PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /Menhut-II/2009 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
Draft 10 November PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.30/Menhut-II/ /Menhut- II/ TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 68/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.50/Menhut-II/2014P.47/MENHUT-II/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 20/Menhut-II/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KARBON HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.128, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tata Cara. Perizinan. Karbon. Hutan Lindung. Produksi. Pemanfaatan.

> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. /Menhut-II/2012 T E N T A N G MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

~ 2 ~ C:\Documents and Settings\BAHAN WEB\Per-UU\NSPK hilang Agustus1.rtf

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

2018, No Carbon Stocks) dilaksanakan pada tingkat nasional dan Sub Nasional; d. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan REDD+ sebagaimana dima

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 63/Menhut-II/2008

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2011 NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 35/Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENERBITAN REKOMENDASI EKSPOR PRODUK KAYU ULIN OLAHAN

2 Mengingat : 1. c. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 39 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008, penugasan sebagian urusan pemerintahan dari

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.47/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :.P. 7/Menhut-II/2012 /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

ALAM. Kawasan Suaka Alam: Kawasan Pelestarian Alam : 1. Cagar Alam. 2. Suaka Margasatwa

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 7/Menhut-II/2011 TENTANG PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KEHUTANAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

TENTANG HUTAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. 61/Menhut-II/2008 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN INVENTARISASI GAS RUMAH KACA NASIONAL

PEDOMAN PEMBERIAN REKOMENDASI PEMERINTAH DAERAH UNTUK PELAKSANAAN REDD

Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan

2 ekonomi biaya tinggi sebagaimana hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu pengaturan kembali mengenai Inventarisasi Hutan Menyelu

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN PENYERAPAN DAN/ATAU PENYIMPANAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 28/Menhut-II/2009 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMBENTUKAN WILAYAH KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Izin Usaha. Kawasan Hutan Silvo Pastura. Hutan Produksi

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, perlu perbaikan dan pemisahan dalam Peraturan tersendiri menyangkut Inventarisasi Hutan Berkala dan Rencana Kerja

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.62/Menhut-II/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 66 /Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.33/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 75 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA : P.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 71 TAHUN 2017 TENTANG

2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima

PERDAGANGAN SERTIFIKAT PENURUNAN EMISI KARBON HUTAN INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.26/Menhut-II/2012

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG

Kondisi Hutan (Deforestasi) di Indonesia dan Peran KPH dalam penurunan emisi dari perubahan lahan hutan

2 Pemberantasan Korupsi Tahun 2013, maka perlu pengaturan kembali mengenai Tata Cara Pemberian dan Peluasan Areal Kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil H

2 Mengingat : kembali penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas kayu pada pemegang izin atau pada hutan hak; c. ba

2016, No. -2- Kehutanan, diperlukan penyempurnaan Peraturan Menteri Kehutanan sebagaimana dimaksud dalam huruf b; d. bahwa berdasarkan pertimbangan se

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.141, 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN. Penilaian. Kinerja. Verifikasi. Legalitas. Pemegang Izin. Pedoman.

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.19/Menhut-II/2007 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN,

Transkripsi:

Draft 18 Maret 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P. /Menhut-II/2009 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN (REDUCING EMISSION FROM DEFORESTATION AND FOREST DEGRADATION/REDD) DALAM KERANGKA KONVENSI PERUBAHAN IKLIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a bahwa dalam rangka melakukan upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagaimana diamanatkan oleh Keputusan Konferensi Negara Pihak (Parties) Konvensi Perubahan Iklim ke-13, perlu ditumbuh-kembangkan kegiatan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD); b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, dipandang perlu untuk menetapkan Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) dengan Peraturan Menteri Kehutanan. Mengingat : a. Undang Undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3557); b. Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); c. Undang Undang...

c. Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); d. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); e. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); f. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); g. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Pengesahan Kyoto Protocol To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Protokol Kyoto Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4403); h. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421) i. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); j. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); k. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4814). l. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan Demonstration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan m. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.13/Menhut-II/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, sebagaimana telah

beberapa kali disempurnakan terakhir dengan Nomor P.15/Menhut- II/2008. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG TATA CARA PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN (REDD) DALAM KERANGKA KONVENSI PERUBAHAN IKLIM. BAB I PENGERTIAN Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. Hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. 4. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 5. Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. 6. Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani ijin/hak. 7. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 8. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 9. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 10. Deforestasi adalah perubahan secara permanen dari areal berhutan menjadi tidak berhutan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. 11. Degradasi hutan adalah penurunan kuantitas tutupan hutan dan stok karbon selama periode tertentu yang diakibatkan oleh kegiatan manusia 12. Referensi Emisi adalah tingkat emisi yang berasal dari deforestasi dan degradasi hutan dalam kondisi tidak ada skema REDD dan dapat ditetapkan berdasarkan trend historis maupun skenario pembangunan di masa datang.

13. Demonstration activity REDD adalah kegiatan penyiapan infrastrutur pelaksanaan REDD termasuk aspek teknis/metodologis, institusi dan penanganan penyebab deforestasi dan degradsi hutan, 14. Perdagangan karbon REDD adalah kegiatan perdagangan jasa yang berasal dari kegiatan pengelolaan hutan yang menghasilkan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. 15. Lembaga Penilai Independen adalah lembaga yang berhak melaksanakan verifikasi laporan hasil kegiatan REDD. 16. Komisi REDD adalah Komisi yang dibentuk oleh Menteri dan bertugas dalam pengurusan pelaksanaan REDD. 17. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan. 18. Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 19. Registrasi Nasional adalah lembaga atau institusi yang mempunyai tugas melakukan pencatatan atas semua kegiatan REDD. 20. Entitas nasional adalah Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan pada Kawasan Hutan, Pengelola Hutan Negara dan Pemilik atau Pengelola Hutan Hak 21. Entitas internasional adalah mitra penyandang dana untuk pelaksanaan REDD. 22. Focal Point adalah adalah wakil negara yang ditugaskan untuk berkomunikasi dengan Sekretariat Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim 23. Hutan negara lainnya adalah areal berhutan yang bukan merupakan kawasan hutan dan tidak dibebani hak. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan yang selanjutnya disebut REDD adalah semua upaya pengelolaan hutan dalam rangka atau yang menghasilkan pengurangan penurunan kuantitas tutupan hutan dan pengurangan penurunan stok karbon yang dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti demonstration activity dan/atau perdagangan karbon untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan (2) Maksud dari kegiatan REDD adalah untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. (3) Tujuan dari kegiatan REDD adalah untuk menekan terjadinya deforestasi dan degradasi hutan. BAB III LOKASI DAN PERSYARATAN Pasal 3 (1) REDD dapat dilakukan pada : a. Areal Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA). b. Areal Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). c. Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan.

d. Areal Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). e. Areal Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem. f. Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). g. Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL). h. Areal Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). i. Areal Hutan Konservasi j. Areal Hutan Adat. k. Areal Hutan Hak. l. Areal Hutan Desa m. Areal Hutan Negara lainnya (2). Pelaksanaan REDD pada dua atau lebih areal sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a m yang berada di dalam satu wilayah Kabupaten atau Propinsi dapat digabung (bundling) menjadi satu unit REDD. Pasal 4 Pelaku REDD adalah : (1) Entitas nasional bersama entitas internasional (2) Pelaku dari entitas nasional terdiri : a. Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK- HA) b. Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) c. Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kemasyarakatan. d. Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR). e. Pemegang Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem. f. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). g. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL). h. Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). i. Kepala Unit Pelaksana Teknis yang menangani hutan konservasi j. Pengelola Hutan Adat. k. Pemilik atau Pengelola Hutan Hak. l. Pengelola Hutan Desa. m. Pengelola Hutan Negara Lainnya (3) Dalam hal terdapat kesepakatan antara pelaku sebagaimana tersebut pada ayat (2) dengan Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah dapat mengkoordinir pengusulan dan pelaksanaan REDD sebagaimana tersebut pada Pasal 3 ayat (2) di wilayahnya. (4) Pelaku dari entitas internasional terdiri dari Pemerintah/Badan Usaha/Organisasi internasional yang menyandang dana untuk pelaksanaan REDD.

Pasal 5 (1) Persyaratan REDD untuk areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA)/ areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)/ areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan / areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR)/ areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem adalah : a. Memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK- HA)/ Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK- HT)/ Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kemasyarakatan / Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR)/ Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem. b. Memperoleh rekomendasi untuk pelaksanaan REDD dari Pemerintah Daerah. c. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. d. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 (1) Persyaratan REDD untuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)/Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)/ Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) adalah : a. Memiliki Surat Keputusan Menteri tentang penetapan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)/ Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)/ Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK). b. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. c. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang Kesatuan Pengelolaan Hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 7 (1) Persyaratan REDD pada hutan konservasi adalah : a. Memiliki Surat Keputusan Menteri tentang penunjukan hutan konservasi. b. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. c. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang pengelolaan hutan konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 8 (1) Persyaratan REDD untuk hutan adat adalah :

a. Memiliki Surat Keputusan dari Menteri sebagai pengelola hutan adat. b. Memperoleh rekomendasi untuk pelaksanaan REDD dari Pemerintah Daerah. c. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. d. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang pengelolaan hutan adat sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 9 (1) Persyaratan REDD untuk hutan hak adalah : a. Memiliki sertifikat hak milik atas tanah atau keterangan pemilikan tanah dari Pemerintah Daerah. b. Memperoleh rekomendasi untuk pelaksanaan REDD dari Pemerintah Daerah. c. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. d. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang pengelolaan hutan hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 10 (1) Persyaratan REDD untuk hutan desa adalah a. Memiliki Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah sebagai pengelola hutan desa. b. Memperoleh rekomendasi untuk pelaksanaan REDD dari Pemerintah Daerah. c. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. d. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang pengelolaan hutan desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 11 (1) Persyaratan REDD pada hutan negara lainnya adalah : a. Memiliki Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah sebagai pengelola. b. Memenuhi kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD. c. Memiliki rencana pelaksanaan REDD. (2) Ketentuan tentang pengelolaan hutan negara lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 (1) Pedoman pemberian rekomendasi oleh Pemerintah Daerah untuk pelaksanaan REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 8 ayat (1) huruf b, pasal 9 ayat (1) huruf b dan pasal 10 ayat (1) huruf b di atas tercantum pada Lampiran 1 Peraturan ini.

(2) Kriteria lokasi untuk pelaksanaan REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 8 ayat (1) huruf c, pasal 9 ayat (1) huruf c dan pasal 10 ayat (1) huruf c, Pasal 11 ayat (1) huruf b di atas tercantum pada Lampiran 2 Peraturan ini. (3) Pedoman penyusunan rencana pelaksanaan REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat (1) huruf d, Pasal 6 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 8 ayat (1) huruf d, pasal 9 ayat (1) furuf d dan pasal 10 ayat (1) huruf d, Pasal 11 ayat (1) huruf c di atas tercantum pada Lampiran 3 Peraturan ini. BAB IV TATA CARA PERMOHONAN, PENILAIAN DAN PERSETUJUAN Pasal 13 (1) Pelaku REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 di atas, mengajukan permohonan kepada Menteri Kehutanan dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 11. (2) Menteri menugaskan Komisi REDD untuk melakukan penilaian atas permohonan REDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas. (3) Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima hasil penilaian Komisi REDD sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat menyetujui atau menolak usulan permohonan REDD dalam bentuk surat persetujuan pelaksanaan REDD. (4) Paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kerja setelah mendapat persetujuan dari Menteri, pemohon dapat segera melaksanakan kegiatan REDD. (5) Apabila setelah 90 (sembilan puluh) hari kerja, pemohon tidak memulai kegiatan REDD, maka persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 pasal 13 dibatalkan. Pasal 14 Pedoman penilaian permohonan REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 13, tercantum pada Lampiran 4 Peraturan ini. BAB V JANGKA WAKTU Pasal 15 (1) Demonstration activity REDD : a. Jangka waktu Demonstration activity REDD maksimum 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku. b. Demonstration activity REDD dapat dialihkan menjadi kegiatan perdagangan karbon REDD sepanjang memenuhi persyaratan. (2) Perdagangan karbon REDD

c. Jangka waktu pelaksanaan perdagangan karbon REDD maksimum 30 (tiga puluh) tahun. d. Pelaksanaan REDD dapat diperpanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku. BAB VI HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 16 (1) Pelaku demonstration activities REDD mempunyai hak : a. Entitas nasional memperoleh insentif atas upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi yang dilakukan, b. Entitas internasional memperoleh pengakuan Pemerintah sesuai kontribusinya terhadap upaya entitas nasional seperti tertuang pada huruf a. (2) Pelaku perdagangan karbon REDD mempunyai hak : a. Entitas nasional memperoleh pembayaran dari entitas internasional atas penurunan emisi yang dihasilkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b. Entitas internasional menggunakan sertifikat REDD sebagai bagian dari pemenuhan komitmen pengurangan emisi negara maju sesuai peraturan yang berlaku. c. Memperjual-belikan sertifikat REDD bagi perdagangan karbon REDD pasca 2012 yang dikaitkan dengan pelaksanaan komitmen pengurangan emisi negara maju. Pasal 17 Pelaku REDD mempunyai kewajiban : a. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan dalam rangka pelaksanaan REDD. b. Menetapkan referensi emisi sebelum pelaksanaan REDD. c. Melakukan pemantauan sesuai dengan rencana. d. Menyampaikan laporan hasil pemantauan kepada Menteri melalui Komisi REDD. BAB VII PENETAPAN REFERENSI EMISI, PEMANTAUAN, DAN PELAPORAN Pasal 18 Menteri menugaskan unit organisasi yang bertanggung jawab di bidang planologi untuk melakukan penetapan referensi emisi nasional. Pasal 19 Pedoman penetapan referensi emisi, pemantauan, dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 dan Pasal 18, tercantum pada Lampiran 5 Peraturan ini. BAB VIII VERIFIKASI DAN SERTIFIKASI

Pasal 20 (1) Paling lambat 14 hari kerja setelah laporan pemantauan dari pelaku REDD seperti tersebut pada Pasal 17 diterima Komisi REDD, Komisi REDD menugaskan Lembaga Penilai Independen untuk melakukan verifikasi. (2) Lembaga Penilai Independen melaporkan hasil verifikasi kepada Komisi REDD dan kepada pelaku REDD. (3) Biaya verifikasi untuk demonstration activity merupakan bagian dari dana kegiatan dimaksud, (4) Biaya verifikasi untuk kegiatan perdagangan karbon dibebankan kepada Pelaku REDD. (5) Paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah menerima laporan hasil verifikasi dari Lembaga Penilai Independen, Komisi REDD menerbitkan sertifikat demonstration activity atau rekomendasi sertifikasi perdagangan carbón REDD (6) Sertifikasi perdagangan karbon REDD dapat dilakukan oleh lembaga independen yang disetujui oleh Komisi REDD. Pasal 21 Pedoman verifikasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 20, tercantum dalam Lampiran 6 Peraturan ini. Pasal 22 (1) Sebelum ada keputusan negara pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim mengenai mekanisme pelaksanaan REDD ditingkat internasional, Menteri menugaskan unit organisasi yang bertanggung jawab di bidang penelitian dan pengembangan kehutanan untuk melakukan akreditasi Lembaga Penilai Independen. (2) Setelah ada Keputusan negara pihak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim mengenai mekanisme pelaksanaan REDD ditingkat internasional, maka akreditasi Lembaga Penilai Independen mengacu pada Keputusan tersebut dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 23 Komisi REDD secara berkala menyampaikan laporan pelaksanaan REDD kepada Menteri dan Focal Point Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim untuk selanjutnya dilaporkan kepada Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim. BAB IX DISTRIBUSI INSENTIF DAN LIABILITAS Pasal 24 (1) Penerimaan negara yang bersumber dari pelaksanaan REDD diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.

(2) Distribusi penerimaan negara pada ayat (1) diatur tersendiri. Pasal 25 (1) Sebagian penerimaan negara yang bersumber dari pelaksanaan REDD sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 digunakan sebagai jaminan pelaksanaan REDD pada tingkat nasional. (2) Jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di atas, dapat digunakan oleh Pemerintah untuk : a. Pengelolaan registrasi nasional dan/atau; b. Penanganan pengurangan emisi nasional. (3) Mekanisme dan tata cara penggunaan jaminan pelaksanaan REDD diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri. BAB X PERALIHAN Pasal 26 (1) Sebelum ada keputusan negara para pihak konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Perubahan Iklim mengenai mekanisme pelaksanaan REDD ditingkat internasional, kegiatan REDD dapat dilaksanakan melalui demonstration activity REDD, peningkatan kapasitas dan transfer teknologi, serta perdagangan karbon sukarela. (2) Dana untuk pelaksanaan kegiatan REDD sebagaimana dimaksud ayat (1) bersumber dari partisipasi para pihak Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim dan sumber pendanaan lain yang sah. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 27 Peraturan dan ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan demonstration activity yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan ini.

Pasal 28 Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : MENTERI KEHUTANAN, Diundangkan di : Jakarta pada tanggal : MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, H.M.S. K A B A N ANDI MATTALATTA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN... NOMOR...