BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebuah penelitian yang dilakukan dengan mengambil sampel 191 negara anggota organisasi World Health Organization (WHO) memperkirakan 10 negara yang memiliki ranking tertinggi jumlah penderita penyakit diabetes pada Tahun 2000 dan 2030. Indonesia merupakan salah satu negara yang menduduki peringkat ke empat. Tingginya jumlah penderita diabetes pada negara negara dengan ranking teratas tersebut dari hasil riset World Health Organization (WHO) diperkirakan karena tingginya pertumbuhan populasi, penuaan, urbanisasi, peningkatan prevalensi obesitas dan aktivitas fisik (Wild et. al.,2004). Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel beta pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacammacam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, CM Virus, Herpes, dan lain sebagainya. Sedangkan diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. 1
Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat. Etiologi DM tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor genetik dan pengaruh lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan (Depkes, 2005). Kelenjar endokrin pankreas tersusun atas pulau Langerhans yang merupakan cluster yang tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas. Unit endokrin yang disebut sebagai pulau Langerhans memiliki 4 macam sel, yaitu sel alfa, sel beta, sel delta, dan sel f. Kerusakan sel-sel beta pankreas dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor tersebut di antaranya faktor genetik, infeksi oleh kuman, faktor nutrisi, zat diabetogenik, dan radikal bebas (stress oksidatif). Senyawa streptozotosin merupakan salah satu zat diabetogenik yang bersifat toksik, terutama selektif terhadap sel beta pankreas, dan apabila diberikan kepada hewan coba seperti tikus dapat menyebabkan hewan coba tikus mengalami diabetes. Kerusakan sel beta pankreas menyebabkan tubuh tidak bisa menghasilkan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat (terjadi keadaan hiperglikemia). Kondisi hiperglikemia menurut Robertson et. al., (2003) dapat menghasilkan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS=reactive oxygen species). ROS yang berlebihan dapat menyebabkan stres oksidatif dan dapat memperparah kerusakan sel beta pankreas. Diabetes ditandai 2
dengan perubahan progresif pada pulau Langerhans (Diani et. al., 2004), termasuk perubahan deplesi atau berkurangnya sekretori granul insulin pada sel beta pankreas, lepasnya pertautan sel pulau Langerhans, dan pergantian sel-sel eksokrin oleh jaringan ikat (fibrosis). Penderita diabetes mellitus tipe 2 diawali dengan kegemukan karena kelebihan makan. Sebagai kompensasi, sel beta pankreas merespon dengan mensekresi insulin lebih banyak sehingga kadar insulin meningkat (hiperinsulinemia). Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya melakukan pengaturan sendiri (self regulation) dengan menurunkan jumlah reseptor atau down regulation. Hal ini membawa dampak pada penurunan respon reseptor atau yang lebih lanjut mengakibatkan terjadinya resistensi insulin (Nugroho, 2012). Perkembangan secara bertingkat terhadap kegagalan fungsi sel beta pankreas akan mengarah kepada terjadinya defisiensi insulin. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut. Defisiensi insulin disebabkan karena menurunnya pertumbuhan massa sel beta pankreas, meningkatnya apoptosis pada sel beta pankreas, menurunnya regenerasi dan fungsi sel beta pankreas, disertai kelainan genetik mitokondria sel beta pankreas (Silink, 2002). Pada terapi pengobatan diabetes mellitus tipe 2 dapat dilakukan dengan diet saja atau dengan gabungan antara diet dengan antidiabetik oral. Namun, jika penderita mengalami defisiensi insulin, diet dan pengobatan antidiabetik oral saja tidak cukup untuk memperbaiki kondisi penderita. 3
Penelitian terhadap kombinasi glibenklamid dengan beberapa tanaman obat tradisional pada tikus diabetes mellitus yang diinduksi streptozotosin, menunjukkan bahwa kombinasi glibenklamid dengan ekstrak Trigonilla foenum graecum memberikan penurunan kadar glukosa darah yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi ekstrak Azadirachta indica dengan glibenklamid dan ekstrak Aloe vera dengan glibenklamid. Penurunan kadar glukosa darah ini ada hubungannya dengan penurunan produksi reaktif oxidative species (ROS) yang disebabkan karena kondisi hiperglikemik (Wagar et. al., 2008). Begitu pula pada penelitian yang dilakukan oleh Omotayo et. al., (2011) pada hewan uji defisiensi insulin yang diinduksi streptozotosin, membandingkan kombinasi glibenklamid dengan madu dan metformin dengan madu, dan penggunaan sendiri sendiri glibenklamid dan metformin. Kombinasi glibenklamid dan madu memberikan hasil perbaikan pengaturan kadar glukosa darah. Kemampuan anti oksidan dari madu yang mendukung dalam melindungi pankreas terhadap oksigen reaktif yang merupakan hasil metabolisme glukosa dan asam lemak bebas yang berlebih, yang dapat mengakibatkan kemunduran fungsi dari sel beta pankreas. Sehingga kombinasi glibenklamid dengan madu dan metformin dengan madu memberikan hasil perbaikan pengaturan kadar glukosa darah yang lebih baik. Berbagai tanaman obat dan ribuan tanaman berpotensi obat di Indonesia mengandung beraneka ragam jenis senyawa kimia alami. Berdasarkan penggunaan tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, 4
tanaman tersebut memiliki berbagai efek farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai agen anti penyakit infeksi sampai penyakit degenaratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke, osteoporosis bahkan kanker. Di sisi lain pengobatan dengan senyawa tunggal (single entity) atau senyawa isolat murni maupun sintesis belum memberikan kesembuhan optimal dan paripurna. Maka masyarakat berupaya untuk mencari obat alternatif, terutama dari herbal (Saifudin et. al.,2011). Berdasarkan hasil penelitian Widowati (1997), terdapat 26 tanaman yang digunakan secara empirik untuk pengobatan diabetes. Salah satunya adalah tanaman Andrographis paniculata Nees atau yang dikenal dengan nama Sambiloto. Tanaman ini telah lama diteliti dan memiliki efek farmakologi sebagai antidiabetes. Pemberian secara oral ekstrak etanol A. paniculata secara signifikan menurunkan konsentrasi glukosa darah pada kondisi puasa, aktivitas hepatik glukosa-6-fosfat dan menurunkan konsentrasi trigliserida darah pada kondisi puasa. Aktivitas farmakologi lain dari A. paniculata adalah sebagai anti inflamasi, anti kanker, imunomodulator, anti infeksi dan anti oksidan (Chao dan Lin, 2010). Berdasarkan kemampuan aktivitas farmakologi yang dimiliki oleh A. paniculata ini, maka peneliti tertarik untuk melakukan percobaan pemberian kombinasi ekstrak A. paniculata dan glibenklamid yang dibandingkan dengan pemberian glibenklamid tunggal untuk mengetahui 5
efek antihiperglikemik dan menganalisis perubahan sel beta jaringan pankreas tikus yang diinduksi dengan streptozotosin. B. Rumusan Masalah 1. Apakah hewan uji mengalami diabetes melitus tipe 2 defisiensi insulin setelah induksi streptozotosin? 2. Apakah kombinasi ekstrak terpurifikasi A. paniculata dengan glibenklamid efektif menurunkan kadar glukosa darah hewan uji defisiensi insulin? 3. Bagaimanakah kondisi histopatologi pankreas dan jumlah sel beta pankreas setelah diberikan perlakuan kombinasi ekstrak terpurifikasi A. paniculata dan glibenklamid? C. Keaslian Penelitian Penelitian ekstrak terpurifikasi herba sambiloto yang dikombinasikan dengan glibenklamid pada tikus DM tipe 2 defisiensi insulin belum pernah dilakukan. Penelitian yang terkait dengan sambiloto untuk DM antara lain adalah penelitian yang dilakukan Yulinah (2011) yang menunjukkan bahwa dosis 2,0 g/kg BB ekstrak etanol herba Andrographis paniculata Nees merupakan kadar optimal yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus. Pada herba dan percabangan A. paniculata mengandung diterpen 6
lakton yang terdiri dari andrografolid (zat pahit), neoandrografolid, 14- deoksi-11-12-didehidroandrografolid, 14-deoksi-11-oksoandrografolid, 14 deoksi andrografolid dan homoandrografolid. Senyawa-senyawa aktif yang diduga berperan aktif berefek sebagai anti hiperglikemik (Niranjan et. al., 2010; Sudarsono et. al., 2006; Chao dan Lin, 2010). Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap kombinasi glibenklamid dengan beberapa tanaman obat tradisional pada tikus DM yang diinduksi streptozotosin, menunjukkan bahwa kombinasi glibenklamid dengan ekstrak Trigonilla foenum graecum memberikan penurunan kadar glukosa darah yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi ekstrak Azadirachta indica dengan glibenklamid dan ekstrak Aloe vera dengan glibenklamid (Wagar et. al., 2008). Penelitian lain yang dilakuan oleh Bugudare (2011) pada ekstrak hidroalkohol kulit kayu dari tanaman kayu manis (Cinanamomum cassia) yang dikombinasikan dengan glibenklamid dan metformin pada tikus DM yang diinduksi aloksan tidak menghasilkan efek yang sinergis dan menurunkan kadar glukosa darah. Berdasarkan penelitian Syamsul (2011) pada tikus diabetes mellitus resistensi insulin yang diinduksi pakan kaya lemak, kombinasi ekstrak sambiloto terpurifikasi dengan metformin tidak meningkatkan potensi antidiabetes dari penggunaan tunggalnya. Oleh karena itu, penelitian yang mengamati efektivitas pemberian terapi kombinasi ekstrak terpurifikasi herba sambiloto sebagai herbal antidiabetes yang dengan obat sintetis glibenklamid terhadap tikus diabetes 7
mellitus defisiensi insulin yang diinduksi dengan streptozotosin belum pernah pernah dilakukan. D. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui keefektipan kombinasi ekstrak terpurifikasi A. paniculata dan glibenklamid sebagai obat anti diabetes pada tikus DM tipe 2 defisiensi insulin. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh induksi streptozotosin dalam menyebabkan diabetes melitus tipe 2 defisiensi insulin pada hewan uji. b. Untuk mengetahui potensi kombinasi ekstrak terpurifikasi A. paniculata dengan glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus DM tipe 2 defisiensi insulin. c. Untuk mengetahui kondisi histopatologi pankreas dan jumlah sel beta pankreas setelah diberikan perlakuan kombinasi ekstrak terpurifikasi A. paniculata dengan glibenklamid. 8