I. PENDAHULUAN. Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan dikelola oleh. masingmasing daerah sesuai dengan tuntutan undang-undang otonomi

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2014 dan Prakiraan Maju Tahun 2015 Kabupaten Agam

TABEL V.28 Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2014 dan Prakiraan Maju Tahun 2015 Kabupaten Agam

VI. GAMBARAN WILAYAH, KARAKTERISTIK PETERNAKAN SAPI POTONG DAN RESPONDEN PENELITIAN

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2014 dan Prakiraan Maju Tahun 2015 Kabupaten Agam

Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2014 dan Prakiraan Maju Tahun 2015 Kabupaten Agam

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I PENDAHULUAN. Peternakan ayam broiler mempunyai prospek yang cukup baik untuk

I. PENDAHULUAN. berubah, semula lebih banyak penduduk Indonesia mengkonsumsi karbohidrat namun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

FUNGSI : a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanian yang meliputi tanaman pangan, peternakan dan perikanan darat b.

Hermanto (1993 ; 4), menyebutkan bahwa pembangunan pertanian termasuk didalamnya tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BUPATI AGAM PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

MENDORONG KEDAULATAN PANGAN MELALUI PEMANFAATAN SUMBERDAYA UNGGUL LOKAL. OLEH : GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Dr.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendukung perkembangan ternak pada usaha sapi potong. Dalam usaha peternakan sapi potong terdapat komponen-komponen

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran dari adanya suatu pembangunan adalah menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAWIT-SAPI DI KABUPATEN ROKAN HULU PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

Krisis ekonomi yang diawali krisis moneter dan berujung pada krisis. multidimensi yang masih melanda Indonesia, telah menyadarkan

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan usaha yang meliputi perubahan pada berbagai aspek

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

STRATEGI USAHA PENGEMBANGAN PETERNAKAN YANG BERKESINAMBUNGAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mayoritasnya bermatapencarian sebagai petani.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

I. PENDAHULUAN. pelestarian keseimbangan lingkungan. Namun pada masa yang akan datang,

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. (agribisnis) terdiri dari kelompok kegiatan usahatani pertanian yang disebut

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

9.b PENGUKURAN PENCAPAIAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN SIAK TAHUN 2016 (CAPAIAN KINERJA SKPD BERDASARKAN TARGET RPJMD)

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

POLA PENGEMBANGAN KOMODITI JAGUNG HIBRIDA. di KAB. SUMBA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS DAYA DUKUNG PAKAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KECAMATAN TANJUNG RAYA KABUPATEN AGAM SKRIPSI. Oleh : AHMAD ZEKI

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

PENDAHULUAN Latar Belakang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan sebuah negara agraris yang artinya sebagian besar

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang pada tahun (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan proses desentralisasi, pembangunan dikelola oleh masingmasing daerah sesuai dengan tuntutan undang-undang otonomi daerah. Pelaksanakan pembangunan perlu ;terus ditingkatkan dengan pendekatan pengembangan wilayah. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan daerah dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam memanfaatkan sumberdaya dan sumber dana pembangunan. Daiam rangka itu pengembangan kawasan-kawasan yang strategis dan potensial diidentifikasi sebagai kawasan andalan perlu dilakukan secara intensif sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kinerja pembangunan masing-masing daerah di tanah air. Propinsi Sumatera Barat dengan keterbatasan sumber daya lahan yang dimiliki, mutlak memerlukan penataan dan perencanaan lahan yang baik, demikian juga pemanfaatan sumberdaya lahan lainnya untuk lahan pertanian tanaman pangan, peternakan dan perikanan, sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat. Perencanaan yang baik dari ke tiga sub sektor tersebut dibutuhkan karena selama ini memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap Produk DomestiksRegional Bruto {PDRB) Sumatera Barat. Tahun 1999 sub sektortanaman pangan memberikan sumbangan 14,OO %, sub sektor perikanan 2,44 % dan sub sektor peternakan sebesar 2,06 % terhadap PDRB Sumaiera Barat.(Badan,Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat, 2000).

Kebutuhan konsumsi protein hewani, terutama berasal dari daging sapi terus rneningkat di Sumatera Barat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pemotongan ternak sapi potong di Sumatera Barat dari tahun 1997 sampai 2000 mengalami peningkatan, begitu juga dengan tingkat konsumsi daging sapi. seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah Pemotongan dan Konsumsi Daging Sapi Potong di Sumatera Barat Tahun 1997-2000. I Tahun I Pemotongan I Konsumsi Daging 2000 1999 1998 1997 (ekor) 55.946 53.51 1 52.985 51.064 - - (Kg) 7.745.700 7.408.758 7.335.967 7.069.964 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat(2001) Untuk mengimbangi dampak negatif akibat perkembangan sektor pertanian dengan sektor la~nnya dalam penggunaan ruang perlu perencanaan yang strategi dengan membangun suatu kawasan sebagai produksi komoditas unggulan yang memiliki potensi relatif untuk dikernbangkan dan mampu rnemberikan kontribusi yang prospektif lebih besar untuk masa yang akan datang. Salah satu bentuk perencanaan ruang yang strategis yang diharapkan dapat mendorong percepatan produksi di sektor pertanian dengan pengembangan wilayah adalah Pengernbangan Kawasan Sentra Produksi (P-KSP) yang mampu menjadi wadah dalam aspek keterpaduan fungsional yang memadukan berbagai kegiatan dan antar sektor secara fungsional dari hulu ke hilir. Dalam ha1 ini pengembangan sektor pertanian, diantaranya komoditas pangan, peternakan dan perikanan daratflaut yang terintegrasi dengan pengembangan sektor lainnya diharapkan marnpu mendukung pengembangan komoditas yangdiunggulkan.

Dalam mempercepat pertumbuhan dan perkembangan di daerah, pemerintah daerah telah menetapkan kawasan sentra produksi guna mengembangkan komoditas andalanlutarna, terutama di sub sektor tanaman pangan, petemakan dan perikanan dengan rnenetapkan suatu wilayah sebagai sentra pengembangan produksi berskala besar dan ekonomis. Di dalam pernbangunan jangka pendek diharapkan dapat mendorong pemanfaatan surnberdaya pertanian dan pengembangan infrastmktur penunjang pangan, peternakan dan perikanan secara optimal melalui usaha intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi, dengan upaya ini akan terjadi peningkatan jumlah produksi hasil pertanian. Di dalam Pengembangan KSP sama sekali tidak harus menyesuaikan dengan wilayah administrasi, tetapi lebih cendmng kepada kemampuan dan kesesuaian agroekosistem yang mendukung. Upaya pengembangan kawasan sentra produksi disamping untuk mengatasi krisis ekonomi juga merupakan salah satu pendukung pemulihan ekonomi yang sifatnya jangka menengah. Dukungan ini dilakukan dengan rnenggali lebih dalam 'potensi yang dimiliki oleh masing-masing kawasan di daerah, sehingga dalam jangka panjang mendukung perkernbangan kawasan dan rnempercepat pertumbuhan perekonomian daerah. Salah satu kawasan yang dikernbangkan tahun 2000 melalui Pengembangan Kawasan Sentra Produksi (P-KSP) Surnatera Barat berlokasi di kawasan Koto Hilalang, Kabupaten Agam (Situs KSP Sumatera Barat, 2000) berdasarkan kriteria yang telah diidentifikasi serta komponen penentu secara fungsional kawasan Koto Hilalang yang paling dominan adalah petemakan untuk komoditi sapi potong.

Kawasan Sentra Produksi Sapi Potong Koto Hilalang secara administratif rneliputi tiga dari sebelas kecamatan yang ada di Kabupaten Agam Sumatera Barat. Ketiganya adalah Kecamatan Baso, Kecamatan IV Angkat Candung dan Kecamatan Tilatang Kamang. Kecamatan IV Angkat Candung dengan kebijakan pemerintah - dijadikan sebagai wilayah "organic farming". Kebijakan ini akan meningkatkan kebutuhan pupuk bagi tanaman pangan pada kotoran sapi, dan akan saling menguntungkan dengan petemakan sapi. Pemasaran sapi potong di kawasan sentra produksi Koto Hilalang umumnya untuk kebutuhan pasar lokal, pasar lokal terdekat, sebagian besar untuk kebutuhan Rumah Potong Hewan Bukittinggi. Sementara produk sapi bibit yang dihasilkan selain memenuhi kebutuhan lokal, juga banyak didatangi petemak dari daerah lain seperti Payakumbuh. Pemasaran produksi sapi potong di KSP Koto Hilalang tetap mendapatkan pasar yang bagus terhadap konsumennya. Selain bercocok tanaman pangan, petemak berpengalaman cukup lama memelihara temak sapi, kelompok petemak pemah mendapat dukungan program Gerbang Nagari,tahun 1999 di lokasi Koto Hilalang. Lokasi KSP Koto Hilalang, Kabupaten Agam mencakup tiga kecamatan yang berdekatan tersebut merupakan daerah yang memiliki populasi sapi terbesar dari kecamatan lainnya dengan jumlah 9.763 ekor (Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam, 2001). Secara keseluruhan populasi sapi di Kabupaten Agam tahun 2000 mengalami geningkatan dibanding tahun sebelumnya. Populasi sapi menurut kecamatan di Kabupaten Agam terlihat pada tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Sapi Tahun 1996-2000 Menurut Kecamatan di Kabupaten Agam, Sumatera -Barat. Sapi (ekor) No Kecamatan Potong Perah 1. 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Tanjung Mutiara Lubuk Basung Tanjung Raya Matur IV Koto Bnh. Sei Puar IV Angkat Candung Baso Tilatang Kamang Palembayan Palupuh Jumlah 2000 1999 1998 1997 1996 3.191 3,974 1.249 515 1.542 1.275 2.972 3.372 3.383 1.780 402 24.655 22.941 30.334 36.322 37.91 1 - - - 5-9 - 27-41 142 235 290 288 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam (2001) Permasalah pada kawasan sentra produksi Koto Hilalang terjadi dalam aktivitas operasional (on farm) petemakan sapi (Sekretariat Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Propinsi Sumatera Barat, 2000), yaitu : 1. Permasalahan pemeliharaan temak dalam skala yang lebih luas terjadi pada stabilitas pakan jangka panjang. Pada saat sekarang hijauan makanan temak bergantung pada musim panen padi, jagung dan hortikultura lainnya. Antisipasi keadaan cuaca dan keterbatasan pakan belum tersentuh oleh teknologi yang mampu mengawetkan hijauan sebagai pakan utama dalam jangka waktu yang lama. 2. Menyusul stabilitas penyediaan pakan jangka.panjang, te jadipermasalahan pada akses lahan. Wacana perubahan genggunaan dan diversifikasi lahan untuk menanami rumput menjadi 4itik lemah saat ini.

3. Masih adanya kegagalan memperoleh bibit sapi melalui inseminasi buatan. Ketersediaan bibit masih belum tepat, sehingga pada masa berahi sapi betina tiba, bibit sapi tidak diperoleh sesuai keinginan peternak, yaitu jenis sapi Simmental tidak tersedia. Pengembangan peternakan dalam skala yang lebih luas dan intensif perlu memikirkan jaminan ketersediaan bibit, meningkatkan kualitas petugas dan tersedianya dukungan fasilitas penyimpanan bibit, pengangkutan dan komunikasi. 4. Keterbatasan tenaga kerja dalam jangka panjang perlu dicermati, banyak kalangan muda belum begitu berminat pada usaha ternak sapi. Peternak yang ada kurang tersentuh oleh kebijakan, seperti pelatihan identifikasi tanda-tanda berahi sapi, pencegahan penyakit dan teknologi pakan. 5. Peternak juga melihat bahwa modal seduaan dan pemasaran sapi menjadi kelemahan. Modal seduaan membuat peternak kurang bergairah, karena merasa tidak ada insentif dalam beternak sapi. Modal seduaan adalah modallinvestasi (berupa ternak sapi betina) dimiliki orang lain, setelah berkembangbiak hasilnya dibagi dua dengan perbandingan 50 % untuk peternak dan 50 % untuk pemodal. 6. Ketika menjual sapi, peternak merasa kurang mendapat informasi harga dan kemampuan menaksir berat daging sapi tidak ada, padahal dasar perhitungan harga adalah berat sapi hidup, bukan harga per ekor berdasarkan perkiraan. Untuk mengembangkan suatu kawasan perlu dilakukan sosialisasi dari instansi yang terkait. Dalam ha1 ini Dinas Peternakan telah melakukan sosialisasilpelatihan Pengembangan Kawasan Sentra Prduksi Sumatera;Barat rnulai dari rencana, rumusan tujuan dan sasaran pengembangan ternak melalui KSP menuju.geternakan yang mandiri. Strategi dalam gengembangan ternak

dilakukan dengan (a) Pembentukan dan peningkatan klas kemampuan kelompok dari tingkat pemula, madya, ianjut dan utama, (b) Pembentukan secara.bertahap dengan meningkatkan klas kemampuan wilayah dari wilayah baru, ke wilayah binaan, dan (c) Membentuk kawasanlwilayah yang mandiri (Dinas Petemakan Propinsi Sumatera Barat, 1999)... e Strategi dalam pengembangan wilayah Kabupaten Agam yang terdapat dalam pengembangan tata ruang dan,pemerataan pembangunan, diprioritaskan pada strategi pembangunan kedepan mencakup tiga hal, yaitu: 1. Meningkatkan perekonomian rakyat 2. Meningkatkan pertumbuhan antar wilayah 3. Meningkatkan pemerataan pembangunan. Strategi ini sesuai dengan pendekatan pengembangan KSP Koto Hilalang yang mensintesakan pendekatan sektoral, wilayah, dan pemberdayaan ekonomi rakyat. B. Rumusan Masalah Dan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : 1. Sejauh mana tingkat keberhasilan peran pemerintah daerah dalam pengembangan sapi potong di Kawasan Sentra Produksi Koto Hilalang, Kabupaten Agam? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dan menentukan tindak lanjut dalam pengembangan Kawasan Sentra Produksi sapi potong di Kawasan Koto Hilalang Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat? 3. Bagaimana strategi pengembangan Kawasan Sentra Produksi Sapi Potong yang paling cocok dan diprioritaskan di kawzsan Koto Hilalang Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat? 7

4. Bagaimana implikasi strategi prioritas dalam mengembangkan agribisnis sapi potong di KSP Koto Hilalang Kabupaten Agam? C. Tujuan Peneliiian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui strategi pengembangan agribisnis sapi potong di KSP Koto Hilalang Kabupaten Agam. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui tingkat keberhasilan peran pemerintah daerah dalam pengembangan Kawasan Sentra Produksi Koto Hilalang Kabupaten Agam yang dijadikan sentra produksi sapi potong. 2. Mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis sapi potong di Kawasan Sentra Produksi Koto Hilalang Kabupaten Agam. 3. Merumuskan dan merekomendasi implikasi strategi pengembangan agribisnis sapi potong yang cocok dan efektif serta diprioritaskan untuk diterapkan, dilihat dari berbagai aspek. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah daerah dan instansi terkait dengan suatu rencana yang strategis di dalam pengembangan kawasan sentra produksi petemakan sapi potongdainnya di Sumatera Barat,,, khususnya pusat pengembangan agribisnis sapi potong di kawasan sentra produksi Koto Hilalang, Kabupaten Agam. 2. Sebagai salah satu referensi/acuan bagi yang-berminat untuk berusaha di peternakan sapi potong dan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai *pengembangan agribisnis behasis petemakan, khususnya petemakan sapipotong. 8

3. Penelitian ini merupakan sarana pengembangan wawasan dalam rnenganalisis berbagai permasalahan yang timbul dalarn pembangunan di sektor pertanian dengan sektor lainnyadalarn keseimbangan pembangunan dl f ropinsi Sumatera Barat. E. Batasan Penelitian - Kajian penelitian ini dibatasi hingga pada pelaksanaan program sedang berjalan, dimulai bulan Desernber 2001 sampai Januari 2002 dengan indikator beberapa kelompok petemak dalarn pengembangan KSP Koto Hilalang. Dan permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam kegiatan selama kurun waktu berjalan dari lima tahun yang direncanakan oleh empat kelompok peternak yang mengajukan programnya masing-masing, yaitu kelohpok Patar, Ketapesbon, Harapan dan Tunas Muda di kawasan sentra produksi Koto Hilalang, kemudian diidentifikasi faktor-faktor yang rnempengaruhi perkembangan sapi potong untuk menemukan rumusan strategi alternatif berdasarkan pendapat respondenlekspert. Dan rumusan satrategi alternatif tersebut, kemudian ditentukan strategi prioritas yang sesuai dalam implementasi pengembangan sapi potong di KSP Koto Hilalang. Kabupaten Agam, Sumatera Barat.