BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari berbagai kajian yang telah dilakukan, banjir pada dasarnya disebabkan tiga hal yaitu pertama, kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya perubahan tata ruang dan berdampak pada daur hidrologi/tata air. Kedua, peristiwa alam seperti curah hujan sangat tinggi, kenaikan permukaan air laut, badai, dan sebagainya. Ketiga, degradasi lingkungan seperti hilangnya tumbuhan penutup tanah pada catchment area, pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penyempitan alur sungai dan sebagainya (Direktorat Pengairan dan Irigasi, 2007). Banjir yang melanda daerah perkotaan biasanya berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat akibat urbanisasi, baik migrasi musiman maupun permanen, yang menyebabkan perubahan kawasan terbangun dengan cepat. Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi tidak teratur. Pemanfaatan lahan yang tidak terarah dapat menyebabkan persoalan penyaluran air di perkotaan menjadi sangat kompleks serta memerlukan penanganan yang terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kota yang selalu mempunyai masalah dengan banjir adalah Kota Denpasar, ibukota Provinsi Bali. Kota Denpasar yang terletak di 115 10 23-115 16 27 BT dan 8 35 31-8 44 49 LS mengalami perkembangan pembangunan yang cukup cepat dengan berbagai fungsinya (kota pendidikan, perdagangan dan pariwisata). Kota Denpasar yang memiliki luas 123,98 km 2 mengalami perubahan tata guna lahan yang menimbulkan dampak negatif yakni berkurangnya daya resap tanah dan meningkatnya surface run-off yang mengakibatkan adanya kawasan- kawasan rawan banjir yang pada akhirnya menimbulkan keluhan- keluhan dari masyarakat di daerah tersebut (Bappeda Provinsi Bali 2002). Dampak yang ditimbulkan selain berkurangnya daya resap tanah juga terjadinya perubahan pola aliran yang menimbulkan aliran pada saluran pembuang menjadi terhambat. 1
Salah satu sistem drainase yang cukup rawan banjir di Kota Denpasar adalah di Sistem Drainase III yaitu Sistem Tukad Mati dengan Sub Sistem Tukad Teba, Sub Sistem Saluran Tukad Padang Sambian, Sub Sistem Jalan Imam Bonjol, dan Sub Sistem Saluran Padang Sambian Kelod. Tukad Mati merupakan salah satu sungai yang terbentang dan mengalir di wilayah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Luas DAS Tukad Mati adalah 38,42 km 2. Panjang sungai utama Tukad Mati adalah 18,52 km dengan sebagian besar sisi kiri kanan bentangnya merupakan daerah pemukiman padat dan kawasan ekonomi pariwisata yang sangat penting bagi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar khususnya dan Provinsi Bali pada umumnya (Bali Wilayah Sungai Bali Penida 2007). Alur sungai dangkal dan sempit oleh karena akumulasi sedimen pada palung sungai serta sudah ada perkuatan tebing sungai yang sempit untuk kepentingan pondasi pemukiman. Tanaman pengganggu banyak menutupi alur sungai sehingga kapasitas sungai terbatas. Kondisi ini terutama terlihat pada kawasan di sekitar kawasan Umadui (Jalan Gunung Soputan). Tukad Mati di sekitar kawassan Umadui adalah salah satu kawasan yang sering menjadi langganan banjir. Padatnya pemukiman penduduk dan tumpukan sampah maupun sedimen tampak jelas di kawasan Umadui. Berikut foto kondisi saluran eksisting dan banjir yang terjadi di sekitar kawasan Umadui: 1.1 Foto kondisi saluran eksisting di Tukad Mati (Kawasan Umadui) 2
1.2 Foto sedimen dan tumpukan sampah di Tukad Mati (kawasan Umadui) Gambar 1.3 Banjir yang terjadi di kawasan Umadui Muara Tukad Mati terletak di Desa Suwung, yang merupakan daerah yang sarat dengan kepentingan pariwisata, perdagangan dan fungsi hutan Mangrove, dll. DAS Tukad Mati mencakup 3 (tiga) wilayah Kecamatan, meliputi : Keca matan Mengwi (1,44 km 2 ), Kecamatan Kuta (12,93 km 2 ) dan Kecamatan Denpasar Barat (24,05 km 2 ). Dengan semakin padatnya jumlah penduduk di daerah tersebut, sistem drainase di daerah tersebut semakin tidak diperhatikan. Masalah yang paling sering terjadi dikawasan ini adalah adanya genangan genangan air yang cukup lama apabila terjadi hujan, untuk proses pengeringan dan pengaliran dari genangan sangat berpengaruh terhadap sistem drainase. Sebagai kota wisata, diharapkan agar tidak 3
terjadi genangan di jalan-jalan utama Kota Denpasar, demikian juga di pemukiman masyarakat demi terciptanya kondisi sanitasi yang sehat. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Apakah yang menjadi permasalahan banjir di wilayah Tukad Mati? 2. Apakah kapasitas saluran eksisting mampu menampung debit banjir yang terjadi? 3. Bagaimana penataan Tukad Mati dalam rangka mengatasi banjir? 1.3 Maksud dantujuan Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka maksud yang ingin dicapai pada perencanaan ini adalah sebagai alternatif dalam penganggulangan banjir yang terjadi di Kota Denpasar. Tujuan dari analisis ini adalah 1. Untuk mengetahui kondisi dan permasalahan pada Sistem Drainase Sungai/ Tukad Mati saat ini. 2. Untuk mengetahui kemampuan saluran yang ada saat ini dalam menampung debit banjir yang terjadi. 3. Untuk dapat mencari solusi dalam mengatasi banjir di sepanjang Daerah Aliran Sungai /Tukad Mati. 1.4. Manfaat Penulisan Manfaat dari penulisan Tugas Metode Penelitian ini yaitu: 1. Bagi Mahasiswa, dapat mengetahui dan memahami sistem Drainase yang ada saat ini serta mampu merencanakan sistem drainase yang lebih optimal. 2. Bagi perguruan tinggi, studi ini dapat memperkaya khasana studi di bidang hidro/pengairan. 3. Bagi Masyarakat, dapat menambah wawasan serta pengetahuan dalam perencanaan sistem drainase di Kota Denpasar. 4
4. Bagi pemerintah yaitu instansi yang berwenang, studi ini dapat sebagai alternatif / bahan masukan dalam perencanaan sistem drainase di wilayah Tukad Mati. 1.5 Batasan Masalah Batasan Masalah dari Analisis Saluran Drainase pada Sistem Tukad Mati adalah 1. Analisis hidrologi untuk menentukan curah hujan rencana dan debit banjir rencana. 2. Analisis dimensi saluran primer. 3. Identifikasi saluran sekunder. 4. Penanggulangan masalah banjir yang terjadi baik berupa penataan pola saluran maupun cara lainnya. 5