialah untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan siswa agar dapat memenuhi segala persyaratan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Dalam pelaksanaannya pendidkan di SD berdasarkan kurikulum SD/MI memuat delapan mata pelajaran yaitu: Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Prakarya, dan Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan kesehatan. Kedelapan mata pelajaran tersebut memberikan konstribusi untuk tercapainya tujuan pendidikan di sekolah dasar. Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan di SD memiliki tujuan agar siswa dapat memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, juga memiliki kemampuan koneksi matematis yang baik. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Untuk menguasai dan mencipta teknologi dan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif juga koneksi matematis yang baik di masa depan, maka diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini dan pembelajaran yang membuat siswa belajar sehingga pembelajarannya menjadi bermakna.

3 Berdasarkan Kurikulum 2013 mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut : 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang ada di kurikulum SD/MI tesebut dapat disimpulkan bahwa belajar tidak hanya pada ranah kognitif saja, tetapi juga pada ranah afektif dan juga psikomotor. Matematika adalah disiplin ilmu yang mempelajari tentang cara berpikir dan mengolah logika. Pada pembelajaran matematika diletakan dasar bagaimana mengembangkan cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut dianut dan digunakan oleh bidang studi atau ilmu lain (Suherman,2003, hlm. 298). Ketika materi-materi matematika hanya dipandang sebagai sekumpulan keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka pembelajaran matematika hanyalah sebagai sebuah pengembangan keterampilan belaka. Matematika hendaknya dipandang secara holistik sehingga dengan mempelajari matematika dapat memahami hubungan keterkaitan antara ide atau gagasan-

4 gagasan matematika yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan salah satu standar kurikulum yang dikemukakan oleh NCTM (1989, hlm. 84) bahwa matematika adalah sebagai suatu hubungan. Orientasi pengembangan Kurikulum 2013 adalah tercapainya kompetensi yang berimbang antara sikap, ketrampilan, dan pengetahuan, selain cara pembelajaran yang holistik dan menyenangkan. Perubahan tersebut juga menekankan pada aspek kognitif, afektif, psikomotorik melalui penilaian berbasis tes, dan portofolio agar saling melengkapi. Pembelajran yang diharapkan juga tidak banyak menggunakan hapalan namun lebih banyak kurikulum berbasis sains. Menteri Pendidikan menyatakan bahwa salah satu ciri Kurikulum 2013 khususnya untuk SD adalah bersifat tematik integratif. Dalam pendekatan ini, mata pelajaran IPA dan IPS akan diintegrasikan sebagai materi pembahasan pada semua mata pelajaran. Lebih lanjut Menteri manyatakan mata pelajaran IPA akan menjadi materi pembahasan pelajaran bahasa Indonesia dan matematika, sedangkan IPS akan menjadi pembahasan materi pelajaran bahasa Indonesia dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pengembangan konsep dalam materi-materi matematika seyogyanya tidak dibatasi oleh topik yang sedang dibahas saja, melainkan dikaitkan pula dengan topik-topik yang relevan, bahkan dengan mata pelajaran yang lain dalam sebuah pembelajaran yang bersifat terpadu dengan menggunakan pendekatan tematik integratif. Pembelajaran matematika yang bersifat tematik integratif berusaha memfokuskan pembelajaran pada pendekatan pembelajaran antar topik, bahkan jika memungkinkan antar mata pelajaran. Konsep pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan tematik integratif memandang siswa sebagai pembelajar yang harus aktif dalam proses pengembangan berpikir dan belajarnya. Pembelajarna matematika diharapkan berakhir dengan sebuah pemahaman siswa yang bersifat komrehensif dan holistik (lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang materi yang disajikan. Pemahaman siswa tidak sekedar memenuhi tuntutan pembelajaran secara substansi saja, melainkan

5 diharapkan muncul adanya efek iringan dari pembelajaran matematika tersebut. Efek iringan tersebut dintaranya : 1) lebih memahami keterkaitan antar satu topik matematika dengan topik matematika yang lain (koneksi matematis); 2) lebih menyadari akan pentingnya strategi matematika bagi mata pelajaran yang lain; 3) lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan sehari-hari; 4) lebih mampu berpikir kritis, logis, dan sistematis; 5) lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi dari pemecahan sebuah masalah; dan 6) lebih peduli pada lingkungan sekitarnya. Topik-topik dalam mata pelajaran matematika hendaknya tidak disajikan sebagai materi secara parsial, melainkan harus diintegrasikan antara satu topik dengan topik lainnya, bahkan dengan mata pelajaran yang lain. Hal ini sesuai dengan tahapan perkembangan anak yang masih melihat segala sesuatu sebagai suatu keutuhan (berpikir holistik), pembelajaran yang menyajikan mata pelajaran secara terpisah akan menyebabkan kurang berkembangnya kemampuan anak untuk berpikir holistik. Demikian juga dengan pelaksanaan pembelajaran matematika secara parsial (disajikan permata pelajaran) kurang dapat mengembangkan kemampuan koneksi matematis siswa. Pembelajaran matematika yang bersifat parsial dalam pembelajaran direct instruction (pembelajaran langsung) akan membuat anak sulit untuk menemukan keterkaitan-keterkaiatan antara topik dalam matematika ataupun dengan mata pelajaran yang lain bahkan dengan kehidupan sehari-hari. Ketika melaksanakan observasi di kelas IV SDN Cimincrang, para siswa lebih mudah mengerjakan soal matematika yang berbentuk isian langsung daripada soal yang berbentuk soal cerita. Di dalam soal cerita, selain siswa harus mampu menguasai materi matematikanya, siswa juga dituntut untuk memahami maksud dari soal tersebut. Piaget (dalam Dahar, 2006) mengidentifikasikan tahapan perkembangan intelektual yang dilalui anak yaitu : (a) tahap sensorik motor usia 0-2 tahun, (b) tahap pra operasional usia 2-6 tahun, (c) tahap opersional kongkrit usia 7-11 atau 12 tahun, (d) tahap operasional formal usia 11 atau 12 tahun ke atas.

6 Berdasarkan uraian di atas, siswa kelas IV sekolah dasar berada pada tahap operasional kongkrit, pada tahap ini anak mengembangkan pemikiran logis, masih sangat terikat pada fakta-fakta perseptual, artinya anak mampu berfikir logis, tetapi masih terbatas pada objek-objek kongkrit, dan mampu melakukan konservasi. Bertitik tolak pada perkembangan intelektual dan psikososial siswa sekolah dasar, hal ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai karakteristik sendiri, di mana dalam proses berfikirnya, mereka belum dapat dipisahkan dari dunia kongkrit atau hal-hal yang faktual, sedangkan perkembangan psikososial anak usia sekolah dasar masih berpijak pada prinsip yang sama di mana mereka tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang dapat diamati, karena mereka sudah diharapkan pada dunia pengetahuan. Pada usia ini mereka masuk sekolah umum, proses belajar mereka tidak hanya terjadi di lingkungan sekolah, karena mereka sudah diperkenalkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan masyarakat. Selanjutnya Wahyudin (2012, hlm. 198) menyebutkan bahwa pada tahap ini, anak mulai membangun sistem pemikiran tetapi masih berfungsi pada tingkat konkret, memperoleh reversibilitas, membangun konservasi, dan belajar berdasarkan urutan. Hal ini berarti bahwa anak usia sekolah dasar sudah memiliki kemampuan untuk mengaitkan pengetahuannya di sekolah dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari dengan berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret. Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret yang dapat ditangkap oleh panca indra. Dalam pembelajaran matematika yang abstrak, siswa memerlukan alat bantu berupa media dan alat peraga yang dapat memperjelas apa yang akan disampaikan oleh guru sehingga lebih cepat dipahami dan dimengerti oleh siswa. Proses pembelajaran pada fase konkret dapat melalui tahapan konkret, semi konkret, semi abstrak, dan selanjutnya abstrak. Berdasarkan karakteristik siswa SD tersebut, jelas bahwa pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar

7 siswa sebelumnya dengan konsep pembelajaran yang akan diajarkan oleh guru, agar siswa dapat mengasimilasi informasi baru dalam pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman (2007, hlm. 48), bahwa siswa harus diarahkan agar mendekati setiap persoalan/tugas baru dengan pengetahuan yang telah ia miliki (prior knowledge), mengasimilasi informasi baru, dan mengkonstruksi pemahaman sendiri. Oleh karena itu, siswa harus banyak diberi kesempatan untuk mempelajari matematika dengan mengerjakan permasalahan yang muncul pada konteks di luar matematika dengan menerapkan gagasan matematis yang penting di dalam bidang-bidang studi lainnya. Diantara berbagai kompetensi matematis yang diharapkan muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika ialah kemampuan koneksi matematis yang merupakan kemampuan menghubungkan serangkaian data ke dalam model matematika disertai dengan penjelasannya. Kemampuan ini meliputi kemampuan siswa dalam mengaitkan antara topik yang sedang dipelajari, mengaitkan antara konsep dengan mata pelajaran lainnya dan mengaitkan antara konsep dengan aplikasi kehidupan. Sebagaimana dikemukakan oleh Iskandar (Sukayati, 2004), bagi guru sekolah dasar yang siswanya masih berperilaku dan berpikir kongkrit, pembelajaran sebaiknya dirancang secara terpadu dengan menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran. Dengan cara ini maka pembelajaran akan lebih bermakna, lebih utuh dan kontekstual dengan dunia anak. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik integratif melalui model webbed lebih menekankan pada keterlibatan anak dalam belajar, membuat anak terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran tematik integratif melalui model webbed yang dalam proses pembelajarannya melibatkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman yang bermakna pada anak, karena dalam pembelajaran tematik integratif melalui model webbed ini anak akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengamatan langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang mereka pahami (koneksi).

8 Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dengan judul Studi komparatif tentang kemampuan koneksi matematis siswa yang belajar dengan Pendekatan Tematik Integratif melalui Model Webbed dan siswa yang belajar melalui Direct Instruction (Kuasi Eksperimen di Kelas IV SDN Cimincrang Kota Bandung). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini ingin menjawab pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed lebih baik daripada siswa yang belajar dengan direct instruction? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed dan siswa yang belajar dengan direct instruction ditinjau dari level kemampuan siswa tinggi dan rendah? 3. Apakah terdapat pengaruh interaksi level kemampuan siswa dan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa? 4. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa kelompok tinggi yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed lebih baik daripada siswa kelompok tinggi yang belajar melalui direct instruction? 5. Apakah kemampuan koneksi matematis siswa kelompok rendah yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed lebih baik daripada siswa kelompok rendah yang belajar melalui direct instruction? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

9 1. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed dan direct instruction. 2. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed dan siswa yang belajar melalui direct instruction ditinjau dari level kemampuan siswa tinggi dan rendah. 3. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan pengaruh interaksi level kemampuan siswa dan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa. 4. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa kelompok tinggi yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed dengan siswa kelompok tinggi yang belajar melalui direct instruction. 5. Mengkaji, membandingkan, dan mendeskripsikan kemampuan koneksi matematis siswa kelompok rendah yang belajar dengan pendekatan tematik integratif melalui model webbed dengan siswa kelompok rendah yang belajar melalui direct instruction. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti sebagai pencarian pengetahuan secara ilmiah, dan tentunya telah menambah pengetahuan peneliti juga. Bagi para pembaca pada umumnya, silahkan untuk memperivikasi hasil dari penelitian ini.