92 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari perumusan masalah dan hasil penelitian yang telah dilaksanakan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan, maka penulis menyimpulkan dan memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Latar belakang pembuatan surat kuasa menjual dibawah tangan dalam perjanjian perjanjian kredit KUR (Kredit Usaha Rakyat) di PT Bank X Kantor Cabang Surakarta adalah : a. Kesalahan persepsi Pihak bank dalam mengeluarkan kebijakan melalui Intruksi direksi Bank dengan memo PGV No. PGV/2/1201 tanggal 31 Agustus 2015 tentang prosedur kredit usaha rakyat (KUR) Mikro dan Ritel yang menjadi dasar pembuatan surat kuasa menjual dibawah tangan, karena Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Selaku Ketua Komite Kebijakan Pembiayaan Bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat yang dijadikan dasar kebijakan tidak ada arahan mengenai pembuatan surat kuasa menjual di bawah tangan. Peraturan tersebut hanya memberikan ketentuan tanpa perikatan.
93 b. Untuk kredit usaha kecil, sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit tertentu jo Surat keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/24/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993, jangka waktu berakhirnya SKMHT yang diberikan oleh pemilik tanah/bangunan yang memperoleh fasilitas kredit adalah selama jangka waktu perjanjian pokoknya, jadi latar belakang efisiensi waktu dan biaya tidak relevan sebagai dasar pembuatan surat kuasa menjual di bawah tangan. Sehingga dalam hal ini pemasangan SKMHT seharusnya tetap dilakukan pihak bank. 2. Dalam hal keabsahan dan kepastian hukum, maka dari apa yang telah ditemukan dari penelitian, maka surat kuasa menjual di bawah tangan tidak sah secara hukum dan bank dalam kedudukan hukum yang lemah, karena pemberlakuan surat kuasa menjual dibawah tangan tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Hal ini didasarkan dalam beberapa hal : a. Pembuatan perjanjian kredit tidak diikuti dengan adanya perjanjian pengikatan agunan yang berupa surat kuasa membebankan hak tanggungan maupun berupa pengikatan hak
94 tanggungan seperti yang diamanatkan dalam UUHT No.4 Tahun 1996. b. Bank tidak mempunyai hak kebendaan atas obyek jaminan kredit. Ketidakadaan pengikatan yang sesuai dengan yang telah diatur dalam perundang-undangan, maka bank tidak dapat menuntut pelunasan kewajiban dari agunan yang telah diberikan debitur sebagai jaminan kreditnya. c. Dengan tidak adanya pengikatan atas hak atas jaminan tersebut, maka apabila terjadi wanprestasi maka pihak bank selaku kreditur tidak dapat serta merta melakukan sita atas agunan yang diberikan kreditur sebagai jaminan. d. Bank tidak akan mempunyai hak untuk dapat didahulukan kepentingannya dari pihak atau kreditur lain untuk mendapatkan pelunasan atau pembayaran kewajiban debitur dari hasil penjualan agunan kredit apabila debitur dalam kondisi wanprestasi dalam hal ini macet. Bank dalam hal ini hanya akan menjadi kreditur konkuren bukan preferen, sehingga tidak dapat didahulukan kepentingannya dari pihak-pihak lainnya yang juga mungkin berkepentingan atas obyek jaminan kreditur. e. Berdasarkan Pasal 1792 KUH Perdata, maka yang dimaksud pemberian kuasa adalah untuk menyelenggarakan suatu urusan, bukanlah sebagai jaminan hutang.
95 f. Surat kuasa menjual setidaknya harus dibuat dalam akta otentik atau minimal dilegalisasi notaris. g. Surat kuasa dibawah tangan yang dibuat tidak sesuai dengan aturan mengenai syarat sahnya perjanjian seperti yang telah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata. h. Pada dasarnya tujuan dibuatnya suatu surat kuasa menjual di bawah tangan yang disyaratkan pihak bank adalah untuk dapat menjual agunan yang dijaminkan kepada pihak bank apabila terjadi kondisi wanprestasi atau debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya. Bila dicermati maka pada saat penandatanganan surat kuasa menjual dibawah tangan dalam kondisi belum terjadi wanprestasi oleh debitur. Berdasarkan hal tersebut maka surat kuasa menjual dibawah tangan tersebut dapat dianggap batal demi hukum atau dianggap tidak pernah ada karena tidak memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian dalam pasal 1320 KUHPerdata. B. SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran dan masukan kepada PT Bank X Kantor Cabang Surakarta agar tidak melakukan praktek pembuatan surat kuasa menjual dibawah tangan dalam menjamin Kredit Usaha Rakyat. Harapan penulis untuk ke depannya, agar pihak bank tetap menerapkan pengikatan jaminan seperti yang telah diatur
96 dalam perundang-undangan agar kepentingan pihak bank selaku kreditur dan pelaku UMKM selaku debitur dapat sama-sama terlindungi dan terjamin.
97