Lampiran 1. Kutipan KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 31 TAHUN 1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perlu dirinci dan dicatat ciri khasnya, termasuk tingkat pelayanan dan

TERMINAL PENUMPANG/TERMINAL BUS

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 66 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PARKIR UNTUK UMUM MENTERI PERHUBUNGAN,

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG KETERTIBAN LALU LINTAS DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Teknis jalan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM 14 TAHUN 2006 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS DI JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Nomor : SK. 75/AJ.601/DRJD/2003. Tentang PENYELENGGARAAN POOL DAN AGEN PERUSAHAAN OTOBUS (PO)

WALI KOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG ANGKUTAN ORANG DENGAN SEPEDA MOTOR

Nurhasanah Dewi Irwandi1, Agus Susanto2 2 FMIPA Universitas Terbuka ABSTRAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PETUNJUK TERTIB PEMANFAATAN JALAN NO. 004/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MASALAH LALU LINTAS DKI JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

TERMINAL TOPIK KHUSUS TRANSPORTASI

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 5 TAHUN 1995 TENTANG PENYELENGGARAAN PENIMBANGAN KENDARAAN BERMOTOR DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TERMINAL. Mata Kuliah : Topik Khusus Transportasi Pengajar : Ir. Longdong Jefferson, MA / Ir. A. L. E. Rumayar, M.Eng

NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

Dr. Nindyo Cahyo Kresnanto

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 33 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN

Spesifikasi geometri teluk bus

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

Pengertian Lalu Lintas

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini kemacetan dan tundaan di daerah sering terjadi, terutama di

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1993 TENTANG ANGKUTAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu keadaan tidak bergerak dari suatu kendaraan yang tidak bersifat

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI TOLITOLI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

BAB III LANDASAN TEORI

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 35 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penempatan marka jalan

Berdasarkan, Juknis LLAJ, Fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau dari 3 unsur:

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

機車標誌 標線 號誌是非題 印尼文 第 1 頁 / 共 15 頁 題號答案題目圖示題目. 001 X Tikungan beruntun, ke kiri dahulu. 002 O Persimpangan jalan. 003 X Permukaan jalan yang menonjol

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Untuk menjawab tujuan dari penelitian tugas akhir ini. berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh di lapangan

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

STUDI EFEKTIFITAS PENGGUNAAN HALTE DI KOTA MEDAN (Studi Kasus : Koridor-koridor Utama Kota Medan)

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut kamus besar bahasa Indonesia edisi (2005) Evaluasi adalah

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERHUBUNGAN

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN RETRIBUSI TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi bertambah banyaknya kebutuhan akan sarana dan prasarana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 60 Tahun 2006 TENTANG

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Transkripsi:

145 Lampiran 1 Kutipan KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan telah diatur ketentuan mengenai fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan; b. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Perhubungan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1980 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1980 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3186); 2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480), jo. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Penangguhan Mulai Berlakunya Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Undangundang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3494); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3405); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahhun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3529); 6. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Organisasi Departemen; 7. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tentang Susunan Organisasi Departemen, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1993; 8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 91/OT.002/ Phb-80 dan Nomor KM 164/OT.002/Phb-80 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir

146 dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 58 Tahun 1991; M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Halte adalah tempat pemberhentian kendaraan umum untuk menurunkan dan/atau menaikkan penumpang; 2. Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran; 3. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara; 4. Fasilitas parkir pada badan jalan adalah fasilitas untuk parkir kendaraan dengan menggunakan sebagian badan jalan; 5. Pemakai jalan adalah pengemudi kendaraan dan/atau pejalan kaki; 6. Tempat istirahat adalah lokasi di luar daerah manfaat jalan yang disediakan untuk dipergunakan sebagai tempat istirahat dan parkir kendaraan; 7. Trotoar adalah bagian dari badan jalan yang khusus disediakan untuk pejalan kaki; 8. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Darat. BAB II PERSYARATAN TEKNIS Pasal 2 Fasilitas pendukung meliputi : a. fasilitas pejalan kaki; b. fasilitas parkir pada badan jalan; c. fasilitas halte; d. fasilitas tempat istirahat; e. fasilitas penerangan jalan. Pasal 3 (1) Fasilitas pejalan kaki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, terdiri dari : a. trotoar; b. tempat penyeberangan yang dinyatakan dengan marka jalan dan/atau rambu lalu lintas; c. jembatan penyeberangan; d. terowongan penyeberangan. (2) Trotoar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, harus memenuhi persyaratan:

147 a. lebar sesuai dengan kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang melalui atau menggunakan trotoar tersebut, sebagaimana dalam lampiran keputusan ini; b. memiliki ruang bebas diatasnya sekurang- kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar. (3) Tempat penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berupa zebra cross atau dinyatakan dengan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki. (4) Jembatan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c, memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi jembatan penyeberangan bagian paling bawah sekurang-kurangnya 5,00 meter dari atas permukaan jalan. (5) Terowongan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter dan tinggi bagian atas terowongan sekurang-kurangnya 3,00 meter dari lantai terowongan serta dilengkapi dengan lampu penerangan. Pasal 4 (1) Penggunaan badan jalan untuk fasilitas parkir kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, hanya dapat dilakukan pada jalan kolektor atau lokal dengan memperhatikan : a. kondisi jalan dan lingkungannya; b. kondisi lalu lintas; c. aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. (2) Parkir pada badan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilakukan secara sejajar atau membentuk sudut menurut arah lalu lintas. Pasal 5 (1) Fasilitas halte sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, harus memenuhi persyaratan : a. dibangun sedekat mungkin dengan fasilitas penyeberangan pejalan kaki; b. memiliki lebar sekurang-kurangnya 2,00 meter, panjang sekurangkurangnya 4,00 meter dan tinggi bagian atap yang paling bawah sekurang-kurangnya 2,50 meter dari lantai halte; c. ditempatkan di atas trotoar atau bahu jalan dengan jarak bagian paling depan dari halte sekurang-kurangnya 1,00 meter dari tepi jalur lalu lintas. (2) Di tempat-tempat tertentu pada jalur angkut- an penumpang umum dalam kota, dilengkapi dengan fasilitas halte sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), atau rambu yang menyatakan tempat pemberhentian bus. Pasal 6 (1) Fasilitas tempat istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, harus memenuhi persyaratan: a. terletak di luar daerah manfaat jalan; b. jalan masuk dan keluar ke dan dari tempat istirahat dapat menjamin keselamatan dan kelancaran lalu lintas; c. dilengkapi dengan tempat parkir kendaraan.

148 (2) Fasilitas tempat istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dinyatakan dengan rambu-rambu lalu lintas. Pasal 7 Fasilitas penerangan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e, harus memenuhi persyaratan : a. ditempatkan ditepi sebelah kiri jalur lalu lintas menurut arah lalu lintas atau di pulau lalu lintas; b. jarak tiang penerangan jalan sekurang- kurangnya 0,60 meter dari tepi jalur lalu lintas; c. tinggi bagian yang paling bawah dari lampu penerangan jalan sekurangkurangnya 5,00 meter dari permukaan jalan. BAB III PENYELENGGARAAN FASILITAS PENDUKUNG Pasal 8 Penetapan lokasi, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas pendukung dilakukan oleh: a. Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk, untuk jalan nasional kecuali jalan nasional yang berada dalam ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II atau yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II; b. Pemerintah Daerah Tingkat I, untuk jalan propinsi, kecuali jalan propinsi yang berada dalam ibu kota Kabupaten Daerah Tingkat II atau jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II; c. Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten, untuk: 1) jalan kabupaten; 2) jalan propinsi yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 3) jalan nasional yang berada dalam Ibu Kota Kabupaten Daerah Tingkat II dengan persetujuan Direktur Jenderal. d. Pemerintah Daerah Tingkat II Kotamadya untuk: 1) jalan kotamadya; 2) jalan propinsi yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II, dengan persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I; 3) jalan nasional yang berada dalam Kotamadya Daerah Tingkat II dengan persetujuan Direktur Jenderal. Pasal 9 Penetapan lokasi, pembangunan, pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas pendukung yang berada di jalan tol dilakukan oleh penyelenggara jalan tol, dengan memenuhi persyaratan teknis sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan ini. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS Pasal 10 (1) Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis atas penyelenggaraan fasilitas pendukung. (2) Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi :

149 a. penentuan persyaratan teknis fasilitas pendukung; b. penentuan petunjuk teknis, yang mencakup penetapan pedoman, prosedur dan/atau tata cara penyelenggaraan fasilitas pendukung; c. pemberian bimbingan teknis dalam rangka peningkatan kemampuan dan ketrampilan teknis para penyelenggara fasilitas pendukung. (3) Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. kegiatan pemantauan dan penilaian atas penyelenggaraan fasilitas pendukung; b. kegiatan pemberian saran teknis dalam penyelenggaraan fasilitas pendukung. Pasal 11 Pembinaan dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal. BAB V KETENTUAN LAIN LAIN Pasal 12 (1) Setiap orang dilarang melakukan suatu perbuatan yang dapat berakibat merusak atau membuat tidak berfungsinya fasilitas pendukung. (2) Penyelenggara fasilitas pendukung wajib menjamin agar fasilitas pendukung berfungsi sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan ini. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 13 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1993.

150

151 Lampiran 2 Kutipan

152

153

154

155

156 Lampiran 3 Kutipan PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

157

158

159

160 Lampiran 4 Kutipan

161

162

163

164

165

166 Lampiran 5 KUTIPAN KEPUTUSAN MENTERI (KM) PERHUBUNGAN NOMOR 3 TAHUN 1994 TENTANG ALAT PENGENDALI DAN PENGAMAN PEMAKAI JALAN

167

168

169 Lampiran 6. Kuesioner untuk Zona Gerbang Masuk Kuesioner No :. Identitas Responden Nama Pekerjaan : : Jenis Kelamin : Pria Wanita Umur Fakultas Jurusan : Tahun : : Isilah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda (X) pada jawaban yang sesuai dengan pendapat bapak/ibu/saudara, dengan alternatif jawaban yang tersedia. Semua keterangan dan jawaban yang diperoleh semata-mata hanya untuk kepentingan penelitian dan dijamin kerahasiaannya. Oleh sebab itu jawaban Bapak/Ibu/sdr berikan besar sekali artinya bagi kelancaran penelitian ini. Atas bantuan Bapak/Ibu/sdr, peneliti mengucapkan terimakasih. Kuesioner Tentang Kenyamanan Pada Zona Gerbang Masuk Alternatif Jawaban Sangat Nyaman : SN Nyaman : N Kurang Nyaman : KN Tidak Nyaman : TN Sangat Tidak Nyaman : STN No 1 2 3 Pertanyaan Apakah anda nyaman dengan kondisi akses masuk pada gerbang saat ini? Apakah bentuk gerbang saat ini memberikan rasa nyaman ketika melihat? Saat berjalan di area gerbang apakah anda merasa nyaman tanpa takut tersenggol oleh kenderaan? Jawaban SN N KN TN STN

170 No 4 5 6 7 8 9 10 Pertanyaan Apakah sistem keamanan pada gerbang di zona gerbang masuk saat ini membuat anda nyaman? Apakah anda nyaman ketika melintasi jalur kenderaan di zona gerbang masuk? Apakah anda nyaman saat berjalan pada trotoar pada zona gerbangmasuk? Apakah dengan adanya beda ketinggian antara jalur kenderaan dan trotoar membuat anda merasa nyaman untuk menggunakannya? Apakah anda nyaman dengan kondisi kebersihan pada jalur pedestrian saat ini? Apakah anda nyaman dengan pedagang kaki lima yang berjualan di zona gerbangmasuk? Apakah anda nyaman ketika mengakses pintu khusus pejalan kaki pada gerbang masuk? Jawaban SN N KN TN STN Alternatif Jawaban Terlihat : T Tidak Terlihat : TT No 11 12 13 14 15 16 Pertanyaan Apakah menurut anda bentuk gerbang yang ada saat ini terlihat indah? Apakah menurut anda desain gerbang saat ini terlihat memberikan rasa aman? Apakah menurut anda desain gerbang saat ini terlihat mampu memberikan perlidungan terhadap cuaca? Apakah saat ini gerbang terlihat memiliki unsur unik dan mudah diingat dari obyek fisik disekitarnya? Apakah bentuk gerbang saat ini terlihat memiliki nilai historis dan estetis di dalamnya? Apakah bentuk bangunan pendukung misal : pos satpam saat ini terlihat memiliki unsur unik dan mudah diingat dari obyek fisik disekitarnya? Jawaban T TT

171 No 17 18 Pertanyaan Apakah pos satpam saat ini terlihat memiliki nilai historis atau estetis dalam desainnya? Apakah anda melihat adanya penataan pada perencanaan bentuk pola paving trotoar saat ini? 19 Apakah lampu jalan saat tidak digunakan terlihat berfungsi sebagai bagian dalam rangka memperindah zona gerbangmasuk? 20 Apakah kondisi gerbang saat ini terlihat bersih? Jawaban T TT Kuesioner Tentang Aksesibilitas Pada Zona Gerbang Masuk Alternatif Jawaban Mudah : M Sulit : S No Pertanyaan 21 Apakah anda merasa mudah saat berjalan atau berkendara di zona gerbang masuk? 22 Apakah saat ini gerbang mudah untuk diindentifikasi? 23 24 25 26 27 28 29 30 Apakah anda dapat dengan mudah mencari dan mengidentifikasi pos satpam di area zona gerbang masuk? Apakah anda merasa mudah saat melalui jalur kenderaan pada zona gerbang masuk? Apakah anda mudah untuk mencari tempat sampah pada zona gerbang masuk? Dengan kondisi lampu jalan saat ini, apakah anda mudah melalui jalur kenderaan pada saat malam hari? Apakah penyandang cacat dapat mudah untuk berjalan di trotoar zona gerbang masuk? Apakah jika shelter informasi diletakkan di samping trotoar memudahkan anda untuk mengakses? Apakah saat jam tertentu, misal saat jam pulang atau saat wisuda anda mudah untuk melalui jalur kenderaan? Apakah anda mudah untuk menemukan bangku pada jalur trotoar di zona gerbang masuk? Jawaban M S

172 Alternatif Jawaban Perlu : P Cukup Perlu : CP Tidak Perlu : TP No 31 32 33 Pertanyaan Apakah perlu menggunakan bentuk yang khas dengan pendidikan untuk desain gerbang kampus sebagai landmark? Apakah desain gerbang harus mempunyai bentuk yang jelas dalam luasan atau bentang yang relatif besar? Apakah perlu penataan lampu yang menarik pada gerbang agar terlihat indah saat malam hari? Apakah pada zona gerbang masukperlu dibuat shelter atau 34 bangunan informasi kampus yang berisi peta kampus serta pengumuman terbaru dari kegiatan yang ada di kampus? 35 Apakah perlu dipisahkan jalur sepeda motor dan mobil pada zona pintu masuk? 36 Apakah perlu dibuat jalur khusus sepeda pada zona pintu masuk kampus? 37 Apakah trotoar perlu dilengkapi dengan kanopi untuk pelindungan terhadap cuaca? 38 Apakah pada trotoar perlu diberi tanaman peneduh? 39 Apakah perlu diletakkan bangku pada trotoar zona gerbang masuk? 40 Apakah perlu diletakkan tempat sampah pada trotoar zona gerbang masuk? 41 42 43 44 45 Apakah perlu membuat desain yang mempunyai unsur unik dan mudah diingat pada aksesoris jalan seperti tempat sampah, bangku, kanopi, lampu jalan, halte dan lain sebagainya? Apakah perlu meletakkan polisi tidur pada jalur kenderaan untuk mengurangi kecepatan kenderaan? Apakah perlu disediakan kios bagi pedagang untuk menata area depan zona gerbang masuk? Apakah perlu disediakan halte untuk angkutan umum agar mengurai kemacetan di area depan gerbang masuk? Apakah perlu untuk membuat desain pola penataan paving pada trotoar? Jawaban P CP TP

173 No 46 47 48 Pertanyaan Apakah perlu ditambah penerangan khusus untuk pejalan kaki pada jalur trotoar? Apakah menurut anda perlu untuk memasukkan budaya lokal dalam tema rancangan zona gerbang masuk? Apakah rancangan gerbang nantinya perlu meletakkan simbol Unimed di dalamnya? Jawaban P CP TP 49. Menurut anda berapa seharusnya lebar jalur kenderaan zona gerbang masuk? A. < 6,5 m B. 6,5 m C. 7,5 m D. 9 m E. 11 m 50. Menurut anda berapa seharusnya lebar jalur trotoar zona gerbang masuk yang membuat nyaman anda jika berjalan diatasnya? A. < 1 m B. 1,5 m C. 2 m D. 2,5 m E. >2,5 m

174 Lampiran 7 KUTIPAN PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : 271/HK.105/DRJD/96 Halte adalah tempat perhentian kendaraan penumpang umum untuk menurunkan dan/atau menaikkan penumpang yang dilengkapi dengan bangunan Teluk bus (bus bay) adalah bagian perkerasan jalan tertentu yang diperlebar dan diperuntukkan sebagai TPKPU. Persyaratan umum tempat perhentian kendaraan penumpang umum adalah : 1. berada di sepanjang rute angkutan umum/bus; 2. terletak pada jalur pejalan (kaki) dan dekat dengan fasilitas pejalan (kaki); 3. diarahkan dekat dengan pusat kegiatan atau permukiman; 4. dilengkapi dengan rambu petunjuk; 5. tidak mengganggu kelancaran arus lalu-lintas. Fasilitas utama Halte 1) identitas halte berupa nama dan/ atau nomor 2) rambu petunjuk 3) papan informasi trayek 4) lampu penerangan 5) tempat duduk Fasilitas tambahan a. telepon umum b. tempat sampah

175 c. pagar d. papan iklan/pengumuman Halte dirancang dapat menampung penumpang angkutan umum 20 orang per halte pada kondisi biasa (penumpang dapat menunggu dengan nyaman).