BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. optimal dalam pelaksanaannya, walaupun dalam beberapa aspek telah berjalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk dan laju ekonomi yang semakin meningkat serta

BAB I PENDAHULUAN. dan mutlak. Peran penting pemerintah ada pada tiga fungsi utama, yaitu fungsi

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I P E N D A H U L U A N

STUDI PENANGANAN SAMPAH DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR JATIBARANG BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN MAGELANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan (Thrihadiningrum, 2010).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk yang semakin cepat dan aktifitas penduduk di suatu daerah membawa perubahan yang

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH MENUJU INDONESIA BERSIH SAMPAH 2020 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP L/O/G/O

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 30 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I. PENDAHULUAN. permukiman, jasa dan pelayanan masyarakat. Pertumbuhan dan. masyarakat. Perkembangan suatu daerah mempengaruhi pola konsumsi dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN LINGKUNGAN HIDUP. Bagian Kesatu Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

UPAYA PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI APLIKASI SWAT OLEH DINAS KEBERSIHAN DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SURABAYA

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB III METODE PENELITIAN. Study Pustaka Sampling

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kajian Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Secara Terpadu Di Kampung Menoreh Kota Semarang. Tugas Akhir

Widya Anantya, ST, M.EnvMan

STRATEGI SANITASI KOTA PAREPARE. Lampiran 5. Deskripsi Program/Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.1 Rencana Kegiatan Air Limbah

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. 1.1 Latar Belakang Penelitian... 1

BAB I PENDAHULUAN. sampah yaitu dari paradigma kumpul angkut buang menjadi pengolahan yang

Optimisasi pengalokasian sampah wilayah ke tempat pembuangan sementara (TPS) di Kota Surakarta dengan model integer linear programming

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DESKRIPSI PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia merupakan negara yang sedang berupaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan jumlah penduduk di Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak di

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTANN TIMUR TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH

BAB 4 STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BUPATI GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BUPATI POLEWALI MANDAR

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH KOTA SEMARANG MENURUT PERDA NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PROFIL DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN WONOGIRI

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

EVALUASI METODE PENGELOLAAN SAMPAH UNTUK UMUR LAYAN DI TPA PUTRI CEMPO

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota di Indonesia adalah

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN

INDIKATOR KINERJA BPLH KOTA BANDUNG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

BAB III PERAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA CIREBON DALAM PENGOLAHAN SAMPAH TAHUN 2016

PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU DI KOTA SEMARANG

BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO

DESKRIPSI PROGRAM UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas manusia tidak terlepas dari kegiatan yang menghasilkan limbah

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Temuan Utama

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PAKPAK BHARAT PROVINSI SUMATERA UTARA

IV.1. Tujuan, Sasaran, dan Tahapan Pencapaian

PENGELOLAAN SAMPAH GEDUNG GEOSTECH

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

WALIKOTA BATU KOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG CIPTA KARYA DAN TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

212 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Implementasi kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang dianggap belum optimal dalam pelaksanaannya, walaupun dalam beberapa aspek telah berjalan dengan baik dan sesuai. Adapun aspek-aspek yang dianggap masih belum sesuai dan berakibat pada kurang optimalnya implementasi kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang, yakni mengenai ketepatan kebijakan; ketepatan target; serta ketepatan proses. Sedangkan aspek ketepatan pelaksanaan dan ketepatan lingkungan sudah berjalan baik dan sesuai dalam mendukung pelaksanaan kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang. Hal yang dianggap belum sesuai berdasarkan penelitian yang telah dijalankan adalah mengenai tujuan dan kejelasan isi dari kebijakan yang tercantum dalam pasal 24 s/d 29 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 belum tersosialisasikan dengan baik kepada seluruh lapisan masyarakat sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang kebijakan penanganan sampah ini. Di samping itu, penetapan target sebenarnya sudah sesuai yaitu masyarakat Kota Semarang, tetapi respon dari sebagian masyarakat Kota Semarang dinilai tidak terlalu baik karena masih banyak masyarakat yang tidak melakukan pengolahan sampah dan masih banyak yang membuang sampah tidak pada tempatnya seperti amanat yang tercantum di dalam Perda. Permasalahan lainnya terletak pada ketepatan proses yang berisi fenomena penerimaan masyarakat. Permasalahan ini terjadi karena pola pikir masyarakat yang masih

213 belum terlalu maju dalam hal pengolahan sampah sehingga masyarakat belum dapat membantu Dinas Lingkunga Hidup Kota Semarang secara optimal. Faktor yang dianggap sebagai faktor pendorong dalam implementasi kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang, yaitu karakteristik agen pelaksana, hubungan antar organisasi, disposisi implementor. Karakteristik yang dimiliki oleh Dinas Lingkungan Hidup selaku implementor dinilai sudah baik karena struktur birokrasi dari Dinas sudah cukup jelas dan terbagi sesuai urusan masing-masing, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang, wewenang diberikan kepada seksi operasional bidang pengelolaan sampah dan dibantu dengan UPTD TPA Jatibarang untuk tahap pemrosesan akhir sampah. Faktor lain yang menjadi faktor pendorong kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang ialah hubungan antar organisasi yang terjalin yaitu antara Dinas Lingkungan Hidup dengan PT Narpati Karya Cipta Agung yang dimana melaksanakan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan satu sama lain dengan cara pengambilan sampah oleh PT.Narpati di lahan buang TPA Jatibarang setiap harinya sebanyak 350 ton yang kemudian diolah lagi menjadi pupuk organik yang memiliki nilai jual. Disposisi implementor menjadi sebuah faktor pendorong kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang karena adanya respon positif Dinas Lingkungan Hidup dalam rangka mengoptimalkan kebijakan ini melalui berbagai pembaruan teknologi pengelolaan sampah. Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup juga sudah memahami kebijakan ini karena Dinas Lingkungan Hidup juga menjadi perumus kebijakan ini.

214 Kemudian, faktor yang dianggap sebagai faktor penghambat dalam implementasi kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang diantaranya adalah sasaran kebijakan, sumberdaya dan kondisi sosial dari masyarakat Kota Semarang. Sasaran kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang adalah masyarakat Kota Semarang. Dalam hal penanganan sampah, kondisi sebagian masyarakat di Kota Semarang masih dapat dikatakan belum siap dalam menerima kebijakan ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang belum turut berpartisipasi aktif dalam kebijakan ini. Sumberdaya. Sumberdaya manusia menjadi faktor penghambat kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang dikarenakan jumlah sumber daaya manusia, khususnya pada UPTD TPA Jatibarang yang hanya memiliki 18 pegawai untuk mengurus jumlah sampah sebanyak 850 ton yang masuk setiap hari ke TPA Jatibarang. Jumlah yang terbatas ini mengakibatkan kurang optimalnya penanganan sampah di TPA Jatibarang. Sedangkan sumber daya non manusia, yaitu fasilitas sangatlah dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan kebijakan penanganan sampah di Kota Semarang. Keberadaan TPS, Bak Sampah dan TPST yang terbatas mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kebijakan penanganan sampah dalam proses pengumpulan dan pengangkutan sampah. Kebijakan penanganan sampah ini ditujukan untuk masyarakat Kota Semarang, tetapi dalam pelaksanaannya juga seharusnya melibatkan peran aktif dari masyarakat. Pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang belum siap untuk menerima kebijakan ini karena kondisi masyarakat yang belum memiliki pengetahuan cukup. Peran masyarakat yang seharusnya dapat mengurangi penggunaan sampah dengan cara pengelolaan

215 secara terpadu dengan sistem reuse, reduce dan recycle juga dinilai masih sangat minim. Di samping itu, kebiasaan masyarakat yang seringkali membuang sampah tidak pada tempatnya akan menyulitkan proses pengangkutan sampah yang dilakukan oleh petugas kebersihan. 5.2. Saran Berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap permasalahan mengenai implementasi Kebijakan Penanganan Sampah di Kota Semarang, maka penulis di sini memberikan rekomendasi : 1. Dinas Lingkungan Hidup harus memberikan sosialisasi secara merata dan mendalam tentang kebijakan Penanganan sampah agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengetahui adanya kebijakan ini dan memahami dengan benar tanggung jawab yang dimiliki oleh masyarakat. 2. Penambahan jumlah TPS dan Bak Sampah pada Kecamatan-kecamatan yang masih memiliki TPS dan Bak Sampah dengan jumlah yang sangat sedikit guna menunjang proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dari TPS setempat menuju ke TPA. 3. Pembangunan dan Pengaktifan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu di setiap Kelurahan di Kota Semarang, serta dibutuhkan adanya pendampingan dalam pengelolaan sampah secara 3R (reuse, reduce, recycle) oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup Kota Semarang. Keberadaan TPST di Kota Semarang harus diaktifkan kembali dan dibangun dengan sistem per Kelurahan, dimana penampungan sampah dan pengolahan sampah dilakukan di sini sehingga keberadaan TPST dengan jumlah yang banyak ini dapat

216 memberikan dampak yang positif bagi permasalahan jumlah produksi sampah di Kota Semarang.

217