BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tari Yosim Pancar merupakan salah satu jenis tari pergaulan yang tumbuh di Papua. Tari ini tidak sekedar sebagai ajang pergaulan tetapi juga dinikmati sebagai hiburan. Dinyatakan demikian dengan memperhatikan bahwa penonton kadang-kadang turut serta menggerak-gerakkan tubuhnya. Bahkan tidak jarang penonton turut melibatkan diri berbaur dan menari dengan para penari, bersama dengan itu mereka juga ikut bernyanyi sambil bergerak mengikuti irama musik. Tari Yosim Pancar biasa disingkat Yospan berasal dari dua jenis tarian yang berbeda yaitu Yosim dan Pancar. Tari Yosim pada awalnya merupakan jenis tari gembira tanpa nama. Dari tari gembira inilah untuk pertama kali muncul kata Yaucim, (nama gunung di Sarmi). Kata Yaucim bermula dari masyarakat petani kopra yang pada malam hari mereka sering menyanyikan lagu-lagu kenangan sebagai pujian terhadap gunung Yaucim. Karena banyak lagu-lagu yang dinyanyikan sebagai pujian terhadap gunung mereka, maka akhirnya tarian mereka disebut tari Yosim.. Berbeda dengan tari Yosim, tari Pancar adalah jenis tari tradisional yang kaku dan hanya diiringi dengan tifa. Kata Pancar berasal dari bahasa Biak Numfor yang diambil dari nama jenis pesawat tempur (Jet) Belanda (1960-an) pada perang Malvinas oleh Argentina menyerang Inggris. Pesawat tempur yang dimaksud adalah pesawat yang terbang mengeluarkan gas di udara dan meninggalkan asap putih yang tebal yang disebut dengan straal jage yang 1
memiliki arti sama dengan pancar gas. Karena takjub sehingga masyarakat Biak terinspirasi dan menamakan tari mereka dengan sebutan Pancar. Sekitar tahun 1988 Dewan Kesenian Irian Jaya melegalisasi dengan menggabungkan kedua tarian yang berbeda menjadi salah satu aset daerah dengan sebutan tari Yosim Pancar yang dinamis dan energik. Gambar 1. Gerak Gale-Gale pada tari Yosim Pancar (Dokumentasi Hajar, 2017) Tari Yosim Pancar sebagai tarian yang populer, merupakan tarian yang berkembang dari percampuran-percampuran berbagai tipikal pola gerak (yosim, pancar, waltz dan dansa), kostum (pakaian adat, T shirt, celana), dan musikal. Semuanya terpadu ditarikan dengan interaktif (keterlibatan audience) menjadi ciri khas bagi masyarakatnya. Tiap suku bangsa di dunia ini masing-masing mempunyai tari-tari pergaulan. Tari-tarian tersebut berkaitan erat dengan latar belakang adat istiadat, lingkungan masyarakat ataupun manusia pemilik tari tersebut. Dalam tarian 2
pergaulan di Papua bisa saja terjadi adanya panggung musisi, ada pemberi aba-aba untuk penari, namun bisa juga semua menjadi satu terlibat dalam tarian. Lagulagu yang digunakan biasanya menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan dialek Papua atau hanya menggunakan bahasa daerah. Pola lantainya lebih dominan berbentuk melingkar, yang merupakan ciri khas pada pola lantai tari tradisional di Papua. Menurut F.C Karma dalam bukunya Religi Orang Papua, (1935: 46) pada awalnya gerak tari secara umum pada tarian di Papua adalah gerakan mesianik. Gerakan ini berhubungan dengan nilai religi, nilai sosial, dan nilai estetika yang ada di Papua. Karma menjelaskan bahwa ada banyak tradisi kepercayaan yang ada di Papua. Diketahui pula bahwa tradisi dan kesenian tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Dengan kesenian mereka dapat menyampaikan/menyalurkan atau mengekspresikan pengalaman, rasa dan ide-ide mereka kepada orang lain. Selain itu, dalam kesenian terdapat makna dan simbol-simbol yang dianggap sakral dalam kehidupan mereka yang sering dikatakan sebagai rahasia-rahasia hidup mereka. Oleh karena itu, khususnya kesenian sangat perlu untuk dikaji agar simbol-simbol yang memberikan nilai-nilai, norma-norma budaya dalam semua jenis dan bentuk seni yang sifatnya sakral dan rahasia dapat digali, dibina dan dikembangkan agar tetap memberikan pedoman dalam kehidupan mereka. Pada kenyataannya, Sentani saat ini bukan lagi daerah terbelakang. Kehidupan keseharian berkembang mengikuti perkembangan zaman, namun halhal tradisi masih hidup dalam masyarakat. Masyarakat tidak mungkin ada tanpa 3
kebudayaan, dan kebudayaan hanya mungkin ada di dalam suatu masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat selalu mengalami perubahan terus menerus. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kebudayaan itu dapat berasal dari dalam maupun dari luar masyarakat itu. Perubahan yang berasal dari dalam antara lain masyarakat Papua yang semula memakai koteka di Wamena kini mulai mengubahnya dengan bahan kain. Sesudah Injil masuk di Papua maka tari tradisi murni dilarang untuk ditarikan, akan tetapi manusia adalah manusia bermain. Hasrat menari yang begitu besar membuat manusia menciptakan tari-tarian baru, yang sebenarnya berasal dari proses difusi (Huizinga: 1938). Upacara adat serta aspek yang berkaitan seperti seni tari, seni musik yang dilarang tidak menghilang begitu saja, karena budaya ini merupakan peninggalan nenek moyang dan orang tua mereka yang secara turun temurun hidup dalam aktivitas kehidupan beragama mereka. Walaupun dilarang tetapi kegiatan tetap berjalan dan mengalami penyesuaian (adaptasi) dengan kondisi dan situasi yang dihadapinya. Pemahaman atau penggunaan prinsip-prinsip perancangan modern saat ini di Papua telah berkembang pesat, bahkan hasil karyanya banyak yang telah dianggap sebagai karya seni khas berasal dari Papua. Demikian pula dengan tari Yosim Pancar yang merupakan percampuran antara gerak dan bunyi yang berasal dari alat-alat musik modern, dansa, waltz dan gerakan tari tradisional yang telah dianggap sebagai karya seni dari Sentani Papua, (Demmy Antoh, 2007). 4
Pergeseran nilai estetik modern yang berkembang sejak awal, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kebudayaan modern hingga kini. Proses kesinambungan tersebut membangun suatu pemahaman dari sejumlah kalangan terpelajar dan para seniman untuk dapat berkarya sebagaimana para pelaku estetik modern yang telah mengalami proses universalisasi. Sebagian jenis bentuk seni yang telah mengalami pergeseran nilai akibat dari proses pembangunan, dunia modernisasi (teknologi informasi) dan akulturasi yang sedang melanda Indonesia termasuk Papua. Perkembangan teknologi informasi yang dibarengi dengan proses globalisasi yang telah melanda Indonesia termasuk Papua membawa nilai-nilai budaya baru yang tanpa sadar telah diterima sehingga telah menggeser sebagian dari jenis dan bentuk kesenian tradisi di beberapa wilayah di tanah Papua. Proses pewarisan nilai tersebut dapat berlangsung melalui upaya-upaya pembelajaran, penyadaran ataupun upaya perlawanan alternatif yang kemudian membentuk tatanan nilai baru. Nilai-nilai estetik modern yang hadir pada karya seni, tentu memiliki keterkaitan dengan program-program alih nilai dari generasi sebelumnya. Dalam proses tersebut tentu juga mengalami proses koreksi, pengembangan ataupun peningkatan. Sejalan dengan itu, pewarisan nilai-nilai estetik modern juga memiliki keterkaitan sinergis dengan program modernisasi yang dijalankan oleh pemerintah maupun masyarakat sendiri. Dengan demikian, aspek-aspek pemberdayaan yang terjadi, pada hakikatnya merupakan kontribusi pelbagai pelaku budaya untuk 5
mengantarkan bangsa ini menjadi masyarakat modern dalam arti sesungguhnya (Sachari, 1989: 156). Hal inilah yang dimaksud sebagai seni hibrida, hibrida dalam konteks seni dapat diartikan menyesuaikan atau melengkapi agar terlihat atau dianggap lebih modern (baca: maju), tanpa memperhitungkan lagi identitas (lokal) tradisi aslinya dengan menjadikannya identitas baru. Percampuran yang terjadi merupakan pasemon (allegory) dari sesuatu yang lebih besar. Peristiwa seni yang nyaris tak terbatas, kebersamaan, pencampuran, peleburan saling pengaruh dan menjadi sah-sah saja. Namun demikian timbulnya percampuran budaya yang menghasilkan seni tari Yosim Pancar ini menandakan bahwa Papua sebagai bangsa mempunyai semangat keterbukaan dalam mengembangkan kebudayaannya. Usaha mengangkat karya seni tari Yosim Pancar, serta mengeksplorasi seni pertunjukan yang sudah ada ini juga merupakan upaya membuat karya seni tari ini dapat dipandang sebagai usaha mendobrak kebuntuan berhentinya karya pertunjukan, dengan selesainya pertunjukan tersebut. Dengan kata lain sebuah tarian tidak harus berhenti setelah pertunjukan selesai, tetapi dapat juga memacu perkembangan seni-seni lainnya. Ketika melakukan pengamatan mendalam terhadap tarian ini ditemukan jalinan kesatuan dari perbedaan-perbedaan dan perubahan yang memberikan inspirasi yang besar dikarenakan subjek yang akan diangkat pada tugas akhir ini bukan lagi sebagai hal yang jauh dari kehidupan keseharian saya. Untuk itulah 6
penulis tertarik untuk menggali lebih dalam tentang Tari Yosim Pancar Sebagai Representasi Budaya Masyarakat Sentani Jayapura Papua. B. Alasan atau arti penting topik Melihat perkembangan teknologi informatika yang dibarengi dengan proses globalisasi yang melanda Indonesia termasuk tanah Papua, membawa nilainilai budaya baru yang tanpa sadar telah diterima oleh masyarakat, sehingga mengakibatkan pergeseran dan perubahan dari sebagian jenis dan bentuk kesenian tradisi di beberapa wilayah budaya di tanah Papua. Namun sampai saat ini belum ada kajian-kajian yang mendalam untuk menggali potensi seni yang ada, sehingga ada harapan untuk menyelamatkan sebagian dari kekayaan seni orang Papua. Kondisi demikian apabila dibiarkan, maka kesenian yang sangat kaya dan bervariasi ini akan terancam punah, apabila tidak diselamatkan oleh pemiliknya. Untuk itu saya sebagai pendatang yang menetap di Papua merasa terinspirasi untuk memilih topik ini, dengan alasan: 1. Tarian ini belum diteliti. 2. Tarian ini lebih menonjol dibandingkan dengan tari-tarian yang lain, karena sering ditampilkan. 3. Tarian ini mampu mewujudkan kebersamaan pada masyarakat setempat. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini, dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengapa tari Yosim Pancar hadir pada masyarakat Jayapura Papua? 7
2. Bagaimana proses kehadiran tari Yosim Pancar bagi masyarakat Sentani Jayapura? D. Tujuan dan Manfaat a. Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan proses kehadiran tari Yosim Pancar di Papua. 2. Untuk menganalisis dan mendekskripsikan tari Yosim Pancar sebagai bagian kehidupan di wilayah Sentani Jayapura. b. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan gambaran bahwa subyek penelitian tari Yosim Pancar itu bisa dikaji secara ilmiah. b. Memberikan kontribusi sebagai salah satu referensi untuk diteliti. c. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi. 2. Manfaat praktis a. Bagi penulis, penelitian ini dilakukan untuk memahami lebih dalam tentang tari Yosim Pancar di Sentani Jayapura Papua. b. Bagi Masyarakat Sentani Jayapura Papua, hasil ini diharapkan dapat memberikan pemahaman betapa nilai-nilai pendidikan dari tari Yosim Pancar dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat. 8
c. Bagi Instansi terkait, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan perbendaharaan tari, khususnya tari pergaulan yang ada di Papua. 9